Penerapan Strategi Example Non Example Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa
PENERAPAN STRATEGI EXAMPLE NON EXAMPLE
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMAHAMAN TENTANG GAYA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI 3 BENDANPETE TAHUN PELAJARAN 2015 / 2016
Busiri
Guru SD Negeri 3 Bendanpete
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami tentang gaya. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 3 Bendanpete kecamatan Nalumsari Kabupaten Jepara.Subyek penelitian siswa kelas V SD Negeri 3 Bendanpete pada semester 2 Tahun Pelajaran 2015/2016 sebanyak 19 siswa. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 langkah kegiatan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik tes dan non tes. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemampuan peserta didik dalam memahami tentang gaya dari Siklus I ke Siklus II ada peningkatan nilai rata-rata kelas. Hasil tes awal yaitu tes sebelum tindakan penelitian kelas dilakukan, menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelas sebesar 67,6 atau sebesar 67 %. Hasil pada siklus I, nilai rata-rata kelas menjadi 72,8 atau besar 72%. Hal ini menunjukkan bahwa antara tes awal (pra siklus) dan siklus I terjadi peningkatan 5%. pada siklus dua nilai rata-rata meningkat menjadi 81,1 atau besar 81% berarti terjadi peningkatan sebesar 5% dari prasiklus ke siklus satu, dari siklus satu ke siklus dua sebesar 9% dan hasil yang dicapai tersebut sudah memenuhi target yang ditetapkan. Peningkatan nilai rata-rata ini membuktikan keberhasilan pembelajaran kemampuan berfikir kritis konsep IPA dengan strategi Example non Example berbantuan KIT IPA.
Kata kunci: kemampuan pemahaman, gaya, Example non Example
Pendahuluan
Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru menggunakan model-model pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif didalam proses pembelajaran.
Penggunaan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar secara aktif dan menyenangkan sehingga siswa dapat meraih hasil belajar yang optimal.
Untuk dapat menggunakan model pembelajaran yang efektif maka setiap guru harus memiliki pengetahuan yang memadai berkenaan dengan konsep dan cara-cara pengimplementasian model-model tersebut dalam proses pembelajaran.
Model pembelajaran yang efektif memiliki keterlibatan dengan tingkat pemahaman guru terhadap perkembangan dan kondisi siswa-siswa di kelas.
Demikian juga pentingnya pemahaman guru terhadap sarana dan fasilitas sekolah yang tersedia, kondisi kelas dan beberapa faktor lain yang terkait dengan pembelajaran. Tanpa pemahaman terhadap berbagai kondisi ini, metode yang digunakan guru cenderung tidak dapat meningkatkan peran serta siswa secara optimal dalam pembelajaran, dan pada akhirnya tidak dapat memberi sumbangan yang besar terhadap pencapaian hasil belajar siswa.
Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang memerlukan usaha dan dana yang cukup besar, hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi kelangsungan masa depannya. Demikian halnya dengan Indonesia menaruh harapan besar terhadap pendidik dalam perkembangan masa depan bangsa ini, karena dari sanalah tunas muda harapan bangsa sebagai generasi penerus dibentuk. Meski diakui bahwa pendidikan adalah investasi besar jangka panjang yang harus ditata, disiapkan dan diberi sarana maupun prasarananya dalam arti modal material yang cukup besar, tetapi saat ini Indonesia masih berkutat pada problematika (permasalahan) klasik yaitu kualitas pendidikan. Permasalahan ini setelah dicari akar permasalahannya adalah sebuah mata rantai yang melingkar dan tidak tahu dari mana awalnya. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan menetapkan Ujian Akhir Berstandar Nasional (UASBN) adalah Ujian Nasional yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan pelaksanaan ujian disekolah / madrasah dimana UASBN bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan hasil USBN salah satunya digunakan untuk dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya. Terkait dengan itu mutu pendidikan khususnya pendidikan pada jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) sampai saat ini masih jauh dengan harapan. Kita sekarang dituntut standarisasi nilai Ujian Nasional 4,25 tiap tiga mata pelajaran yang dikeluhkan semua pendidik bahkan oleh orang tua siswa sendiri, karena mereka khawatir anaknya tidak lulus ujian.
