PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INDONESIA MELALUI PENERAPAN METODE

BERMAIN PERAN PADA SISWA KELAS V SDN GIRIMARGO 3 SRAGEN SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2015/2016

Suwarno

SDN Girimargo 3 Sragen

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan hasil belajar Bahasa Indonesia melalui penerapan metode Bermain Peran bagi siswa kelas V SDN Girimargo 3 Miri, Sragen semester II tahun 2015/2016. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri atas dua siklus dan masing-masing siklus terdiri atas empat langkah kegiatan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dalam dua siklus, dengan menerapkan metode bermain peran dalam peningkatan keterampilan berbicara pada siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Girimargo 3 Miri Sragen maka dapat disimpulkan bahwa: Penerapan metode bermain peran dapat meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa kelas V SDN Girimargo 3 Miri Sragen tahun pelajaran 2015/2016. Hal ini dibuktikan dengan nilai rata-rata keterampilan berbicara siswa yang mengalami peningkatan pada tiap siklusnya, yaitu dari prasiklus rata-rata nilai kelas 66, meningkat pada siklus I menjadi 75 dan siklus II sebesar 79. Selain itu, berdasarkan ketuntasan klasikal dari hasil tes keterampilan berbicara terjadi peningkatan yaitu dari prasiklus hanya 8 siswa (40%), mengalami peningkatan pada siklus I terdata sebanyak 15 siswa (75%) dari 20 siswa telah mencapai nilai KKM (70) dan pada siklus II sebanyak 18 siswa (90%) dari 20 siswa telah berhasil mencapai nilai ketuntasan.

Kata Kunci: Bermain Peran, Hasil Belajar, Keterampilan Berbicara.

PENDAHULUAN

Salah satu keterampilan berbahasa yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari adalah keterampilan berbicara sebagai media komunikasi lisan yang efektif. Djago Tarigan (1992:132) menyatakan bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Sejalan dengan pendapat tersebut, H.G Tarigan (2008:16) berpendapat bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi atikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa lisan yang bersifat produktif, artinya suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menyampaikan gagasan, pikiran atau perasaan sehingga gagasan-gagasan yang ada dalam pikiran pembicara dapat dipahami orang lain.

Berdasarkan hasil observasi di SDN Girimargo 3 Miri Sragen, terlihat bahwa keterampilan berbicara di sekolah dasar tersebut kurang begitu diperhatikan. Penekanan pembelajaran berbahasa umumnya masih terletak pada keterampilan menyimak, membaca, dan menulis. Keterampilan berbicara lebih dikesampingkan sehingga tidak jarang masih terdapat siswa yang tidak bisa menyampaikan pesan/informasi dalam bahasa lisan secara baik. Kondisi ini dimungkinkan karena rendahnya penguasaan siswa akan topik yang dibahas sehingga siswa tidak mampu memfokuskan hal-hal yang ingin diucapkan. Akibatnya, arah pembicaraan menjadi kurang jelas sehingga inti dari bahasan tersebut tidak tersampaikan.

Permasalahan rendahnya keterampilan berbicara tersebut juga terjadi pada siswa kelas V SD Negeri Girimargo 3 Miri Sragen. Data yang diperoleh dari hasil pembelajaran keterampilan berbicara oleh guru kelas V pada kondisi awal menunjukkan bahwa hanya terdapat 8 siswa atau 40% dari 20 siswa yang mendapat nilai 70 ke atas (batas KKM), sedangkan sisanya 12 siswa atau 60% mendapat nilai di bawah 70. Data selengkapnya pada lampiran 11 halaman 108. Kenyataan yang demikian dapat diindikasikan bahwa keterampilan berbicara siswa di sekolah dasar masih rendah khususnya pada kelas V SDN Girimargo 3 Miri. Kondisi ini dapat dijadikan sebagai landasan yang melatar belakangi adanya upaya peningkatan pembelajaran keterampilan berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Girimargo 3 Miri Sragen.

Bertolak dari observasi awal dan hasil wawancara dengan guru kelas V SD Negeri Girimargo 3 Miri dapat diidentifikasi beberapa faktor yang melatarbelakangi masalah rendahnya keterampilan berbicara pada siswa diantaranya adalah (1) siswa kurang berminat dan termotivasi dalam kegiatan berbicara. Setiap ada pembelajaran terkait kemampuan bebicara siswa kurang antusias dan tidak memperhatikan dengan baik. (2) Sikap siswa ketika berbicara dalam kegiatan berbicara terlihat tegang dan kurang rileks. (3) Kurangnya latihan keterampilan berbicara yang diterapkan dalam pembelajaran.

