PENINGKATAN HASIL BELAJAR KIMIA SISWA

SMA N 1 MAUMERE DI KELAS XI MIPA 1 PADA MATERI ASAM BASA DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE JIGSAW

 

Eko Goran Maria

Guru Kimia SMA Negeri 1 Maumere

 

ABSTRAK

Penelitian ini menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II di kelas XI MIPA 1 SMA N 1 Maumere. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan dengan tiga siklus yang terdiri dari empat tahap, yaitu: 1. Persiapan, 2. Pelaksanaan Tindakan, 3. Pengamatan, 4. Refleksi. Kesimpulan yang didapat melalui penelitian ini bahwa dengan menerapkan model kooperatif tipe jigsaw II dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar kimia siswa. Tingkat keaktifan siswa pada siklus 1 sebesar 60,61%, siklus II sebesar 70,52% dan siklus III sebesar 82,64%. Ketuntasan hasil belajar siswa dapat dilihat dari tes setiap siklus mengalami peningkatan. Ketuntasan hasil belajar kimia siswa pada siklus I mencapai 60,61%, siklus II mencapai 81,81% dan pada siklus III mencapai 87,87%. Adapun saran dari penelitian yaitu hendaknya para guru kimia menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II dan mengembangkannya karena dapat meningkatkan hasil belajar kimia.

Kata kunci: hasil belajar kimia, jigsaw

 

PENDAHULUAN

Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan. Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran, sedangkan mengajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar. Dua konsep yang terpadu dalam satu kegiatan yang akan terjadi interaksi antara guru dan siswa. Dalam interaksi belajar dan mengajar akan terjadi proses yang saling mempengaruhi, bukan hanya guru yang mempengaruhi siswa, tetapi siswa juga dapat mempengaruhi guru. Perilaku guru akan berbeda apabila mengajar di kelas yang aktif dan dikelas yang kurang aktif. Demikian juga pada siswa. perilaku siswa yang menerima pengajaran akan berbeda sesuai dengan cara guru dalam mengajar, baik itu menyangkut model, metode ataupun media yang digunakan oleh guru (Setyowati, 2008).

Model pembelajaran dan metode mengajar sangat berperan penting dalam proses pembelajaran agar terjadi interaksi aktif antara guru dan siswa sehingga pada saat kegiatan pembelajaran tidak berlangsung kaku dan membosankan. Pelajaran Kimia di SMA banyak berisi konsepkonsep yang cukup sulit untuk dipahami siswa, karena menyangkut reaksireaksi kimia dan hitunganhitungan serta menyangkut konsepkonsep yang bersifat abstrak sehingga untuk memahaminya harus adanya rasa ingin tahu untuk bertanya kepada guru dan kerjasama antarsiswa untuk belajar bersama memahami dan saling bertanya serta saling menjelaskan satu dengan yang lain. Dalam proses pembelajaran kimia di beberapa sekolah selama ini terlihat kurang menarik, sehingga siswa merasa jenuh dan kurang memiliki minat pada pelajaran kimia, sehingga suasana kelas cenderung pasif, sedikit sekali siswa yang bertanya pada guru meskipun materi yang diajarkan belum dapat dipahami. Dalam pembelajaran seperti ini mereka akan merasa seolaholah dipaksa untuk belajar sehingga jiwanya tertekan. Keadaan demikian menimbulkan kejengkelan, kebosanan, sikap masa bodoh, sehingga perhatian, minat, dan motivasi siswa serta hasil belajar dalam pembelajaran kimia menjadi rendah. Hal ini akan berdampak terhadap ketidaktercapaian tujuan pembelajaran kimia. Hasil penelitian yang dilakukan Sunyono (2005) selama ini ternyata rendahnya hasil belajar siswa tersebut disebabkan pada umumnya siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan yang menyangkut reaksi kimia dan hitungan kimia, akibat rendahnya rasa ingin tahu untuk bertanya kepada guru dan kerjasama antarasiswa saling bertanya dan menjelaskan satu dengan yang lain. Di samping itu, guru kurang memberikan contohcontoh konkrit tentang reaksireaksi yang ada di lingkungan sekitar dan sering dijumpai siswa. Oleh sebab itu, diperlukan suatu usaha untuk mengoptimalkan pembelajaran kimia di kelas dengan menerapkan model dan metode yang tepat.

