PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN METODE SIMULASI DAN ALAT PERAGA KONGKRIT

PADA MATA PELAJARAN IPS MATERI POKOK DOKUMEN DIRI DAN KELUARGA SISWA KELAS II SEMESTER I

SD NEGERI 1 PANUNGGALAN KECAMATAN PULOKULON KABUPATEN GROBOGAN TAHUN PELAJARAN 2016 /2017

Khotijah

SD Negeri 1 Panunggalan Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan

ABSTRAK

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan Metode Simulasi dan Alat Peraga Kongkrit Pada Mata Pelajaran IPS Materi Pokok Dokumen Diri dan Keluarga Siswa Kelas II Semester I SD Negeri 1 Panunggalan Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2016 /2017. Hasil perbaikan pembelajaran yang dilaksanakan dalam 2 siklus, dapat disimpulkan bahwa: “ Penerapan Metode Simulasi dan Alat Peraga Kongkrit Pada Mata Pelajaran IPS Materi Pokok Dokumen Diri dan Keluarga Siswa Kelas II Semester I SD Negeri 1 Panunggalan Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2016 /2017“. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan prosentase ketuntasan siswa pada pra siklus dan siklus 1 yaitu 35% meningkat menjadi 55%. Setelah dilakukan perbaikan pembelajaran siklus 1 dan siklus 2 prosentasenya meningkat lagi dari 55% dan akhirnya menjadi 100%. Untuk rata – rata hasil belajar pada pra siklus, siklus 1, dan siklus 2 berturut – turut 63, 70, dan 80.

Kata kunci: Hasil belajar, Metode Simulasi, Alat Peraga Kongkrit.

PENDAHULUAN

Seorang guru adalah figur yang menempati posisi penting dalam dunia pendidikan. Dilihat dari sinilah betapa pentingnya peran seorang guru dalam proses pembelajaran. Walaupun memang prestasi anak didik dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu buku pelajaran, proses pendidikan, serta penggunaan metode yang tepat, namun peran guru masih sangat berpengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran karena gurulah yang merancang strategi pembelajaran, pendekatan yang digunakan, metode yang diterapkan, media pembelajaran yang dipilih, teknik yang digunakan dan evaluasi yang dirancang.

Kesulitan dalam memahami konsep dan menangkap isi pelajaran juga di alami oleh siswa kelas II SD Negeri 1 Panunggalan Kecamatan Pulokulon, Kabupaten Grobogan, yaitu pada saat ulangan mata pelajaran IPS materi pokok dokumen diri dan keluarga, hasilnya sangat mengecewakan. Hal tersebut dapat dilihat dari prestasi belajar yang diperoleh siswa, yaitu dari 30 siswa, hanya 10 orang yang memperoleh nilai ≥ KKM (60). Ini berarti pembelajaran IPS materi pokok dokumen diri dan keluarga belum menunjukan ketuntasan secara klasikal karena tingkat tuntas klasikal yang dicapai hanya 50% masih jauh dari ideal yaitu ≥ 60%. Oleh karena itu diperlukan Penelitian Tindakan Kelas agar dapat diidentifikasi permasalahan yang melatarbelakangi ketidakberhasilan proses pembelajaran tersebut sehingga dapat mengambil langkah untuk melaksanakan perbaikan

KAJIAN PUSTAKA

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar

Dalam Depdiknas (2006:575) dikemukakan bahwa: ”Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SD berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, nilai, sikap dan keterampilan tentang masyarakat, bangsa dan negara Indonesia”.

Pembelajaran untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial ini yakni menggunakan pendekatan terpadu (integrated approach) dan pendekatan belajar kontekstual untuk mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan, sikap, serta keterampilan sosial. Pendekatan tersebut diwujudkan melalui penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi baik di dalam kelas ataupun di luar kelas dengan memperhatikan ketersediaan sumber-sumber belajar.

Penggunaan Alat Peraga Kongkrit dalam Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar

Menurut pendapat E.T. Ruseffendi, dkk., bahwa: “Alat peraga dapat diartikan sebagai alat untuk menerangkan atau mewujudkan konsep IPS. Benda-benda itu misalnya akta kelahiran, rapor, SIM, KTP, STNK, dan lain-lain untuk menerangkan konsep dokumen diri dan keluarga dan sebagainya (E.T. Ruseffendi, dkk., 1994: 141).

Ada teori belajar mengajar dari William Brownell, Ronald H. Anderson, Jerome S. Brunner dan Zoltan P. Dienes dalam pengajaran IPS. Mereka menyatakan perlunya alat peraga dipergunakan bagi siswa usia muda yang masih memerlukannya.Menurut teori belajar IPS yang dikemukakan oleh William Brownell, bahwa: ”Anak-anak pasti memahami apa yang sedang mereka pelajari jika belajar secara permanen atau terus-menerus untuk waktu yang lama. Teori ini mendukung penggunaan benda-benda konkret untuk dimanipulasikan sehingga anak dapat memahami makna konsep dan ketrampilan baru yang mereka pelajari. Contoh: pengenalan konsep dokumen diri dan keluarga pertama kali menggunakan benda konkret yang dikenal siswa seperti akta kelahiran, rapor, SIM, KTP, STNK, dan lain-lain sehingga teori belajar ini dikenal dengan “meaning theory” (Karim, dkk.,1996: 2).

