Penerapan Strategi Motivasi Untuk Meningkatkan Kinerja Guru
PENERAPAN STRATEGI MOTIVASI
UNTUK MENINGKATKAN KINERJA GURU
DI SD NEGERI 02 KARANGTURI KECAMATAN GONDANGREJO
KABUPATEN KARANGANYAR SEMESTER I
TAHUN PELAJARAN 2019/2020
Ratna Kartikawati
SD Negeri 02 Karangturi Kecamatan Gondangrejo
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah melalui penerapan strategi motivasi untuk mengatasi melemahnya kinerja guru SD Negeri 02 Karangturi UPT PUD NFI dan SD Kecamatan Gondangrejo Dinas Pendidikan dan Kebudayaaan Kabupaten Karanganyar Semester I Tahun Pelajaran 2019/2020. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 02 Karangturi UPT PUD NFI dan SD Kecamatan Gondangrejo Dinas Pendidikan dan Kebudayaaan Kabupaten Karanganyar Semester I Tahun Pelajaran 2019/2020, penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2019 sampai dengan Oktober 2019. Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah guru-guru SD Negeri 02 Karangturi UPT PUD NFI dan SD Kecamatan Gondangrejo Dinas Pendidikan dan Kebudayaaan Kabupaten Karanganyar Semester I Tahun Pelajaran 2019/2020 dengan jumlah 8 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan hasil observasi, wawancara, angket, dan catatan lapangan. Teknik analisis data menggunakan model interpretasi yaitu kegiatan menafsirkan fakta-fakta yang diperoleh dari data yang telah diseleksi pada tahap sebelumnya untuk selanjutnya dilakukan analisis data. Berdasarkan hasil penelitian dan kajian teori yang mendukung maka kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Penerapan metode motivasi yang di lakukan pada guru di SD Negeri 02 Karangturi UPT PUD NFI dan SD Kecamatan Gondangrejo Dinas Pendidikan dan Kebudayaaan Kabupaten Karanganyar Semester I Tahun Pelajaran 2019/2020 telah memberikan peningkatan kinerja guru. Besarnya peningkatan kinerja adalah sebagai berikut: 1. Dari kondisi awal ke siklus I sebesar 0.16, yaitu dari 3,84 menjadi 4,00; 2. Dari siklus I ke siklus II sebesar 0.13, yaitu dari 4,00 menjadi 4,13; 3. Dari kondisi awal ke siklus II sebesar 0,29, yaitu dari 3,84 menjadi 4.13
Kata Kunci: Strategi Motivasi, Kinerja Guru
PENDAHULUAN
Pendukung utama tercapainya tujuan pengajaran adalah suasana kelas yang baik dalam arti seluas-luasnya, hasil dari pendidikan dan pengajaran sangat ditentukan oleh apa yang terjadi di kelas, karena di kelaslah segala aspek pendidikan pengajaran bertemu dan berproses. Oleh karenanya dibutuhkan seorang pengelola kelas yaitu guru yang handal yang memiliki performance yang kuat, karena gurulah yang bertugas mengelola kelas. Dalam menjalankan tugasnya seorang guru setidaknya harus memiliki kemampuan dan sikap sebagai berikut: (1) menguasai kurikulum; (2) menguasai materi setiap mata pelajaran; (3) menguasai metode dan evaluasi belajar; (4) setia (komitmen) terhadap tugas; (5) disiplin dalam arti luas.
Namun kenyataannya, kinerja sebagian besar guru di SD Negeri 02 Karangturi Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar Semester I Tahun Pelajaran 2019/2020 rendah (adanya kecenderungan melemahnya kinerja guru). Berangkat dari pengamatan peneliti, dapat disimpulkan adanya kecenderungan melemahnya kinerja guru tersebut, bisa dilihat antara lain dengan adanya gejala-gejala guru yang sering membolos/mangkir mengajar, guru yang masuk ke kelas yang tidak tepat waktu atau terlambat masuk ke sekolah, guru kurang optimal memanfaatkan waktu pembelajaran, guru yang mengajar tidak mempunyai persiapan mengajar atau persiapan mengajar yang kurang lengkap. Tugas guru yang rutin dalam kegiatan belajar mengajar menunjukkan fenomena bahwa guru mengajar hanya sebuah rutinitas belaka tanpa adanya inovasi pengembangan lebih lanjut, bahkan adanya konsep pendekatan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan, yang sudah terkenal dengan istilah ”PAIKEM” kurang begitu menarik bagi mereka. Prinsip yang penting kegiatan belajar mengajar sesuai dengan job dan jam yang telah ia penuhi sudah cukup bagi mereka.
