Peningkatan Hasil Belajar Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah
PENINGKATAN HASIL BELAJAR EKOLOGIS
TENTANG PENCEMARAN LINGKUNGAN MELALUI
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BAGI SISWA KELAS X MIPA 2 SMA NEGERI 1 BULU PADA SEMESTER 2
TAHUN PELAJARAN 2018/2019
Eko Hartono
SMA Negeri 1 Bulu
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan: (1) kualitas pembelajaran ekologis tentang Pencemaran Lingkungan melalui pembelajaran berbasis masalah.(2) menganalisis peningkatan hasil belajar ekologis tentang Pencemaran Lingkungan melalui pembelajaran berbasis masalah. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Desain penelitian dengan menggunakan tahapan Kemmis & Tagart yang terdiri dari 4 tahap (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Sampel penelitian adalah siswa kelas X MIPA 2 SMA Negeri 1 Bulu Tahun Pelajaran 2018/2019. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik tes dan angket. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif. Model pembelajaran berbasis masalah (PBM) dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terlihat pada siklus I terdapat peningkatan menjadi 75%, dan pada siklus II menjadi 100% dengan indikator ketercapaian prestasi belajar melebihi dari yang ditetapkan yaitu 80% siswa dengan mendapat nilai minimal 75. (2) Kompetensi ekologis siswa dalam belajar menunjukkan adanya kenaikan nilai rata-rata dari 61,64 pada siklus I menjadi 70,39 pada siklus II. Simpulan (1) kualitas pembelajaran ditunjukkan dengan proses pembelajaran dengan menggunakan angket dengan indikator sejumlah siswa 75% memiliki kriteria baik.(2)hasil belajar ekologis untuk siswa dalam pembelajaran berbasis masalah mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam mata pelajaran Biologi dapat dilihat pada peningkatan ketuntasan belajar pada pra siklus baru mencapai 3,7% pada siklus I nilai ketuntasan klasikal mencapai 75% dan nilai ketuntasan klasikal pada siklus II mencapai 100%.
Kata kunci: ekologi, hasil belajar, pembelajaran berbasis masalah
PENDAHULUAN
Proses belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan. Belajar menunjuk pada seseorang sebagai subjek yang sedang menerima pelajaran, sedangkan mengajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai pengajar. Belajar lebih sering diartikan sebagai mengubah tingkah laku. Perubahan tingkah laku tidak hanya terkait dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, dan penyesuaian diri. Pendidikan di sekolah tidak hanya menekankan kepada akumulasi pengetahuan materi pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri. Belajar juga menekankan kepada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya.
Pembelajaran di sekolah pada umumnya terbatas pada penalaran verbal dan pemikiran logis, mendengarkan, mencatat, dan mengerjakan latihan yang ditugaskan. Namun setelah diadakan tes penilaian kemampuan pemecahan masalah, ternyata banyak siswa kesulitan dalam pemecahan masalah yang ada dalam pembelajaran. Dalam hal ini tentu ada faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran sehari-hari di kelas. Bila dilihat dari proses pembelajaran maka terkesan siswa lebih bersifat pasif, menerima apa saja yang diajarkan tanpa ingin bertanya atau adanya motivasi, padahal materi dalam pelajaran Biologi selalu berkaitan dan berkesinambungan antara materi yang satu dengan kehidupan sehari-hari.
Dalam pelajaran IPA (Biologi) di SMA, untuk mencari dan menemukan pengetahuan sering terbentur dengan model pembelajaran dan motivasi dari dalam siswa untuk belajar. Untuk mencari dan menemukan pengetahuan sangat erat kaitannya dengan kemampuan pemecahan masalah, dengan ketidakmampuan memecahkan suatu permasalahan akan menghambat proses pembelajaran, apalagi sampai bisa mencari dan menemukan pengetahuan sendiri.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
- Bagaimanakah proses pembelajaran siswa dalam pembelajaran berbasis masalah pada materi Pencemaran Lingkungan untuk siswa kelas X MIPA 2 SMA Negeri 1 Bulu Kabupaten Sukoharjo Tahun pelajaran 2018/2019 ?
- Berapa persen hasil belajar ekologis siswa dalam pembelajaran berbasis masalah pada materi Pencemaran Lingkungan untuk siswa kelas X MIPA 2 di SMA Negeri 1 Bulu Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2018/2019 ?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan dari penelitian ini adalah:
- Menganalisis proses pembelajaran siswa dalam pembelajaran berbasis masalah pada materi Pencemaran Lingkungan untuk siswa kelas X MIPA 2 SMA Negeri 1 Bulu Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2018/2019
- Menganalisis peningkatan hasil Belajar ekologis siswa dalam pembelajaran berbasis masalah pada materi Pencemaran Lingkungan untuk siswa kelas X MIPA 2 di SMA Negeri 1 Bulu Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2018/2019.
Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang memberi kondisi belajar aktif kepada peserta didik dalam kondisi dunia nyata. Menurut Arend (2008:393), dijelaskan bahwa tiga hasil belajar Problem Based Learning yaitu (1) penyelidikan dan keterampilan melakukan pemecahan masalah, (2) belajar model pendekatan orang dewasa, (3) keterampilan belajar mandiri. Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dapat diterapkan bila didukung lingkungan belajar yang konstruktivistik (Yamin, 2012). Lingkungan belajar konstruktivistik mencakup beberapa faktor seperti fleksibilitas kognisi, sumber-sumber informasi, kasus-kasus berhubungan, percakapan dan kolaborasi, dan dukungan sosial kontekstual (Reigeluth dalam Yamin, 2012:18).
Problem-based learning (PBL) merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang fokusnya pada siswa dengan mengarahakan siswa menjadi pembelajar yang mandiri yang terlibat langsung secara aktif dalam pembelajaran berkelompok (Sumarmi, 148: 2012). Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah menurut Johnson dalam (Sumarmi, 149: 2012), yaitu (1) Orientasi siswa pada masalah, (2) Mengoganisasikan siswa untuk belajar, (3) Membimbing penyelidiakan individual maupun kelompok, (4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Langkah-langkah tersebut jika dilaksanakan dengan baik tentu akan merubah perilaku siswa sesuai 3 dengan pendapat (Dimyati & Mudjiono 5: 2006) Bila guru sudah menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar dan siswa belajar maka akan terjadi perubahan mental pada diri siswa. Ada beberapa keuntungan bagi siswa jika menerapkan model pembelajaran
Pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi juga oleh karakteristik materi yang akan diajarkan. Pemilihan model pembelajaran dilakukan agar siswa dapat dengan mudah mengikuti pelajaran, sehingga pembelajaran di kelas dapat berlangsung dengan lancar, tertib, nyaman, dan menyenangkan tanpa tekanan. Pembelajaran seperti ini tidak ada tekanan dari guru ataupun keterpaksaan dari siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas.Pembelajaran yang dilaksanakan berdasarkan kurikulum 2013 menekankan pada pendekatan saintifik yang menggunakan model inquiry, berbasis proyek dan model berbasis masalah. Penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dalam mata pelajaran Biologi untuk siswa SMA perlu dilakukan agar kemampuan berpikir, menganalisis, memecahkan masalah, dan mengkomunikasikan peserta didik di SMA dapat lebih ditingkatkan.
Hasil dokumentasi tes mata pelajaran Biologi di kelas X MIPA-2 pada materi Pencemaran Lingkungan diperoleh hasil yang belum memuaskan. Hasil belajar pada kompetensi dasar yang diukur melalui tes diperoleh nilai rata-rata (mean) 64,07 masih di bawah nilai KKM 70. Oleh karena itu perlu kiranya dilakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh model pembelajaran yang digunakan di kelas dengan judul Peningkatan Hasil Belajar Ekologis tentang Pencemaran Lingkungan Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Bagi Siswa Kelas X MIPA 2 SMA Negeri 1 Bulu Pada Semester 2 Tahun Pelajaran 2018/2019.
Tujuan dari penelitian tindakan kelas ini yaitu menganalisis proses pembelajaran siswa dalam pembelajaran berbasis masalah pada materi Pencemaran Lingkungan untuk siswa kelas X MIPA 2 SMA Negeri 1 Bulu Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2018/2019, menganalisis peningkatan hasil Belajar ekologis siswa dalam pembelajaran berbasis masalah pada materi Pencemaran Lingkungan untuk siswa kelas X MIPA 2 di SMA Negeri 1 Bulu Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2018/2019. Manfaat dari penelitian tindakan kelas ini yaitu untuk meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran dan meningkatkan kompetensi memahami materi Pencemaran Lingkungan.
KAJIAN TEORI
Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah didasarkan atas teori psikologi kognitif, terutama berlandaskan teori Piaget dan Vigotsky (konstruktivisme). Menurut teori konstruktivisme, peserta didik belajar mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungannya. Dengan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik dapat belajar melalui upaya penyelesaian masalah dunia nyata secara terstruktur untuk mengkonstruksi pengetahuan peserta didik.
Pembelajaran berbasis masalah adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulum, dirancang masalah-masalah yang menuntut para peserta didik mendapatkan pengetahuan yang paling, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajaran menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam karier dan kehidupan sehari-hari.
Materi pembelajaran terutama bercirikan ada masalah. Masalah, seperti yang sudah dibahas diatas, dapat pula kita katakan sebagai apa pun yang menghalangi kita dari mencapai sebuah tujuan. Dalam proses pembelajaran berbasis masalah, sebelum pembelajaran dimulai, peserta didik akan diberikan masalah-masalah. Masalah yang disajikan adalah masalah yang memiliki konteks dengan dunia nyata. Semakin dekat dengan dunia nyata, akan semakin baik pengaruhnya pada peningkatan kecakapan pembelajar. Dari masalah yang diberikan ini, pembelajar, bekerja sama dalam berkelompok, mencoba memecahkannya dengan pengetahuan yang mereka miliki, dan sekaligus mencari informasi-informasi baru yang relevan untuk solusinya. Di sini, tugas pendidik adalah sebagai fasilitator yang mengarahkan pembelajar untuk dalam mencari dan menumukan solusi yang diperlukan (hanya mengarahkan, bukan menunjukkan, dan juga sekaligus menentukan kriteria pencapaian proses pembelajar itu.
Dikemukakan oleh Amir Tan (2003:30) berikut dapat merangkum karakteristik yang tercakup dalam proses pembelajaran berbasis masalah: (1) Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran; (2) Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara mengambang (ill-structured); (3) Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple perspective). Solusinya menuntut pembelajar menggunakan dan mendapatkan konsep dari beberapa bab pelajaran atau lintas ilmu ke bidang lainnya; (4) Masalah membuat peserta didik untuk mendapatkan pengetahuan di ranah pembelajaran yang baru; (5) Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning); (6) Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja. Pencarian, evaluasi serta penggunaan pengetahuan ini menjadi kunci penting; (7) Pembelajaran kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Peserta didik bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching), dan melakukan presentasi.
Pendidik memberikan berbagai variasi latihan di mana pembelajar menjawab pertanyaan serupa. Tabel berikut ini juga menjelaskan, bahwa pendekatan pembelajaran berbasis masalah berbeda dengan pendekatan lain yang biasanya diberikan pendidik pada umumnya (Savin; Badin, 2000 & Moust, Bouhuijs, Schmidt, 2001). Pembelajaran berbasis masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi, pembelajaran ini membantu peserta didik untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia social dan sekitarnya. Dengan Pembelajaran berbasis masalah peserta didik dilatih menyusun sendiri pengetahuannya, mengembangkan keterampilan memecahkan masalah. Selain itu, dengan pemberian masalah autentik, peserta didik dapat membentuk makna dari bahan pelajaran melalui proses belajar dan menyimpannya dalam ingatan sehingga sewaktu-waktu dapat digunakan lagi. Jadi Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu strategi pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.
Kerangka Berpikir
Pembelajaran berbasis masalah membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehensif di mana lingkungan belajar siswa didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah autentik termasuk pendalaman materi dan suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya. Pendekatan ini memperkenankan siswa untuk bekerja secara mandiri dalam mengkonstruksinya dalam produk nyata (Mergendoller, John R., & John W. Thomas, 2001). Pembelajaran melalui model berbasis masalah, maka kemampuan pemecahan masalah siswa dalam pelajaran Biologi juga akan semakin cepat.
Model pembelajaran yang digunakan, kemampuan pemecahan masalah, dan kompetensi ekologis memiliki pengaruh antara satu dengan yang lainnya dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran membutuhkan kompetensi ekologis agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik sesuai prosedur. Kemampuan pemecahan masalah akan meningkat kalau siswa memiliki sikap (kompetensi ekologis) untuk belajar menggunakan model pembelajaran yang membuat mereka tertarik untuk mempelajari materi tersebut. Dengan demikian, akan terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran kemampuan penguasaan konsep peserta didik, dan kompetensi ekologis siswa.
Pembelajaran berbasis masalah adalah model belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam pengumpulan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, siswa yang memilki sikap yang baik, akan meningkatkan penguasaan konsep dan kompetensi ekologis yang diukur melalui instrumen tes.
HipotesisTindakan
Berdasarkan pada kerangka berpikir diatas maka:
- Diduga terdapat peningkatan kualitas pembelajaran berbasis masalah pada materi pencemaran lingkungan bagi siswa kelas X MIPA 2 SMA Negeri 1 Bulu pada Semester 2 Tahun Pelajaran 2018/2019.
- Diduga terdapat peningkatan hasil belajar ekologis melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada materi materi pencemaran lingkungan bagi siswa kelas X MIPA 2 SMA Negeri 1 Bulu pada Semester 2 Tahun Pelajaran 2018/2019.
METODE PENELITIAN
Penelitian tindakan ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Bulu yang merupakan tempat bertugas peneliti sebagai guru Biologi di sekolah tersebut. Penelitian tindakan ini di laksanakan selama 6 bulan yaitu tanggal 8 Januari 2019 sampai dengan tanggal 2 Mei 2019. Subjek penelitian ini adalah siswa dan guru SMA Negeri 1 Bulu. Siswa yang dijadikan subjek penelitian ini adalah kelas X MIPA 2. Siswa kelas tersebut berjumlah 28 siswa, terdiri dari 6 siswa laki-laki dan 22 siswa perempuan. Sementara itu, guru yang dijadikan subjek penelitian ini guru Biologi SMA Negeri 1 Bulu yang bernama Eko Hartono, S.Pd.
Teknik analisis data dengan mengumpulkan dua jenis data yaitu data kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif (nilai hasil belajar siswa) yang dapat dianalisis secara deskriptif. Dalam hal ini peneliti menggunakan analisis statistik diskriptif, misalnya mencari persentase keberhasilan belajar, dan lain.-lain. Data kualitatif yaitu data yang berupa informasi berbentuk kalimat yang memberi gambaran tentang ekspresi siswa mengenai tingkat pemahaman terhadap suatu mata pelajaran (kognitif), pandangan atau sikap siswa terhadap metode belajar yang baru (afektif), dan kompetensi ekologis siswa dalam pembelajaran dapat dianalisis secara kualitatif. Data-data yang diperoleh dihitung dengan teknik kuantitatif dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Data tentang kualitas pembelajaran
- Data hasil observasi dihitung dengan menggunakan rumus: Pencapaian = ∑ Skor yang dijawab benar:Skor maksimum X 100% (Arikunto, 2010:241)
- Nilai yang diperoleh dari hasil observasi merupakan hasil belajar psikomotorik dan efektif.
- Menghitung keberhasilan kelas (ketuntasan belajar secara klasikal), yaitu persentase siswa yang tuntas belajar sesuai dengan indikator keberhasilan, dihitung dengan rumus: % Ketuntasan Belajar Siswa = ∑ Siswa yang tuntas belajarnya X 100%: Banyaknya siswa dalam satu kelas
- Membuat rekapitulasi nilai hasil belajar siswa dari sebelum dan sesudah tindakan (Siklus I, II)
- Menghitung kenaikan prestasi belajar siswa dari sebelum tindakan sampai sesudah tindakan (Siklus I, II), dengan rumus: % Kenaikan = ∑ Nilai setelah tindakan – ∑ Nilai sebelum tindakan X 100%: ∑ Nilai sebelum tindakan
Data tentang hasil belajar
Data hasil tes dapat dihitung dengan mengguanakan rumus sebagai berikut:
- Pencapaian = ∑ Skor yang dijawab benar:Skor maksimum X 100% (Arikunto, 2010:241)
- Nilai = ∑ Skor yang dijawab benar:Skor maksimum X 100% (Arikunto, 2010:242)
Nilai tes merupakan hasil belajar kognitif siswa, yang merupakan perbandingan antara hasil belajar siswa sebelum tindakan dengan hasil belajar siswa sesudah tindakan.
Teknik kualitatif digunakan untuk menganalisis data-data non tes, yaitu data observasi, dan data angket. Data observasi dan angket digunakan untuk siswa yang mengalami kesulitan dalam pembelajaran. Sedangkan data wawancara pada penelitian ini bertujuan untuk mengatasi siswa yang mengalami kesulitan dalam proses belajar mengajar.
- Indikator kinerja dari penelitian adalah
Indikator keberhasilan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah pada akhir tahun ajaran 2018/2019 jumlah siswa kelas X MIPA 2 SMA Negeri 1 Bulu yang menguasai konsep Pencemaran Lingkungan dengan baik meningkat secara nyata, sebagaimana ditunjukkan oleh dua indikator utama yaitu:
- Sekurang-kurangnya 85% siswa kelas X MIPA 2 SMA Negeri 1 Bulu memperoleh nilai minimal 75%.
- Keterlibatan siswa atau kualitas pembelajaran secara aktif dalam proses belajar mengajar.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Awal
Nilai dan Hasil Observasi Pra Siklus dapat dilihat bahwa siswa kelas X MIPA-2 SMA Negeri 1 Bulu masih banyak yang belum tuntas dalam pembelajaran. Siswa yang tuntas baru 1 orang dari 28 siswa. Jumlah tersebut menunjukkan baru ada 1 siswa (3,57%) yang tuntas dalam pembelajaran. Di sisi lain, standar ketuntasan klasikal adalah 75%. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran pada kompetensi pada materi pencemaran lingkungan.
Deskripsi Siklus I
Hasil kegiatan pembelajaran siklus I dapat dilihat Siswa di kelas X MIPA-2 berjumlah 28 orang. Seluruhnya mengikuti kegiatan pembelajaran dan mengikuti proses evaluasi. Setelah dilaksanakan kegiatan pembelajaran, hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.2 Daftar Nilai dan Hasil Observasi Pembelajaran Siklus I. Dari 28 orang, 21 orang sudah mencapai KKM kompetensi dasar yang telah ditentukan. Dengan demikian tingkat ketuntasan di kelas tersebut baru mencapai 25%. Itu berarti terjadi peningkatan 25% – 3,57% = 21,43%
Deskripsi Siklus II
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat terdapat peningkatan ketuntasan kelas. Pada kegiatan siklus II siswa yang mencapai ketuntasan sudah 28 orang atau sebesar 100% sehingga standar ketuntasan klasikal (75%) telah tercapai karena semua siswa telah melebihi KKM 70 Pembahasan Tiap Siklus dan Antar Siklus
Dari gambaran dibawah dapat dilihat nilai rata-rata siswa telah mencapai 80,68 dan telah tercapai ketuntasan kelas 100%. Seperti pada hasil kegiatan siklus I, sikap siswa dalam proses pembelajaran erat hubungannya dengan nilai yang diperolehnya. Pada hasil observasi menunjukkan tidak ada siswa yang tidak merespon materi pembelajaran dengan baik. Artinya siswa telah mengikuti tahap-tahap pembelajaran dengan baik, termasuk menggunakan media yang disediakan. Masih ada siswa yang enggan dalam pembelajaran menggunakan media.
Namun demikian pada siklus II ini siswa terlihat lebih antusias dan semangat. Waktu yang disediakan untuk kegiatan inti dimanfaatkan siswa dengan semaksimal mungkin. Penggunaan media yang lebih teratur berpengaruh positif pada siswa. Konkretisasi konsep yang kurang teratur, pada siklus ini lebih terkendali. Situasi demikian mungkin disebabkan oleh penggunaan media audio visual (video) siswa, sehingga mereka bisa lebih memahami konsep yang dipelajari.
Berdasarkan hasil pengamatan, kemampuan siswa dapat meningkat, dan seluruh siswa sudah melebihi nilai KKM. Tingkat ketuntasan kelas sudah melebih standar ketuntasan yaitu 100%. Hasil pembelajaran pada siklus II sudah memenuhi target ketuntasan. Oleh karena itu, tidak diperlukan kegiatan pembelajaran siklus II.
Persentase Ketuntasan Kelas di atas terlihat bahwa terjadi peningkatan nilai ketuntasan klasikal dari tahap pra siklus, siklus I, sampai pada tahap siklus II. Pada tahap pra siklus nilai kentuntasan kelas baru mencapai 3,57%. Pada siklus I nilai ketuntasan klasikal mencapai 75%, dan nilai ketuntasan klasikal pada siklus II mencapai 100%.
SIMPULAN
Setelah dilakukan tindakan pembelajaran dua siklus, hasil penelitian tindakan ini dapat disimpulkan sebagai berikut.
- Proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan kompetensi dasar penyebab dan dampak pencemaran lingkungan pada siswa kelas X MIPA 2 SMA Negeri 1 Bulu tahun pelajaran 2018/2019 dilakukan dengan tahapan memberikan orientasi permasalahn kepada peserta didik,mengorganisasikan peserta didik untuk melakukan penyelidikan,melaksanakan investigasi,mengembangkan dan menyajikan hasil,menganalisis dan mengevaluasi proses penyelidikan.
- Hasil belajar ekologis siswa dalam pembelajaran berbasis masalah pada materi Pencemaran Lingkungan untuk siswa kelas X MIPA 2 di SMA Negeri 1 Bulu Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2018/2019.mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam mata pelajaran Biologi dilihat dari peningkatan ketuntasan belajar belajar pada pra siklus baru mencapai 3,57% pada siklus I nilai ketuntasan klasikal mencapai 75% dan nilai ketuntasan klasikal pada siklus II mencapai 100%
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Tan. (2003). Karakteristik Proses Pembelajaran Berbasis Masalah. Jakarta: PT Prestasi Pustakarya.
Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Mergendoller, John R., & John W. Thomas. (2001). Managing project based learning: Principles dari the field. Buck Institute for Education
Sumarmi. 2012. Model-model Pembelajaran Geografi. Malang. Aditya Media
Yamin, Martinis. (2012). Desain Baru Pembelajaran Konstruktivistik. Jakarta: Referensi.