Salah satu kelemahan pembelajaran IPA pada mayoritas SD selama ini adalah bahwa pembelajaran tersebut lebih menekankan pada penguasaan sejumlah fakta dan konsep, dan dalam penyampaian materi cenderung bersifat konvensional yang berpusat pada guru (teacher oriented), yang kurang memotivasi siswa untuk belajar. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Saptono (2003) bahwa pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered learning) akan membawa dampak dominasi proses pembelajaran ada pada diri guru, hal ini akan mengakibatkan proses pembelajaran berjalan statis sehingga kondisi ini akan membuat siswa cepat jenuh, merasa cepat bosan terhadap pelajaran dan tidak fokus pada pelajaran melainkan bermain dengan teman sebangku.
Siswa sudah terbiasa dibelajarkan oleh guru dengan metode ceramah biasanya hanya menstransfer ilmu dari guru ke siswa. Siswa dianggap botol kosong yang belum ada isinya sehingga perlu diisi.Guru yang sudah terlena dengan metode mengajar konvensional sehingga pembelajaran PAKEM dengan metode bervariasi sulit sekali. Padahal metode ceramah tidak bisa mengaktifkan siswa untuk diajak berfikir kritis dan belajar tingkat tinggi. Cara belajar siswa hanya berjalan pada tingkatan kognitif tingkat rendah.
Melihat hal itu salah satu mata pelajaran yang di UNkan adalah mata pelajaran IPA mau tidak mau guru harus memperhatikan mata pelajaran tersebut. Namun harus kami akui secara jujur bahwa pada mata pelajaran IPA sulit untuk dikuasai siswa kelas V SD Negeri 3 Bendanpete Nalumsari Jepara. Pembelajaran IPA biasanya dibelajarkan dengan cara menerangkan atau konvensional. Guru tidak menggunakan alat peraga padahal di SD alat-alat sangat diperlukan untuk membantu proses pembelajaran. Sebetulnya keberadaan media pelajaran sangat penting bagi siswa dan guru itu sendiri. Kondisi seperti ini menyebabkan siswa kurang minat dalam belajar dan verbalisme siswa semakin besar.
Hasil refleksi awal diperoleh informasi bahwa ketidakberhasilan pembelajaran IPA khususnya tentang gaya di SD Negeri 3 Bendanpete Nalumsari Jepara ini dibuktikan dari hasil formatif siswa kurang mencapai hasil yang optimal masih dibawah standar ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan disekolah. Data yang diperoleh dari 19 siswa kelas V ternyata hanya terdapat 6 siswa yang lulus KKM atau sekitar 30%. Sedangkan 13 siswa lainnya atau sekitar 70% capaian nilai formatifnya masih dibawah standar nilai KKM. Dalam buku evaluasi pengajaran, dikatakan bahwa proses pembelajaran berhasil apabila minimal 75% siswa dalam satu kelas mampu menerima pembelajaran dari guru. Jadi siswa kelas V SD Negeri 3 Bendanpete Nalumsari Jepara dari jumlah 19 siswa, seharusnya minimal 13 siswa mampu berfikir kritis tentang gaya.
Untuk itu perlu dikembangkan strategi pembelajaran yang tepat, menarik, dan efektif, sehingga siswa dapat aktif dan berhasil memahami apa yang ada didalam kegiatan pembelajaran dan dapat menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah pembelajaran berlangsung. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat dijadikan alternatifyaitu atau pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif terhadap siswa yang rendah hasil belajarnya dan dapat membantu membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya berfikir kritis dalam menguasai pembelajaran tentang gaya juga terjadi interaksi dalam kelompok yang dapat melatih siswa untuk menerima siswa lain yang berkemampuan dan berlatar belakang berbeda.