Berdasarkan hasil pantauan selama proses pembelajaran pada bidang studi kimia kelas XI MIPA SMAN 1 Maumere dapat disimpulkan bahwa:

1.   Siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran kimia dimana siswa kurang rasa ingin tahu dan malu bertanya walupun hanya kepada temannya sendiri apalagi kepada guru.

2.   Siswa memiliki kecenderungan untuk berkelompok-kelompok sendiri bisa dikatakan memiliki ganggang tersendiri di dalam kelas tersebut, sehingga sulit dalam mebaur dan bergaul, siswa pemalu akan tetap pemalu karena bergaul dengan siswa yang memiliki karakter yang sama.

3.   Siswa cenderung memiliki sifat individualisme, siswa yang lebih memahami pelajaran enggan untuk memberikan ilmu kimianya kepada siswa yang lain.

4.   Siswa kurang terlibat langsung dalam proses pembelajaran kimia sehingga siswa kurang menguasai materi pelajaran kimia dan tidak mampu mengerjakan soalsoal kimia yang diberikan.

5.   Hasil belajar kimia siswa kelas XI MIPA sangat rendah hal ini dapat dilihat dari nilai ulangan siswa kelas XI MIPA 1 yang menunjukan hanya 54,54% siswa yang mengalami ketuntasan belajar. Nilai KKM untuk siswa kelas XI adalah ≥ 78 dan siswa yang mendapatkan nilai di bawah 78 dinyatakan belum tuntas. Sedangkan secara klasikal ketuntasan belajar dinyatakan telah tercapaai jika sekurang-kurangnya telah terdapat 85% siswa telah memenuhi kriteria tuntas belajr perorangan.

Permasalahanpermasalahan tersebut di atas menarik peneliti untuk memperoleh gambaran model pembelajaran yang perlu digunakan agar dapat mengatasi permasalahan tersebut di atas agar siswa dapat belajar bersama dengan berbagai karakter dan kemampuan yang berbeda serta dapat meningkatkan keaktifan belajar dan hasil belajar siswa. Model pembelajaran yang meningkatkan keaktifan dan hasil belajar kimia adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah “konsep yang lebih luas meliputi semua kerja kelompok termasuk bentukbentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru” Suprijono (dalam Suratman, 2012:2).

Dari beberapa penelitian terdahulu, menyimpulkan bahwa “model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMA N 1 Indralaya di kelas XC” (Airina, 2004:67). Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Setyowati (2008:41) menyimpulkan bahwa “hasil belajar siswa kelas X SMA N 2 Palembang yang diajar dengan model pembelajaran kooperati tipe jigsaw lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang diajar sebelumnya”.

Dari beberapa model pembelajaran kooperatif, peneliti memilih menggunakan tipe jigsaw II. Hal ini bisa dilihat dari salah satu langkah yang ada dalam jigsaw II, yaitu meliputi saling berbagi pengetahuan, ide, menyanggah, memberikan umpan balik dan mengajar rekan sebaya serta dapat menyatukan kelompokkelompok tertentu yang sama karakter dan kemampuannya dapat membaur pada teman yang lain yang memiliki karakter dan kemampuan yang berbeda. Model pembelajaran tipe jigsaw II tidak jauh berbeda dengan jigsaw I maupun jigsaw lain hanya saja pada langkahlangkah jigsaw II ini menurut Knight dan Bohlmeyer (dalam Huda 2013:121) bahawa “ tidak seperti jigsaw I versi Aronson, pada jigsaw II versi Slavin ada reward khusus yang diberikan atas individu maupun kelompok yang mampu menunjukkan kemampuannya untuk bekerja sama dan mengerjakan kuis yang diberikan”. Sehingga siswa akan lebih semangat untuk belajar dan bekerja sama dengan siswa yang lain, sehingga akan meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Seluruh aktifitas tersebut dapat menciptakan lingkungan belajar dimana siswa secara aktif melaksanakan tugas sehingga pembelajaran lebih bermakna.

Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II menurut Huda (2013) memiliki beberapa kelebihan atau keunggulan yaitu memungkinkan siswa dapat mengembangkan kreatifitas, kemampuan dan daya pemecahan masalah menurut kehendaknya sendiri. Menyatukan karakter-karakter dan kemampuan yang berbeda pada setiap siswa. Terdapat reward bagi kelompok yang mampu menunjukan kemampuan dalam bekerjasama. Menjadiakan siswa aktif untuk menyampaikan pendapat dan bertanya.

