Peningkatan Hasil Belajar Melalui Penerapan Metode Cooperative Learning Tipe Group Investigation
PENINGKATAN HASIL BELAJAR PADA MATERI KEGIATAN CERITA BERGAMBAR MELALUI PENERAPAN METODE COOPERATIVE LEARNING
TIPE GROUP INVESTIGATION BAGI SISWA KELOMPOK A
TK DHARMA WANITA II JATIHARJO SEMESTER II
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Nurwati
TK Dharma Wanita II Jatiharjo
ABSTRAK
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar pada materi cerita bergambar melalui penerapan metode cooperative learning tipe group investigation bagi siswa TK Dharma Wanita II Jatiharjo Semester II Tahun pelajaran 2016/2017. Penelitian yang dilakukan menggunakan jenis penelitian tindakan kelas yang bersifat kolaboratif, peneliti berkolaborasi dengan teman sejawat. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam tiga kali siklus. Peneliti bersama dengan kolabolator, terlibat secara penuh dalam perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi pada tiap-tiap siklusnya. Keempat tindakan tersebut saling terkait dan berkelanjutan. Berdasarkan hasil dan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan metode cooperative learning tipe group investigation sangat tepat untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi kegiatan cerita bergambar. Hal ini bisa dilihat dari peningkatan rata-rata hasil belajar kemampuan berbahasa siswa Kelompok A TK Dharma Wanita II Jatiharjo pada siklus I adalah 2,836, dan siklus II adalah 2,996.
Kata kunci: hasil belajar, metode cooperative learning Tipe Group Investigation
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Salah satu tuntutan masyarakat terhadap dunia pendidikan kita adalah mampu menciptakan manusia yang memiliki kemampuan dalam melakukan kerjasama dengan orang lain. Keinginan ini tidak bisa diindahkan begitu saja oleh dunia pendidikan kita, begitu pula oleh lembaga formal Taman Kanak-kanak. Taman Kanak-kanak sebagai lembaga pendidikan formal yang terendah juga harus mampu menanamkan sikap kerjasama dengan orang lain dengan melakukan kreativitas dalam melakukan proses pembelajaran di sekolah, namun juga tidak bisa melepaskan begitu saja prinsip “Belajar sambil bermain, bermain seraya belajar†dalam proses pembelajaran yang dilakukan.
Berangkat dari persoalan yang ada dan berpatokan pada Kurikulum Berbasis Kompetensi TK 2004, yang di dalamnya terdapat dua formula besar yang harus dikembangkan, yaitu: pembentukan perilaku dan pembentukan kemampuan dasar. Pembentukan perilaku dijabarkan ke dalam empat poin, di antaranya moral dan nilai-nilai agama, sosial, emosional, dan kemandirian. Sedangkan kemampuan dasar juga dijabarkan ke dalam empat poin juga, yaitu berbahasa, kognitif, fisik/motorik dan seni. Peneliti melakukan pengamatan terhadap permasalahan yang terjadi di TK Dharma Wanita II Jatiharjo, bahwa salah satu kecerdasan yang harus tergali oleh siswa TK, yaitu Kecerdasan Bahasa siswa kelompok A yang berjumlah 38 anak pada TK Dharma Wanita II Jatiharjo sangatlah rendah. Hal ini bisa dilihat dari:
a. Kemampuan siswa untuk berbicara secara lancar, di mana hanya sekitar 35% atau sekitar 13 siswa dari 38 siswa yang mampu berbicara secara lancar.
b. Kosakata siswa yang masuk dalam kategori baik, di mana hanya sekitar 25% siswa atau sekitar 9 siswa dari 38 siswa yang memiliki kekayaan kosakata dengan kategori baik.
c. Kemampuan siswa dalam mengungkapkan ide atau gagasan, di mana hanya sekitar 20% siswa atau sekitar 8 siswa dari 38 siswa yang mampu mengungkapkan ide atau gagasannya.
d. Kemampuan siswa dalam menceritakan isi cerita tentang gambar yang ada secara berurutan, di mana hanya sekitar 20% siswa atau sekitar 8 siswa dari 38 siswa yang memiliki kemampuan menceritakan isei cerita pada gambar secara berurutan.
Berdasarkan dari permasalahan di atas maka peneliti mencoba untuk menerapkan penggunaan metode cooperative learning tipe group investigation untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelompok A TK Dharma Wanita II Jatiharjo yang berjumlah 38 anak tersebut. Di mana metode ini merupakan salah satu metode yang tidak hanya mampu mengajak siswa untuk memiliki emosional yang baik dalam berhubungan dengan temannya tetapi juga mampu menggali kemampuan berkomunikasi yang dimiliki oleh anak.
