PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR PKn

MATERI PERUMUSAN PANCASILA

MELALUI PENERAPAN MODEL VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE

BAGI SISWA KELAS VI SDN 2 BULOH KECAMATAN KUNDURAN TAHUN PELAJARAN 2014/2015

 

Sri Indarni

SDN 2 Buloh Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora

 

                                                                       ABSTRAK                                              

Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas VI SDN 2 Buloh Kecamatan Kunduran tahun pelajaran 2014/2015 pada mata pelajaran PKn materi perumusan Pancasila melalui model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT). Penelitian dilakukan di SDN 2 Buloh Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI SDN 2 Buloh tahun pelajaran 2014/2015 berjumlah 23 siswa. Penelitian dilakukan dengan dua siklus yang masing-masing siklus terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Analisis data menggunakan deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas ini dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar PKn materi perumusan Pancasila. Hal ini terbukti dari hasil penelitian yang menunjukkan pada pembelajaran awal jumlah siswa yang masuk kategori aktif adalah 8 siswa (34,78%). Pada siklus I, meningkat menjadi 15 siswa (65,22%). Siklus II, aktivitas belajar siswa kembali meningkat dengan 19 siswa (82,61%) yang masuk kategori aktif. Prestasi belajar siswa meningkat dengan bukti hasil penelitian pada kondisi awal rata-rata nilai ulangan harian adalah 63,48 dengan ketuntasan belajar 52,17%. Pada siklus I, rata-rata nilai ulangan harian meningkat menjadi 70,87 dengan ketuntasan belajar 65,22%. Siklus II kembali meningkat, rata-rata nilai ulangan harian menjadi 77,83 dengan ketuntasan belajar 82,61%.

Kata Kunci: aktivitas belajar, prestasi belajar, pembelajaran PKn, Value Clarification Technique

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembelajaran PKn di SD masih menghadapi banyak kendala-kendala. Kendala-kendala yang dimaksud antara lain meliputi: (1) Guru masih mengalami kesulitan dalam mengaktifkan siswa untuk terlibat langsung dalam proses penggalian dan penelaahan bahan pelajaran; (2) Sebagian siswa memandang mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran yang bersifat konseptual dan teoritis. Akibatnya siswa ketika mengikuti pembelajaran PKn merasa cukup mencatat dan menghafal konsep-konsep dan teori-teori yang diceramahkan oleh guru, tugas-tugas terstruktur yang diberikan dikerjakan secara tidak serius dan bila dikerjakan pun sekedar memenuhi formalitas.

Hal yang sama juga terjadi pada siswa di kelas VI semester I SDN 2 Buloh Kecamatan Kunduran tahun pelajaran 2014/2015. Siswa cenderung menganggap pembelajaran PKn sebagai mata pelajaran yang kurang penting. Mereka lebih mementingkan mata pelajaran yang diujikan secara nasional. Sehingga dengan KKM yang tidak begitu tinggi, yaitu dengan KKM 70, masih cukup banyak siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar.

Berdasarkan data dokumen di kelas VI SDN 2 Buloh Kecamatan Kunduran menunjukkan bahwa aktivitas dan prestasi belajar PKn pada materi perumusan Pancasila masih rendah. Model pembelajaran yang digunakan guru kurang bervariasi yaitu ceramah, tanya jawab, dan penugasan, sehingga kurang aktif dalam dalam pembelajaran dan cenderung bosan mengikuti pelajaran. Dari 23 siswa kelas VI SDN 2 Buloh Kecamatn Todanan, dari hasil pengamatan menunjukkan hanya 8 siswa (34,78%) yang masuk kategori aktif selama proses pembelajaran. Setelah dilakukan ulangan harian, tingkat ketuntasan belajar hanya mencapai 52,17% atau 12 siswa dari 23 siswa. Rata-rata nilai ulangan harian sebesar 63,48.

Berangkat dari kondisi tersebut, guru perlu melakukan perbaikan pembelajaran dengan fokus mendorong siswa lebih aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Dengan siswa terlibat secara aktif, maka pembelajaran akan menjadi lebih bermakna dan siswa dapat memperoleh pengetahuan secara lebih baik.