METODE PENELITIAN

Model Pembelajaran Kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompokkelompok kecil secara bersamasama yang anggotanya terdiri dari 4 orang. Jigsaw II adalah pembelajarang kooperatif yang terdiri dari kelompok asal dan kelompok ahli dengan anggota kemampuan dan karakter yang berbedabeda bekerjasama dalam mempelajari materi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Hasil belajar adalah nilai yang sudah dicapai oleh setiap siswa setelah mengerjakan soal dalam ranah kognitif pada jenjang pengetahuan (C1), pemahaman (C2) dan aplikasi (C3). Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 1 Maumere.

Waktu Penelitian pada Bulan Januari, Tahun Ajaran 2017/2018. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI MIPA 1 di SMA N 1 Maumere yang berjumlah 33 orang siswa yaitu 11 orang siswa laki laki dan 22 orang siswa perempuan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran kimia. Dalam penelitian ini terdapat 3 siklus penelitian yang akan dilakukan.

Setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu:

 

 

Siklus I

a.   Tahap Persiapan (Perencanaan Penelitian)

Peneliti bersama guru membuat rencana untuk pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II sebagai berikut:

a.   Menentukan pokok bahasan

b.   Menyusun Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP)

c.   Menyiapkan Lembar Kerja Siswa

d.   Menyusun Lembar Observasi siswa

e.   Membuat soal tes untuk menilai hasil belajar siswa

b.   Tahap Pelaksanaan Tindakan

a.   Pendahuluan yaitu member motivasi pada siswa dan menginformasikan pada siswa mengenai konsepkonsep yang akan dipelajari, serta menjelaskan materi pelajaran.

b.   Kegiatan inti yaitu pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model jigsaw. Langkahlangkah dalam penerapan teknik jigsaw II adalah sebagai berikut:

a.   Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam teknik Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal.

b.   Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dai 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.

c.    Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masingmasing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.

d.   Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.

e.   Guru memberikan penghargaan padakelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.

f.    Penutup yaitu memberikan kesimpulan dan evalauasi.

c.    Tahap Pengamatan

Yaitu guru mengamati kegiatan pembelajaran siswa yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II, bagaimana siswa dalam memperoleh materi, mempresentasikan materi kepada kelompok asalnya dan mengerjakan ujian secara individual melalui tes.

d.   Tahap Refleksi

Yaitu guru merefleksikan kembali tentang pembelajaran yang telah dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II dan melihat masalahmasaalah yang terjadi dan mengevaluasi hasil belajar siswa.

Siklus II

Proses pada siklus II sama dengan siklus I, namun pada siklus II merupaka perbaikan daari siklus I. Perbaikan yang diperoleh ini adalah hasil evaluasi dan refleksi dari siklus I. Lalu pada akhir siklus II dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil yang diharapkan pada siklus II ini. Dari hasil tersebut dianalisis dan direfleksikan kembali.

Siklus III

Proses pada siklus III sama dengan siklus II, namun pada siklus III merupaka perbaikan daari siklus II. Perbaikan yang diperoleh ini adalah hasil evaluasi dan refleksi dari siklus II. Lalu pada akhir siklus III dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil yang diharapkan pada siklus III ini. Dari hasil tersebut dianalisis dan direfleksikan kembali.

“Tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturanaturan yang sudah ditentutakan” (Arikunto, 2005:53).

Tes ini diberikn pada pertemuan terakhir tiap siklus sebagai pengujian kepada siswa terhadap materi pelajaran yang telah diberikan sebelumnya untuk mendapatkan data hasil belajar kimia siswa terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II.

“Observasi dilakukan dengan mengamati dan mencatat kegiatan pembelajaran di kelas. Observasi keterlaksanaan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dipersiapkan. Pengamatan pada kegiatan pembelajaran dicatat dilapangan. Data yang diperoleh berupa hasil keterlaksanaan pembelajaran dan hasil observasi aktivitas siswa” (Arifin, 2009:153).