Beberapa faktor penyebab rendahnya keterampilan berbicara tersebut jika tidak segera diatasi akan berdampak pada rendahnya keterampilan berbicara siswa yang berkelanjutan. Keadaan tersebut juga menyebabkan siswa kurang terampil berbicara terutama pada saat tampil berbicara di depan kelas sehingga siswa tidak bisa mendapatkan nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan oleh sekolah. Di lingkungan kehidupannya, siswa kurang bisa berkomunikasi dan bersosialisasi dengan baik. Akhirnya dampak ini akan meluas yang mengakibatkan rendahnya mutu atau kualitas pendidikan di Indonesia khususnya pada keterampilan berbicara.

Penilitian ini menggunakan metode bermain peran sebagai metode pembelajaran keterampilan berbicara. Adapun alasan pemilihan metode bermain peran adalah dengan pertimbangan bahwa metode ini dirasa lebih tepat yaitu lebih efektif dan lebih efisien untuk diterapkan dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Metode bermain peran diterapkan untuk menjawab permasalahan berbagai penyebab rendahnya keterampilan berbicara siswa. Metode bermain peran dikatakan efektif karena penerapan metode bermain peran akan lebih menghemat waktu, hal ini disebabkan karena siswa dapat tampil praktik berbicara secara berkelompok.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berkut: Apakah penerapan metode bermain peran dapat meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Girimargo 3 Miri Sragen tahun pelajaran 2015/2016?

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk: Meningkatkan keterampilan berbicara dengan menggunaan metode bermain peran pada siswa kelas V SDN Girimargo 3 Miri Sragen tahun pelajaran 2015/2016.

LANDASAN TEORI

Hakikat Keterampilan Berbicara

Soemarjadi, Muzni Ramanto, dan Wikdati Zahri (2001:2) berpendapat bahwa kata keterampilan sama artinya dengan kata kecekatan. Terampil atau cekatan adalah kepandaian melakukan sesuatu pekerjaan dengan cepat dan benar. Ruang lingkup keterampilan cukup luas meliputi kegiatan berupa perbuatan, berpikir, berbicara, melihat, mendengar, dan sebagainya.

Tri Budiharto (2008:1-2) mengungkapkan bahwa keterampilan berasal dari kata terampil yang artinya adalah mampu bertindak dengan cepat dan tepat. Istilah lain dari terampil adalah cekatan, cakap mengerjakan sesuatu. Dengan kata lain keterampilan dapat disebut juga kecekatan, kecakapan, atau kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan baik dan cermat.

Bertolak dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan adalah kemampuan bertindak atau melakukan suatu pekerjaan (tugas) dengan baik, cermat, cepat, dan tepat. Seseorang yang dapat melakukan sesuatu dengan cepat tetapi salah tidak dapat dikatakan terampil. Demikian pula, apabila seseorang yang dapat melakukan sesuatu dengan benar tetapi lambat juga tidak dapat dikatakan terampil. Jadi, keterampilan itu berlandaskan pada kecepatan dan ketepatan tertentu sehingga seseorang tidak akan merasakan kesulitan-kesulitan yang berarti dalam pekerjaannya.

Pengertian Berbicara

Djago Tarigan (1992:132) berpendapat bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Dikemukakan pula bahwa kaitan antara pesan dan bahasa lisan sebagai media penyampaian sangat erat. Pesan yang diterima oleh pendengar tidaklah dalam wujud asli, melainkan dalam bentuk lain yakni bahasa. Pendengar kemudian mencoba mengalihkan pesan dalam bentuk bunyi bahasa itu menjadi seperti semula.

Sejalan dengan pendapat di atas, St. Y. Slamet (2008:33) mengungkapkan bahwa berbicara merupakan suatu penyampaian maksud bisa berupa gagasan, pikiran, isi hati seseorang kepada orang lain. Selain itu, dijelaskan juga berbicara merupakan bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologi, neurologis, semantik, dan linguistik sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting terutama bagi kontrol sosial.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah suatu kegiatan mengujarkan bunyi-bunyi bahasa untuk menyampaikan pesan berupa ide, gagasan, maksud atau perasaan kepada orang lain secara lisan yang bersifat aktif dan produktif. Berbicara merupakan kegiatan berbahasa yang aktif dari seorang pemakai bahasa, yang menuntut prakarsa nyata dalam Penerapan bahasa untuk mengungkapkan diri secara lisan.