|
Fenomena tersebut nampak tidak semata-mata akibat dari kekurangan-kekurangan guru saja, namun peneliti sebagai kepala sekolah, pada Semester I tahun pelajaran 2019/2020 dan pada tahun-tahun sebelumnya belum melaksanakan pembinaan akademik terhadap guru-guru di SD Negeri 02 Karangturi Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar secara terprogram, pembinaan akademik yang dilakukan masih bersifat umum dan dilaksanakan pada saat rapat kerja sekolah saja. Sedangkan agenda yang dibahas pada saat rapat kerja sekolah sangatlah banyak, jadi waktu yang digunakan untuk melakukan pembinaan akademik relatif sedikit, kepala sekolah juga belum menunjukkan kepemimpinan situasional, dimana kepala sekolah dapat memperhatikan karakteristik partner kerja (rekan-rekan guru) pada situasi tertentu.
Kinerja guru yang masih rendah ini sangatlah perlu ditingkatkan. Dengan meningkatnya kinerja guru diharapkan akan membawa dampak yang positif, antara lain: meningkatnya mutu proses pembelajaran, mutu pelayanan pendidikan satuan pendidikan, mutu output, dan bahkan mutu outcome, serta menjadi pengembang potensi anak didik secara optimal. Sebaliknya, bila kinerja guru tidak meningkat, guru akan asal-asalan dalam melaksanakan pembelajaran, sehingga proses dan hasil pembelajarannya tidak akan bisa optimal. Guru akan kembali mengajar hanya sebuah rutinitas belaka tanpa adanya inovasi pengembangan lebih lanjut. Guru tidak tertarik dengan adanya metode-metode mengajar yang mampu mengkondisikan siswa belajar.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja guru yaitu dengan melakukan pembinaan akademis secara khusus oleh peneliti melalui penerapan strategi motivasi. Yang dimaksud pembinaan akademis secara khusus yaitu khusus baik waktu maupun materi pembinaannya. Waktu khusus maksudnya tidak menggunakan jam efektif pembelajaran dan tidak dilakukan pada waktu rapat kerja sekolah atau kepentingan yang lain. Materi pembinaan akademisnya juga khusus yaitu tentang motivasi peningkatan kinerja guru. Kepala Sekolah sebagai pemimpin dalam pendidikan formal perlu memiliki wawasan ke depan. Menurut Soebagio (2000: 161), kepemimpinan pendidikan memerlukan perhatian yang utama, karena melalui kepemimpinan yang baik kita harapkan akan lahir tenaga-tenaga berkualitas dalam berbagai bidang sebagai pemikir, pekerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Hal yang terpenting bahwa melalui pendidikan kita menyiapkan tenaga-tenaga yang terampil, berkualitas, dan tenaga yang siap pakai memenuhi kebutuhan masyarakat bisnis dan industri serta masyarakat lainnya. Kusmintarjo (2007: 5) menyatakan, bahwa: ”Pada dasarnya kepala sekolah melakukan tiga fungsi sebagai berikut yaitu: 1) membantu para guru memahami, memilih, dan merumuskan tujuan pendidikan yang akan dicapai; 2) menggerakkan para guru, para karyawan, para siswa, dan anggota masyarakat untuk mensukseskan program-program pendidikan di sekolah; 3) menciptakan sekolah sebagai lingkungan kerja yang harmonis, sehat, dinamis, nyaman sehingga segenap anggota dapat bekerja dengan penuh produktivitas dan memperoleh kepuasan kerja yang tinggi.”
Dalam fungsinya sebagai penggerak para guru, kepala sekolah harus mampu menggerakkan guru agar kinerjanya menjadi meningkat karena guru merupakan ujung tombak untuk mewujudkan manusia yang berkualitas. Guru akan bekerja secara maksimum apabila didukung oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah kepemimpinan kepala sekolah. Bekerja tanpa motivasi akan cepat bosan, karena tidak adanya unsur pendorong. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya gairah kerja guru, agar guru mau bekerja keras dengan menyumbangkan segenap kemampuan, pikiran, keterampilan untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Guru menjadi seorang pendidik karena adanya motivasi untuk mendidik. Bila tidak punya motivasi maka ia tidak akan berhasil untuk mendidik atau jika dia mengajar karena terpaksa saja karena tidak memiliki kemauan yang berasal dari dalam diri guru. Motivasi merupakan suatu kekuatan potensial yang ada pada diri seseorang manusia, yang dapat dikembangkannya sendiri, atau dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar yang pada intinya sekitar imbalan moneter, dan imbalan non moneter, yang dapat mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau negative, hal mana tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan (Winardi, 2001: 207).