Ada banyak strategi pembelajaran dalam pembelajaran IPA yang memenuhi ciri pembelajaran efektif diantaranya adalah Example non Examples (Belajar dari teman) keunggulan dari strategi ini adalah, siswa bekerja sendiri, menggairahkan kemampuan peserta didik untuk mengajarkan kepada temannya, dan kemampuan untuk menguasai sebuah topik pembelajaran. Menurut Hisyam Zaini dkk (2006) strategi pembelajaran yang paling baik adalah dengan mengajarkan kepada orang lain, maka strategi ini akan sangat membantu peserta didik dalam mengajarkan materi kepada teman-teman. Pembelajaran Strategi Example non Examples merupakan refleksi pentingnya guru mengelola proses pembelajaran yang bermakna sehingga siswa merasa senang dan antusias dalam proses pembelajaran. Dalam strategi ini kemampuan siswa untuk menguasai suatu topik dengan berfikir kritis untuk dapat menyampaikan topik yang telah dikuasainya kepada teman-temannya dengan berbagai cara, dan menggunakan alat-alat, juga contoh-contoh yang relevan.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh teman sejawat yang ditujukan kepada kegiatan guru dan murid masih menunjukkan kekurangan. Dari data tersebut, penulis dapat mengidentifikasi permasalahann-permasalahanyang muncul yaitu: (a) cara mengajar guru selalu menggunakan metode ceramah atau konvensional. (b) dalam pembelajaran guru jarang menggunakan media pembelajaran atau alat peraga. (c) anak kurang minat dalam belajar dan verbalisme siswa semakin besar. (d) strategi pembelajaran yang kurang tepat dan monoton tidak bervariasi.
Dengan identifikasi permasalahan maka penulis dapat menetapkan prioritas masalah yang perlu mendapatkan penanganan khusus yaitu penerapan strategi pembelajaran yang tepat, menarik, efektif dan menyenangkan sehingga siswa aktif dalam pembelajaran dan berhasil menguasai pembelajaran yang telah diterimanya denga hasil yang memuaskan.
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka masalah dalam penelitian tindakan kelas adalah: “Bagaimanakah meningkatkan kemampuan siswa dalam pemahaman tentang gaya di kelas V semester 2 SD Negeri 3 Bendanpete?â€. Rumusan masalah yang menjadi focus dalam proses pembelajaran secara rinci dalam penelitian ini sebagai berikut: (1) bagaimana aktifitas siswa kelas V SD Negeri 3 Bendanpete dalam pembelajaran IPA tentang gaya melalui penerapan strategi Example non Example? (2) bagaimana keterampilan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran IPA tentang gaya melalui strategi Example non Example? (3) apakah penggunaan strategi Example non Example dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam pemahaman tentang gaya pada SD Negeri 3 Bendanpete?
Sebuah penelitian yang dilaksanakan tentu saja harus memiliki tujuan. Begitu pula halnya, penelitian tindakan kelas yang akan dilaksanakan penulis memiliki tujuan untuk: (1) mendeskripsikan aktifitas siswa kelas V semester 2dalam pembelajaran IPA tentang gaya terhadap strategi pembelajaran Example non Examples. (2) mendeskripsikan keterampilan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran IPA tentang gaya dengan menggunakan strategi Example non Example. (3) meningkatkan kemampuan siswa dalam pemahaman tentang gaya pada siswa kelas V SD Negeri 3 Bendanpete.
Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik untuk:
(1) menumbuhkan motivasi belajar siswa dalam menggali kemampuan berfikir kritis pada pembelajaran IPA tentang gaya.(2) Meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa tentang gaya. (3) Meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosi dan kematangan sosial. (4) Mendorong dan menjadikan motivasi guru untuk senantiasa menggunakan strategi pembelajaran yang beragam pada saat melaksanakan proses pembelajaran.