Pengertian Keterampilan Berbicara

Menurut Iskandarwassid dan Dadang Suhendar (2008:241), keterampilan berbicara pada hakikatnya merupakan keterampilan memproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang lain. Dalam hal ini, kelengkapan alat ucap seseorang merupakan persyaratan alamiah yang memungkinkannya untuk memproduksi suatu ragam yang luas bunyi artikulasi, tekanan, nada, kesenyapan, dan lagu bicara.

H.G. Tarigan (2008:16) berpendapat bahwa keterampilan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atas kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.

Betolak dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara adalah kemampuan seseorang dalam mengungkapkan ide atau gagasan secara lisan bersifat produktif dan mekanistis, yang hanya dapat dikuasai dengan berlatih berbicara dan merupakan bagian tingkah laku hidup manusia yang sangat penting sebagai alat komunikasi kepada orang lain. keterampilan berbicara merupakan sebuah keterampilan menyampaikan gagasan, informasi atau pesan kepada orang lain dengan menggunakan media yang berupa simbol-simbol fonetis.

Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SD

Pembelajaran keterampilan berbicara di kelas V semester II SD sesuai KTSP Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mencakup dua kompetensi dasar, yaitu (1) mengomentari persoalan faktual disertai alasan yang mendukung dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa dan (2) memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat. Sesuai kompetensi dasar yang kedua yaitu berkaitan dengan memerankan tokoh drama maka dapat diterapkan metode bermain peran sebagai metode pembelajaran drama yang tepat. Selain itu, masih terdapat kompetensi dasar berbahasa lainnya yang juga harus dikuasai dan saling mendukung atau berkaitan.

Keberhasilan pembelajaran berbicara juga tidak lepas dari bagaimana cara atau metode yang diterapkan oleh guru dalam menjalankan tugas pembelajaran keterampilan berbicara. Metode pembelajaran adalah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami dan digunakan siswa dengan baik.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran keterampilan berbicara di SD berperan penting dalam meningkatkan keterampilan berbahasa lainnya, sehingga perlu diterapkan cara atau metode yang tepat dalam pembelajarannya. Salah satu penerapan metode yang dapat dipilih dalam pembelajaran keterampilan berbicara di Sekolah Dasar (SD) adalah dengan metode bermain peran sesuai kompetensi dasar pada kelas V semester II.

Penilaian Keterampilan Berbicara di SD

Penilaian keterampilan berbicara di SD lebih sulit dilaksanakan dibanding dengan penilaian keterampilan berbicara lainnya karena persiapan, pelaksanaan, dan perskorannya memerlukan banyak waktu dan tenaga. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika banyak guru SD yang melaksanakan kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara tetapi tidak disertai dengan penilaian. Memang banyak sekali aspek atau faktor yang harus diidentifikasi dalam penilaian keterampilan berbicara. Semua ini merupakan masalah penilaian kemampuan berbicara yang harus dihadapi guru.

Maidar G. Arsjad dan Mukti U. S. (1991:86-93) menjelaskan bahwa penilaian keterampilan berbicara didasarkan pada faktor penunjang keefektifan berbicara yang sudah dijelaskan pada bagian sub bab sebelumnya, yakni meliputi faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Hal ini dilakukan untuk menghindari kebiasaan penilaian berdasarkan kesan umum sehingga penilaian didasarkan pada faktor-faktor penunjang berbicara yang dapat diukur secara jelas.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka penulis memberikan batasan terhadap penilaian keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri Girimargo 3 Sragen sesuai dengan pendapat dari Maidar G. Arsjad dan Mukti U. S. Sehingga penilaian yang digunakan untuk mengukur keterampilan berbicara dalam penelitian ini adalah tes unjuk kerja yang dilengkapi dengan lembar penilaian pengamatan terhadap keterampilan berbicara siswa. Pengamatan dilakukan terhadap beberapa aspek keterampilan berbicara sewaktu siswa tampil berbicara dalam bermain peran di depan kelas.