Metode Pembelajaran

Menurut Asep Herry Hermawan, (dalam Udin S. Winataputra, 1997:5.8), ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode mengajar, prinsip tersebut terutama berkaitan dengan faktor perkembangan kemampuan siswa, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Metode mengajar harus memungkinkan dapat membangkitkan rasa ingin tahu siswa terhadap materi pembelajaran.

2. Metode mengajar harus memungkinkan siswa belajar melalui pemecahan masalah.

3. Metode mengajar harus memungkinkan siswa untuk belajar mandiri.

4. Metode mengajar harus memungkinkan siswa untuk bekerja sama.

Ada berbagai macam metode pembelajaran yang dapat dipilih guru, antara lain metode tanya jawab, diskusi, simulasi, kerja kelompok dan eksperimen. Sedangkan dalam penelitian ini, metode yang peneliti terapkan adalah metode simulasi.

Pengertian Metode Simulasi

Dalam Prasetyo, 2002:64, DR. Nana Sudjana mengemukakan bahwa: “Simulasi berasal dari kata simulate (berpura-pura atau berbuat seolah olah). Kata simulation artinya tiruan atau perbuatan yang berpura-pura. Sehingga dari keduanya dapat diartikan bahwa simulasi adalah tiruan atau perbuatan yang hanya berpura-pura saja.”

Dalam Prasetyo, 2002:65, Drs. H. Muhamad Ali mengemukakan bahwa: “Simulasi merupakan cara pengajaran dengan melakukan proses tingkah laku secara tiruan.Bentuk-bentuk Metode Simulasi dalam Prasetyo, 2002:66, antara lain adalah:

1. Bermain Peran (Role Playing).

2. Sosiodrama.

3. Permainan Simulasi.

Penerapan Metode Simulasi

Permainan simulasi dapat mendayagunakan kesenangan bermain siswa untuk dititipi materi-materi pendidikan (Prasetyo, 2002:69).

Langkah-langkah Umum Metode Simulasi adalah sebagai berikut:

a. Merumuskan tujuan jelas tentang kemampuan apa yang akan dicapai siswa.

b. Menyiapkan semua peralatan yang dibutuhkan.

c. Memeriksa peralatan apakah berguna atau tidak.

d. Menetapkan langkah pelaksanaan agar efisien.

Kerangka Berpikir

Berdasarkan analisis dari teori-teori pembelajaran diduga siswa akan meningkat pemahamannya apabila dalam proses pembelajaran peneliti mampu menggunakan alat peraga dan menerapkan metode yang tepat dengan mempertimbangkan keunggulan dengan kelemahan serta dampak yang ditimbulkannya. Dalam perbaikan pembelajaran ini peneliti menggunakan alat peraga kongkrit berupa akta kelahiran, rapor, SIM, KTP, STNK, dan lain-lain serta menerapkan metode simulasi karena dengan keduanya akan mampu meningkatkan pemahaman siswa melalui objek yang sebenarnya.

Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sementara (hipotesis) sebagai berikut: “Bahwa dengan penggunaan alat peraga kongkrit dan metode simulasi tentang materi pokok dokumen diri dan keluarga pada pembelajaran IPS kelas II semester I di SD Negeri 1 Panunggalan, Kecamatan Pulokulon, Kabupaten Grobogan tahun pelajaran 2016/2017 hasil belajar siswa akan meningkat”.

PELAKSANAAN PENELITIAN

Jenis penelitian

Jenis penelitian merupakan metode atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) berupa tindakan nyata yaitu dengan cara melakukan penilaian kinerja aspek keterampilan mengelola kelas kepada siswa yang ditindaklanjuti dengan penilain untuk memberikan feed back kepada siswa.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di ruang kelas II SD Negeri 1 Panunggalan, Kecamatan Pulokulon, Kabupaten Grobogan dengan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) materi pokok materi pokok dokumen diri dan keluarga semester 1 tahun pelajaran 2016/2017 dengan diikuti 30 siswa yang terdiri dari 18 siswa laki – laki dan 12 siswa perempuan. Terdapat banyak perbedaan tentang prestasi belajar siswa. Sebagian anak termasuk cerdas, sedang dan ada pula anak yang prestasinya di bawah rata – rata Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Perbedaan tersebut dikarenakan latar belakang dan kondisi ekonomi yang berbeda. Sebagian besar orang tua siswa hanya lulusan Sekolah Dasar. Oleh karena itu, perhatian orang tua terhadap pendidikan anak – anaknya sangan kurang

Prosedur penelitan

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model yang dilakukan oleh Kemmis dan Mc Taggart y ang merupakan pengembangan dari model Kurt Lewin. Arikunto (2006: 83) mengemukakan model yang didasarkan atas konsep pokok bahwa peneltian tindakan terdiri dari empat komponen pokok yang juga menunjukkan langkah, perencanaa atau planning, tindakan atau acting, pengamatan atau observing, refleksi atau reflecting.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA

Pembahasan dari Setiap Siklus

Siklus I

Peneliti memfokuskan perbaikan pembelajaran siklus I ini pada penggunaan alat peraga kongkrit berupa dokumen diri dan keluarga, misalnya akta kelahiran, rapor, SIM, KTP, STNK dan lain-lain dalam proses pembelajaran IPS tentang materi pokok dokumen diri dan keluarga. Penggunaan alat peraga ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh salah satu tokoh, yaitu Jean Piaget. Dalam Karim, (1996:2), Piaget mengemukakan bahwa: ”Anak SD berada pada tahap Operasional Kongkret (7-12 tahun). Pada tahap ini, anak mengembangkan konsep dengan menggunakan benda-benda kongkret untuk menyelidiki hubungan dan model-model abstrak. Anak mulai berfikir logis sebagai akibat adanya kegiatan memanipulasi benda-benda kongkrit.

Dalam pemanfaatan alat peraga ini, alat peraga yang peneliti gunakan dalam pembelajaran IPS kompetensi dasar memelihara dokumen dan koleksi benda berharga miliknya yaitu berupa dokumen diri dan keluarga, misalnya: akta kelahiran, rapor, SIM, KTP, STNK dan lain-lain . Dengan menggunakan alat peraga ini, diperoleh nilai rata-rata kelas 62 dengan tingkat ketuntasan klasikal mencapai 57%. Ini berarti ada kenaikan rata-rata kelas sebesar 7 dan kenaikan tingkat tuntas klasikal sebesar 24%. Hal tersebut menunjukkan bahwa perbaikan pembelajaran pada siklus I cukup berhasil, tetapi perlu diadakan perbaikan pembelajaran siklus II agar lebih berhasil.

Siklus II

Peneliti memfokuskan perbaikan pembelajaran siklus I ini pada penerapan metode simulasi. Metode simulasi juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Rogers, yaitu: ”Belajar yang optimal akan terjadi apabila peserta didik berpartisipasi penuh serta memiliki tanggung jawab dalam belajar. Itulah sebabnya belajar mengalami (experiental learning) merupakan suatu hal yang sangat penting agar peserta didik bisa lebih kreatif dan dapat melakukan evaluasi serta kritik diri (Wahyudi, dkk., 2004:3.26).

Dengan menerapkan metode simulasi, diperoleh nilai rata-rata kelas 80 dengan tingkat ketuntasan klasikal mencapai 93%. Ini berarti ada kenaikan nilai rata-rata kelas 18 dan kenaikan tingkat ketuntasan klasikal 60%. Dengan tercapainya tingkat ketuntasan klasikal lebih dari 60%, berarti perbaikan pembelajaran pada siklus II sudah berhasil. Namun masih ada 2 siswa yang belum mencapai ketuntasan dalam belajar. Hal ini terjadi karena mereka tergolong siswa yang kurang cerdas, sehingga bagi mereka dilakukan bimbingan khusus dalam belajar.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Dengan menekankan pada penggunaan alat peraga kongkrit, perbaikan pembelajaran siklus I ternyata dapat meningkatkan pemahaman siswa. Hal ini dapat diketahui dari tingkat ketuntasan klasikal yang mencapai 75% dengan nilai rata-rata kelas sebesar 64.

2. Dengan menerapkan metode simulasi, perbaikan pembelajaran siklus II ternyata dapat berhasil. Hal ini dapat diketahui dari tingkat ketuntasan klasikal yang mencapai 90% dengan nilai rata-rata kelas sebesar 81. Dengan asumsi proses pembelajaran berhasil jika mencapai ≥ 60%, maka proses perbaikan pembelajaran sudah berhasil dan perbaikan pembelajaran cukup berhenti sampai siklus II.

Saran

1. Guru

Hendaknya dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga kongkrit, yaitu berupa dekak-dekak dan kartu bilangan. Agar lebih maksimal lagi dapat diterapkan metode simulasi.

2. Sekolah

Untuk menunjang keberhasilan pembelajaran, sebaiknya sekolah menyediakan alat peraga.

DAFTAR PUSTAKA

Andayani. (2007). Pemantapan Kemampuan Profesional. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Depdikbud.(1994). Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan belajar Mengajar Kelas II SD. Jakarta: Ditjen Dikdasmen.

Depdikbud,(1992). Petunjuk Pelaksanaan Pengajaran Berhitung Kelas II di Sekolah Dasar. Jakarta: P2M SD, TK dan SLB.

Karim, dkk.(1996). Pendidikan IPS I. Jakarta: Depdikbud.

Karso, dkk.(1998). Pendidikan IPS I. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Prasetyo.(2002). Strategi Belajar Mengajar. Salatiga: Widyasari Press.

Ruseffendi, dkk.(1994). Pendidikan IPS 2. Jakarta: Depdikbud, P2M Guru SD Setara

D-II.

Wardani, I.G.A.K., dkk.(2004). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Â