PENINGKATAN HASIL BELAJAR SENI BUDAYA

MATERI SENI PERTUNJUKAN MELALUI METODE KOLABORASI SENI BAGI SISWA KELAS X IPA 6 SMA NEGERI 1 SUKOHARJO

PADA SEMESTER 2 TAHUN PELAJARAN 2018/2019

 

Endang Warsiti

SMA Negeri 1 Sukoharjo

 

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: (1) proses pembelajaran seni budaya materi seni pertunjukan melalui metode kolaborasi seni bagi Siswa Kelas X IPA 6 Semester 2 SMA Negeri 1 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2018/2019; (2) peningkatan hasil belajar seni budaya materi seni pertunjukan melalui metode kolaborasi seni bagi Siswa Kelas X IPA 6 Semester 2 SMA Negeri 1 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2018/2019; dan (3) perubahan perilaku belajar seni budaya materi seni pertunjukan melalui metode kolaborasi seni bagi Siswa Kelas X IPA 6 Semester 2 SMA Negeri 1 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2018/2019. Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan di SMA Negeri 1 Sukoharjo dengan subjek penelitian adalah siswa kelas X IPA 6 SMA Negeri 1 Sukoharjo tahun pelajaran 2018/2019 yang berjumlah 34 siswa dan guru seni budaya kelas X IPA 6. Indikator keberhasilan penelitian ini adalah: 1) Proses belajar seni budaya materi seni pertunjukan dengan metode kolaborasi seni mengalami peningkatan; 2) Hasil belajar seni budaya materi seni pertunjukan dengan metode kolaborasi seni mencapai 75% tingkat ketuntasan; dan 3) Perilaku belajar materi seni pertunjukan dengan metode kolaborasi seni mengalami peningkatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Proses pembelajaran pada siklus I dalam penerapan metode kolaborasi seni masih kurang maksimal, sehingga dilakukan perbaikian pada siklus II dengan meningkatkan keaktifan guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar dan siswa dalam praktik kolaborasi seni pertunjukan berjalan baik; 2) Hasil belajar siklus I nilai rata-rata kelas hanya mencapai 73,9 dengan tingkat ketuntasan 52,94%. Hasil evaluasi dan dilanjutkan tindakan perbaikan pada siklus II diperoleh peningkatan hasil belajar dengan nilai rata-rata sudah melampaui nilai ketuntas yaitu sebesar 79,8; dan 3) Perilaku siswa mengalami peningkatan dimana pada siklus I siswa kurang aktif dalam diskusi kelompok dan kesulitan dalam melakukan metode kolaborasi, pada Siklus II siswa mulai berani bertanya tentang bagaimana cara menggunakan alat dengan baik siswa tidak merasa kesulitan dalam melakukan kolaborasi seni dan pertunjukan.Penelitian ini membuktikan bahwa metode kolaborasi seni mampu meningkatkan proses pembelajaran, hasil belajar dan perilaku siswa dalam pembelajaran seni budaya materi seni pertunjukan bagi Siswa Kelas X IPA 6 Semester 2 SMA Negeri 1 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2018/2019, sehingga pihak sekolah dapat menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam pembelajaran sehingga memudahkan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.

Kata Kunci: hasil belajar, kolaborasi, pertunjukan, seni

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang Penelitian

Perkembangan seni Indonesia sekarang tidak bisa dilepaskan dari sejarah dan pergerakan seni rupa serta kebudayaan yang telah berlangsung selama ini. Walau terkadang tidak memiliki keterkaitan yang erat seperti lompatan yang terjadi pada transisi seni tradisonal ke arah seni rupa modern Indonesia, namun pergolakan, pertentangan, akulturasi dan transformasi kebudayaan dunia yang secara langsung maupun tidak langsung, dapat berdampak pada pergeseran pola kehidupan dan cara pandang masyarakat negeri ini, selain itu juga memberikan pengaruh terhadap perkembangan dinamika seni Indonesia. Setiap zaman membawa suatu pandangan berbeda yang ketika diakumulasikan menjadi sebuah pondasi yang kokoh untuk berdirinya seni rupa kontemporer (Wicaksono, 2017).

Pada awal meluasnya seni modern Indonesia, terjadi sebuah pergolakan yang cukup ekstrim. Tidak bisa dipungkiri bahwa faham seni barat yang hadir dan dianut kemudian memisahkan diri dari perkembangan seni tradisi yang mengakar kuat adalah hasil yang dibawa oleh kaum penjajah negeri ini. Proses akulturasi yang terlahir dengan kedatangan para seniman barat untuk mendokumentasikan keindahan seni tradisional Indonesia secara tidak langsung menularkan minatnya kepada para calon seniman muda dalam mengembangkan seni modern.