LANDASAN TEORI
Kajian Teori
Sesuai hakikatnya, IPA adalah ilmu pengetahuan yang terdiri dari sekumpulan konsep, prinsip, hukum, dan teori yang dibentuk melalui proses kreatif yang sistematis melalui inkuiri yang dilanjutkan dengan proses observasi (empiris) secara terus menerus. IPA menggambarkan upaya manusia yang meliputi aspek mental, keterampilan, dan strategi memanipulasi dan menghitung yang dapat diuji kembali kebenarannya, serta dilandasi oleh sikap keingintahuan (curiosity), keteguhan hari (courage), dan ketekunan (persistence) yang dilakukan oleh individu untuk menyikap rahasia alam semesta.
Belajar IPA memfokuskan kegiatan pada penemuan dan pengolahan informasi melalui kegiatan mengamati, mengukur, mengajukan pertanyaan, mengklasifikasi, memecahkan masalah, dan sebagainya. Ciri utama yang membedakan pelajaran IPA dengan kebanyakan mata pelajaran yang lain adalah sifatnya yang menuntut guru untuk terlibat di dalam kegiatan metode ilmiah, dan dengan demikian mengembangkan sikap ilmiah. Esensi pembelajaran IPA didukung oleh kegiatan-kegiatan percobaan dan pengamatan benda dan gejala alam yang dapat memperjelas konsep-konsep yang ingin disampaikan
Gaya adalah tarikan dan dorongan. Besar kecilnya gaya dapat diukur dengan alat yang disebut dinamometer. Satuan dari gaya dinyatakan dengan Newton (N). untuk melakukan gaya diperlukan energi. Gaya tidak dapat dilihat, tetapi pengaruhnya terhadap benda dapat diamati.
Pembelajaran kooperatif mencakup kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan suatu masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan bersama lainnya (Suherman dalam Nurul Inayah, 2007:17).
Pembelajaran kooperatif merupakan pemanfaatan kelompok kecil dua hingga lima orang dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja sama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok (Komalasari, 2010:62).
Pembelajaran kooperatif ini lebih menekankan pada pembelajaran kelompok yang bertujuan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Belajar kooperatif adalah suatu model pembelajaran siswa belajar dan bekerja dalam kelompok- kelompok kecil secara kolaborasi yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang heterogen (Slavin, 2001:17).
Menyikapi perubahan kondisi kehidupan sekarang ini, khususnya di bidang pendidikan, para ahli pendidikan terdorong untuk mengembangkan berbagai model pembelajaran. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial.
Model pembelajaran termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajarandan pengelolaan kelas (Trianto, 2007:1)
Meningkatkan kemampuan siswa maksudnya usaha untuk merubah segala potensi yang ada pada diri siswa dari kondisi semula. Adapun perubahan itu meliputi berbagai potensi siswa tentang bakat minat motivasi watak dan intelegensi yang dapat mempengaruhi segala tingkah laku siswa ke arah yang baik dalam arti positif (Ngalim Purwanto, 2008).
Kerangka Berpikir
Dari deskripsi teori didapatkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan strategi Example non Example dapat meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga berpengaruh positif terhadap prestasi belajar IPA siswa. Dengan strategi Example non Example maka siswa menjadi lebih memahami tentng gaya sehingga dapat mengerjakannya dengan baik yang pada akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar IPA siswa.
Hipotesa Tindakan
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka teori maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa model pembelajaran dengan menggunakan strategi Example non Examplediduga dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas V semester 2 SD Negeri 3 Bendanpete Kecamatan Nalumsari Kabupaten Jepara Tahun Pelajaran 2015/ 2016 dalam mengerjakan soal-soal pada mata pelajaran IPA tentang gaya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada tahun pelajaran 2015/2016 selama bulan Pebruari 2016 sampai bulan Mei 2016. Tempat yang diambil untuk penelitian adalah gedung dan ruang kelas V SD Negeri 3 Bendanpete Kecamatan Nalumsari Kabupaten Jepara.