Dokumentasi merupakan hasil foto kegiatan pembelajaran di kelas dengan menerapkan model kooperatif tipe jigsaw II. Pada saat siswa berada di kelompok asal kemudian membentuk kelompok ahli lalu bagaimana siswa memperoleh informasi berupa materi dan bagaimana siswa mempresentasikan kepada kelompok asalnya. Ada dua katagori ketuntasan belajar, yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Ketuntasan belajar perorangan tercapai bila siswa memperoleh nilai ≥ 78 dan kektuntasan belajar klasikal tercapai jika kelas tersebut 85% siswa memperoleh nilai ≥ 78. Rentang predikat pencapaian hasil belajar kimia siswa. Bila siswa mendapat nilai ≥85 maka predikatnya baik sekali. Sedangkan predikat gagal yaitu jika siswa mendapat nilai≤54.

Keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar diamati berdasarkan deskriptor yang tampak Dari data di atas dapat diperoleh persentase keaktifan kelas, dengan menggunakan rumus:

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakasanakan di SMA N 1 Maumere dengan subjek penelitian kelas XI MIPA 1 yang berjumlah 33 orang. Penelitian ini menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II untuk meningkatkan hasil belajar kimia siswa. Penelitian ini terdiri dari 3 siklus Rekapitulasi hasil belajar kimia untuk keseluruhan siswa.Berdasarkan data tes hasil belajar yang diambil dari nilai ulangan siswa pada pokok bahasan sebelumnya (sebelum diberi perlakuan) yaitu kesetimbangan, ketuntasan hasil belajar siswa kelas XI MIPA 1 adalaah 54,54% (18 siswa tuntas dari 33 siswa) dengan nilai ratarata kelas sebesar 70,93. Rendahnya ketuntasan hasil belajar terjadi karena sistem belajar-mengajar belum menerapkan metode pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara langsung dan membantu siswa mendapatkan hasil belajar kimia yang baik.

Pada siklus I, siswa mempelajari materi tentang teoriteori asam basa. Guru membentuk 8 kelompok yang masingmasing dari 7 kelompok terdiri dari 4 siswa dan 1 kelompok terdiri dari 5 siswa lalu guru memberi nomor anggota masingmasing kelompok dari 1 sampai 4 yang disebut kelompok asal. Guru membimbing dan menjelasakan sekilas kepada siswa untuk membentuk pengetahuan awal siswa tentang teoriteori asam basa lalu guru membentuk kembali 4 kelompok besar yang masingmasing dari 3 kelompok terdiri dari 8 siswa dan 1 kelompok terdiri dari 9 siswa. Kelompok besar tersebut disebut kelompok ahli yang anggotanya berdasarkan dari nomor anggota yang sudah di berikan pada setiap anggota dari kelompok asal dan masing- masing kelompok diberi 1 LKS yang berisi materi yang harus mereka diskusikan untuk mendapatkan informasi tentang teoriteori asam basa lalu diinformasikan kepada kelompok asal mereka. Kemudian siswa mendiskusikan materi tersebut. Guru meminta 4 observer untuk mengamati masingmasing kelompok ahli untuk setiap rangkaian diskusi yang siswa lakukan. Setelah siswa berdiskusi, masingmasing siswa dari kelompok ahli membuat perencanaan untuk mengajari temantemanya di kelompok asal secara bergantian dan observer mengamati siswa memberikan informasi kepada siswa di kelompok asal disini terjadi saling bertukar informasi sehingga terbentuk kerjasama antar siswa. Di akhir pertemuan guru memberi tes secara lisan kepada masingmasing anggota untuk mengetahui kemampuan kerjasama siswa dan pemahaman materi yang disampaikan oleh temannya.

Selama proses pembelajaran, guru membimbing siswa dan juga dibantu oleh mahasiswa sebagai kolaborator, dalam hal ini guru dan mahasiswa yang melakukan penelitian berkolaborasi untuk membantu siswa yang kesulitan dalam proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II ini. Pada siklus ini sudah mulai sedikit terjadi interaksi antara siswa walaupun dalam kelompok yang berbedabeda kemampuan dan karakternya.

