PENGGUNAAN METODE ROLE PLAY

DENGAN MEDIA KARTU EMOSI

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ASERTIF

PADA ANAK KELOMPOK B SEMESTER 2

TK DESA NGUTER 02 KECAMATAN NGUTER

TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Dwi Supraptiwi

TK Desa Nguter 02 Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan asertif pada anak Kelompok B semester 2 TK Desa Nguter 02, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 melalui penggunaan metode role play berbantuan media kartu emosi. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian dilakukan di Kelompok B TK Desa Nguter 02 Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo pada semester 2 tahun pelajaran 2014/2015 selama 3 (tiga) bulan. Subjek penelitian adalah anak kelompok B semester 2 di TK Desa Nguter 02 Kecamatan Nguter Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 yang terdiri dari 18 anak. Penelitian ini menyimpulkan bahwa melalui melalui penggunaan metode role play berbantuan media kartu emosi dapat meningkatkan kemampuan asertif pada anak Kelompok B semester 2 TK Desa Nguter 02, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini ditunjukkan meningkatnya kemampuan anak dalam berperilaku asertif pada pra siklus sampai siklus II. Jumlah anak dengan kemampuan asertif kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) dan Berkembang Sesuai Harapan (BSH) mengalami peningkatan dari sebanyak 3 anak (16.67%) pada tahap pra siklus tindakan meningkat menjadi 18 anak (100.00%) pada akhir tindakan Siklus II meningkat menjadi 15 anak (83,33).

Kata kunci: Kemampuan asertif, metode role play, media kartu emosi.


PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Perilaku asertif perlu dilatihkan untuk anak usia dini mengingat anak usia dini belum bisa memahami perspektif pikiran orang lain atau mengira orang lain berpikir sebagaimana anak tersebut berpikir. Anak usia dini yang memiliki kemampuan asertif yang baik akan menunjukan perilaku percaya diri mampu mengatakan tidak terhadap hal-hal yang dirasa tidak sesuai dengan nilai atau harga diri serta dapat mengambil keputusan yang berskala kecil.

Kemampuan tersebut sangat berguna bagi anak mengingat banyak terjadi kasus penculikan dan kekerasan terhadap anak. Kondisi ini menuntut pengembangan kecerdasan emosional untuk melatih anak berani mengungkapkan pendapatnya atau berperilaku asertif.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada anak Kelompok B TK Desa Nguter 02, Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo, pada semester 2 tahun pelajaran 2014/2015, ditemukan bahwa terdapat anak-anak yang mengalami permasalahan dalam bersikap asertif. Pada kelas ini beberapa anak menunjukkan perilaku yang nonasertif, anak-anak tersebut menunjukkan perilaku tidak bisa mengungkapkan perasaan dan tidak bisa menolak permintaan dari teman yang lain walaupun tidak sesuai dengan yang diinginkan. Anak-anak tersebut seringkali menjadi korban dari teman-teman di kelas tersebut.

Hasil observasi lainnya menunjuk-kan bahwa terdapat beberapa anak yang sering menangis dan sebagian lainnya hanya diam ketika mainan anak tersebut direbut. Anak yang lain selalu mengalah tanpa bisa mempertahankan pendapat dan keinginan. Kondisi tersebut tentu berdam-pak tidak baik terhadap perkembangan sosial emosional anak.

Hasil pengamatan juga menunjuk-kan bahwa terdapat pula anak yang berperilaku agresif, seperti memukul dan mengejek teman saat keinginan anak tersebut tidak terpenuhi serta anak tersebut berperilaku semena-mena ketika menginginkan sesuatu dari seseorang. Kejadian tersebut membuktikan bahwa beberapa anak belum memiliki kemampuan asertif.

Permasalahan tersebut didukung oleh data raport pada semester 1 yang menunjukkan perkembangan sosial emosional anak dikelas B1 masih kurang. Kemampuan asertif termasuk kedalam pengembangan aspek sosial emosional. Sesuai dengan data nilai raport yang berupa narasi atau rapor semester gasal dari jumlah anak 18 orang anak, hanya ada 1 (satu) orang anak atau 5.56% yang memperoleh empat bintang atau sudah termasuk kategori Berkembang Sangat Baik (BSB); 2 (dua) orang anak atau 11.11% yang memperoleh tiga bintang atau sudah termasuk kategori Berkembang Sesuai Harapan (BSH), 7 (tujuh) orang anak atau 38.89% yang memperoleh dua bintang atau masuk kategori Mulai Berkembang (MB), dan 8 (delapan) orang anak anak atau 44.44% yang memperoleh satu bintang atau masuk kategori Belum Berkembang (BB). Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa anak kelompok B tersebut belum mencapai perkembangan sosial emosional dengan optimal.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas B, dapat diketahui bahwa kemampuan asertif anak belum berkembang secara optimal. Hal tersebut terlihat dari beberapa anak belum terbiasa mengungkapkan apa yang dirasakan. Guru menyatakan belum mampu membimbing anak tersebut secara maksimal. Guru juga belum menemukan solusi yang tepat dalam mengatasi permasalahan rendahnya ke-mampuan asertif anak-anak didiknya. Guru hanya melaksanakan bimbingan secara individu. Proses bimbingan terutama terha-dap kemampuan asertif anak tidak diintregrasikan ke dalam metode pembelajaran.