Kinerja para guru bisa disebabkan oleh beberapa faktor, namun penulis hanya melihat dari segi kepemimpinan situasional kepala sekolah dan motivasi berprestasi. Kepemimpinan kepala sekolah, dalam hal ini adalah kepemimpinan situasional. Sejauh mana Kepala Sekolah dalam melakukan kepemimpinan kepada guru berpengaruh terhadap kinerja guru. Kepala sekolah tidak hanya berperan dalam melakukan pengawasan dan memotivasi guru, kepala sekolah tidak hanya melakukan pengawasan kepada guru dengan menilai kinerjanya, namun dia berperan juga dalam menggerakkan guru agar mau melakukan tugas secara sukarela. Disini peran Kepala Sekolah dalam memimpin perlu diuji. Seyogyanya gaya kepemimpinan kepala sekolah itu harus didasarkan kepada kepekaan dan pertimbangan yang baik bagi hubungan manusia maupun penyelesaian tugas.
Berdasarkan latar belakang di atas untuk meningkatkan kinerja guru di SD Negeri 02 Karangturi Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar Semester I Tahun Pelajaran 2019/2020 adalah dengan menerapkan strategi motivasi. Untuk selanjutnya Penelitian Tindakan Sekolah ini diberi judul ”Penerapan Strategi Motivasi untuk meningkatkan Kinerja Guru di SD Negeri 02 Karangturi Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar Semester I Tahun Pelajaran 2019/2020.”
Berdasarkan pada latar belakang, data awal yang diperoleh dari hasil observasi awal, dan pembatasan masalah, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah pelaksanaan penerapan strategi motivasi dapat meningkatkan kinerja guru SD Negeri 02 Karangturi Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar Semester I Tahun Pelajaran 2019/2020?.
Tujuan khusus pada penelitian ini adalah: Melalui penerapan strategi motivasi untuk mengatasi melemahnya kinerja guru SD Negeri 02 Karangturi Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar Semester I Tahun Pelajaran 2019/2020.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dengan penelitian ini yaitu guru, peneliti, teman sejawat, dan sekolah tempat peneliti bekerja: (1) Dapat meningkatkan kinerja guru SD Negeri 02 Karangturi Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar; (2) Melalui penerapan strategi motivasi dapat mengatasi melemahnya kinerja guru SD Negeri 02 Karangturi Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar; (3) Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah kepada teman-teman anggota kelompok kerja kepala sekolah (KKKS) di UPT PUD NFI dan SD Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar; (4) Hasil penelitian ini dapat memotivasi teman-teman kepala sekolah dasar di UPT PUD NFI dan SD Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar untuk melaknakan penerapan strategi motivasi; (5) Hasil penelitian ini dapat meningkatkan mutu pembelajaran di SD Negeri 02 Karangturi Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar.
KAJIAN TEORI
Penerapan strategi motivasi
Strategi adalah perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Ada dua hal yang patut dicermati dari pengertian tersebut. Pertama, strategi merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan yang didesain untuk melakukan suatu tindakan. Ini berarti, penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja, belum sampai pada tindakan. Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya dalam implementasi suatu strategi.
Pada diri seseorang terdapat kekuatan mental yang menjadi penggerak untuk melakukan suatu pekerjaan. Demikian pula dengan seorang guru, guru juga memiliki kekuatan mental yang menjadi penggerak untuk melakukan pekerjaannya sebagai guru. Kekuatan mental yang menjadi penggerak untuk melakukan suatu pekerjaan tersebut disebut sebagai motivasi. Dari segi bahasa, kata motivasi berasal dari motivation yang semula berarti: alasan, daya batin atau dorongan (Shadily Hasan, 2004). Tetapi dari segi istilah, ada yang mengartikan bahwa motivasi adalah latar belakang atau sebab-sebab yang menjadi pendorong tindakan seseorang (Nasution, 2002). Ada pula yang memakai istilah motif, yang diartikan sebagai keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai sesuatu tujuan (Suryabrata, 2004). Dan masih banyak lagi pengertian motivasi, terutama yang terdapat dalam buku-buku psikologi.