Pada akhir siklus I di pertemuan kedua, siswa diberi tes. Dari hasil tes siklus I diperoleh ratarata hasil belajar siswa sebesar 74,90 dengan persentase ketuntasan belajar siswa sebesar 60,61% Peningkatan ini disebabkan oleh keikutsertaan aktif dalam proses pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II. Dengan menerapkan modelpembelajaran kooperatif tipe jigsaw II siswa dapat bekerjasama dengan siswa yang lain walaupun memiliki kemampuan dan karakter yang berbedabeda. Jadi, peran siswa dapat dioptimalisasikan dengan model ini.

Dari hasil belajar siswa tersebut dapat diketahui bahwa persentase ketuntasan masih rendah. Hal ini disebabkan masih adanya kelemahankelemahan pada proses pembelajaran. Siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran yang diterapkan dalam penelitian ini, terdapat siswa yang dominan dalam kelompoknya, terdapat juda siswa yang lambat lalu ada juga siswa yang pandai dan cepat bosan.

Berdasarkan hasil observasi di atas, kemudian dianalisis dan direfleksi. Dari hasil tersebut, maka perlu adanya perbaikan dalam proses pembelajaran selanjutnya, dimana Menurut penjelasan yang disampaikan Aronson (2000, www.jigsaw.org) dalam jigsaw ada jalan tersendiri untuk mengatasi masalah tersebut antara lain:

1.   Untuk siswa yang dominan

Siswa dalam kelas jigsaw mendapat giliran untuk menjadi pemimpin diskusi dan mereka akan menyadari bahwa kerja kelompok akan lebih efektif setiap siswa diberi kesempatan untuk mempresentasikan materinya sebelum dikomentari atau diberi pertanyaan. Hal ini akan meningkatkan ketertarikan pada kelompok dan mengurangi dominasi.

2.   Untuk siswa yang lambat

Sebelum siswa menampilkan laporannya pada kelompok siswa terlebih dahulu berdiskusi dengan kelompok ahlinya yang terdiri dari siswa yang hendak mempersiapkan permasalahan yang sama. Setiap siswa akan mendapat kesempatan untuk mendiskusikan laporan dan memodifikasinya berdasarkan saran dari kelompok ahli ini. Biasanya kelompok dapat mengatasi masalahnya sendiri sehingga guru tidak perlu untuk memonitor lebih dekat.

3.   Untuk siswa pandai yang bosan

Kebosanan dapat merupakan masalah pada setiap teknik pengajaran. Penelitian menunjukkan bahwa kebosanan dapat dikurangi dengan model jigsaw. Model ini menguatkan rasa suka siswa terhadap sekolah baik siswa pandai mupun siswa lambat. Siswa yang pandai akan mendapat giran untuk memposisikan diri mereka menjadi “pengajar”. Hal ini akan memacu mereka untuk lebih giat belajar dan akhirnya mengurangi rasa bosan mereka. Jigsaw memberikan gambaran langsung pada siswa tentang pekerjaan dunia nyata dalam bidang teknik, sain, bisnis dan berbagai bidang lain yang memerlukan penggabungan berbagai keahlian agar dapat dicapai tujuan yang utuh. Dalam proses mendesain penelitian siswa mungkin mengembangkan keahlian dalam satu aspek dari penelitian tersebut dan menjelaskan konsep dan keterampilannya tersebut pada kelompoknya. Proses ini akan menguntungkan semua anggota tim dengan memberikan keuntungan mengajar dan belajar dari temannya. Jadi permasalahan siswa yang nantinya akan muncul saat pelaksanaan jigsaw akan dapat teratasi, dan keuntungan bagi siswa adalah adanya rasa kebersamaan, saling menghargai, percaya diri dan rasa sosial yang tinggi. Pemecahan masalah di atas sbagai refleksi pada siklus I agar diperbaiki pada siklus II.

Pada siklus II, guru melakukan tindakan berdasarkan kelemahan pada siklus I. Materi yang dipelajari pada siklus II ini yaitu tentang sifatsifat asam dan basa, mengenai asam kuat dan asam lemah serta basa kuat dan basa lemah. Proses pembelajaran masih sama dengan siklus II. Diawal pembelajaran guru masih tetap memberi motivasi dan apresiasi agar siswa lebih aktif dan serius dalam proses pembelajaran lalu guru memberikan penjelasan skilas tentang materi yang akan dipelajari dan didiskusikan sebagai pengetahuan awal siswa.