Dalam penelitian tindakan kelas ini yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas V, yang mempunyai latar belakang lingkungan keluarga yang berbeda-beda. Jumlah siswa sebanyak 19 anak yang terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan.
Sumber data penelitian adalah sebagai berikut(1) rekapitulasi nilai hasil ulangan harian siswa (2) hasil belajar siswa sebelum menggunakan strategi Example non Example dan sesudah menggunakannya (3) keaktifan siswa dalam menerima pembelajaran IPA sebelum dan sesudah menggunakan strategi Example non Example.
Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah melalui tes.Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Tes yang digunakan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui perkembangan kemampuan peserta didik dalam mengerjakan soal.
Alat pengumpulan data: (1) butir soal tes tertulis dalam bentuk soal.(2) lembar observasi. Masing-masing siswa diamati secara langsung menggunakan lembar pengamatan. (3) menggunakan nilai harian siswa semester 2 tahun pelajaran 2015/2016.
Untuk menjamin dan mengembangkan validitas data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan trianggulasi. Adapun dari trianggulasi yang ada hanya menggunakan 2 tehnik: (1)Trianggulas data (sumber), dengan cara mengumpulkan data yang sejenis dari sumber data yang berbeda. Melalui tehnik trianggulasi data diharapkan dapat mengumpulkan informasi yang lebih tepat, sesuai keadaan siswa kelas V semester 2 SD Negeri 3 Bendanpete, misalnya dengan membandingkan hasil pengamatan dengan data isi dokumen yang terkait misal arsip nilai, absensi dan lainnya. (2) Trianggulasi metode, dengan cara: mengumpulkan data dengan metode pengumpulan data dari informasi yang berbeda tetapi mengarah pada sumber data yang sama. Misalnya membandingkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh observer dan hasil pengamatan guru itu sendiri.
Teknik analisa data yang digunakandalam penelitian ini ada 2 yaitu:(; (1) Teknik analisis data yang tergolong kuantitatif adalah nilai tes formatif. Data kuantitatif ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar pada siswa kelas V semester 2 SD Negeri 3 Bendanpete Nalumsari Jepara Tahun Pelajaran 2015/2016 tentang gaya. (2) Data kualitatif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data-data non tes yaitu lembar observasi guru maupun siswa. Dalam lembar observasi guru yang diobservasi dari Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP) sampai pembelajaran berlangsung. Lembar observasi siswa yang diobservasi dari prapembelajaran, pelaksanaan sampai akhir pembelajaran berlangsung. Hasil penilaian dari lembar observasi guru dan observasi siswa berupa sangat kurang, cukup, baik dan baik sekali.
Pelaksanan Perbaikan Pembelajaran IPA di kelas V semester 2 dilakukan dalam pra siklus, siklus I, dan siklus II yang masing-masing melalui empat tahap, yaitu: tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap pengumpulan data, dan tahap refleksi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Kondisi awal
Pengumpulan data dilakukan setelah pelaksanaan proses pembelajaran selesai. Data yang dihasilkan berupa lembar pengamatan guru dan siswa dan hasil tes formatif siswa. Data dari hasil pengamatan yang dilakukan bahwa siswa kelas V semester 2 dalam pembelajaran masih pasif penulis yaitu sebagai berikut: (1)Hasil dari lembar observasi guru dalam pembelajaran mencapai 43%, lembar observasi siswa mencapai 53%.(2)Hasil tes formatif dari 19 siswa hanya 6 siswa yang tuntas dengan nilai 75 keatas atau sekitar 31,5% sedangkan 13 siswa mendapat nilai dibawah 75 atau sekitar 68,5% dikatakan belum tuntas dengan nilai rata-rata 67,6
Ternyata dari kesimpulan teman sejawat menghasilkan kesimpulan, bahwa ketidak berhasilan dalam pelaksanaan pembelajaran di dominasi oleh guru. Hal itulah salah satu penyebab ketidak berhasilan pelaksanaan pembelajaran yang kemudian oleh penulis dikonsultasikan kepada teman sejawat. Hasilnya berupa langkah-langkah perbaikan pembelajaran yang selanjutnya dituangkan dalam pembuatan Rencana Perbaikan Pembelajaran I.