Berdasarkan latar permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah penerapan metode cooperative learning dapat meningkatkan hasil belajar pada materi kegiatan cerita bergambar bagi siswa Kelompok A TK Dharma Wanita II Jatiharjo Semester II Tahun Pelajaran 2016/2017?â€
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan hasil belajar pada materi kegiatan cerita bergambar melalui penerapan metode cooperative learning bagi siswa Kelompok A TK Dharma Wanita II Jatiharjo Semester II Tahun Pelajaran 2016/2017.
LANDASAN TEORI
Pengertian Hasil Belajar
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:3) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Hal ini dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar.
Sutartinah Tirtonegoro (2001:43) mengemukakan hasil belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol angka, huruf, maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh siswa dalam periode tertentu.
Sedangkan agus Suprijono (2009:6) berpendapat bahwa hasil belajar itu mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa itu sendiri.
Pembelajaran Cooperative Learning
Cooperative learning adalah model pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang lebih silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata (Abdurahman dan Bintoro, 2000: 78).
Falsafah yang mendasari model cooperative learning dalam pendidikan adalah Falsafah homo homini socio. Berlawanan dengan teori Darwin, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Tanpa kerjasama atau kooperatif, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi, atau sekolah (Lie, 1999: 28).
Dalam konteks di atas, Johnson dan Smith (1991) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang optimal, lima unsur model cooperative learning yang harus diaplikasikan adalah: (1) saling ketergantungan positif, (2) tanggung jawab perseorangan, (3) tatap muka, (4) komunikasi antar anggota, dan (5) evaluasi proses kelompok.
Selanjutnya, Anam (2003: 3) mempertegas bahwa esensi cooperative learning merupakan tanggung jawab individu dalam sekaligus kelompok, sehingga dalam diri siswa terbentuk sikap kebergantungan positif yang menjadikan kerja kelompok berjalan optimal. Keadaan ini mendorong siswa dalam kelompoknya belajar, bekerja, dan bertanggung jawab dengan sungguh-sungguh sampai selesai tugas-tugas individu dan kelompok.
Beberapa alasan penggunaan belajar bekerja sama atau cooperative dalam proses pembelajaran menurut Slavin yang dikutip Mustaji (2003: 43) adalah sebagai berikut: (1) untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memperbaiki hubungan dalam satu grup, (2) mengatasi rintangan sekelas secara akademik, (3) meningkatkan harga diri, (4) menumbuhkan kesadaran bahwa siswa perlu belajar dengan berfikir, (5) memecahkan masalah dan belajar untuk mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya, (6) mendorong terbentuknya struktur kognitif pada diri siswa dan menyumbangkan pengetahuan kepada anggota-anggotanya dalam kelompoknya.
Sementara itu, Arends (1997: 20) mengemukakan belajar bekerja sama atau cooperative dapat saling menguntungkan antara siswa yang berprestasi rendah dan siswa yang berprestasi tinggi yang bekerja sama dalam tugas-tugas akademik. Siswa berkemampuan lebih tinggi dapat menjadi tutor bagi siswa yang berkemampuan rendah.
Dikutip dalam bukunya Johnson & Johnson (1991) “Cooperative learning, a group and student-centered instructional approach will promote problem-solving skills, social skills and thinking skills of the learner than both individualised and competitive effortsâ€.
Hal ini berarti bahwa cooperative learning (CL) merupakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok kecil di mana siswa belajar dan bekerjasama untuk mencapai tujuan seoptimal mungkin.
Dapat disimpulkan bahwa esensi dari cooperative learning terletak pada tanggung jawab individu sekaligus kelompok, sehingga dalam diri setiap siswa tumbuh dan berkembang sikap-laku saling ketergantungan (independentsi) secara positif. Dengan demikian menjadikan belajar melalui kerjasama dalam kelompok akan berjalan seoptimal mungkin. Kondisi ini dapat mendorong siswa untuk belajar, bekerja dan bertanggung jawab sampai tujuan dapat diwujudkan.
Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Group Investigation
Sharan tahun 1992 mengembangkan model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok atau yang lebih populer dengan istilah group investigation yang semula dirancang oleh Horbert Thelan.