Berangkat dari kondisi tersebut, maka perlu dilakukan upaya perbaikan untuk mengatasi kurang optimalnya kemampuan berperilaku asertif pada anak. Upaya perbaikan yang dilakukan adalah dengan cara melakukan proses pembela-jaran yang mampu membentuk perilaku anak.

Menurut Fred (dalam Rianto ,2006:4), “metode pembelajaran adalah cara umum untuk menyampaikan pelajaran kepada anak atau untuk mempraktikan teori yang sudah dipelajari sebelumnya untuk mencapai tujuan pendidikan”. Pembelajaran di Taman Kanak-Kanak haruslah sesuai dengan dunia nyata dan sesuai dengan kondisi lingkungan sekitar anak serta mampu membentuk perilaku anak. Pendidikan untuk membentuk perilaku sebaiknya belajar dari realitas atau pengalaman, dan bersifat dialogis. Salah satu metode mengajar yang memenuhi karakteristik tersebut adalah metode bermain peran (Role Play).

Metode bermain peran, menurut Wahyuningtyas (dalam Aliyati, 2012:17), “bermain peran adalah salah satu bentuk permainan pendidikan (educational games) yang dipakai untuk menjelaskan perasaan, tingkah laku dan nilai dengan tujuan untuk menghayati perasaan, sudut pandang dan cara berpikir orang lain (mengembangkan diri sendiri dalam keadaan orang lain”. Menurut pendapat ini, melalui bermain peran secara langsung anak terlibat dalam kegiatan tersebut dan anak berpura-pura berperilaku sesuai dengan karakteristik tokoh yang diperankannya. Melalui bermain peran, anak akan merealisasikan ide dan perilaku yang ada dalam dirinya menjadi kenyataan melalui kegiatan ini. Anak mengambil sebuah peran sebagai orang lain dan melakukan penggambaran dari pengalaman orang lain dalam situasi yang berbeda pada saat bermain peran.

Penerapan metode bermain peran melatih anak mengetahui perasaan orang lain ataupun diri sendiri serta mengung-kapkan perasaan anak tersebut yang tentunya akan meningkatkan kemampuan asertif anak. Penerapan metode bermain peran juga dibantu oleh media yang mempermudah anak untuk mengenali dan memahami bentuk-bentuk perasaan. Media tersebut adalah media kartu emosi. Penggunaan media kartu emosi membuat anak akan semakin mudah mengenali emosi dan mengekspresikan emosi terse-but secara tepat.

Berdasarkan latar belakang terse-but di atas, maka penelitian ini mengambil judul “Penggunaan Metode Role Play Berbantuan Media Kartu Emosi untuk Meningkatkan Kemampuan Asertif Pada Anak Kelompok B Semester 2 TK Desa Nguter 02, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2014/2015”.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: “Apakah melalui penggunaan metode role play berbantuan media kartu emosi dapat meningkatkan kemampuan asertif pada anak Kelompok B semester 2 TK Desa Nguter 02, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015?”

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan asertif pada anak Kelompok B semester 2 TK Desa Nguter 02, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 melalui penggunaan metode role play berbantuan media kartu emosi.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peserta mening-katkan kemampuan dalam berperilaku asertif melalui penggunaan metode role play berbantuan media kartu emosi. Manfaat bagi guru membantu memberikan sumbangan pemikiran tentang pemahaman dalam meningkatkan kemampuan dalam berperilaku asertif anak melalui penggunaan metode role play berbantuan media kartu emosi pada anak usia dini /TK. Manfaat bagi lembaga menambah kekayaan koleksi perpustakaan dengan hasil karya guru dan dijadikan sebagai salah satu metode alternatif dalam pengembangan sosial-emosional anak didik.

KAJIAN TEORI

Pengertian Asertif

Kata asertif berasal dan bahasa Inggris yaitu “to assert” yang berarti positif yaitu menyatakan sesuatu dengan terus-terang atau tegas serta bersikap positif (Fensterheim dan Baer dalam Rini, 2001). Menurut Mallot, dkk., (Puspitasari, 2007), “to assert” artinya sebagai cara menyatakan sesuatu dengan sopan mengenai hal-hal yang menyenangkan maupun yang dirasa mengganggu atau kurang berkenan Sedangkan menurut Ramus dan Nevid (Amirullah, 2010) “to assert” berarti meminta seseorang untuk melakukan sesuatu dengan cara yang akan menambah penghargaan atau mengurangi aversi (rasa enggan). Berdasarkan bebera-pa pengertian di atas, maka asertivitas adalah adalah suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain.

Menurut Pratanti (2009) sikap atau pun perilaku agresif cenderung akan merugikan pihak lain karena seringkali bentuknya seperti mempersalahkan, mempermalukan, menyerang (secara verbal ataupun fisik), marah-marah, menuntut, mengancam, sarkase (misalnya kritikan dan komentar yang tidak enak didengar), sindiran ataupun sengaja menyebarkan gosip. Menurut Lazarus (Fensterheim, l980) (Amirullah, 2010) perilaku asertif mengandung suatu tingkah laku yang penuh ketegasan yang timbul karena adanya kebebasan emosi dan keadaan efektif yang mendukung yang antara lain meliputi: 1) menyatakan hak-hak pribadi; 2) berbuat sesuatu untuk mendapatkan hak tersebut; dan 3) melakukan hal tersebut sebagai usaha untuk mencapai kebebasan emosi.