Berdasarkan uraian tersebut, bisa diambil dua pengertian pokok tentang motivasi. Pertama, motivasi berhubungan dengan kehidupan batin seseorang, menyangkut fungsi psikis atau berkaitan dengan soal kejiwaan yang abstrak sifatnya. Karena bersifat abstrak, maka sulit dilihat bagaimana wujud yang sebenarnya. Tetapi motivasi itu memang ada, walaupun keberadaannya hanya dirasakan secara pasti oleh orang yang bersangkutan. Kedua, motivasi juga berkaitan erat dengan tingkah lahiriah seseorang. Maksudnya, sebelum seseorang melakukan suatu perbuatan, di dalam dirinya telah ada motivasi yang menjadi pendorong serta penggerak pertamanya. Setiap perbuatan, pada hakekatnya dipengaruhi oleh macam dan intensitas motif yang melatarbelakangi dilakukannya perbuatan tersebut.
Jika dihubungkan dengan kegiatan pendidikan, motivasi dapat diartikan sebagai suasana psikis yang terdapat di dalam diri pendidik dan diri terdidik yang mendorong serta menyertai aktifitas mereka, baik selaku subjek dan atau objek pendidikan. Seorang guru, dalam menjalankan tugasnya sehari-hari pasti didasari oleh motif tertentu. Motif itu ada yang semata-mata demi keridhaan Tuhan, demi kemanusiaan, untuk kemajuan bangsa, dan ada pula yang dirasakannya sebagai konsekuensi atas gaji yang diterimanya. Juga dikalangan murid, mereka belajar karena bermacam-macam dorongan. Ada yang semata-mata untuk memperoleh ilmu, ada yang karena takut kepada orang tua, ada yang secara sadar untuk mencapai pangkat, ada yang tidak mengetahui untuk apa ia belajar, dan sebagainya. Yang jelas, semua itu pasti mempengaruhi cara mereka dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sehari-hari.
Woodwort (dalam Wina Sanjaya, 2008: 28) mengatakan: ”A motive is a set predisposes the individual of certain activities and for seeking certain goals”. Suatu motif adalah suatu set yang bisa membuat individu melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, perilaku atau tindakan yang ditunjukkan seseorang dalam upaya mencapai tujuan tertentu sangat tergantung dari motif yang dimilikinya. Hal ini diungkapkan oleh Arden (dalam Wina Sanjaya, 2008: 28): “motives as internal condition arouse sustain, direct and determain the intensity of learning effort, and also define the set satisfying or unsatisfying consecuences of goal.”
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa kuat lemahnya atau semangat tidaknya usaha yang dilakukan seseorang untuk mencapai suatu tujuan akan ditentukan oleh kuat lemahnya motif yang dimiliki orang tersebut. Lalu apa hubungannya antara motif dengan motivasi, Wina Sanjaya (2008: 29) mengatakan: “motivasi merupakan penjilmaan dari motif yang dapat dilihat dari perilaku yang ditunjukkan seseorang. Higard (dalam Wina Sanjaya, 2008: 29) mengatakan bahwa: “motivasi adalah suatu keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang menyebabkan seseorang melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu.” Dari pendapat ini dapat diambil kesimpulan, bahwa motivasi muncul dari dalam diri seseorang.
Wina Sanjaya (2008: 29) mengatakan: “motivasi sangat erat hubungannya dengan kebutuhan, sebab memang motivasi muncul karena kebutuhan. Seseorang akan terdorong untuk bertindak manakala dalam dirinya ada kebutuhan. Kebutuhan ini yang menimbulkan keadaan ketidakseimbangan (ketidakpuasan), yaitu ketegangan-ketegangan, dan ketegangan itu akan hilang manakala kebutuhan itu akan terpenuhi.” Dari pendapat ini dapat diambil kesimpulan, bahwa motivasi timbul dalam diri seseorang karena seseorang tersebut mempunyai kebutuhan.