Pelaksanaan pembelajaran seni budaya di SMA Negeri 1 Sukoharjo masih menggunakan pendekatan subject-centered curriculum, sehingga siswa kurang memahami kompetensi apa yang harus dicapai oleh peserta didik setelah mereka mengikuti serentetan pelajaran juga tidak jelas pula artikulasi isi mata pelajaran antara jenis dan jenjang pendidikan, sehingga sering dijumpai ucapan yang terlontar dari pendidik yang penting kegiatan pembelajaran seni ada, sehingga terjadi pengulangan-pengulangan pelajaran sebelumnya. Lemahnya pemahaman para pendidik terhadap seni lebih khusus lagi tentang pendidikan seni pertunjukkan, menyebabkan pelaksanaan pembelajaran kehilangan fleksibilitas untuk disesuaikan dengan keadaan lingkungan setempat dan kebutuhan batin siswa.

Kreativitas menjadi salah satu permasalahan yang menyebabkan rendahnya kemampuan seni siswa, hal ini disebabkan karena ketidakmampuan guru dalam mengembangkan kreativitasnya. Keadaan ini lebih diperburuk dengan kekurangmantapan keterampilan dalam berkarya seni dan minimnya wawasan guru terhadap materi, tujuan dan hakikat pendidikan seni, serta kurangnya sarana yang ada di sekolah. Kelemahan ini seringkali menyebabkan pengambilan keputusan-keputusan kurikuler atau kependidikan menjadi kurang tepat.

Salah satu upaya yang dilakukan tenaga pengajar dalam meningkatkan hasil sen budayai bagi siswa adalah dengan menggunakan metode kolaborasi seni di dalam pembelajaran seni pertunjukan guna pencapaian hasil belajar yang lebih efektif. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan dan kemunduran mutu pendidikan selalu dikembalikan kepada guru walaupun demikian, terlalu berlebihan sebab keberhasilan proses belajar mengajar ditentukan banyak faktor sepert: siswa, metode, alat, dan sarana pengajaran, serta situasi belajar. Dalam metode kolaborasi siswa berkesempatan terlibat secara aktif sehingga akan lebih memahami konsep dan lebih lama mengingat, dan model ini menekankan pada pelaksanaan kegiatan. Melalui metode pembelajaran kolaborasi seni, diharapakan para peserta didik dapat (1) mengeksplorasi perasaannya; (2) memeroleh wawasan tentang sikap, nilai, dan persepsinya; dan (3) mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Karena sifat dari metode pembelajaran kolaborasi siswa dituntut untuk berperan aktif dalam bentuk belajar bersama atau berkelompok (Wanpisata, 2013).

Hasil penelitian Irvan Setiawan (2013) tentang strategi kolaborasi dalam seni pertunjukan tradisional di Kabupaten Subang menunjukkan bahwa pelestarian dan pengembangan kesenian tradisional tampak serius dilakukan di Kabupaten Subang, hal tersebut ini dari papan nama berbagai kesenian (tradisional) di beberapa ruas jalan dalam wilayah Kabupaten Subang. Kolaborasi yang dilakukan dalam pelestarian seni pertunjukan tradisional meliputi kolaborasi lintas waktu dan lintas ruang yang masih dibatasi oleh seperangkat aturan agar kolaborasi tidak melenceng dari identitas ketradisionalannya.

Triyanto dan Noor Fitrihana (2005) dalam penelitian yang dipublikasikan dalam Seminar Nasional Perancangan Produk 2005 menunjukkan bahwa kolaborasi seni dan teknologi terlihat pada masing-masing ranah pendekatan. Ranah pendekatan seni terletak pada bentuk, visual rupa, penampilan, kemasan dan tentang berbagai hal yang dirasakan oleh indra manusia, sedangkan isi, materi/bahan, fungsi dan teknik pembuatannya merupakan ranah teknologi. Perancangan produk seni apabila terdapat kesejajaran antara seni dan teknologi maka terciptalah produk yang sempurna. Namun, apabila masing-masing ranah berdiri sombong, angkuh, mengunggulkan pada imperiumnya, maka yang terjadi adalah produk canggih tetapi gersang penampilan dan produk seni yang mendul teknologi. Kolaborasi penting untuk diimplementasikan dalam pembuatan produk seni, sehingga kolaborasi antara seni dan teknologi adalah suatu keniscayaan.