Hakikat Metode Bermain Peran

Menurut Sulistyo dan Basuki (2006:92), metode berasal dari kata Yunani meta, berarti ‘dari’ atau ‘sesudah’ dan bodos, yang berarti ‘perjalanan’. Kedua istilah tersebut dapat dipahami sebagai “perjalanan atau mengejar atau dari” satu tujuan. Oleh karena itu, metode dapat didefinisikan sebagai setiap prosedur yang digunakan untuk mencapai tujuan akhir. Pada penelitian, tujuan adalah data yang terkumpul dan metode adalah alatnya. Dengan kata lain, metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik untuk mencapai maksud, cara kerja sistematis untuk memudahkan pelaksanaan sebuah kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.

Bertolak dari beberapa pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran merupakan cara kerja/prosedural pembelajaran yang dibuat oleh guru secara sadar dan bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu proses pembelajaran yang membuat siswa agar belajar. Hal ini, diharapkan terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa dan perubahan itu didapatkan dengan kemampuan baru dalam waktu yang relatif lama dan adanya usaha.

Pengertian Metode Bermain Peran

Menurut Oemar Hamalik (2003:199) bermain peran adalah teknik teknik simulasi yang umumnya digunakan untuk pendidikan social dan hubungan antarinsani. Para siswa berpartisipasi sebagai pemain dengan peran tertentu atau sebagai pengamat bergantung dari tujuan-tujuan dari penerapan metode tersebut.

Bruce Joyce dan Marsha Weil (1996:91), mengemukakan bahwa In role playing, students explore human relations problems by enacting problem situations and then discussing the enactments. Diartikan bahwa dalam metode bermain peran, siswa mengeksplorasi masalah-masalah tentang hubungan antar manusia dengan cara memainkan peran dalam situasi permasalahan kemudian mendiskusikan peraturan-peraturan. Bermain peran merupakan metode pembelajaran yang berasal dari dimensi pendidikan individu maupun sosial.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode bermain peran merupakan salah satu metode pembelajaran dengan menempatkan peserta didik untuk melakukan kegiatan bermain atau memainkan peran tokoh lain dengan penuh penghayatan dan kreativitas berdasarkan peran suatu kasus yang sedang dibahas sebagai materi pembelajaran bermain peran pada saat itu.

Penelitian yang Relevan

Penelitian peningkatan keterampilan berbicara dengan menggunakan metode bermain peran pada siswa kelas V SD Negeri Girimargo 3 ini tidak terlepas atau mengacu dari penelitian sebelumnya. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Penelitian Asri Pratiwi (2009) dengan judul, Peningkatan Pemahaman Konsep “Persiapan Kemerdekaan Indonesia” dalam Pembelajaran IPS melalui Metode Bermain peran pada Siswa Kelas V SD Negeri 01 Blorong Tahun Ajaran 2009/2010”. Penelitian Asri Pratiwi tersebut berbentuk penelitian tindakan kelas (PTK) dengan menggunakan model siklus dan menyimpulkan bahwa melalui metode bermain peran dapat meningkatkan pemahaman konsep “Persiapan Kemerdekaan Indonesia” dalam Pembelajaran IPS melalui Metode bermain peran pada Siswa Kelas V SD Negeri 01 Blorong.

Penelitian Asri Pratiwi di atas, relevan dengan penelitian ini. Persamaannya adalah jenis penelitian yakni penelitian tindakan kelas dan pada metodenya yaitu sama-sama menerapkan metode bermain peran. Namun, terdapat perbedaan antara penelitian Asri Pratiwi dengan penelitian ini yaitu objek kajian Asri pemahaman konsep “Persiapan Kemerdekaan Indonesia” dalam pembelajaran IPS, sedangkan penelitian ini memiliki objek kajian keterampilan berbicara.

Kerangka Berpikir

Berdasarkan hasil observasi awal (kondisi awal) yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa keterampilan berbicara dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas V SD Negeri Girimargo 3 Miri Sragen diidentifikasikan masih mengalami kesulitan dan tergolong rendah. Bertolak dari permasalahan tersebut, diperlukan suatu tindakan dengan menggunakan metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Salah satu metode yang dapat diterapkan adalah metode bermain peran. Dengan metode pembelajaran ini, keterampilan berbicara siswa diharapkan dapat meningkat karena metode ini menyajikan cara yang lebih efektif dan efisien untuk membantu siswa dalam mengikuti pembelajaran berbicara.