Berdasarkan cara terbentuknya, ada yang mengklasifikasikan motif menjadi dua: motif bawaan dan motif yang dipelajari (Suryabrata, 2004: 73). Motif bawaan seperti warisan biologis manusia yang ada sejak lahir dan yang menimbulkan berbagai dorongan misalnya makan-minum, tidur, bergerak dan lain-lain. Dorongan-dorongan tersebut kadang-kadang menjadi motif pokok bagi seseorang untuk melakukan sesuatu, misalnya mencari nafkah untuk hidup dengan berbagai cara. Sedang motif yang dipelajari, sebagai contoh dorongan untuk mengejar pangkat atau jaminan social yang memadai, bahkan yang mewah kalau bisa seseorang mengenal dorongan tersebut, karena ia memiliki pengetahuan berdasarkan yang dilihatnya dari orang lain, jadi melalui proses belajar dalam kehidupan sehari-hari. Karena terdorong untuk memperoleh kenikmatan hidup semacam itu, seseorang juga bisa tergerak hatinya untuk melakukan apa saja.
Ada pula yang membagi motif menjadi dua: rohaniah dan jasmaniah (Suryabrata, 2004: 75). Motif rohaniah, wujudnya seperti bermacam-macam keinginan tersebut di atas, mau ini mau itu, lalu terdorong untuk melakukan perbuatan guna memenuhi kemauannya. Adapun motif jasmaniah contohnya bila dorongan itu lahir karena desakan refleks, instink, nafsu dan sebagainya, meskipun ini semua juga bisa menjadi pendorong timbulnya motif rohaniah, atau boleh jadi campur aduk antara keduanya.
Dan akhirnya, sementara ahli membedakan motif menjadi dua: ekstrinsik dan instrinsik. Motif ekstrinsik, ialah yang muncul karena adanya perangsang dari luar, misalnya seorang murid belajar sungguh-sungguh karena sebentar lagi akan menempuh ujian. Sedangkan motif instrinsik, munculnya dari dalam diri sendiri, karena dorongan itu memang ada sejak semula, misalnya seorang murid yang berpembawaan gemar membaca, ia akan terdorong untuk selalu mencari bahan bacaan walaupun tanpa perintah dari siapapun. Jadi sifatnya otomatis, telah ada dalam diri murid itu sendiri kebiasaan atau dorongan untuk selalu membaca tersebut. Hanya jika dipertanyakan lebih lanjut, darimana ia memperoleh dorongan yang serba otomatis itu, maka jawabannya akan lari kepada soal pembawaan dan lingkungan dengan berbagai teori yang menjadi pendukungnya.
Atas dasar pernyataan yang terakhir ini, maka jelas bahwa motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu, dalam batas tertentu, bisa dibentuk atau dipengaruhi oleh pihak lain di luar dirinya, baik pengaruh yang baik maupun yang jelek. Pendidikan, dalam kaitan ini bertugas untuk menciptakan kondisi tertentu supaya di kalangan kepala sekolah, guru dan warga sekolah lainnya selalu terjilma motivasi yang aktif dan positif, hingga pelaksanaan tugas dan kewajiban masing-masing berjalan lancar.
Dalam penerapan motivasi ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan. Adapun prinsip-prinsip penerapan motivasi adalah sebagai berikut: (1) Individu bukan hanya didorong oleh kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan biologi, soaial dan emosional. Tetapi disamping itu ia dapat diberi dorongan untuk mencapai sesuatu yang lebih dari yang dimiliki saat ini; (2) Pengetahuan tentang kemajuan yang dicapai dalam memenuhi tujuan mendorong terjadinya peningkatan usaha. Pengalaman tentang kegagalan yang tidak merusak citra diri dapat memperkuat kemampuan memelihara kesungguhannya dalam bekerja; (3) Dorongan yang mengatur perilaku tidak selalu jelas bagi para guru. Contohnya seorang guru yang mengharapkan bantuan dari kepala sekolah atau guru lain bisa berubah lebih dari itu, karena kebutuhan emosi terpenuhi daripada karena keinginan untuk mencapai sesuatu; (4) Motivasi dipengaruhi oleh unsur-unsur kepribadian seperti rasa rendah diri, atau keyakinan diri. Seorang yang temasuk pandai atau kurang juga bisa menghadapi masalah; (5) Rasa aman dan keberhasilan dalam mencapai tujuan cenderung meningkatkan motivasi kerja. Kegagalan dapat meningkatkan atau menurunkan motivasi tergantung pada berbagai faktor. Tidak bisa setiap orang diberi dorongan yang sama untuk melakukan sesuatu; (6) Motivasi bertambah bila para guru memiliki alasan untuk percaya bahwa sebagian besar dari kebutuhannya dapat dipenuhi; (7) Insentif dan hadiah material kadang-kadang berguna dalam situasi kerja, memang ada bahayanya bila orang bekerja karena ingin mendapat hadiah dan bukan karena ingin sungguh-sunguh bekerja; (8) Kompetisi dan insentif bisa efektif dalam memberi motivasi, tapi bila kesempatan untuk menang begitu kecil kompetisi dapat mengurangi motivasi dalam mencapai tujuan; (9) Sikap yang baik untuk bekerja dapat dicapai oleh kebanyakan individu dalam suasana kerja yang memuaskan; dan (10) Proses kerja dan kegiatan yang dikaitkan kepada minat seseorang saat itu dapat mempertinggi motivasi.