Ciri-ciri dari pembelajaran group investigation adalah adanya kegiatan penyelidikan, interaksi (hubungan timbal balik), interpretasi, dan motivasi diri. Pembelajaran dengan menggunakan model group investigation sangat sesuai dengan filosofi dari John Dewey yang menyebutkan bahwa: the students would have experienced meaningful learning if they have been exposed to the stages of scientific inquiry. Sehingga melalui pembelajaran ini dapat membantu siswa untuk “learn how to learn” (Sharan & Sharan, 1992).
Nurhadi (2002) menyebutkan langkah-langkah dalam pembelajaran cooperative learning tipe group investigation adalah sebagai berikut: (a) Seleksi topik. (b) Merencanakan kerjasama. (c) Implementasi. (d) Analisis dan sintesis. (e) Penyajian hasil akhir. (f) Evaluasi.
Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran group investigation adalah salah satu tipe dari pembelajaran cooperative learning yang mengajak siswa untuk berperan serta dalam penentuan topik, kebebasan dalam mengemukakan pendapat, dan menuntut siswa untuk melakukan kerjasama dengan anggota kelompoknya.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka teori di atas maka peneliti mengemukakan hipotesis tindakan yaitu melalui penerapan metode cooperative learning dapat meningkatkan hasil belajar pada materi kegiatan cerita bergambar bagi siswa kelompok A TK TK Dharma Wanita II Jatiharjo Semester II Tahun Pelajaran 2016/2017.
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di TK Kelompok A TK Dharma Wanita II Jatiharjo Kecamatan Pulokulon, Kabupaten Grobogan. Yang menjadi subjek penelitian ini adalah siswa kelompok A yang berjumlah 38 siswa pada semester ganjil tahun pelajaran 2016/2017.
Penelitian ini membutuhkan waktu tiga bulan, mulai bulan April hingga Juni 2017. Sedangkan pelaksanaan tindakan memerlukan waktu dua minggu, yaitu pada minggu pertama dan minggu kedua bulan Mei 2017. Pelaksanaan tindakan dilakukan selama 2 siklus.
Penelitian ini adalah salah satu upaya dalam rangka penerapan metode Cooperative Learning tipe Group Investigation untuk meningkatkan hasil belajar siswa TK kelompok A pada materi cerita bergambar TK Dharma Wanita II Jatiharjo Semester II Tahun Pelajaran 2016/2017.
Prosedur Penelitian
Peneliti dan kolabolator, terlibat secara penuh dalam perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi pada tiap-tiap siklusnya. Keempat tahapan tersebut saling terkait dan berkelanjutan.
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: (1) Silabus. (2) RPP. (3) Lembar Observasi Siswa. (4) Lembar Observasi Guru.
Metode Pengumpulan data
Peneliti merupakan observer, dengan seorang guru lain sebagai kolaborator. Observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan pembelajaran. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini hanya berupa data kualitatif. Yang diisi oleh observer dengan berdasarkan pengamatan di lapangan.
Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu dilakukan analisis data. Pada penelitian tindakan kelas ini digunakan analisis deskripsi kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan kecerdasan bahasa siswa juga untuk mengetahui peningkatan keterampilan guru dalam mengelola kelas.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data penelitian yang diperoleh berupa data observasi hasil pengamatan dalam proses pembelajaran untuk masing-masing siklus.
Data lembar observasi diambil dari observasi terhadap tindakan siswa dalam proses pembelajaran yang digunakan untuk mengetahui proses penerapan metode cooperative learning tipe group investigation dalam meningkatkan kecerdasan bahasa siswa.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, kondisi pembelajaran kemampuan berbahasa, khususnya bercerita, guru kelompok A mengalami beberapa kendala, di antaranya setelah kegiatan pembelajaran berakhir siswa diberi keleluasaan untuk berani mengungkapkan gagasannya, menceritakan isi dari cerita pada gambar peraga yang dipakai guru untuk mengukur daya tangkap, daya imajinasi dan variasi kosakata, serta kelancaran berbicaranya. Namun hanya beberapa saja yang berani unjuk jari. Hal ini disebabkan karena cara guru dalam menyajikan pembelajaran kurang menarik bagi siswa. Untuk itu peneliti berusaha mengatasi kesulitan tersebut dengan menggunakan metode cooperative learning tipe group investigation. Dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti menggunakan tindakan yang terdiri dari tiga siklus.