Deskripsi Siklus I
Pengumpulan data dilakukan setelah pelaksanaan proses pembelajaran selesai. Data yang dihasilkan berupa lembar pengamatan guru dan siswa dan hasil tes formatif siswa. Data dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh dua teman sejawat dalam membantu pelaksanaan pembelajaran penulis yaitu sebagai berikut: (1) Hasil dari lembar observasi guru dalam pembelajaran meningkat menjadi 60%, dan lembar observasi siswa mencapai 72%. (2) Hasil tes formatif dari 19 siswa hanya 11 siswa yang tuntas dengan nilai 75 keatas atau sekitar 57,8% sedangkan 8 siswa mendapat nilai dibawah 75 atau sekitar 42,2% dikatakan belum tuntas dengan nilai rata-rata 72,8.
Deskripsi Siklus II
Pengumpulan data dilakukan setelah pelaksanaan proses pembelajaran selesai. Data yang dihasilkan berupa lembar pengamatan guru dan siswa dan hasil tes formatif siswa. Data yang kita peroleh dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh dua teman sejawat dalam membantu pelaksanaan pembelajaran penulis yaitu sebagai berikut: (1) Hasil dari lembar observasi guru dalam pembelajaran mengalami peningkatan yang sangat signifikan 93%, dan lembar observasi siswa juga meningkat menjadi 89%. (2) Hasil tes formatif dari 19 siswa hanya 16 siswa yang tuntas dengan nilai 75 keatas, sedangkan 3 siswa mendapat nilai kurang dari 75 atau belum tuntas. Jadi persentase siswa tuntas sebesar 84,2%, sedangkan siswa yang belum tuntas mencapai 15,8% dengan nilai rata-rata 81,1.
Hasil kesimpulan yang pengamat temukan adalah sebagai berikut: (1) Kemampuan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran semakin baik sehingga guru semakin lebih menguasai pelaksanaan proses pembelajaran. (2) Tehnik pembelajaran yang digunakan sudah sesuai. (3) Pemahaman siswa tentang materi meningkat. (3) Hasil belajar siswa semakin meningkat sehingga pembelajaran berhasil.
Setelah dikaji dan dianalisa tentang hasil tes formatif, sehingga mendapatkan tabel dan grafik yang dapat kita lihat di bawah ini.
Tabel 4.4 Hasil Analisis Tes Formatif Mata Pelajaran IPA Siklus I
Jumlah Siswa |
Banyak siswa yang mendapat nilai |
Rata-rata |
Banyak siswa |
Tingkat ketuntasan |
||||||||||
50 |
55 |
60 |
65 |
70 |
75 |
80 |
85 |
90 |
95 |
T |
BT |
|||
19
|
– |
– |
3 |
4 |
2 |
– |
9 |
1 |
– |
– |
72,8 |
11 |
8 |
57,8% |
Setelah mengkaji dan melihat data grafik analisis hasil tes formatif siklus I di atas dalam proses pembelajaran IPA tentang gaya rata-rata kelas yang dicapai 72,8. Dari 19 jumlah siswa hanya 11 siswa yang tuntas dan 8 siswa yang belum tuntas, dengan persentase ketuntasan belajar 57,8%. Dengan demikian hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat penguasaan materi tentang gaya oleh siswa cukup baik.