Pada kesempatan ini dipandang perlu untuk dilakukan perbaikan terhadap pembelajaran seni agar siswa dapat menuangkan gagasan, keinginan, dan penjiwaan, serta mampu membangkitkan motivasi siswa sehingga siswa tertarik dan bergairah untuk belajar seni. Dengan demikian, pertunjukan seni menjadi salah satu pembelajaran yang menyenangkan dan mempengaruhi hasil karya siswa dalam bentuk penyajian penampilan pertunjukan dengan lebih baik.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Seni Budaya Materi Seni Pertunjukan melalui Metode Kolaborasi Seni Bagi Siswa Kelas X IPA 6 SMA Negeri 1 Sukoharjo Pada Semester 2 Tahun Pelajaran 2018/2019”.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini:

  1. Bagaimana proses pembelajaran seni pertunjukan melalui metode pembelajaran kolaborasi seni pada Siswa Kelas X IPA 6 Semester 2 SMA Negeri 1 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2018/2019?
  2. Berapa peningkatan hasil belajar seni pertunjukan melalui metode pembelajaran kolaborasi seni pada Siswa Kelas X IPA 6 Semester 2 SMA Negeri 1 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2018/2019?
  3. Bagaimana perubahan perilaku siswa terkait dengan seni pertunjukan melalui metode pembelajaran kolaborasi seni pada Siswa Kelas X IPA 6 Semester 2 SMA Negeri 1 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2018/2019?

 

 

KAJIAN TEORI

Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan

Konsep dasar pendidikan seni pada dasarnya dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu seni dalam pendidikan dan pendidikan melalui seni (Bandi, 2009: 2). Konsep yang pertama seni dalam pendidikan, pada awalnya dikemukakan oleh golongan esensialis yang menganggap bahwa secara hakiki materi seni penting diberikan kepada anak. Dengan demikian menurut konsep ini, keahlian seni seperti melukis, menyanyi, menari dan sebagainya perlu diajarkan kepada anak dalam rangka pengembangan dan pelestariannya. Artinya lembaga pendidikan dan pendidik berperan untuk mewariskan, mengembangkan, dan melestarikan berbagai jenis kesenian kepada anak didiknya.

Konsep yang kedua adalah konsep pendidikan melalui seni. Berdasarkan konsep ini, seni dipandang sebagai sarana atau alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan bukan untuk tujuan seni itu sendiri. Konsep pendidikan melalui seni inilah yang kemudian dianggap paling sesuai untuk diajarkan atau diselenggarakan di sekolah umum. Seni digunakan dalam pembelajaran disekolah untuk mendorong perkembangan peserta didiknya secara optimal, menciptakan keseimbangan rasional dan emosional.

Pendidikan seni pada hakekatnya merupakan proses pembentukan manusia melalui seni. Pendidikan seni secara umum berfungsi untuk mengembangkan kemampuan setiap anak (peserta didik) menemukan pemenuhan dirinya dalam hidup, untuk mentransmisikan warisan budaya, memperluas kesadaran sosial dan sebagai jalan untuk menambah pengetahuan.

Seni Pertunjukan

Pertunjukan dapat diartikan sebagai kegiatan menyajikan sesuatu dihadapan orang lain. Sedangkan seni pertunjukan merupakan suatu bentuk sajian pentas seni yang diperlihatkan atau dipertunjukan kepada khalayak umum atau orang banyak oleh pelaku seni (seniman) dengan tujuan untuk memberikan hiburan yang dapat dinikmati oleh para penontonnya. Hiburan selalu bersifat menyenangkan, karena hiburan bersifat menghibur seseorang setelah melakukan aktifitas atau rutinitasnya sehari-hari agar bisa menghilangkan penat dan lelah selama bekerja. Seperti yang diungkapkan oleh Sumardjo (2011: 3) bahwa:

Seni pertunjukan adalah kegiatan di luar kegiatan kerja sehari-hari. Seni dan kerja dipisahkan. Seni adalah kegiatan di waktu senggang yang berarti kegiatan diluar jam-jam kerja mencari nafkah. Seni merupakan kegiatan santai untuk mengendorkan ketegangan akibat kerja keras mencari nafkah Sumardjo, (2011: 3).