Hasil tes pada siklus II menunjukan bahwa hasil belajar siswa mengalamin peningkatan dari siklus I. Nilai ratarata siswa mencapai 81,42 Ketuntasan belajar siswa juga meningkat yaitu 81,81%. Pada siklus II ini, siswa yang tuntas yaitu sebanyak 27 siswa dan masih terdapat 6 siswa yang belm tuntas.

Dalam proses pembelajaran disiklus II ini, siswa mulai terbiasa dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II, sehingga siswa mulai lebih aktif dan mulai beradaptasi dengan kelompoknya yaang memiliki kemampuan dan karakter yang berbeda sehingga berkerjasama dengan cukup baik. Namun, masih terdapat kekurangan sedikit pada suasana kelas yang membuat siswa terganggu sehingga guru mengkondisikan masingmasing kelompok untuk berdiskusi dengan tertib.

Siklus III merupakan perbaikan dari kelemahan siklus II. Siklus III ini membahas materi tentang perhitungan asam basa dan aplikasi asam basa. Proses pembelajaran masih seperti siklussiklus sebelumnya, guru membimbing dan menjelaskan sekilas mengenai perhitungan asam basa dan aplikasinya.

 Hasil tes siklus III menunjukkan bahwa nilai ratarata kimia siswa mengalami peningkatan dari siklus II. Nilai ratarata siswa menjadi 84,78% walaupun demikian hasil belajar kimia siswa mengalami peningkatan ketuntasan belajar dengan persentase ketuntasan belajar kimia siswa sebesar 87,87%.

Peningkatan persentase ketuntasan hasil belajar siswa ini disebabkan siswa sejak awal proses pembelajaran sudah dilibatkan dalam pembelajaran dengan mengguakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II. Diawal kegiatan pembelajaran, siswa diberi kesempatan mencari dan mendiskusikan materi di kelompok ahli untuk diajarkan kepada siswa yang ada di kelompok asal sehingga terjadi interaksi antarsiswa saling mengajari dan bertukar informasi dan bekerjasama antarsiswa yang berbeda watak dan kemampuannya. Hal ini dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar kimia siswa juga akan meningkat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

 Penerapan model pembelajar kooperatif tipe jigsaw II dalam pembelajan kimia di SMA N 1 Maumere memberikan dampak positif terhadap keaktifan belajar kimia dan peningkatan hasil belajar kimia siswa. Ketuntasan belajar kimia siswa yaitu siswa yang memperoleh nilai ≥78 pada siklus I 60,61% (20 orang), siklus II 81,81% (27 orang) dan pada siklus III 87,87% (29 orang). Secara klasikal siswa XI MIPA 1 SMA N 1 Maumere belum tuntas belajar pada siklus I dan siklus II tetapi pada siklus III telah tuntas belajar.

Saran

Hendaknya peneliti lain menjadikan skripsi ini sebagai bahan referensi untuk penelitian. Hendaknya para guru kimia menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II dan mengembangkannya karena dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa. Hendaknya para siswa selalu berusaha meningkatkan hasi belajar. Pihak sekolah juga hendaknya memfasilitasi dan memberikan reward yang pantas kepda guruguru yang rajin dalam upaya peningkatan hasil pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

. 2002. Metodelogi Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Huda, Miftahul. 2013. Coopetarative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Setyowati. 2008. “Peningkatan Hasil Belajar Kimia Melalui Model Pembelajaran Kooperaatif Tipe Jigsaw Di Kelas X SMA N 2 Palembang”. Skripsi tidak diterbitkan. Indralaya: Universitas Sriwijaya.

Slavin, R. E. 1994. Educational Psychology Theory Into Practices.4th ed. Boston: Ally and Baconn Publishers.

Sudijono, Anas. 2009. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.

Sunyono. 2005. Identifikasi Masalah Kesulitan dalam Pembelajaran Kimia SMA Kelas X di Provinsi Lampung, (Online), ((http://www.sunyonoms.files.wordpre ss.com/2012/12/jurnalsunyonopmipa

1pdf, diakses 10 Oktober 2013).

Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Suratman, Uun. 2012. Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Kimia Melalui Model Pembelajaran Kooperaatif Tipe Berfikir Berpasangan Berbagi (Think Pair Share) Di Kelas X. A SMA PGRI Indralaya. Skripsi tidak diterbitkan. Indralaya: Universitas Sriwijaya.