Upaya perbaikan yang dilakukan oleh guru adalah dengan menerapkan model Value Clarification Technique (VCT). Model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dianggap unggul untuk pembelajaran afektif karena (1) mampu membina dan mempribadikan nilai dan moral; (2) mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan; (3) mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri siswa dan nilai moral dalam kehidupan nyata; (4) mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama potensi afektualnya; (5) mampu memberikan pengalaman belajar dalam berbagai kehidupan; (6) mampu menangkal, meniadakan mengintervensi dan menyubversi berbagai nilai moral naif yang ada dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang; (7) menuntun dan memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi.

Melalui penerapan model Value Clarification Technique (VCT) dalam pembelajaran PKn, siswa diharapkan dapat memperoleh situasi belajar yang bervariatif sesuai karakteristik materi yang dikolaborasikan dengan metode-metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Selain itu, perbaikan yang dilakukan guru tersebut akan membawa dampak positif bagi peserta didik, karena mereka akan mendapat kesempatan untuk lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran dan menumbuhkan rasa percaya dirinya.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah:

1.     Apakah model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dapat meningkatkan aktivitas belajar PKn pada materi perumusan Pancasila bagi siswa kelas VI SDN 2 Buloh Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2014/2015?

2.     Apakah model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dapat meningkatkan prestasi belajar PKn pada materi perumusan Pancasila bagi siswa kelas VI SDN 2 Buloh Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2014/2015?

 

 

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah pada bagian sebelumnya, selanjutnya dapat dikemukakan tujuan dilakukannya penelitian. Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.     Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran PKn materi perumusan Pancasila bagi siswa kelas VI SDN 2 Buloh Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2014/2015 melalui penerapan model Value Clarification Technique (VCT).

2.     Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran PKn materi perumusan Pancasila bagi siswa kelas VI SDN 2 Buloh Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2014/2015 melalui penerapan model Value Clarification Technique (VCT).

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun secara praktis. Manfaat tersebut adalah:

1.   Bagi Siswa

Perbaikan pembelajaran dengan menerapkan model Value Clarification Technique (VCT) akan membawa siswa ke situasi belajar yang bervariatif sesuai karakteristik materi yang dikolaborasikan dengan metode-metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru.

2.   Bagi Guru

Perbaikan pembelajaran dimanfaatkan guru untuk memperbaiki proses pembelajaran yang dikelolanya sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran secara optimal.

3.   Bagi Sekolah

Pendidikan di sekolah akan meningkat secara kualitas maupun kuantitas seiring dengan kemampuan profesional para pendidiknya. Selain itu, penanggulangan berbagai masalah belajar, perbaikan terhadap konsep yang keliru, serta kesulitan mengajar yang dialami akan segera teratasi.

KAJIAN PUSTAKA

Pembelajaran PKn

            Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa, “pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”. Melalui mata pelajaran PKn siswa

diharapkan untuk mempunyai pengetahuan tentang NKRI, memiliki sikap menghormati, menghargai dan memiliki tanggung jawab akan dirinya sendiri, bangsa dan negara serta memiliki keterampilan untuk menjalin hubungan di dalam negeri ataupun di luar negeri sesuai dengan nilai dan norma yang ada.

Selanjutnya, Aziz Wahab, dkk. (Cholisin, 2005:10) mengemukakan bahwa, “Pendidikan Kewarganegaraan ialah media pengajaran yang akan meng-Indonesiakan para siswa secara sadar, cerdas dan penuh tanggung jawab”. Melalui mata pelajaran PKn diharapkan siswa memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan NKRI.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah dasar yang memberikan pengetahuan tentang nilai dan menanamkan sikap demokratis kepada siswa, agar siswa memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air serta rasa tanggung jawab untuk mempertahankan NKRI.

Ruang lingkup pembelajaran PKn meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1.     Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan;

2.     Norma, hukum, dan peraturan, meliputi: Tertib dalam lingkungan keluarga , Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistem hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional;

3.     Hak asasi manusia, meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM;

4.     Kebutuhan warga negara, meliputi: Hidup gotong-royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warga negara;

5.     Konstitusi Negara, meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi;

6.     Kekuasaan dan politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi;

7.     Pancasila, meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka;

8.     Globalisasi, meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globlalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.