Definisi-definisi perilaku asertif atau asertivitas berdasar pendapat para ahli adalah sebagai berikut, menurut Davis (1981), perilaku asertif adalah perilaku yang mengarah langsung kepada tujuan, jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya. Sedangkan menurut Mulvani (1989) perilaku asertif adalah perilaku pribadi menyangkut emosi yang tepat, jujur, relatif terus terang, tanpa perasaan cemas pada orang lain (Pratanti, 2009).

Weaver (Amirullah, 2010) mengartikan asertivitas sebagai kemampuan untuk mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran dan perasaan dengan yakin dan manipu. Perilaku asertif seseorang pada hakekatnya mencakup tiga klasifikasi umum perilaku, yaitu tepat dalam cara menolak permintaan orang lain, ekspresi yang tepat dari pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan seria ekspresi yang tepat dari keinginan-keinginan yang dimiliki (Wood dan Mallinekrodt dalam Pratanti, 2009). Kelley (Pratanti, 2009) mengatakan bahwa asertif adalah sikap seseorang dalam mengekspresikan dirinya dengan landasan hak pribadinya sendiri ianpa menyakiti atau menyinggung hak pribadi orang lain Perilaku asertif merupakan ekspresi yang tepat dari beberapa emosi selain kecemasan kepada orang lain (Wolpe dalam Amirullah, 2010).

Diperkuat oleh Rini (2001) dikatakan bahwa, asertifitas adalah suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan kepada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain. Perilaku asertif juga dapat dilihat dari sikap penghargaan seseorang yang kepada orang lain dengan memberikan pujian dan memberikan respon dengan sewajarnya ketika mendapatkan pujian atau penghargaan dari orang lain. Menurut Kelly (1997) dalam Dahar (2004), aspek-aspek perilaku asertif adalah sebagai berikut: 1)Permintaan yaitu kemampuan individu dalam mengemukakan haknya sendiri, meminta pertolongan dan tanggungjawab orang lain tentang suatu hal; 2)Penolakan yaitu kemampuan individu untuk menolak keinginan, ajakan dan saran yang tidak sesuai dengan diri sendiri; 3)Pengekspresian diri yaitu kemampuan individu untuk berani mengekspresikan perasaan dan pikiran secara tepat; 4)Pujian yaitu kemampuan individu dalam memberikan pujian atau penghargaan secara tulus pada orang lain serta sikap individu yang sewajarnya dalam menerima pujian dari orang lain; dan 5)Berperan dalam pembicaraan yaitu kemampuan individu untuk memulai atau berinisiatif dalam pembicaraan, ikut serta atau terlibat sekaligus dapat mempertahankan pembicaraan.

Menurut Wolpe (Pratanti, 2009), perilaku asertif merupakan suatu tindakan untuk mempertahankan hak-hak seseorang oleh dirinya sendiri, dalam rangka mempertahankan hak-hak tersebut karena terdapat kondisi efektif. Kondisi efektif tersebut meliputi kondisi-kondisi sebagai berikut: 1) Mengetahui akan hak-haknya; 2) Berbuat sesuatu untuk mendapatkan hak-hak tersebut; dan 3) Melakukan hak tersebut untuk rnencapai kebebasan emosional (emotional freedom).

Orang asertif adalah orang yang penuh semangat, menyadari si apa dirinya, dan apa yang diinginkannya (Fensterheim dan Baer dalam Mueller, 2006). Selanjutnya dikatakan bahwa pribadi yang asertif memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Mueller, 2006): 1)Merasa bebas untuk mengemukakan dirinya, artinya ia bebas menyatakan perasaan dan pikirannya; 2)Dapat berkomunikasi dengan sernua orang, artinya dengan orang yang telah maupun dengan yang belum dikenalnya; 3)Mempunyai pandangan aktif tentang hidupnya, artinya berusaha untuk mendapatkan apa yang diinginkannya; dan 4)Bertindak dengan cara yang dihormatinya, artinya dengan menerima keterbatasannya sehingga kegagalan tidak membuatnya kehilangan harga diri.

Proses pembentukan perilaku asertif ditentukan oleh faktor kepribadian masing–masing individu, jenis kelamin, sikap orang tua terhadap anak–anaknya, pendidikan individu itu sendiri dan kebudayaan dimana individu itu berada.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa orang yang asertif dicirikan dengan adanya rasa percaya diri yang tinggi dan mau rnenerima diri sendiri sebagaimana adanya artinya mampu menerima kelebihan dan kekurangan tanpa perlu merasa rendah diri, sehingga tidak ada kecemasan dan merasa bebas untuk menyatakan dirinya dengan begitu komunikasi dapat berlangsung secara efektif. Dengan demikian orang yang memiliki tingkah laku asertif adalah orang yang percaya pada diri sendiri, punya harga diri, dan punya pandangan aktif.

Pengertian Bermain Peran (Role Play)

Role playing atau bermain peran adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Hadfield, dalam Silberman, 2010). Dalam role playing murid dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas. Selain itu, role playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain (Rianto, 2010).

Berdasarkan pengertian di atas, maka model pembelajaran Role Playing dapat diartikan sebagai suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.

Model pembelajaran Role Playing juga dikenal dengan nama model pembelajaran Bermain Peran. Pengorgani-sasian kelas secara berkelompok, masing-masing kelompok memperagakan/menam-pilkan scenario yang telah disiapkan guru. Siswa diberi kebebasan berimprofisasi namun masih dalam batas-batas scenario dari guru (Zaini, dkk., 2004).