Pada kondisi akhir diharapkan terdapat peningkatan kualitas proses dan hasil keterampilan berbicara dengan menggunakan metode bermain peran. Peningkatan ini akan ditandai dengan target akhir sebanyak 80% dari jumlah siswa kelas V yang ada mendapatkan nilai di atas KKM yang telah ditetapkan atau batas ketuntasan dalam pembelajaran keterampilan berbicara

Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori, penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut: Penerapan metode bermain peran dapat meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Girimargo 3 Miri Sragen tahun pelajaran 2015/2016.

METODE PENELITIAN

Setting Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Girimargo 3 yang terletak di Kecamatan Miri, Kabupaten Sragen dengan kepala sekolah yang dijabat oleh Bapak Suwarno, S. Pd. Penelitian ini khususnya dilaksanakan di kelas V. Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan mulai bulan Januari hingga bulan Maret 2016.

Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri Girimargo 3 Miri Sragen tahun pelajaran 2015/2016, dengan jumlah siswa 20 siswa yang terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan. Di kelas tersebut kondisi siswa heterogen (berbeda-beda kemampuannya).

Bentuk dan Strategi Penelitian

Penelitian ini berbentuk penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Dikategorikan sebagai bentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) karena penelitian ini berupa suatu tindakan dengan menggunakan metode bermain peran untuk mengatasi permasalahan rendahnya keterampilan berbicara siswa terkait kegiatan proses belajar mengajar pada suatu kelas dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Iskandar (2009: 20) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan bagian dari penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru di kelas tempat ia mengajar yang bertujuan memperbaiki dan meningkatkan kualitas dan kuantitas proses pembelajaran di kelas.

Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah strategi tindakan model siklus. Rancangan penelitiannya (Suhardjono dalam Suharsimi Arikunto dkk, 2006: 74) adalah sebagai berikut: (1) Perencanaan atau planning; (2_) Tindakan atau acting; (3) Pengamatan atau observing; (4) Refleksi atau reflecting

Sumber Data Penelitian

Data yang dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini diperoleh dari data kualitatif dan kuantitatif. Informasi data tersebut diperoleh dari berbagai sumber data. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) Data nilai pelaksanaan pembelajaran, yaitu kegiatan berbicara yang berlangsung di dalam kelas dengan menggunakan metode bermain peran. (2) Informan; informasi data yang diperoleh dari narasumber ketika wawancara. Sebagai informan yaitu siswa dan teman sejawat. (3) Hasil observasi; data yang diperoleh dari pengamatan saat pembelajaran keterampilan berbicara. (4) Dokumen; data nilai ulangan harian keterampilan berbicara siswa tahun 2015/2016 semester 2 dan arsip pendukung penelitian seperti silabus dan daftar kelas V tahun 2015/2016.

Teknik Pengumpulan Data

Ada tiga teknik pengumpulan data yang digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan data secara lengkap dan akurat sehubungan dengan masalah yang diteliti, sebagai berikut: (1) Teknik Observasi, (2) Teknik Tes, (3) Kajian Dokumen.

Validitas Data

Validitas isi adalah validitas yang berhubungan dengan kemampuan instrumen untuk menggambarkan atau melukiskan secara tepat domain perilaku yang akan diukur. Dalam penelitian ini untuk mengukur kemampuan ketrampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri Girimargo 3 Miri Sragen tahun pelajaran 2015/2016 digunakan instrumen tes ketrampilan berbicara.

Indikator Ketercapaian

Indikator ketercapaian merupakan rumusan indikator ketercapaian yang akan dijadikan acuan atau tolok ukur dalam menentukan keberhasilan atau keefektifan penelitian (Sarwiji Suwandi, 2009: 61). Hal yang dijadikan sebagai indikator ketercapaian dalam penelitian ini adalah meningkatnya kualitas proses dan hasil keterampilan berbicara pada siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Girimargo 3 melalui metode bermain peran.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Kondisi Awal

Pengamatan kondisi awal (prasiklus) dilakukan untuk mengetahui keadaan nyata yang ada di lapangan sebelum peneliti melakukan tindakan penelitian. Pengamatan prasiklus ini dilakukan dengan pengamatan proses pembelajaran dan tes keterampilan berbicara di kelas.