Deskripsi Tiap Siklus
Siklus I
Pada siklus pertama ini ada empat aspek dari penilaian yaitu bicara lancar, kekayaan kosakata, mengungkapkan gagasan, dan kemampuan bercerita secara urut dan jelas belum memenuhi target yang ditetapkan, yaitu minimal rata-rata 90% siswa yang hadir menguasai tiap aspek penilaian tersebut. Atau dengan kata lain aspek berbicara lancar, kekayaan kosakata, mengungkapkan gagasan, dan kemampuan bercerita secara urut dan jelas memiliki rata-rata di bawah 3. Sehingga rata-rata kemampuan berbahasa siswa juga masih di bawah 3, dan ketuntasan belajar siswa secara keseluruhan baru sebesar 64,6%.
Rendahnya prosentase ketuntasan dari ketetapan yang dikehendaki disebabkan karena siswa masih malu dan belum terbiasa untuk bercerita di depan kelas, dan di samping itu juga pendekatan yang dilakukan oleh guru kepada siswa masih kurang karena guru masih belum bisa membedakan kegiatan bercerita dan bercakap-cakap serta motivasi yang diberikan oleh guru agar siswa tidak malu dan terbiasa untuk mengutarakan gagasannya dalam kegiatan bercerita belum mengena kepada siswa. Kelemahan yang terjadi pada guru ini akibat awamnya guru terhadap model pembelajaran cooperatve learning tipe group investigation.
Siklus II
Diketahui bahwa pada siklus dua ini kelima aspek yang dinilai telah memenuhi target yang telah ditetapkan yaitu minimal rata-rata 90% siswa yang hadir menguasai tiap aspek penilaian tersebut. Atau dengan kata lain aspek-aspek yang dinilai memiliki nilai minimal 3. Dan ketuntasan belajar siswa secara keseluruhan telah mencapai 95% dengan rata-rata kemampuan berbahasa siswa 3,406.
Kesuksesan dalam siklus ketiga ini karena guru dan siswa mulai terbiasa dengan metode pembelajaran cooperative learning tipe group investigation. Pendekatan yang dilakukan oleh guru pun mengena kepada siswa sehingga siswa berani unjuk kemampuan untuk mengungkapkan ide dan bercerita di depan kelas.
Pembahasan Hasil Penelitian
Penerapan metode ini tidak keluar dari jalur prinsip dalam pembelajaran di TK. Karena pada kenyataannya siswa TK Dharma Wanita II Jatiharjo merasa senang dan gembira dalam melakukan pembelajaran melalui kegiatan diskusi. Mereka aktif dan senang, dan secara sadar pula mereka melakukan kerjasama yang baik dalam belajar. Pertanyaan yang keluar dari salah satu anggota kelompok, dijawab dan diterangkan oleh siswa lain yang lebih paham, sehingga terjalin sikap saling asuh. Hal ini pun didukung dengan hasil dari siklus I, dan II dimana 100% siswa masuk dalam kategori baik dalam melakukan kerjasama. Bahkan mengalami peningkatan untuk siswa yang masuk dalam kategori baik sekali (BS).
Kemampuan berbicara secara lancar yang dimiliki siswa kelompok A pada TK Dharma Wanita II Jatiharjo sebelum dilaksanakannya tindakan relatif rendah, hanya sekitar 35% dari jumlah siswa atau dari 38 siswa hanya sekitar 13 siswa yang dapat berbicara lancar dalam bercerita atau masuk dalam kategori baik. Setelah diterapkannya metode cooperative learning tipe group investigation tampak adanya peningkatan dari siklus I dan II.
Siklus pertama mencapai hasil dari 74% atau 26 siswa yang mengikuti pembelajaran telah mampu berbicara lancar dengan bahasa yang jelas. Setelah diadakan perbaikan tindakan maka pada siklus kedua kemampuan siswa untuk berbicara lancar dengan bahasa yang jelas mengalami peningkatan. Karena pada siklus kedua ini jumlah siswa yang memenuhi kriteria untuk dimasukkan dalam kategori baik adalah sebanyak 37 dari 38 siswa dengan nilai rata-rata 3,71.
Kekayaan kosakata yang dimiliki oleh siswa kelompok A pada TK Dharma Wanita II Jatiharjo pada kondisi awal hanya 25%. Ini berarti dari 38 siswa, hanya 9 siswa yang dapat menggunakan variasi kosakata. Setelah diterapkannya metode cooperative learning tipe group investigation, maka kemampuan siswa untuk aspek kekayaan kosakata semakin meningkat. Di mana pada siklus I terdapat 22 siswa dari 35 siswa atau 62% telah mampu menggunakan kosakata secara variasi; siklus II diperoleh bahwa 92% dari siswa telah mampu mempergunakan kosakata dengan bervariasi.