Media Kartu Emosi

Kartu emosi adalah seperangkat kartu yang berisi gambar-gambar yang menunjukkan kondisi emosi seseorang. Kartu tersebut bisa dibuat sendiri dengan menempelkan gambar-gambar mimik wajah yang menunjukkan emosi tertentu atau ikon-ikon emoticon yang dapat diunduh dari internet atau pun dapat dibeli di toko-toko tertentu yang menyediakan alat-alat permainan pembelajaran.

Kerangka Pemikiran

Hasil pengamatan pada kondisi awal menunjukkan bahwa kemampuan asertif anak Kelompok B semester 2 TK Desa Nguter 02, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 masih cukup rendah. Hal ini diindikasikan dengan banyaknya anak di kelas ini yang menunjukkan perilaku yang nonasertif. Anak-anak tersebut menunjuk-kan perilaku tidak bisa mengungkapkan perasaan dan tidak bisa menolak perminta-an dari teman yang lain walaupun tidak sesuai dengan yang diinginkan. Anak-anak tersebut seringkali menjadi korban dari teman-teman di kelas tersebut.

Hasil observasi lainnya terdapat beberapa anak yang selalu menangis dan sebagian lainnya hanya diam ketika mainan anak tersebut direbut. Anak yang lain selalu mengalah tanpa bisa mempertahan-kan pendapat dan keinginan. Kondisi tersebut tentu berdampak tidak baik terhadap perkembangan sosial emosional anak. Terdapat pula anak yang berperilaku agresif, seperti memukul dan menghina teman saat keinginan anak tersebut tidak terpenuhi serta anak tersebut berperilaku semena-mena ketika menginginkan sesuatu dari seseorang. Kejadian tersebut membuktikan bahwa beberapa anak belum memiliki kemampuan asertif.

Guna mengatasi hal tersebut diperlukan suatu upaya untuk meningkat-kan kemampuan asertif pada anak didik. Upaya yang dilakukan guru adalah dengan menggunakan metode bermain peran (role play) dengan menggunakan bantuan media berupa kartu emosi. Melalui penggunaan metode metode bermain peran (role play) berbantuan media kartu emosi, maka kemampuan asertif anak didik diharapkan akan semakin meningkat sehingga anak lebih mampu untuk menunjukkan perilaku asertif secara optimal.

Hipotesis Tindakan

Berangkat dari perumusan masa-lah, tujuan penelitian, kajian pustaka, dan kerangka pemikiran yang sudah dipaparkan sebelumnya, selanjutnya dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: “Melalui penggunaan metode role play berbantuan media kartu emosi dapat meningkatkan kemampuan asertif pada anak Kelompok B semester 2 TK Desa Nguter 02, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada Kelom-pok B TK Desa Nguter 02 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo tahun pelajar-an 2014/2015. Penelitian ini dilaksanakan pada semester 2 (dua) tahun pelajaran 2014/2015. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu dari bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2015. Subjek penelitian ini adalah anak Kelompok B TK Desa Nguter 02 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 pada semester 2 dengan jumlah sebanyak 18 anak yang terdiri dari 10 anak laki-laki dan 8 anak perempuan. Objek penelitian adalah peningkatan kemampuan perilaku asertif melalui pembelajaran bermain peran (Role Play) berbantuan kartu emosi.

Data yang dikumpulkan berupa informasi tentang peningkatan kemampuan perilaku asertif melalui pembelajaran bermain peran (Role Play) berbantuan kartu emosi. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari teknik observasi dan dokumentasi. Alat pengumpulan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa lembar pengamatan.Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, menggunakan lembar observasi. Lembar observasi aktivitas anak digunakan untuk memantau setiap perkembangan anak mengenai kemampuan bermain konstruktif dengan bermain geometri dan proyek dekorasi yang menjadi patokan dalam pengukuran tingkat kemampuan anak dalam berperilaku asertif. Lembar aktivitas guru digunakan untuk memantau perkembangan dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru.Teknik yang digunakan untuk memeriksa validitas data adalah validitas isi. Adapun validitas lain yang digunakan adalah triangulasi sumber untuk memvalidasi data hasil pengamatan terhadap aktivitas anak didik dalam pembelajaran. Langkah ini dilakukan dengan melakukan triangulasi data hasil pengamatan yang berasal dari guru dan rekan guru yang menjadi kolaborator dalam penelitian ini. Analisis data dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu dengan melakukan analisis terhadap lembar observasi kemampuan perilaku asertif anak. Lembar observasi aktivitas anak disusun untuk mengetahui keaktifan anak selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Lembar observasi aktivitas anak digunakan sebagai acuan pengamatan dalam mengetahui kekurangan-kekurangan yang dilakukan oleh anak pada saat proses belajar mengajar berlangsung dan sebagai pedoman untuk memperbaiki pelaksanaan proses belajar mengajar pada siklus selanjutnya.

Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan dalam penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut: 1)Anak dianggap sudah mempunyai kemampuan Berperilaku Asertif klasifikasi Berkembang Sangat Baik apabila sudah memperoleh nilai dengan ketercapaian > 85.00% dari skor ideal; 2)Pembelajaran dianggap berhasil apabila jumlah anak yang sudah mempunyai kemampuan Berperilaku Asertif dengan klasifikasi Berkembang Sangat Baik (BSB) dan Berkembang Sesuai Harapan (BSH) sudah mencapai > 85.00% dari jumlah anak didik.