Pengamatan Proses Pembelajaran di Kelas

Berdasarkan observasi awal penilaian proses siswa oleh peneliti terkait sikap siswa yaitu: minat, keaktifan, kerja sama, dan kesungguhan siswa di dalam proses pembelajaran diperoleh data penilaian sikap prasiklus siswa. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran keterampilan berbicara yang dilakukan oleh guru pada kondisi awal terdapat 9 siswa (45%) yang berminat mengikuti pembelajaran berbicara. Keaktifan siswa tercatat sebanyak 12 siswa (60%), siswa yang mampu bekerja sama dengan baik sebanyak 11 siswa (55%), dan siswa yang bersungguh-sungguh dalam mengikuti pembelajaran berbicara sebanyak 9 siswa (45%).

Nilai keterampilan berbicara prasiklus pada tabel 8 dan gambar 4 di atas menunjukkan bahwa siswa yang mendapat nilai dalam interval 50-59 sebanyak 8 siswa (40%), interval nilai 60-69 terdapat 4 siswa (20%), interval nilai 70-79 sejumlah 5 siswa (25%), terdapat 3 siswa (15%) mendapat nilai dalam interval 80-89, dan tidak ada yang mendapat interval nilai 90-99 (0%). Nilai rata-rata kelas adalah 66 dengan ketuntasan klasikal sebanyak 8 siswa (40%) dari jumlah siswa. Hasil ini menunjukkan kualitas hasil keterampilan berbicara pada kondisi awal masih rendah sehingga perlu diupayakan peningkatan.

Deskripsi Hasil Siklus I

Berdasarkan kegiatan observasi tersebut, secara garis besar diperoleh gambaran tentang hasil dan jalannya pembelajaran dari mata pelajaran Bahasa Indonesia tentang keterampilan berbicara siswa dengan menggunakan metode bermain peran sebagai berikut:

Pengamatan Sikap Siswa

Laporan hasil observasi menunjukkan persentase siswa yang belum dan sudah tuntas KKM. Dari 20 siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Girimargo 3 Tanon, terdapat sebesar 25% siswa belum tuntas KKM yang terbagi dalam kelas 50-59 sebesar 10%, dan pada kelas 60-69 sebesar 15%. Sisanya sebesar 75% siswa sudah tuntas KKM yang terbagi pada kelas 70-79 sebesar 35%, pada kelas 80-89 sebesar 30%, dan pada kelas 90-99 sebesar 10%. Dari tabel 10 tersebut juga dapat diketahui ketuntatasan hasil belajar siswa pada siklus I mencapai 75% atau 15 siswa sudah tuntas. Sedangkan siswa yang tidak tuntas 25% atau 5 siswa.

Deskripsi Hasil Siklus II

Hasil penilaian tes unjuk kerja keterampilan berbicara siswa dengan metode bermain peran adalah sebagai berikut: Hasil observasi dapat dilihat persentase siswa yang belum dan sudah tuntas KKM. Dari 20 siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Girimargo 3 Miri, hanya terdapat sebesar 10% siswa belum tuntas KKM yang terbagi dalam kelas 50-59 sebesar 0%, dan pada kelas 60-69 sebesar 10%. Sisanya sebesar 90% siswa sudah tuntas KKM yang terbagi pada kelas 70-79 sebesar 40%, pada kelas 80-89 sebesar 35%, dan interval kelas 90-99 terdapat 15%. Dari tabel 12 tersebut juga dapat diketahui ketuntatasan hasil belajar siswa pada siklus II mencapai 90% atau 18 siswa sudah tuntas. Sedangkan siswa yang belum tuntas 10% atau 2 siswa.

Pada laporan tersebut ditunjukkan frekuensi dari masing-masing kelas. Pada kelas 50-59 terdapat 0 siswa, pada kelas 60-69 terdapat sebanyak 2 siswa, pada kelas 70-79 terdapat sebanyak 8 siswa, pada kelas 80-89 terdapat sebanyak 7 siswa, dan pada interval kelas 90-99 terdapat 3 siswa. Dengan jumlah keseluruhan 20 siswa, hanya terdapat 2 siswa yang belum tuntas KKM. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ketuntasan hasil keterampilan berbicara siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 (KKM) sudah mencapai 80% sesuai target capaian sehingga tindakan dapat dihentikan.

Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian tindakan dapat dinyatakan bahwa terjadi peningkatan kualitas hasil keterampilan berbicara dengan menggunakan metode bermain peran pada siklus I dan siklus II. Pembahasan hasil penelitian ini akan dijabarkan secara garis besar hasil pembelajaran keterampilan berbicara dari prasiklus dan setelah dilaksanakan tindakan pada siklus I dan siklus II dengan menggunakan metode bermain peran. Pembahasan hasil penelitian ini sebagai berikut:

Prasiklus

Pada prasiklus terlihat bahwa minat dan keaktifan siswa dalam mengikuti proses kegiatan pembelajaran masih tergolong rendah. Pembelajaran keterampilan berbicara masih menggunakan cara konvensional yaitu siswa diminta mengomentari persoalan faktual yang dikemukakan guru secara individu. Meskipun metode pembelajaran ini menuntut siswa untuk aktif tetapi suasana pembelajaran terkesan membosankan karena siswa masih bingung mengemukakan permasalahan kehidupan yang dialaminya sehingga siswa yang menanggapi juga merasa kesulitan. Selain itu siswa merasa takut ketika diminta berbicara secara individu di depan kelas. Hal ini membuat siswa tidak antusias mengikuti pembelajaran berbicara yang diberikan oleh guru.

Kualitas proses pembelajaran yang rendah berimbas pada kualitas hasil keterampilan berbicara siswa menjadi rendah. Terbukti dengan banyaknya siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM. Nilai keterampilan berbicara yang diperoleh siswa masih rendah. Pada prasiklus siswa yang belum tuntas KKM sebanyak 12 siswa (60%), sedangkan yang sudah tuntas KKM sebanyak 8 siswa atau 40%. Nilai terendah pada prasiklus adalah 52 dan nilai tertinggi yang dicapai siswa adalah 84. Nilai dari masing-masing siswa tersebut dapat dilihat pada lampiran 11.

Siswa yang memperoleh nilai pada kelas 50-59 sebanyak 8 siswa atau 40%, pada kelas 60-69 sebanyak 4 siswa atau 20%, pada kelas 70-79 sebanyak 5 siswa atau 25%, pada kelas 80-89 sebanyak 3 siswa atau 15%, dan pada kelas 90-99 sebanyak 0 siswa atau 0%. Selama prasiklus nilai rata-rata klasikal yang dicapai adalah 66. Nilai rata-rata ini dapat dikatakan rendah karena nilai yang diperoleh siswa pun juga masih rendah. Oleh karena itu dilakukan tindakan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa.

Siklus I

Proses pembelajaran berbicara siklus I ini peneliti menggunakan metode bermain peran, siswa bermain peran dari tokoh drama pendek yang dibuat oleh siswa secara berkelompok. Proses pembelajaran terkesan lebih hidup dan menyenangkan meskipun hasilnya belum maksimal karena siswa baru pertama kali bermain peran. Siswa lebih berminat dan terlihat aktif dalam pembelajaran terutama ketika praktik berbicara secara berkelompok melalui bermain peran. Kerjasama dan kesungguhan siswa sangat jelas terlihat karena metode bermain peran ini dilakukan secara kelompok yang mengutamakan kerjasama dan keseriusan dari anggota kelompoknya.

Pada siklus I keterampilan berbicara yang ingin dicapai adalah 70% siswa dapat tuntas KKM. Hal ini berarti dalam siklus I diharapkan sebanyak 14 siswa memperoleh nilai di atas KKM. Dilihat dari banyaknya siswa yang tuntas KKM diketahui tepat sebanyak 15 siswa atau 75% sudah tuntas dan masih terdapat 5 siswa atau 25% yang belum tuntas KKM. Dengan jumlah ketuntasan seperti itu dapat dikatakan indikator kinerja siklus I telah tercapai. Akan tetapi, pada siklus I nilai siswa belum memuaskan. Karena kebanyakan siswa hanya memperoleh nilai pada interval nilai sedang.

Siklus II

Hasil keterampilan berbicara siklus II terjadi peningkatan. Indikator ketercapaian keterampilan berbicara pada siklus II adalah 80% atau sebanyak 16 siswa mampu tuntas KKM dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Dari 20 siswa kelas V setelah diadakan tindakan siklus II terdapat 18 siswa atau 90% tuntas KKM dan 2 siswa atau 10% belum tuntas KKM. Hal ini dibuktikan dengan naiknya jumlah frekuensi pada tiap kelas interval. Dari 20 siswa kelas V ditunjukkan pada kelas 50-59 saat siklus I terdapat 2 siswa, meningkat menjadi tidak ada (0%). Setelah tindakan siklus II nilai terendah terdapat pada kelas 60-69 sebanyak 2 siswa atau 10%, pada kelas 70-79 sebanyak 8 siswa atau 40%, pada kelas 80-89 sebanyak 35%, dan pada kelas 90-99 sebanyak 3 siswa atau 15%. Dilihat dari nilai rata-rata klasikal siswa juga terdapat peningkatan. Nilai rata-rata klasikal pada siklus I sebesar 75 meningkat menjadi 79 pada siklus II.