Aktivitas Belajar

            Aktivitas berasal dari bahasa inggris activity yang berarti kegiatan (Echols dan Shadily, 2000:10). Bigot mengartikan aktivitas sebagai “sifat mudah atau sukar bertindak dengan sendirinya” (Bigot, 1995:275). Dalam hal ini, aktivitas diartikan suatu kegiatan yang dilakukan oleh siswa pada saat proses pembelajaran.

Menurut Hamalik (2006: 89-90), siswa adalah suatu organisme yang hidup. Dalam dirinya terkandung banyak kemungkinan dan potensi yang hidup dan sedang berkembang. Nasution (2000: 92), menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran setiap siswa terdapat ”prinsip aktif” yakni keinginan berbuat dan bekerja sendiri. Prinsip aktif mengendalikan tingkah lakunya. Pembelajaran perlu mengarahkan tingkah laku menuju ke tingkat perkembangan yang diharapkan. Potensi yang hidup perlu mendapat kesempatan berkembang ke arah tujuan tertentu.

Untuk mencapai prestasi belajar yang optimal dalam pembelajaran perlu ditekankan adanya aktivitas siswa baik secara fisik, mental, intelektual, maupun emosional. Di dalam pembelajaran, siswa dibina dan dikembangkan keaktifannya melalui tanya jawab, berfikir kritis, diberi kesempatan untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam pelaksanaan praktikum, pengamatan dan diskusi juga mempertanggungjawabkan segala hasil dari pekerjaan yang ditugaskan. Dalam pembelajaran, menurut Bruner yang dikutip Ruseffendi (1997: 178) siswa haruslah aktif untuk menemukan prinsip-prinsip dan mendapatkan pengalaman untuk melakukan eksperimen, dan guru mendorong siswa untuk melakukan aktivitasnya. Dalam teori belajarnya, Bruner sangat menyarankan keaktifan siswa dalam proses belajar secara penuh untuk mencapai hasil yang maksimal.

Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan untuk mengadakan perubahan dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, dan keterampilan. Pada proses belajar, siswa tidak hanya menerima, tetapi diharapkan untuk menemukan sendiri (Suherman, 2010:157). Sanjaya (2012:130) berpendapat bahwa belajar bukanlah menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat; memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Berdasarkan pengertian aktivitas dan belajar di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan aktivitas belajar adalah kegiatan atau perilaku yang terjadi selama proses belajar mengajar. Kegiatan–kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat, mengerjakan tugas–tugas, dapat menjawab pertanyaan guru dan bisa bekerjasama dengan siswa lain, serta tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing-masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi.

Aktivitas belajar dapat dilakukan di mana saja, di lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah. Sekolah merupakan tempat yang dominan untuk mengambangkan aktivitas belajar siswa. Dierdrich sebagaimana dikutip Sardiman (2010: 99-100) membuat daftar berisi beberapa macam kegiatan siswa, yaitu: (1) Visual activities; (2) Oral activities; (3) Listening activities; (4) Writing activities; (5) Drawing activities; (6) Motor activities; (7) Mental activities; dan (8) Emotional activities.

Prestasi belajar

Menurut Tirtonagoro (2010:43) bahwa: “Prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar mengajar yang dinyatakan dalam bentuk simbul, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu.”

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (2001:70) yang dimaksud prestasi belajar adalah “penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru.”

Sardiman (2010) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif). Oleh karena itu, apabila siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah tidak hanya berupa penguasaan konsep tetapi juga keterampilan dan sikap.

Sedangkan pengertian prestasi belajar menurut Maslow (dalam Sudjana, 2006:22) bahwa: Prestasi belajar suatu masalah yang bersifat perenial dalam sejarah kehidupan manusia karena sepanjang rentang kehidupan manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing kehadiran prestasi belajar dalam kehidupan manusia pada tingkat dan jenis tertentu pula manusia yang berada di bangku sekolah.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, mengambarkan bahwa prestasi belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan yang merupakan hasil dari aktivitas belajar yang ditunjukkan dalam bentuk angka-angka seperti yang dapat dilihat pada nilai rapor. Prestasi belajar juga diartikan sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses pembelajaran sesuai dengan program pendidikan yang ditetapkan.

Tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor termaksud akan selalu ada sepanjang proses belajar mengajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menurut Purwanto (2003:107) sebagai berikut: (a) Faktor dari luar, meliputi: lingkungan dan instrumental; (b) Faktor dari dalam, meliputi: fisiologis, psikologis, kecerdasan, motivasi, dan kemampuan kognitif.”

Pembelajaran Model Value Clarification Technique (VCT)

Model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) adalah salah satu teknik pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan pancapaian pendidikan nilai. Value Clarification Technique (VCT) berfungsi untuk: (a) mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai; (b) membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik yang positif maupun yang negatif untuk kemudian dibina kearah peningkatan atau pembetulannya; (c) menanamkan suatu nilai kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa sebagai milik pribadinya (Sanjaya, 2012: 283).

Menurut Taniredja, dkk., (Taniredja, dkk., 2012: 87-88) model Value Clarification Technique (VCT) merupakan teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa. Hall (dalam Adisusilo, 2013: 144) juga menjelaskan bahwa Value Clarification Technique (VCT) merupakan cara atau proses di mana pendidik membantu peserta didik menemukan sendiri nilai-nilai yang melatarbelakangi sikap, tingkah laku, perbuatan serta pilihan-pilihan yang dibuatnya.

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) merupakan suatu model pembelajaran dengan teknik yang dapat membantu siswa untuk mengembangkan kemampuannya dalam menemukan, mencari, dan menentukan nilai-nilai yang melatarbelakangi sikap, tingkah laku, perbuatan serta pilihan-pilihan yang dibuatnya dalam menghadapi suatu persoalan. Value Clarification Technique (VCT) menekankan bagaimana sebenarnya seseorang membangun nilai yang menurut anggapannya baik, yang pada gilirannya nilai-nilai tersebut akan mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Tujuan penggunaan dari model Value Clarification Technique (VCT) dalam pembelajaran adalah sebagai berikut (Taniredja, dkk., 2012: 88):

1.     Mengetahui dan mengukur tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pijak menentukan target nilai yang akan dicapai;

2.     Menanamkan kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimiliki baik tingkat maupun sifat yang positif maupun negatif untuk selanjutnya ditanamkan ke arah peningkatan dan pencapaian target nilai;

3.     Menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melaui cara yang rasional (logis) dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik siswa sebagai proses kesadaran moral bukan kewajiban moral; dan

4.     Melatih siswa dalam menerima/menilai dirinya dan posisi nilai orang lain, menerima serta mengambil keputusan terhadap sesuatu persoalan yang berhubungan dengan pergaulannya dan kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model Value Clarification Technique (VCT) bertujuan untuk mengetahui dan mengukur tingkat kesadaran siswa, menanamkan kesadaran siswa tentang nilai-nilai, menanamkan nilai-nilai tertentu melalui cara yang rasional, dan melatih siswa untuk dapat mengambil keputusan terhadap suatu persoalan. Dengan demikian, siswa mempunyai keterampilan dalam menentukan nilai-nilai hidup yang sesuai dengan tujuan hidupnya yang akan menjadi pedoman dalam bertingkah laku atau bersikap.

Model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) analisis nilai, penerapan langkah-langkah dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut: (1) Guru melontarkan stimulus dengan cara membaca cerita atau menampilkan gambar, foto, atau film; (2) Memberi kesempatan beberapa saat kepada siswa untuk berpikir atau berdialog sesama teman sehubungan dengan stimulus tadi; (3) Melaksanakan dialog terpimpin melalui pertanyaan guru, baik secara individual, kelompok, atau klasikal; (4) Menentukan argumen dan klarifikasi pendirian (melalui pertanyaan guru dan bersifat individual, kelompok, dan klasikal); (5) Pembahasan/pembuktian argumen. Pada fase ini sudah mulai ditanamkan target nilai dan konsep sesuai materi pelajaran; dan (6) Penyimpulan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan menerapkan langkah-langkah model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) analisis nilai seperti yang dijelaskan oleh Ariantha karena lebih mudah untuk diterapkan dan sesuai dengan pengertian tentang analisis nilai menurut Komalasari. Dengan demikian, dalam penerapan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) perlu memperhatikan langkah-langkah pelaksanaan tersebut.