Prosedur Penelitian

Peneliti memilih model penelitian yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart. Model PTK yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart adalah model spiral yaitu pelaksanaan penelitian tindakan kelas meliputi perencanaan, tindakan dan observing (pengamatan), dan refleksi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHAS-AN

Deskripsi Kondisi Awal

Kondisi awal memaparkan tentang kemampuan perilaku asertif subjek penelitian sebelum dilakukan tindakan. Subjek penelitian adalah anak kelompok B TK Desa Nguter 02 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo pada semester 2 tahun pelajaran 2014/2015. Jumlah anak di kelompok B tersebut terdiri dari 18 anak, yaitu 10 anak laki-laki dan 8 anak perempuan.

Berdasarkan hasil identifikasi awal, dapat diketahui bahwa kemampuan berperilaku asertif pada anak kelompok B semester 1 di TK Desa Nguter 02 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 masih kurang optimal. Kurang optimalnya kemampuan berperilaku asertif pada anak ditunjukkan dengan hasil pengamatan bahwa dari sebanyak 18 anak yang ada di kelompok B, jumlah anak yang sudah memperoleh 4 (empat) bintang atau mempunyai kemampuan dengan kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) baru ada 1 anak (5.56%). Jumlah anak yang sudah memperoleh 3 (tiga) bintang atau mempunyai kemampuan dengan kategori Berkembang Sesuai Harapan (BSH) baru ada 2 anak (11.11%). Jumlah anak yang sudah memperoleh 2 (dua) bintang atau mempunyai kemampuan dengan kategori Mulai Berkembang (MB) adalah sebanyak 7 anak (38.89%). Jumlah anak yang sudah memperoleh 1 (satu) bintang atau mempunyai kemampuan dengan kategori Belum Berkembang (BB) adalah sebanyak 8 anak (44.44%). Untuk itu perlu dilakukan upaya peningkatan Kemampuan Berperilaku Asertif pada anak tersebut. Hasil pengamatan pada kondisi awal dapat disajikan tabel berikut ini.

Tabel Hasil Pengamatan Kemampuan Asertif Anak pada Kondisi Awal

No.

Kategori

Jumlah

%

1.

Berkembang Sangat Baik (BSB)

1

5.56%

2.

Berkembang Sesuai Harapan (BSH)

2

11.11%

3.

Mulai Berkembang (MB)

7

38.89%

4.

Belum Berkembang (BB)

8

44.44%

Jumlah

18

100.00%

Berdasarkan dari kondisi tersebut, guru berupaya melakukan perbaikan pembelajaran dengan tujuan meningkatkan kemampuan mengembangkan Kemampuan berperilaku asertif pada anak. Upaya yang dilakukan adalah dengan menerapkan metode bermain peran (role play) dengan bantuan media kartu emosi.

Deskripsi Tindakan Siklus I

Data hasil pengamatan yang diperoleh pada tindakan Siklus I dapat disajikan ke dalam tabel berikut ini.

Tabel Hasil Pengamatan Kemampuan Asertif Anak pada Tindakan Siklus I

Hari Ke

Kategori

Jumlah

BSB

BSH

MB

BB

Hari ke 1

2

4

6

6

18

Hari ke 2

4

4

5

5

18

Hari ke 3

5

5

4

4

18

Hari ke 4

6

5

4

3

18

Hari ke 5

7

5

5

1

18

Berdasarkan hasil pengamatan selama 5 kali pertemuan, dapat diketahui bahwa jumlah anak dengan kemampuan berperilaku asertif dengan nilai 4 (empat) bintang atau dengan kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) mengalami peningkatan pada setiap kali pengamatan. Pengamatan hari ke-1 tindakan Siklus I menunjukkan bahwa jumlah anak dengan kemampuan asertif kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) adalah sebanyak 2 anak (11.11%), meningkat menjadi 4 anak (22.22%) pada pengamatan hari ke-2, kemudian meningkat menjadi 5 anak (27.78%). Jumlah anak dengan kemampuan berperilaku asertif kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) pada pengamatan hari ke-4 mengalami peningkatan menjadi 6 anak (33.33%). Jumlah anak dengan kemampuan berperilaku asertif kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) pada pengamatan hari ke-5 mengalami peningkatan menjadi 7 anak (38.89%).

Berdasarkan hasil-hasil tersebut, dapat diketahui bahwa kemampuan asertif anak pada tindakan Siklus I lebih baik dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya jumlah anak yang sudah mempunyai kemampuan asertif dengan kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) dan Berkembang Sesuai Harapan (BSH) dibandingkan dengan kondisi sebelumnya, yaitu dari sebanyak 3 anak (16.67%) pada tahap pra siklus, meningkat menjadi 12 anak (66.67%) pada akhir tindakan Siklus I.

Berdasarkan hasil pengamatan pada hari ke lima, dapat diketahui bahwa Kemampuan Berperilaku Asertif anak mengalami peningkatan dibandingkan kondisi sebelumnya. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya jumlah anak dengan Kemampuan Berperilaku Asertif kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) dan Berkembang Sesuai Harapan (BSH) dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.

Data kemampuan asertif anak pada hari ke-5 tindakan Siklus I dapat disajikan sebagai berikut.

Tabel Kemampuan Asertif Anak pada Hari ke-5 Tindakan Siklus I

No.

Kategori Kemampuan

Jumlah

%

1.

BSB

7

38.89%

2.

BSH

5

27.78%

3.

MB

5

27.78%

4.