Pendapat lain menyebutkan bahwa seni pertunjukan merupakan ungkapan dari suatu kebudayaan di suatu daerah tertentu yang senantiasa mengikuti jaman. Diungkapkan oleh Sedyawati (2012: 11) bahwa:

Seni pertunjukan merupakan sebuah ungkapan budaya, wahana untuk menyampaikan nilai-nilai budaya, dan perwujudan norma-norma estetikartistik yang berkembang sesuai dengan zaman. Proses alkulturasi berperan besar dalam melahirkan perubahan dan transformasi dalam banyak bentuk tanggapan budaya, termasuk juga seni pertunjukan Sedyawati, (2012: 11).

Selain itu seni pertunjukan merupakan cabang seni yang berbeda dengan cabang seni-seni yang lain, karena seni pertunjukan bukanlah seni yang membenda, dengan kata lain seni pertunjukan merupakan cabang seni yang hanya bisa dinikmati apabila kita menyaksikannya secara langsung. Seni pertunjukan memiliki durasi waktu tertentu, dari mulai acara sampai selesainya acara ditentukan, serta tempat seni itu dipertunjukan juga ditentukan.

Hasil Belajar

Hasil belajar berasal dari gabungan kata hasil dan belajar. Berdasarkan pendapat Kusumadewi dan Suharto (2010: 3) hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh atau didapat setelah melalui proses belajar. Sedangkan belajar sendiri diartikan sebagai usaha untuk memperoleh kepandaian atau ilmu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh seseorang dalam usahanya untuk mendapatkan kepandaian atau ilmu.

Belajar adalah segenap rangkaian kegiatan/aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran yang bersifat sedikit maupun banyak. sedangkan hasil belajar diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2010: 22).

Pembelajaran Kolaborasi

Pembelajaran kolaborasi adalah perpaduan dua atau lebih pelajar yang bekerja bersama-sama dan berbagi beban kerja secara proporsional dengan perlahan, mewujudkan hasil-hasil pembelajaran yang diinginkan Barkley, et.al, (2012: 51). Kolaborasi merupakan salah satu bentuk interaksi sosial. Menurut Abdulsyani (2014: 156), kolaborasi adalah suatu bentuk proses sosial, dimana didalamnya terdapat aktivitas tertentu yang ditujukan untuk mencapai tujuan bersama dengan saling membantu dan saling memahami aktivitas masing-masing. Kolaborasi berarti bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama. Ia adalah suatu proses sosial yang paling dasar. Biasanya, kolaborasi melibatkan pembagian tugas, dimana setiap orang mengerjakan setiap pekerjaan yang merupakan tanggung jawabnya demi tercapainya tujuan bersama.

Kerangka Berpikir

Kondisi awal dalam pembelajaran seni pertunjukan, guru sebagai peneliti menyampaikan materi dengan menggunakan metode kolaborasi seni. Dilihat dari hasil belajar siswa, peserta didik dalam pembelajaran seni pertunjukan masih cukup rendah, sehingga agar dalam pembelajaran seni pertunjukan hasilnya meningkat, perlunya tindakan pendidikan. Guru menggunakan pendekatan pembelajaran metode kolaborasi seni sebagai pembelajaran seni pertunjukan.

Pada siklus 1, peserta didik melaksanakan pembelajaran dengan metode kolaborasi seni yang dijelaskan oleh pendidik tentang seni pertunjukan. Tindakan berikutnya peserta didik melakukan pertunjukan seni tanpa bimbingan dari guru sebagai peneliti mengenai bagaimana seni pertunjukan yang baik.

Siklus 2 sebelum melakukan pembelajaran dengan metode kolaborasi seni pendidik menyampaikan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD), tujuan melaksanakan pembelajaran seni pertunjukan, unsur-unsur dalam pertunjukan dan aspek yang dinilai dalam seni pertunjukan. Langkah berikutnya peserta didik melakukan pertunjukan dengan ketentuan yang benar dan pendidik membimbing siswa dalam pelaksanaan pertunjukan. Berdasarkan tindakan siklus 1 dan siklus 2 diharapkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran seni pertunjukan mengalami peningkatan. Setelah kondisi akhir dilakukan, diduga melalui pembelajaran dengan pendekatan metode kolaborasi seni mampu meningkatkan hasil belajar siswa materi seni pertunjukan pada siswa kelas X IPA 6 Semester 2 SMA Negeri 1 Sukoharjo tahun pelajaran 2018/2019.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas, yaitu guru menggunakan model penelitian tindakan, seperti model yang diusulkan oleh Kemmis dan Taggart. Model tersebut menggambarkan penelitian tindakan sebagai serangkaian langkah yang membentuk spiral. Setiap langkah memiliki empat tahap yaitu perencanaan (Planning), tindakan (Acting), Pengamatan (Observing), dan Refleksi (Reflecting) yang sesuai dengan model penelitian tindakan kelas.

Penelitian dilakukan bulan Januari–Juni 2019 karena pada bulan tersebut merupakan hari efektif dan materi yang diteliti disampaikan pada bulan tersebut. Subjek peneliti ini adalah siswa kelas X IPA 6 SMA Negeri 1 Sukoharjo tahun pelajaran 2018/2019, jumlah peserta didik kelas X IPA 6 sebanyak 34 siswa. Menurut laporan hasil belajar siswa kelas X IPA 6 merupakan kelas yang rendah hasil belajarnya dalam pembelajaran seni pertunjukkan dibandingkan dengan kelas lain, kemampuan rata-rata dalam seni pertunjukan adalah 65, karena selama ini media yang digunakan dalam pembelajaran hanya berupa gambar, metode yang digunakan sangat monoton, akibatnya siswa menjadi pasif mengikuti pembelajaran.

Prosedur tindakan kelas pada penelitian ini direncanakan terdapat dua siklus. Setiap siklus yang dilaksanakan sesuai yang digunakan untuk meningkatan kemampuan siswa dalam seni pertunjukan. Berdasarkan pedoman evaluasi penelitian dapat merefleksi tindakan selanjutnya. Dalam pelaksanaan siklus I dan II digunakan metode pembelajaran kolaborasi seni pada pembelajaran seni pertunjukan, pada siklus 1 metode kolaborasi seni dilakukan dalam pembelajaran seni pertunjukan tanpa adanya bimbingan dari guru dan observer, sedangkan pada siklus 2 guru masih menggunakan metode pembelajaran kolaborasi seni dengan bimbingan dari guru. Penelitian tindakan kelas ini guru menggunakan metode pembelajaran kolaborasi seni dengan harapan siswa dapat meningkatkan kemampuan melalui metode kolaborasi seni yang dapat dilihat maupun didengar apa yang terdapat di layar, sehingga siswa mendapatkan inspirasi dalam seni pertunjukan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Kondisi Awal

Hasil belajar siswa kelas X IPA 6 SMA Negeri 1 Sukoharjo pada semester 2 pada materi seni pertunjukan untuk kondisi awal masih cukup rendah. Hal ini dapat diketahui dari hasil yang dicapai setelah diadakan evaluasi nilai rata-rata hasil belajar siswa adalah 60 dengan tingkat ketuntasan 17,65%.

Berdasarkan data hasil penelitian yang disajikan dalam tabel di atas, nilai tertinggi siswa 80 dan nilai terendah 10. Dengan nilai rata-rata kelas hanya mencapai 60 pada rentang nilai 0-100, sehingga tingkat ketuntasan pembelajaran pada pra siklus adalah 17,65%. Hasil pembelajaran seni pertunjukan pada kondisi awal menunjukkan kemampuan siswa dalam pembelajaran seni pertunjukan masih cukup rendah yaitu dengan tingkat ketuntasan sebesar 17,65%. Hal ini disebabkan, kondisi kegiatan belajar mengajar pada pembelajaran awal ini kurang memuaskan, masih banyak siswa yang bermain sendiri dan tidak memperhatikan penjelasan guru, bahkan ada siswa yang disuruh untuk duduk selalu saja ingin berdiri menghampiri teman lain meja. Berdasarkan permasalahan pembelajaran di atas, dilaksanakan perbaikan pembelajaran dengan meningkatkan motivasi belajar siswa dan meningkatkan hasil belajar pada seni pertunjukan.

Siklus I

Berdasarkan data hasil siklus I diketahui bahwa nilai tertinggi siswa 85 dan nilai terendah 65, dengan nilai rata-rata kelas mencapai 73,9 pada rentang nilai 0-100, sehingga tingkat ketuntasan pembelajaran pada siklus I adalah 52,94%.

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I pada proses pembelajaran, terdapat beberapa hal yang masih perlu memperoleh perbaikan, antara lain kreativitas siswa dalam pembelajaran sudah baik, dimana siswa sudah memperhatikan penjelasan guru. Siswa juga sudah berani menjawab pertanyaan guru, hanya saja siswa masih ada sebagian siswa yang masih pasif dan tidak berani dalam mengemukakan pertanyaan apabila belum memahami materi hal itu mungkin belum adanya tindakan konkrit sehingga pemahaman siswa masih samar.