Kerangka Berpikir

Dalam menyampaikan materi pelajaran khususnya mata pelajaran PKn, guru kelas VI SDN 2 Buloh Kecamatan Kunduran masih menggunakan metode ceramah. Guru belum mengembangkan model pembelajaran yang lain. Mayoritas siswa terlihat kurang aktif dalam proses pembelajaran PKn, prestasi belajar siswa juga masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Berangkat dari kondisi tersebut, guru berupaya melakukan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan model Value Clarification Technique (VCT). Melalui model tersebut siswa didorong untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Dengan aktivitas belajar yang tinggi diharapkan hasil pembelajaran menjadi lebih optimal.

Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir di atas maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut:

1.     Melalui model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dapat meningkatkan aktivitas belajar PKn materi perumusan Pancasila bagi siswa kelas VI SDN 2 Buloh Kecamatan Kunduran Tahun Pelajaran 2014/2015.

2.     Melalui model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dapat meningkatkan prestasi belajar PKn materi perumusan Pancasila bagi siswa kelas VI SDN 2 Buloh Kecamatan Kunduran Tahun Pelajaran 2014/2015.

METODOLOGI PENELITIAN

Penilitian ini mengambil lokasi di SDN 2 Buloh Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora pada semester I tahun pelajaran 2014/2015. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dari bulan September sampai dengan bulan Desember tahun 2014. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas VI SDN 2 Buloh sebanyak 23 siswa yang terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan.

Penelitian ini dilaksanakan dengan mengunakan metode penelitian tindakan kelas. Untuk mengatasi permasalahan pembelajaran, peneliti menetapkan pelaksanaan tindakan sebanyak dua tindakan dalam dua siklus. Adapun langkah-langkah dalam setiap siklus tindakan adalah perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.

Data tentang aktivitas belajar siswa dikumpulkan dengan metode nontes yaitu dengan cara melakukan pengamatan pada proses pembelajaran. Alat yang digunakan adalah lembar observasi. Data tentang aktivitas belajar siswa dianalisis dengan teknik deskriptif kuantitatif. Adapun data prestasi belajar dikumpulkan melalui metode tes, dengan alat pengumpulan data berupa butir-butir soal. Tes prestasi belajar diberikan pada setiap akhir siklus. Data tentang prestasi belajar siswa dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Untuk menentukan keberhasilan dalam penelitian ini digunakan indikator kerja. Penelitian dianggap berhasil apabila ketuntasan belajar siswa mencapai 80%.

 

 

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pra Siklus

            Data aktivitas dan prestasi belajar siswa pada pembelajaran Pra Siklus yang diambil dari jurnal pembelajaran dan daftar niai ulangan harian menunjukkan aktivitas dan prestasi belajar siswa rendah. Data aktivitas belajar siswa menunjukkan jumlah siswa yang masuk kategori aktif sebanyak 8 siswa (34,78%). Dari daftar nilai ulangan harian diperoleh data rata-rata nilai ulangan harian adalah 63,48. Jumlah siswa yang mampu mencapai nilak KKM (70) adalah 12 anak (52,17%). Sisanya, 11 anak (47,83%) belum mampu mencapai nilai KKM.

Siklus I

Pelaksanaan tindakan pada Siklus I sesuai dengan yang direncanakan yaitu pada bulan Oktober 2014. Data aktivitas belajar siswa menunjukkan jumlah siswa yang masuk kategori aktif sebanyak 15 siswa (65,22%). Pada akhir siklus dilakukan ulangan harian untuk mengukur tingkat ketercapaian pembelajaran pada Siklus I. Hasil dari ulangan harian pada akhir siklus, rata-rata nilai ulangan harian adalah 70,87. Jumlah siswa yang mampu mencapai nilak KKM (70) adalah 15 anak (65,22%). Sisanya, 8 anak (34,78%) belum mampu mencapai nilai KKM.

Siklus II

Siklus II dilaksanakan pada bulan November 2014. Data aktivitas belajar siswa yang dikumpulkan dengan observasi menunjukkan jumlah siswa yang masuk kategori aktif sebanyak 19 siswa (82,61%). Seperti halnya pada Siklus I, pada akhir Siklus II juga dilakukan ulangan harian. Dari hasil ulangan harian diperoleh data rata-rata nilai ulangan harian adalah 77,83. Jumlah siswa yang mampu mencapai nilak KKM adalah 19 anak (82,61%). Sisanya, 4 anak (17,39%) belum mampu mencapai nilai KKM.