BB

1

5.56%

Jumlah

18

100.00%

Hasil pengamatan pada hari ke-5 tindakan Siklus I menunjukkan bahwa anak dengan kemampuan asertif kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) adalah sebanyak 7 anak (38.89%); kategori Berkembang Sesuai Harapan (BSH) adalah sebanyak 5 anak (27.78%); kategori Mulai Berkembang (MB) adalah sebanyak 5 anak (27.78%); dan kategori Belum Berkembang (BB) adalah sebanyak 1 anak (5.56%).

Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh pada tindakan Siklus I, selanjutnya dapat dikemukakan refleksi hasil tindakan sebagai berikut:

Pembelajaran metode bermain peran (role play) dengan bantuan media kartu emosi dapat meningkatkan kemam-puan asertif pada anak didik. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah anak dengan kemampuan asertif kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) dan Berkembang Sesuai Harapan (BSH) dari sebanyak 3 anak (16.67%) pada kondisi awal, meningkat menjadi 12 anak (66.67%) pada tindakan Siklus I.

Peningkatan Kemampuan Berperi-laku Asertif anak pada tindakan Siklus I belum optimal. Hal ini diindikasikan dengan belum terpenuhinya indikator kinerja bahwa anak dengan kemampuan asertif kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) dan Berkembang Sesuai Harapan (BSB) mencapai > 85.00% dari jumlah anak. Dengan demikian diperlukan upaya perbaikan pada tindakan Siklus II.

Hal-hal yang masih ditemui adalah bahwa anak masih kurang bersemangat dalam memainkan peranan. Hal ini dikarenakan anak memainkan peranan secara tunggal sehingga masih kelihatan kurang bersemangat dan agak malu dilihat kawan-kawannya.

Deskripsi Tindakan Siklus II

Pelaksanaan pembelajaran pada tindakan Siklus II merupakan perbaikan dari tindakan Siklus I. Perbaikan yang dilakukan adalah berupa pembelajaran metode bermain peran (role play) dengan bantuan media kartu emosi secara kelompok kecil. Pada tahap ini anak dikelompokkan ke dalam 9 kelompok sehingga masing-masing kelompok terdiri dari 2 anak. Pembelajaran tindakan Siklus II dilaksanakan selama 5 (lima) kali pertemuan, yaitu pada hari Rabu 29 April 2015 s/d hari Rabu tanggal 13 Mei 2015. Tema yang diberikan pada pertemuan II adalah Alam Semesta. Pelaksanaan pembelajaran tindakan Siklus II dilakukan selama 5 kali pertemuan.

Berdasarkan hasil skoring terhadap 4 indikator, dapat diketahui bahwa kemam-puan asertif anak mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah anak dengan kemampuan asertif kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) dan Berkembang Sesuai Harapan (BSH) dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Data hasil pengamatan yang diperoleh pada tindakan Siklus II dapat disajikan ke dalam tabel berikut ini.

Tabel Hasil Pengamatan Kemampuan Asertif Anak pada Tindakan Siklus II

Hari Ke

Kategori

Jumlah

BSB

BSH

MB

BB

Hari ke 1

7

5

6

0

18

Hari ke 2

8

6

4

0

18

Hari ke 3

10

5

3

0

18

Hari ke 4

13

4

1

0

18

Hari ke 5

14

4

0

0

18

Berdasarkan hasil pengamatan selama 5 kali pertemuan, dapat diketahui bahwa jumlah anak dengan kemampuan asertif kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) mengalami peningkatan pada setiap kali pengamatan. Pengamatan hari ke-1 tindakan Siklus II menunjukkan bahwa jumlah anak dengan kemampuan asertif kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) adalah sebanyak 7 anak (38.89%). Jumlah tersebut mengalami peningkatan menjadi 8 anak (44.44%) pada pengamatan hari ke-2. Jumlah anak dengan kemampuan asertif kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) pada pengamatan hari ke-3 mengalami peningkatan menjadi 10 anak (55.56%), kemudian meningkat menjadi 13 anak (72.22%) pada pengamatan hari ke-4. Jumlah anak dengan kemampuan asertif kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) pada hari ke-5 mengalami peningkatan menjadi 14 anak (77.78%).

Berdasarkan hasil pengamatan pada hari ke lima, dapat diketahui bahwa kemampuan asertif anak mengalami pe-ningkatan dibandingkan kondisi sebelum-nya. Hal ini diindikasikan dengan mening-katnya jumlah anak dengan kemampuan asertif kategori BSB dan BSH dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Data kemam-puan asertif anak pada hari ke-5 tindakan Siklus II dapat disajikan sebagai berikut.

Tabel Kemampuan Asertif Anak pada Hari ke-5 Tindakan Siklus II

No.

Kategori Kemampuan

Jumlah

%

1.

BSB

14

77.78%

2.

BSH

4

22.22%

3.

MB

0

0.00%

4.

BB

0

0.00%

Jumlah

18

100.00%

Hasil-hasil pengamatan menunjuk-kan bahwa anak dengan kemampuan asertif kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) adalah sebanyak 14 anak (77.78%). Jumlah anak dengan kemampuan asertif kategori Berkembang Sesuai Harapan (BSH) adalah sebanyak 4 anak (22.22%), dan anak dengan kemampuan asertif kategori Mulai Berkembang (MB) dan Belum Berkembang (BB) sudah tidak ada (0.00%).

Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh pada tindakan Siklus II, selanjut-nya dapat dikemukakan refleksi hasil tindakan sebagai berikut:

Pembelajaran metode bermain peran (role play) dengan bantuan media kartu emosi dapat meningkatkan kemam-puan asertif pada anak. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah anak dengan kemampuan asertif kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) dan Berkembang Sesuai Harapan (BSH) dari sebanyak 12 anak (66.67%) pada akhir tindakan Siklus I, meningkat menjadi 18 anak (100.00%) pada akhir tindakan Siklus II.

Peningkatan kemampuan asertif anak pada tindakan Siklus II sudah cukup optimal. Hal ini diindikasikan dengan hasil yang diperoleh di mana anak dengan kemampuan asertif kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) dan Berkembang Sesuai Harapan (BSB) sudah mencapai 18 anak (100.00%) atau > 80.00% dari jumlah anak. Atas dasar hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa melalui penggunaan metode bermain peran (role play) dengan bantuan media kartu emosi dapat meningkatkan kemampuan asertif pada anak kelompok B semester 1 di TK Desa Nguter 02 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015.

Pembahasan Hasil Tindakan

Hipotesis tindakan yang menyebut-kan bahwa “Melalui penggunaan metode role play berbantuan media kartu emosi dapat meningkatkan kemampuan asertif pada anak Kelompok B semester 2 TK Desa Nguter 02, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015” terbukti kebenarannya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya kemampuan asertif anak pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.

Hasil pengamatan pada kondisi awal menunjukkan bahwa anak yang sudah mampu menunjukkan kemampuan asertif dengan kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) sebanyak 1 anak (5.56%), Berkembang Sesuai Harapan (BSH) sebanyak 2 anak (11.11%), Mulai Berkembang (MB) sebanyak 7 anak (38.89%), dan Belum Berkembang (BB) sebanyak 8 anak (44.44%). Mengacu pada kondisi tersebut maka guru berupaya meningkatkan kemampuan asertif anak. Upaya yang dilakukan guru adalah dengan menerapkan metode bermain peran (role play) dengan bantuan media kartu emosi.

Pembelajaran pada tindakan Siklus I dilakukan dengan kelompok besar. Anak dikelompokkan ke dalam 2 kelompok sehingga masing-masing kelompok terdiri dari 9 anak. Pada tindakan Siklus I, guru hanya menggunakan metode bermain peran (role play) dengan bantuan media kartu emosi dan anak memainkan peranan secara tunggal.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kemampuan asertif anak pada tindakan Siklus I mengalami peningkatan dibandingkan kondisi sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah anak dengan kemampuan asertif kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) dan Berkembang Sesuai Harapan (BSH) dari sebanyak 3 anak (16.67%) pada kondisi awal, meningkat menjadi 12 anak (66.67%) pada tindakan Siklus I.

Peningkatan yang diperoleh pada tindakan Siklus I dirasa belum optimal. Hal ini diindikasikan dengan belum tercapainya indikator kinerja yang ditetapkan yaitu sebanyak > 80.00% sudah mempunyai kemampuan dengan kategori BSB dan BSH. Untuk itu diperlukan upaya perbaikan pada tindakan Siklus II.

Kelemahan yang ditemui pada tindakan Siklus I adalah bahwa anak masih malu dan belum percaya diri dalam memainkan peranan sesuai kartu emosi yang diperoleh. Hal ini dikarenakan anak memainkan peranan secara tunggal. Untuk itu perbaikan yang dilakukan adalah dengan melakukan permainan peranan secara berpasangan atau kelompok.

Upaya ini ternyata berhasil meningkatkan kemampuan asertif pada anak secara lebih optimal. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah anak dengan kemampuan asertif kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) dan Berkembang Sesuai Harapan (BSB) dari sebanyak 12 anak (66.67%) pada tindakan Siklus I, meningkat menjadi 18 anak (100.00%) pada tindakan Siklus II.

Peningkatan Kemampuan Berperi-laku Asertif pada anak dari kondisi awal hingga akhir tindakan pembelajaran Siklus II selanjutnya dapat disajikan ke dalam tabel sebagai berikut:

Tabel Peningkatan Kemampuan Asertif Anak dari Kondisi Awal hingga Siklus II

No.

Kategori

Kondisi Awal

Siklus I

Siklus II

Jml

%

Jml

%

Jml

%

1.

BSB

1

5.56%

7

38.89%

14

77.78%

2.

BSH

2

11.11%

5

27.78%

4

22.22%

3.

MB

7

38.89%

5

27.78%

0

0.00%

4.

BB

8

44.44%

1

5.56%

0

0.00%

Jumlah

18

100.0%

18

100.0%

18

100.0%

Peningkatan kemampuan asertif pada anak dari siklus I ke siklus II dapat dilihat dari perubahan yakni meningkatnya kemampuan anak dalam berkomunikasi dengan orang lain secara sopan dan terbuka. Perubahan positif yang dapat dilihat dari diri anak antara lain mampu mengungkapkan pendapat ketika guru menyampaikan suatu informasi, mampu memberikan saran kepada teman, bersedia menerima masukan atau kritikan orang lain, mengekspresikan perasaannya baik positif maupun negatif. Selain hal tersebut perubahan dapat diamati pada diri anak ketika mampu mengutarakan keinginannya secara baik, berani berkata tidak ketika diajak oleh temannya untuk berbuat yang negatif dan mampu mempertahankan miliknya dengan tidak emosional.