Peningkatan keterampilan berbicara dengan menggunakan metode bermain peran pada siklus II sudah memuaskan dan mencapai indikator ketercapaian. Oleh karena itu, pelaksanaan tindakan dapat dihentikan dan terbukti dinyatakan berhasil.

PENUTUP

Simpulan

Penerapan metode bermain peran dapat meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa kelas V SDN Girimargo 3 Miri Sragen tahun pelajaran 2015/2016. Hal ini dibuktikan dengan nilai rata-rata keterampilan berbicara siswa yang mengalami peningkatan pada tiap siklusnya, yaitu dari prasiklus rata-rata nilai kelas 66, meningkat pada siklus I menjadi 75 dan siklus II sebesar 79. Selain itu, berdasarkan ketuntasan klasikal dari hasil tes keterampilan berbicara terjadi peningkatan yaitu dari prasiklus hanya 8 siswa (40%), mengalami peningkatan pada siklus I terdata sebanyak 15 siswa (75%) dari 20 siswa telah mencapai nilai KKM (70) dan pada siklus II sebanyak 18 siswa (90%) dari 20 siswa telah berhasil mencapai nilai ketuntasan.

SARAN

Berdasarkan simpulan dan implikasi penelitian di atas, peneliti dapat mengajukan saran-saran sebagai berikut:

Bagi Guru

Guru kelas hendaknya menerapkan metode bermain peran dalam kegiatan belajar – mengajar khususnya pada pembelajaran keterampilan berbicara, karena metode bermain peran lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan metode konvensional yang pada umumnya masih sering digunakan dalam pembelajaran berbicara.

Bagi Sekolah

Peneliti menyarankan penerapan metode bermain peran sebagai metode alternatif dalam pembelajaran keterampilan berbicara di kelas tinggi sekolah dasar. Penggunaan metode bermain peran dapat menciptakan proses pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi belajar keerampilan berbicara siswa sehingga sangat bermanfaat dan meningkatkan hasil keterampilan berbicara bagi anak-anak usia sekolah dasar.

DAFTAR PUSTAKA

Asri Pratiwi. (2009). Peningkatan Pemahaman Konsep “Persiapan Kemerdekaan Indonesia” dalam Pembelajaran IPS melalui Metode Role Playing pada Siswa Kelas V SD Negeri 01 Blorong Tahun Pelajaran 2009/2010. UNS: Skripsi.

Bruce Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calchoun. (2009). Models of Teaching (Model-Model Pengajaran). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Kurikulum Standar Isi: Mata PelajaranBahasa Indonesia Untuk SD/MI. Jakarta: Diknas.

Djago Tarigan. (1992). Materi Pokok Pendidikan bahasa Indonesia 1. Jakarta: Depdikbud.

Haryadi dan Zamzani. (1996/1997). Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Bagian Proyek Pengembangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Henry Guntur Tarigan. (2008). Berbicara Sebagai Salah Satu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Iskandar. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Gaung Persada.

Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2008). Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Maidar G. Arsyad dan Mukti U.S. (1991). Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Martinis Yamin. (2005). Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Ciputat: Gaung Persada Press.

Mulyani Sumantri dan Johan Permana. (2001). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Maulana.

Puji Santosa, dkk. (2008). Materi Dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Sabarti Akhadiah MK, dkk. (1991/1992). Bahasa Indonesia I. Jakarta: Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.

Sarwiji Suwandi, (2009). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Penulisan Karya Ilmiah. Panitia Sertifikasi Guru (PSG) Rayon 13 Surakarta.

SIL Internasional. (1999). Speaking Skill. http: www.sil.org/lingusLinks/Princing.htm. Diunduh tanggal 11 Januari 2012.

Soemarjadi dan Musni Ramanto. (2001). Pendidikan Keterampilan. Malang: Universitas Negeri Malang.

St. Y. Slamet. (2008). Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Surakarta: UNS Press.

Tri Budiharto. (2008). Pendidikan Keterampilan. Surakarta: UNS Press.

Yant Mujiyanto, dkk. (2000). Puspa Ragam Bahasa Indonesia. FKIP UNS.