Pembahasan

1.   Aktivitas Belajar

Pada pembelajaran awal, guru melakukan pembelajaran hanya menggunakan metode ceramah, sedikit tanya jawab dan pemberian tugas. Siswa tampak bosan dalam pembelajaran. Aktivitas belajar siswa sangat rendah. Dari hasil pengamatan menujukkan, dari 23 siswa hanya 8 siswa (34,78%) yang masuk kategori aktif. Pada siklus I, setelah guru menerapkan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT), hasil pengamatan aktivitas belajar siswa meningkat menjadi 15 siswa (65,22%) yang masuk kategori aktif. Pada siklus II, siswa tampak lebih aktif dalam pembelajaran. Dari hasil pengamatan, 19 siswa (82,61%) yang masuk kategori aktif. Penigkatan aktivitas belajar siswa ini disebabkan dalam model Value Clarification Technique (VCT) merangsang siswa untuk terlibat langsung dalam pemecahan masalah. Siswa tidak hanya sebagai penerima materi tetapi turut terlibat langsung dalam pendalaman materi pelajaran

2.   Prestasi Belajar

Sebelum dilakukan perbaikan pembelajaran, guru menganalisis data prestasi belajar siswa pada kondisi awal melalui dokumen daftar niai. Dari dokumen tersebut diperoleh data rata-rata nilai ulangan harian siswa adalah 63,48. Pada akhir guru melakukan ulangan harian dan rata-rata nilai ulangan harian siswa meningkat menjadi 70,87. Peningkatan rata-rata nilai ulangan harian juga terjadi pada siklus II yaitu 77,83.

Seiring meningkatnya rata-rata ulangan harian, tingkat ketuntasan belajar siswa juga terjadi pada setiap siklus. Pada kondisi awal, jumlah siswa yang tuntas belajar adalah 12 siswa (52,17%). Pada siklus I, jumlah siswa yang tuntas belajar meningkat menjadi 15 siswa (65,22%). Jumlah siswa yang tuntas belajar pada siklus II juga meningkat menjadi 19 siswa (82,61%).

Peningkatan prestasi belajar berupa rata-rata nilai ulangan harian dan tingkat ketuntasan belajar siswa terjadi karena aktivitas belajar siswa meningkat. Proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1.     Penerapan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dapat meningkatkan aktivitas belajar PKn materi perumusan Pancasila bagi siswa kelas VI SDN 2 Buloh Kecamatan Kunduran Tahun Pelajaran 2014/2015.

2.     Penerapan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dapat meningkatkan prestasi belajar PKn materi perumusan Pancasila bagi siswa kelas VI SDN 2 Buloh Kecamatan Kunduran Tahun Pelajaran 2014/2015.

Saran

Berkaitan dengan kesimpulan hasil penelitian di atas, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

1.     Bagi Siswa: Siswa diharapkan lebih aktif terlibat dalam proses pembelajaran yang dilakukan sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.

2.     Bagi Guru: Guru disarankan untuk selalu berusaha meningkatkan kemampuan mereka dalam menggunakan berbagai model pembelajaran yang bervariatif dan inovatif.

3.     Bagi Sekolah: Pihak sekolah disarankan untuk mendorong para guru agar mau mencoba menggunakan berbagai model pembelajaran guna meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan kepada para guru tentang berbagai model pembelajaran inovatif

DAFTAR PUSTAKA

Adisusilo, Sutarjo. 2013. Pembelajaran Nilai Karakter Konstruktivisme dan VCT. Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: Rajawali Press.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.: Pusat Data dan Informasi Pendidikan, Balitbang-Depdiknas.

Echols, Jhon M dan Shadily, Hasan. 1995. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia

Hamalik. 2006. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara

Nasution, S. 2000. Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Sanjaya, Wina. 2012. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sardiman. 2010. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers

Sudjana. 2006. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Bandung: Raja Grafindo Persada

Taniredja, Tukiran. dkk. 2012. Model-model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta.

Trianto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Wahab, Abdul Aziz. 2005. Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan: Alfabeta