Kegiatan bermain peran berbantu-an media kartu emosi membantu anak untuk meningkatkan kemampuan asertif, karena bermain peran berbantuan media kartu emosi dapat mempermudah anak dalam memahami perasannnya sendiri ataupun perasaan orang lain. Pada penelitian yang telah dilaksanakan ditemukan kendala-kendala yakni beberapa anak terlihat tidak antusias saat guru memulai kegiatan bermain peran. Hal tersebut telah ditindaklanjuti dengan cara bercerita lebih ekspresif sehingga anak tertarik dan lebih antusias dalam mengikuti kegiatan bermain peran. Shaftel (dalam Mulyasa, 2004: 23) menyatakan bahwa bermain peran akan berhasil apabila anak menaruh minat dan memperhatikan masalah yang diajukan guru, anak terlebih dahulu harus merasa tertarik akan cerita yang disampaikan. Selain masalah tersebut, ditemukan pula kendala berupa anak kurang percaya diri. Anak terlihat kurang percaya diri terutama saat memerankan peran yang berpasangan. Hal tersebut didukung oleh pendapat Cheppy (dalam Masitoh, 1980:124) bahwa salah satu kelemahan dari metode bermain peran adalah terkadang anak tidak mau mendramatisasikan karena malu. Kendala tersebut diatasi dengan membiasakan beberapa anak untuk bermain peran. Terlebih dahulu dengan bermain peran secara tunggal lalu anak mulai dibiasakan untuk bermain peran berpasangan dengan tokoh lain.

P E N U T U P

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, selan-jutnya dapat diperoleh simpulkan sebagai berikut:Melalui penggunaan metode role play berbantuan media kartu emosi dapat meningkatkan kemampuan asertif pada anak Kelompok B semester 2 TK Desa Nguter 02, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini ditunjukkan meningkatnya kemampuan anak dalam berperilaku asertif pada pra siklus sampai siklus II. Jumlah anak dengan kemampuan asertif kategori Berkembang Sangat Baik (BSB) dan Berkembang Sesuai Harapan (BSH) mengalami peningkatan dari sebanyak 3 anak (16.67%) pada tahap pra siklus tindakan meningkat menjadi 18 anak (100.00%) pada akhir tindakan Siklus II meningkat menjadi 15 anak (83,33).

Saran

Berdasarkan simpulan hasil penelitian yang diperoleh, selanjutnya dapat dikemukakan beberapa saran bagi terus melakukan inovasi pembelajaran guna membantu anak didik mengembang-kan kemampuan asertif mereka secara optimal dan memotivasi anak agar dapat mengungkapkan perasaannya dengan terbuka dan membantu anak untuk meng-ungkapkan emosi secara wajar. Cerita yang diberikan kepada anak untuk diperankan hendaknya sesuai dengan konteks kehidupan anak sehingga anak dapat terbiasa dalam melaksanakan kegiatan bergaul sehari-hari di dalam masyarakat. Saran bagi lembaga PAUD disarankan untuk mendorong para guru menerapkan metode pembelajaran yang bervariatif sehingga dapat memberikan pengalaman belajar yang mampu mendorong anak didik mengembangkan kemampuan asertif secara optimal. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengikutsertakan para guru dalam berbagai program pelatihan untuk mengembangkan kemampuan mengajar-nya. Bagi Orang Tua Anak Didik untuk ikut berperan aktif dalam membantu putra-putri mereka mengembangkan kecerdasan visu-al-spasial anak-anak mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan permainan-permainan konstruktif di rumah.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2007. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Aliyati, Nur A. 2012. “Pengaruh Pemberian Metode Bermain Untuk Meningkatkan Perilaku Asertif Anak”. Tersedia pada http://download.portalgaruda.org/article.php?article=123327&val=5545. Diakses pada tanggal 27 Januari 2015.

Amirullah. 2010. Pengertian Perilaku Asertif. Artikel., http://www.Blog.Dunia. Psikologi.wordpress.com., diakses pada 27 Januari 2015.

Arsyad, Azhar. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Azwar, Saifuddin. 2007. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Penerbit Fakultas Hukum UII.

Dahar, Ratna Wilis. 2004. Teori – teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas. 2003. Contextual teaching and learning. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.

Depdiknas. 2007. Media Pembelajaran, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Tenaga Kependidikan.

Djamaluddin, H., dan Abdullah Aly. 2009. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.

Hamalik, Oemar. 2010. Proses Belajar Mengajar. Jakarta Bumi Aksara.

Mueller, J.D. 2006. Mengukur Sikap Sosial. Pegangan untuk Peneliti dan Praktisi. Jakarta: Bumi Aksara.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

Poerwadarminta, W.J.S. 2005. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Pratanti. 2009. Perilaku Asertif. Artikel, http://www.zhalabe.blogspot.com, diakses tanggal 27 Januari 2015.

Puspitasari, Mustika, Desy. 2007. Pengaruh Kemampuan Asertif Terhadap Hubungan Interpersonal. Skripsi. Malang: Program SI UIN Malang.

Rianto, M. 2006. Pendekatan, Strategi, Dan Metode Pembelajaran. Malang: Depdiknas

Rini, J. 2001. Asertivitas. Artikel., Http://www.e-psikologi.com diakses pada 27 Januari 2015.

Sadiman, Arief S., dkk. 2007. Media Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Silberman, Mel. 2010. 101 Cara Pelatihan & Pembelajaran Aktif. Jakarta: PT Indeks.

Walgito, Bimo. 2009. Psikologi Sosial. Yogyakarta: Andi Offset.

Wiriaatmadja, Rochiati. 2006. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

 

Zaini, Hisyam., Bermawy Munthe, Sekar Ayu Aryani. 2004. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga.