PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR PPKn

MATERI PERUMUSAN PANCASILA MELALUI PEMBELAJARAN

MAKE A MATCH BAGI SISWA KELAS VI SDN 1 MULYOREJO

TAHUN 2017/2018

 

Wisnyu Maharyani

SDN 1 Mulyorejo Kecamatan Cepu Kabupaten Blora

 

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan keaktifan dan hasil belajar PPKn tentang Perumusan Pancasila melalui penerapan model pembelajaran Make A Match bagi siswa kelas VI SDN 1 Mulyorejo tahun pelajaran 2017/2018. Subjek penelitian adalah siswa kelas VI SDN 1 Mulyorejo Kecamatan Cepu Kabupaten Blora dengan jumlah siswa 23 anak. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes dan nontes. Pengumpulan data dengan teknik tes diambil dari hasil ulangan harian yang dilakukan pada akhir siklus. Adapun teknik nontes datanya diambil dari lembar observasi dan dokumen foto pembelajaran. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan pelaksanaan tindakan sebanyak dua siklus. Pelaksanaan tindakan pada setiap siklus dibagi dalam empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Data hasil penelitian yang diperoleh pada pembelajaran pra siklus, skor keaktifan belajar adalah 48,48% (rendah). Dengan KKM 70, siswa yang tuntas belajar adalah 10 siswa (43,48%). Rata-rata nilai ulangan harian adalah 62,17. Pada siklus I, skor keaktifan belajar siswa meningkat menjadi 69,70% (sedang). Jumlah siswa yang tuntas belajar meningkat menjadi 15 siswa (65,22%). Rata-rata nilai ulangan harian pada siklus I adalah 70,00. Pembelajaran siklus II kembali menunjukkan peningkatan. Skor keaktifan belajar siswa meningkat menjadi 90,91% (tinggi). Jumlah siswa yang tuntas belajar meningkat manjadi 20 siswa (86,96%). Rata-rata nilai ulangan harian siklus II adalah 77,83.

Kata Kunci: keaktifan belajar, hasil belajar, model pembelajaran Make A Match.

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

            Pendidikan pada dasarnya adalah usaha secara sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumberdaya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka. Menurut Ki Hajar Dewantoro, pendidikan adalah tuntutan di dalam tumbuh dan berkembangnya anak-anak. Maksud pendidikan adalah menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Jadi pendidikan merupakan suatu proses belajar peserta didik dalam memperoleh ilmu pengetahuan maupun ilmu keagamaan agar berguna bagi diri sendiri dan bagi masyarakat maupun untuk bekal masa hidupnya kelak. Dengan pendidikan memudahkan untuk kebutuhan berinteraksi/bersosialisasi dan dapat mewujudkan cita-cita anak bangsa yang diinginkan.

            Realita dalam dunia pendidikan kita terjadi disparitas antara pencapian academic standard dan performance standard yaitu banyak peserta didik mampu menyajikan materi ajar yang diterimanya, namun pada kenyataannya mereka tidak memahaminya. Sebagaian besar dari peserta didik tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan. Berdasarkan hasil data yang diperoleh, peserta didik memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan, yaitu dengan menggunakan pengajaran dan metode ceramah yang bisa membuat peserta didik menjadi bosan dan pembelajaran terlihat monoton. Kegiatan pembelajaran yang menekankan berbagai pembelajaran adalah penggunaan pendekatan tertentu dalam pembelajaran, karena suatu pendekatan dalam pembelajaran pada hakikatnya merupakan cara yang teratur dan terpikir secara sempurna untuk mencapai pengajaran dan untuk memperoleh kemampuan dalam mengembangkan keaktifan belajar yang dilakukan guru dan peserta didik. Pendekatan ini merupakan peran yang sangat penting untuk menentukan berhasil tidaknya pembelajaran yang diinginkan tercapai. Hasil pembelajaran adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek atau potensi kemanusiaan saja yang dilihat secara frakmentaris melaikan komprehensif.