Dari hasil observasi guru dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini:
Tabel 4.5 Hasil Indikator dan Persentase Ketercapaian Siklus I
Indikator |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
Persentase ketercapaian |
95 |
90 |
80 |
50 |
35 |
Setelah dikaji dan di analisa tentang hasil tes formatif, sehingga mendapatkan tabel dan grafik yang dapat kita lihat di bawah ini:
Tabel 4.7 Hasil Analisis Tes Formatif Mata Pelajaran IPA Siklus II
Jml Siswa |
Banyak siswa yang mendapat nilai |
Rata-rata |
Banyak siswa |
Tingkat ketuntasan |
|||||||||
55 |
60 |
65 |
70 |
75 |
80 |
85 |
90 |
95 |
Tuntas |
Belum |
|||
19
|
– |
– |
1 |
2 |
– |
8 |
5 |
2 |
1 |
81,1 |
16 |
3 |
84,2% |
Tabel 4.8 Hasil Indikator dan Persentase Ketercapaian Siklus I
Indikator |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
Persentase ketercapaian |
97 |
95 |
80 |
85 |
90 |
Pembahasan Hasil penelitian
Hasil penelitian yang telah dicapai memberi warna tersendiri. Untuk perbaikan proses pembelajaran dimana hasil yang penulis dapatkan, anatra lain meningkatkan kemampuan dan pemahaman siswa ini sesuai dengan pendekatan pembelajaran cooperatif (Suherman dalam Nurul Inayah, 2007:17) yang berbunyi pembelajaran cooperatif berdampak pada siswa timbul percaya diri, berpikir kritis dan berani mengungkapkan pendapat.
Hasil penelitian ke dua adalah perubahan perilaku siswa yang berupa berani bertanya kepada teman sebagai tanda mau belajar kepada teman dan siswa yang diberi pertanyaan juga mau menjawab sesuai argument yang dimilikinya. Hal ini sesuai dengan strategi Example non Example merupakan strategi yang digunakan untuk menggairahkan kemauan peserta didik untuk mengajarkan materi kepada teman.
Pada pra siklus diperoleh hasil analisis evaluasi belajar dari 19 siswa, 6 siswa yang mendapat nilai di atas 75 atau sudah tuntas, sedangkan 13 siswa mendapat nilai kurang dari 75 atau belum tuntas. Jadi persentase ketuntasan siswa 31,5% dan persentase siswa yang belum tuntas 68,5% dengan rata-rata kelas 67,6.
Pada siklus I hasil analisis evaluasi belajar dari 19 siswa, 11 siswa yang mendapat nilai di atas 75 atau sudah tuntas, sedangkan 8 siswa mendapat nilai kurang dari 75 atau belum tuntas. Jadi persentase ketuntasan siswa 57,8% dan persenstase siswa yang belum tuntas 42,2% dengan rata-rata kelas 72,8. Pada siklus I sudah ada peningkatan jika dibandingkan dengan pra siklus walaupun belum memuaskan karena belum mencapai ketuntasan minimal.
Sedangkan pada siklus II ada peningkatan yang sangat signifikan dari hasil analisis evaluasi belajar dari 19 siswa, 16 siswa yang mendapat nilai di atas 75 atau sudah tuntas, sedangkan 3 siswa mendapat nilai kurang dari 75 atau belum tuntas. Jadi persentase ketuntasan siswa 84,2% dan persentase siswa yang belum tuntas 15,8% dengan rata-rata kelas 81,1.
Dilihat dari pra siklus, siklus I, dan siklus II tersebut semakin meningkat, hal ini menunjukkan bahwa siswa merasa termotivasi untuk belajar IPA melalui strategi Example non Example. Dengan menggunakan strategi Example non Example perubahan sikap dan perilaku siswa dalam mengikuti pembelajaran IPA ditandai dengan aktivitas siswa. Guru terampil mengelola proses pembelajaran IPA, siswa mampu meningkatkan kemampuan dan pemahaman terhadap pembelajaran IPA. Dengan demikian pembelajaran IPA tentang gaya yang dilaksanakan dinyatakan telah berhasil dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dan sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan rumusan masalah, hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian, simpulan penelitian ini adalah sebagai berikut:
(1) Perubahan tingkah laku siswa kelas V SD Negeri 3 Bendanpete ke arah positif setelah dilaksanakan pembelajaran kemampuan berfikir kritis dengan menggunakan strategi Example non Example dengan bantuan media KIT IPA. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil non tes yang meliputi hasil observasi, jurnal, wawancara dan dokumentasi foto. Siswa pada siklus I kurang begitu aktif, ramai sendiri dan kurang aktivitas pada pembelajaran. Pada Siklus II siswa berubah menjadi senang, aktif dan antusias. Siswa berani belajar dari temannya dengan cara bertanya dan tenang kondisi kelas serta kondusif serta dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan berani. (2) Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kemampuan berfikir kritis konsep IPA yang meningkat dengan menggunakan strategi Example non Example berbantuan KIT IPA. Peningkatan ini dapat dilihat berdasarkan ketiga hasil tes yang dilakukan pada siswa kelas V SD Negeri 3 Bendanpete yang meliputi tes awal (pra siklus), tes akhir siklus I dan tes akhir siklus II. Hasil tes awal yaitu tes sebelum tindakan penelitian kelas dilakukan, menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelas sebesar 67,6 atau sebesar 67 %. Hasil pada siklus I, nilai rata-rata kelas menjadi 72,8 atau besar 72%. Hal ini menunjukkan bahwa antara tes awal (pra siklus) dan siklus I terjadi peningkatan 5%. pada siklus dua nilai rata-rata meningkat menjadi 81,1 atau besar 81% berarti terjadi peningkatan sebesar 5% dari prasiklus ke siklus satu, dari siklus satu ke siklus dua sebesar 9% dan hasil yang dicapai tersebut sudah memenuhi target yang ditetapkan. Peningkatan nilai rata-rata ini membuktikan keberhasilan pembelajaran kemampuan berfikir kritis konsep IPA dengan strategi Example non Example berbantuan KIT IPA.
Saran
Saran yang dapat diberikan peneliti berdasarkan pada simpulan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Pembelajaran kemampuan berfikir kritis, pada penanaman konsep yang luas adalah pembelajaran yang kurang disukai oleh siswa karena materi yang banyak adalah sulit untuk dikuasai oleh siswa dan menjemukan.. Untuk itu guru harus mampu memilih pendekatan atau strategi yang cocok dan dapat mengaktifkan siswa serta menyenangkan siswa. Penerapan kemampuan berfikir kritis konsep IPA dengan strategi Example non Example telah terbukti mampu meningkatkan keterampilan guru meningkatkan pembelajaran. Strategi ini dapat dijadikan pedoman guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan bantuan KIT IPA terbukti dapat mempermudah penerimaan materi dan memperjelas materi pelajaran jika dapat dipergunakan lebih efektif, sehingga dapat menghubungkan siswa dengan dunia luar dan lebih modern. (2) Penggunaan Strategi Example non Example meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa yang akhirnya hasil belajar dapat meningkat sesuai standar minimal yang telah ditetapkan. Strategi ini dapat dipergunakan oleh guru-guru untuk inovasi pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Suherman, 2007. Pengembangan Pembelajaran IPA SD. Jakarata: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Depdiknas
Nana Djumhana, Muslih. 2007. Pendidikan Kapita Selekta. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Depdiknas
Sutrisno, Herry Krisnadi, Kartono. 2007. Pengembangan Pembelajaran IPA SD.. Jakarta. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Depdiknas
Hamalik, Oemar. 2005. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, S., ddk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Aqib, Zaenal. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya.
Depdiknas. 2002. Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Kelas di SD, SDLB, SLB,Tingkat Dasar, dan MI. Jakarta. Depdiknas.
Nur, M. 2005. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA University Press.
Ruchcitra. 2008. Pembelajaran Kolaboratif. Tersedia pada www.wordpress.com. Diakses pada tanggal 10 Januari 2016.
Slavin, Robert E. 2009.. Bandung: Nusa Media.
Agus Suprijono. 2009.. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hisyam Zaini, Bermawi Munthe, Sekar Ayu Aryani. 2006. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.