Siklus II

Berdasarkan data hasil pengamatan pada siklus II diketahui bahwa nilai tertinggi siswa 90 dan nilai terendah 65, dengan nilai rata-rata kelas hanya mencapai 79,85 pada rentang nilai 0-100, sehingga tingkat ketuntasan pembelajaran pada siklus II adalah 82,35%. Hasil nilai siklus II menunjukkan peningkatan dibandingkan pada siklus I. Di mana terlihat dari siklus I nilai tertinggi 85 meningkat menjadi 90 pada siklus II, sedangkan rata-rata yang diperoleh meningkat dari 73,9 menjadi 78,85. Dengan demikian hasil pembelajaran telah melampau kriteria ketuntasan minimal yang sebelum pembelajaran telah ditentukan yaitu sebesar 75.

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus II di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran mulai dari penyusunan rencana pembelajaran sampai pelaksanaan evaluasi, dilakukan dengan sangat baik dan lancar bila dibandingkan dengan siklus I. Kenyataan ini menunjukkan adanya perbaikan pada siklus sebelumnya, begitu pula keaktifan guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Siswa dalam mempraktekkan kolaborasi seni dan pertunjukan berjalan baik. Dengan kesimpulan bahwa pembelajaran Siklus II ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan pembelajaran Siklus I.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) Pproses pembelajaran pada siklus I dalam penerapan metode kolaborasi seni masih kurang maksimal, guru masih kurang dalam memotivasi siswa serta kurangnya penggunaan teknik–teknik pembelajaran yang maksimal, sehingga mengakibatkan nilai evaluasi belajar siswa kelas belum mencapai indikator. Proses pembelajaran pada siklus II ada perbaikan jika dibandingkan dengan siklus sebelumnya, keaktifan guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar semakin meningkatn dan siswa dalam mempraktekkan kolaborasi seni dan pertunjukan berjalan baik; (2) Hasil belajar siklus I diketahui bahwa nilai rata-rata kelas mencapai 73,9 pada rentang nilai 0-100, sehingga tingkat ketuntasan pembelajaran pada siklus I adalah 52,94%. Berdasarkan hasil evaluasi dan dilanjutkan tindakan perbaikan pada siklus II diperoleh peningkatan hasil belajar dengan nilai rata-rata sudah melampaui indikator ketuntasan yaitu sebesar 79,8 dari standar indikator. Ini membuktikan bahwa pada siklus II siswa kelas X IPA 6 SMA Negeri 1 Sukoharjo mampu meningkatkan hasil belajar seni pertunjukan melalui metode pembelajaran kolaborasi seni; dan (3) Perilaku siswa pada siklus I diketahui bahwa beberapa siswa dalam kelompok kurang aktif dalam diskusi kelompok dan siswa masih kesulitan dalam melakukan metode kolaborasi dalam seni pertunjukan. Pada Siklus II beberapa siswa dalam kelompok yang sebelumnya kurang aktif dalam diskusi kelompok pada siklus II tampak ada perubahan. Contohnya siswa mulai berani bertanya tentang bagaimana cara menggunakan alat dengan baik. Dengan menggunakan alat peraga ternyata siswa tidak kesulitan dalam melakukan kolaborasi seni dan pertunjukan.

DAFTAR PUSTAKA

Bandi, M. Pd., dkk. 2009. Pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI.

Kusumadewi, L.F dan Suharto, S. 2010. Peningkatan Hasil Belajar Seni Musik dengan Media Audio. Artikel Penelitian. Jurusan Sendratasik Universitas Negeri Semarang.

Sedyawati, Edi. 2012. Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah. Jakarta: Rajagrafindo.

Sudjana, Nana. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Sumardjo, Jakob. 2011. Seni Pertunjukan Indonesia. Bandung: STSI Press.

Wanpisata. 2013. Peningkatan Apresiasi Drama Siswa melalui Penerapan Metode Kolaborasi di Kelas XI IPS 1 SMA Plus Negeri 7 Bengkulu. Tesis. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Bengkulu.

Wicaksono, Satrio Hari. 2017. Eksotika Lee Man Fong: Sebuah Kolaborasi Apik Seni Rupa Modern dan Seni Lukis Tradisi Cina. Journal of Urban Society’s Arts. Vol. 4, No. 2, p. 123-131.