Dari kelima aspek kemampuan berbahasa tersebut, dapat dikatakan bahwa penerapan metode cooperative learning tipe group investigation pada pembelajaran bercerita mampu mengatasi masalah rendahnya kemampuan anak dalam bercerita. Dan dengan metode ini pula kecerdasan bahasa anak dapat digali dan ditingkatkan. Hal ini terbukti dari hasil tahapan siklus yang memperlihatkan bahwa kemampuan berbahasa siswa kelompok A TK Dharma Wanita II Jatiharjo mengalami perkembangan. Rata-rata kemampuan berbahasa siswa kelompok A TK Dharma Wanita II Jatiharjopada siklus I adalah 2,836 dan siklus II adalah 3,406.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitan tindakan kelas yang telah dilaksanakan melalui beberapa tindakan, dari siklus I dan II dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode cooperative learning tipe group investigation sangat tepat untuk meningkatkan kecerdasan bahasa siswa melalui kegiatan bercerita. Secara khusus penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Penerapan metode cooperative learning tipe group investigation dapat meningkatkan kemampuan berbahasa siswa pada Semester II Tahun pelajaran 2016/2017.
2. Pembelajaran melalui penerapan metode cooperative learning tipe group investigation juga mampu mengasah kecerdasan emosi anak.
3. Menambah wawasan guru dalam memilih strategi dan metode yang tepat untuk diterapkan di kelas.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka saran yang dapat disampaikan antara lain sebagai berikut:
1. Perlunya melaksanakan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan temuan-temuan yang lebih signifikan. Hal ini berkaitan erat dengan perbedaan jumlah siswa tiap-tiap sekolah.
2. Diharapkan guru-guru lain mau mencoba model pembelajaran ini. Serta mempersiapkan dengan baik sebelum melakukan pembelajaran, seperti metode pendekatan dalam kelas, trik ketika anak mulai jenuh, metode pendekatan dalam memotivasi siswa dan persiapan-persiapan yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M & Bintoro, T. 2000. Memahami dan Menangani Siswa dengan Problem Belajar. Jakarta: Depdiknas.
Anam, K. 2003. Implementasi Cooperative Learning dalam Pembelajaran Geografi, Adaptasi Model Jigsaw dan Field Study. Buletin Pelangi Pendidikan. 3(2): 1-3.
Arens, R.I. 1997. Classroom Instruction and Management. New York: Mc Graw-Hill.
Coles, Robert. 1997. The Moral Intelligence of Children. New York. Random Haouse, Inc.
Gardner, Howard. 1993. Multiple Intelligences. New York. Basic Books Harper Collins Publ., Inc.
Goleman, Daniel. 1995. Emotional Intelligence. New York. Bantam Books.
Johnson, D. W., & Johnson, R. 1991. Cooperative Learning Lesson Structures. Edina, MN: Interaction Book Company.
Johnson, R. & Smith, K. 1991. Active Learning Cooperation in the College Classroom. Edina: MN Interaction Book Company.
Lie, A. 1999. Metode Pembelajaran Gotong Royong. Surabaya: Citra Media.
Lie, A. 2000. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.
Mayer, J.D. & Salovey, P. 1997. What is Emotional Intelligence. New York: Basic Book.
Mustaji. 2000. Pengembangan Desain Pembelajaran dengan Pendekatan Konstruktivistik pada Mata Pelajaran Kuliah Difusi Inovasi Pendidikan. Tesis tidak diterbitkan. Malang PPS Universitas Negeri Malang.
Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching: CTI). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Dirjen Dikdasmen, Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.
Sharan, Y. & Sharan, S. 1992. Expanding Cooperative Learning Through Group Investigation. New York: Teachers College Press. Sharan, Y. & Sharan, S. (1994). Group Investigation in the cooperative classroom. In: Sharan, S. (Ed.). Handbook of Cooperative Learning, pp. 97-114. New Jersey: Greenwood Press.
Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning Theory, and Practice. Boston: Allin and Bacon.
Tim Pustaka Famili. 2006. Warna-warni Kecerdasan Anak dan Pendampingnya. Yogyakarta: Kanisius.
Trimansyah, Bambang. 2006. Menata Generasi Idaman, Workshop Multiple Intelegensi. Koran Republika 30 September 2006.
Wahab, Rahmat. 2000. Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Bahan Ajar Tidak Dipublikasikan.