Kinerja guru
Banyak batasan yang diberikan para ahli mengenai istilah kinerja. Walaupun berbeda dalam tekanan rumusannya, namun secara prinsip tampaknya sejalan mengenai proses pencapaian hasil. Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Sehingga dapat didefinisikan bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Anwar 2004: 67).
Kinerja atau prestasi kerja (performance) dapat diartikan sebagai pencapaian hasil kerja sesuai dengan aturan dan standar yang berlaku pada masing-masing organisasi dalam hal ini sekolah. Simamora (2000: 10) menyatakan, bahwa: “kinerja merupakan suatu persyaratan-persyaratan tertentu yang akhirnya secara langsung dapat tercermin dari output yang dihasilkan baik yang berupa jumlah maupun kualitasnya Output yang dihasilkan menurut Simamora dapat berupa fisik maupun nonfisik yang menyebutnya berupa karya, yaitu suatu hasil/pekerjaan baik berupa fisik/material maupun nonfisik/nonmaterial.”
Guru yang dimaksud adalah orang yang pekerjaannya sebagai pengajar di sekolah. Menurut Usman (2006: 16) tugas guru dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu: pertama, tugas dalam bidang profesi. Guru merupakan suatu profesi yang memerlukan keahlian khusus, jenis pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kapabilitas di bidang pendidikan. Tugas guru sebagai profesi meliputi aspek mendidik yaitu meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup, mengajar berarti meneruskan dan mengambangkan keterampilan kepada siswa, dan melatih. Kedua, tugas kemanusiaan. Tugas guru dalam bidang kemanusiaan adalah menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua dari siswa. Ia harus mampu menarik simpati sehingga dapat menjadi panutan para siswanya. Pelajaran apapun yang diberikannya hendaknya dapat dijadikan motivasi bagi siswa dalam belajar. Bila seorang guru dalam penampilannya sudah tidak menarik, maka kegagalan pertama adalah ia tidak dapat menanamkan benih pengajarannya itu kepada para siswa. Ketiga, tugas dalam bidang kemasyarakatan. Masyarakat menempatkan guru pada tempat yang lebih terhormat di lingkungannya, karena dari seorang guru diharapkan masyarakat dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Ini berarti bahwa guru berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju kepada pembentukan manusia seutuhnya.
Tugas guru sebagai pendidik dan pengajar dimaksudkan untuk membantu orang tua dalam memenuhi kebutuhan untuk memberi bekal pada anak-anak agar memperoleh kehidupan yang layak setelah mencapai kedewasaannya kelak (Nawawi, 2005: 9). Kemudian guru seharusnya dapat menjalankan fungsinya, diantaranya mengajar (teaching) yaitu memindahkan ilmu pengetahuan, pelatihan (training) yaitu membimbing keterampilan tertentu dan coaching yaitu memberdayakan potensi individu dari masing-masing siswa yang menjadi anak didiknya.
Dari uraian guru di atas dapat dilanjutkan dengan pembahasan tentang kinerja guru. Karena guru bergerak di bidang pendidikan dan pengajaran, maka tujuan yang ingin dicapai adalah tujuan dari pendidikan dan pengajaran tersebut. Dengan demikian kinerja guru dapat dilihat dari perbuatan atau kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, seperti yang dikemukakan oleh Aldag dan Stearns, kinerja adalah seperti pengambilan keputusan pada waktu mengajar di kelas (Roman dkk, 2007: 77).
Menurut Suryo Subroto yang dimaksud dengan kinerja guru dalam proses belajar mengajar adalah kesanggupan atau kecakapan para guru dalam menciptakan suasana komunikasi yang edukatif antara guru dan peserta didik yang mencakup suasana kognitif, afektif dan psikomotorik sebagai upaya mempelajari sesuatu berdasarkan perencanaan sampai dengan tahap evaluasi dan tindak lanjut agar mencapai tujuan pengajaran (Subroto, 1997; 83).
Kinerja guru juga dapat diartikan sebagai prestasi kerja guru untuk meraih prestasi antara lain ditentukan oleh kemampuan dan usaha. Prestasi kerja guru dapat dilihat dari seberapa jauh guru tersebut telah menyelesaikan tugasnya dalam mengajar dibandingkan dengan standar-standar pekerjaan. Kemudian kinerja guru dapat diartikan pula sebagai suatu pencapaian tujuan dari guru itu sendiri maupun tujuan pendidikan dan pengajaran dari sekolah di tempat guru tersebut mengajar.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah kemampuan kerja seseorang yang diwujudkan dalam tingkah laku yang ditampilkan. Apresiasi pemahaman serta kemampuan bertingkah laku sesuai harapan dapat diidentifikasikan sebagai faktor kerja, kemampuan kerja yang tinggi atau rendah dapat terlihat dari apa yang telah dicapai dan prestasi yang diperoleh dalam suatu pekerjaan.
Dengan demikian yang dimaksud dengan kinerja guru dalam tindakan ini adalah sebagai keberhasilan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang bermutu, meliputi aspek: kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas mengajar, menguasai dan mengembangkan metode, menguasai bahan pelajaran dan menggunakan sumber belajar, bertanggung jawab memantau hasil belajar mengajar, kedisiplinan dalam mengajar dan tugas lainnya, kreativitas dalam melaksanakan pengajaran, melakukan interaksi dengan murid untuk menimbulkan motivasi, kepribadian yang baik, jujur dan obyektif dalam membimbing siswa, mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan pemahaman dalam administrasi pengajaran.
Rendahnya kinerja guru di SD Negeri 02 Karangturi Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar di sebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya belum ada strategi khusus yang ditetapkan kepala sekolah untuk meningkatkan kinerja guru. Motivasi akan mampu meningkatkan kinerja guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari. Motivasi dipengaruhi oleh unsur-unsur kepribadian seperti rasa rendah diri, atau keyakinan diri.
Dengan memperhatikan landasan teori dan kerangka berpikir sebagaimana telah dikemukakan di atas, peneliti membuat hipotesis sebagai berikut Penerapan strategi motivasi dapat meningkatkan kinerja guru SD Negeri 02 Karangturi Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar Semester I Tahun Pelajaran 2019/2020.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilakukan di SD Negeri 02 Karangturi Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar Semester I Tahun Pelajaran 2019/2020. Subjek penelitian ini adalah guru SD Negeri 02 Karangturi Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar.Lamanya penelitian yang dilakukan sekitar 4 bulan, yaitu bulan Juli s.d Oktber 2019.
Prosedur penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian tindakan sekolah ini adalah berbentuk siklus, dan dilaksanakan dengan 3 siklus setiap siklus terdiri dari beberapa tindakan dan pengamatan. Pada akhir siklus diharapkan tercapainya tujuan yang diinginkan.
Dalam penelitian tindakan sekolah ini digunakan model Spiral Kemmis dan MC Taggart (Hermawan, 2006: 128) secara berulang-ulang, semakin lama, diharapkan semakin meningkat perubahannya atau pencapaian hasilnya.
Dalam perencanaan Kemmis menggunakan sistem spiral yang dimulai dengan rencana, tindakan, pengamatan, refleksi, perencanaan kembali merupakan dasar untuk suatu ancang-ancang pemecahan permasalahan.
Apabila dicermati pada bagan di atas, desain model Kemmis & Taggart ini pada hakikatnya berupa perangkat-perangkat atau untaian-untaian dengan satu perangkat terdiri dari empat komponen, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Keempat komponen yang berupa untaian tersebut dipandang sebagai satu siklus. Oleh karena itu, pengertian siklus pada penelitian ini ialah suatu putaran kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Keberhasilan penelitian ini diindikatori dengan meningkatnya kinerja guru SD Negeri 02 Karangturi Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar dalam melaksanakan tugas sebesar 75% Guru telah mencapai Kreteria Baik (4,00 – 4.99). Peningkatan kemampuan kinerja guru dilihat dari perbandingan persentase awal sebelum tindakan penelitian dilakukan dengan persentase setelah tindakan penilitian dilakukan.
Data diperoleh dari hasil observasi, wawancara, angket, dan catatan lapangan untuk penilaian proses; (1) Observasi dilakukan oleh peneliti untuk mengakmati kinerja guru. Rekap hasil pengamatan terhadap kinerja guru dihitung secara kualitatif; (2) Wawancara dilakukan untuk mengetahui kinerja guru; dan (3) Angket dibagikan kepada guru untuk merekam kinerja guru.
Data dalam penelitian ini adalah kinerja guru, kinerja guru dalam penelitian ini diamati dari beberapa aspek yang memiliki rentangan nilai 1-5. aspek kinerja guru yang diamati dalam penelitian.
Nilai dari semua guru yang telah diamati dikumpulkan dan dicari nilai rata-ratanya. Nilai rata-rata dari setiap siklus dibandingkan, untuk mengetahui perkembangan keberhasilan tindakan yang dilakukan.
Pengecekan keabsahan data dalam penelitian mengacu kepada hasil formulasi Lincoln (1981) dan Patton (1987) yang termuat dalam Moleong (2007) yang menyangkut tiga hal. yaitu (1) ketekunan pengamatan, (2) triangulasi (3) pemeriksaan teman sejawat. Akhirnya, keabsahan data ini diuji dengan menggali sumber referensi yang relevan melalui buku-buku, dokumen, rekaman video penelitian.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Rata-rata kinerja guru SD Negeri 02 Karangturi Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar sebelum pada kondisi awal. Nilai rata-rata pada kondisi awal adalah sebesar 3,84. Dari penilaian 10 aspek yang dilakukan pada kondisi awal baru muncul nilai rata-rata baik 2 personil guru dengan katagori baik. Kondisi seperti ini menggambarkan kinerja guru SD Negeri 02 Karangturi Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar yang masih rendah.
Hasil refleksi pelaksanaan siklus II adalah sebagai berikut: (1) Penerapan strategi motivasi telah memberikan peningkatan kinerja guru dari siklus I ke siklus II sebesar 0,13, yaitu dari 4,00 menjadi 4,13; dan (2) Peningkatan nilai ini adalah gambaran meningkatnya keinerja guru di SD Negeri 02 Karangturi Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar. Dengan demikian indikator yang diharapkan pada penelitian ini telah terpenuhi sehingga penelitia diakhiri.
Motivasi yang dilakukan dalam penelitian ini telah memberikan peningkatan kinerja guru di SD Negeri 02 Karangturi Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar. Hal ini dikarenakan motivasi dan etos kerja sangat penting mendorong semangat kerja. Motivasi dan etos kerja dipengaruhi oleh latar belakang keluarga, lingkungan masyarakat, budaya dan nilai-nilai agama yang dianutnya. Seseorang yang melihat pekerjaan sebagai beban dan keterpaksaan untuk memperoleh uang, akan mempunyai kinerja yang rendah. sebaliknya, seseorang yang memandang pekerjaan sebagai kebutuhan, pengabdian, tantangan dan prestasi, akan menghasilkan kinerja yang tinggi.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan kajian teori yang mendukung maka kesimpulan dari penelitian ini adalah: Penerapan metode motivasi yang di lakukan pada guru di SD Negeri 02 Karangturi Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar telah memberikan peningkatan kinerja guru. Besarnya peningkatan kinerja adalah sebagai berikut: (1) Dari kondisi awal ke siklus I sebesar 0.16, yaitu dari 3,84 menjadi 4,00; (2) Dari siklus I ke siklus II sebesar 0.13, yaitu dari 4,00 menjadi 4,13 dan (3) Dari kondisi awal ke siklus II sebesar 0.29, yaitu dari 3,84 menjadi 4.13.
DAFTAR PUSTAKA
A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.Bandung. Rosdakarya.
Alex S. Nitisemoto, Manajemen Personalia.1996. Jakarta, Ghalia Indonesia.
Amar Dede, 2003, Pengembangan Kompetensi Profesional Guru Melalui Pemberdayaan Gugus (Studi ke arah Pengembangan Kompetensi Profesional Guru Sekolah Dasar di Kecamatan Sumur Bandung), Bandung, PPS Uninus.
Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyana.2000, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung. Remaja Rosda Karya.
Dharma Agus, 2008, Manajemen Sekolah, Sawangan Depok, Departemen Pendidikan Nasional (Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai).
Dimyati, Mudjiono, 2006, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta, PT Rineka Cipta.