Berdasarkan dari hasil data yang peneliti peroleh setelah dilakukan pembelajaran pada tema 3 (Tokoh dan Penemuan) pada mata pelajaran PPPKn materi Perumusan Pancasila, terlihat bahwa siswa kelas VI mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran yang pasif. Tingkat keaktifan belajar siswa rendah. Hal ini dapat dilihat dari data keaktifan belajar yang dihimpun oleh peneliti pada pembelajaran pra siklus, yaitu: 1) Hanya sebagian siswa yang sungguh-sungguh dalam memperhatikan penjelasan guru; 2) Siswa tidak mempunyai keberanian dalam bertanya; 3) Siswa tidak mempunyai keberanian untuk menjawab pertanyaan guru; 4) Dalam kelompok, tidak muncul kerjasama antar anggota kelompok dalam menyelesaikan masalah; 5) Siswa tidak menghargai pendapat anggota kelompok yang lain; 6) Tidak muncul keaktifan dalam diskusi; 7) Siswa tidak berani mengemukakan pendapat dalam diskusi; 8) Hanya beberapa siswa yang mencatat hasil diskusi dalam kelompok; 9) Tidak semua siswa terlibat aktif dalam mengerjakan LKS; 10) Dalam mengerjakan ulangan harian, siswa tidak percaya diri; 11) Hanya sebagian siswa yang mengerjakan tugas rumah.

Dari hasil belajar, hasil yang dicapai pada saat ulangan harian juga masih kurang memuaskan. Dari 23 siswa, hanya 10 siswa (43,48%) yang memenuhi standar KKM yang ditetapkan yaitu 70, sedangkan 13 siswa (56,52%) masih dibawah standar KKM. Nilai rata-rata kelas yang dicapai adalah 62,17.

Dari permasalahan di atas perlu adanya strategi baru dalam pembelajaran siswa secara aktif. Agar KKM mata pelajaran PPKn pada materi Perumusan Pancasila yang di inginkan tercapai peneliti merasa terdorong untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan target peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match.

Rumusan Masalah

            Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.   Bagaimana model pembelajaran Make A Match dapat meningkatkan keaktifan belajar PPKn materi Perumusan Pancasila bagi siswa kelas VI SDN 1 Mulyorejo Kecamatan Cepu Tahun Pelajaran 2017/2018?

2.   Bagaimana model pembelajaran Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar PPKn materi Perumusan Pancasila bagi siswa kelas VI SDN 1 Mulyorejo Kecamatan Cepu Tahun Pelajaran 2017/2018?

Tujuan Penelitian

            Tujuan dari dilakukannya penelitian tindakan kelas ini adalah:

1.   Meningkatkan keaktifan belajar PPKn materi Perumusan Pancasila melalui penerapan model pembelajaran Make A Match bagi siswa kelas VI SDN 1 Mulyorejo Kecamatan Cepu Tahun Pelajaran 2017/2018.

2.   Meningkatkan hasil belajar PPKn materi Perumusan Pancasila melalui penerapan model pembelajaran Make A Match bagi siswa kelas VI SDN 1 Mulyorejo Kecamatan Cepu Tahun Pelajaran 2017/2018.

Manfaat Penelitian

            Dengan dilakukan penelitian tindakan kelas ini, diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang terkait dengan kegiatan pembelajaran khususnya pelajaran IPA, antara lain:

1.   Manfaat bagi siswa, meningkatnya keaktifan dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PPKn pada materi Perumusan Pancasila melalui model pembelajaran Make A Match.

2.   Manfaat bagi guru, menggali kreativitas guru dalam mengelola pembelajaran di kelas dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif dan membantu guru dalam menyelesaikan masalah pembelajaran mata pelajaran PPKn di kelas.

3.   Manfaat bagi sekolah, memberikan sumbangan pemikiran terhadap upaya peningkatan hasil belajar yang lebih optimal serta meningkatkan kwalitas pembelajaran di sekolah sehingga kwalitas output juga meningkat.

KAJIAN TEORI

Pengertian Belajar

Secara psikologi, belajar merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku (Slameto, 1995:2).

Menurut John Dewe dalam Muhammad Ali (1985:14) mengemukakan bahwa belajar merupakan proses perubahan yang terjadi pada diri seseorang melalui penguatan (reinforcement), sehingga terjadi perubahan yang bersifat permanen dan persisten pada dirinya sebagai hasil pengalaman (learning is a change of behaviour as a result of experience).

Menurut Agus Supriono (2009:2) beberapa pakar pendidikan juga mendefinisikan belajar sebagai berikut: a) Belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara ilmiyah (Robert M. Gagne); b) Belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku (Robert M.W Travers); c) Belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman (Lee J. Cronbach); d) Belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu (Harold Spears); e) Belajar adalah perubahan performance sebagai hasil latihan (M C. Geoch); f) Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman (William G. Morgan).

Dari penjelasan beberapa ahli, pengertian belajar di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku yang diperoleh dari proses mendapatkan pengetahuan yang sebelumnya belum tahu menjadi tau serta pengalaman individu itu sendiri dengan proses berinte raksi pada lingkungan.

Pengertian Keaktifan Belajar

Keaktifan memiliki kata dasar aktif yang berarti giat dalam belajar atau berusaha. Aktif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai aktivitas, kegiatan, kesibukan. Dengan demikian, keaktifan siswa dapat diartikan sebagai keadaan di mana siswa dapat aktif dengan suatu kegiatan atau kesibukan (Hasan, 2005:26).

Menurut Ahmadi (1991:6) keaktifan belajar berarti suatu usaha atau kerja yang dilakukan dengan giat dalam belajar. Abu Ahmadi berpendapat bahwa belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas fisik maupun psikis.

Ada empat ciri yang menunjukkan keaktifan belajar siswa yaitu: a) Keinginan dan keberanian menampilkan perasaan; b) Keinginan dan keberanian serta kesempatan berprestasi dalam kegiatan baik persiapan, proses dan kelanjutan belajar; c) Penampilan berbagai usaha dan kreativitas belajar mengajar dalam menjalani dan menyelesaikan kegiatan belajar mengajar sampai mencapai keberhasilannya; d) Kebebasan dan kekeluasaan melakukan hal tersebut di atas tanpa tekanan guru atau pihak lain

Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan (Muhammad Ali, 1985:25). Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar berupa: a) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis; b) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep atau lambang; c) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktifitas kognitifnya sendiri; d) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani; e) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.

Menurut Nana Sudjana (1988:23), hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu berupa tes yang disusun secara terancana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan. Sedangkan S. Nasution dalam Kunandar (2010:276), berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar.

Menurut Bloom dalam Agus Supriono (2009:6) untuk mengetahui hasil belajar dibedakan menjadi tiga ranah yaitu sebagai berikut: a) Ranah kognitif yaitu berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan, ingatan, pemahaman, aplikasi, análisis, síntesis, dan evaluasi; b) Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yaitu penerimaan, jawaban, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Contoh hasil belajar afektif yaitu, kemauan untuk menerima pelajaran dari guru, perhatian siswa terhadap apa yang dijelaskan guru, bertanya, dan lain –lain; c) Ranah psikomotor yaitu hasil belajar keterampilan, dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni: gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar), keterampilan gerakan-gerakan dasar, kemampuan perseptual (membedakan visual, auditif, dan motoris), kemampuan dibidang fisik (misalnya kekuatan, ketepatan), gerakan-gerakan skill, dan kemampuan yang berkenaan dengan gerakan ekspresif dan interpreatif.

Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah civic education mempunyai banyak pengertian dan istilah.

Henry Randall Waite (1886) sebagaimana dikutip oleh Ubaidillah (2008:5) merumuskan pengertian civics sebagai berikut: “The science of citizenship, the relation of man, the individual, to man in organized collections, the individual in his relation to the state” (ilmu pengetahuan kewarganegaraan, hubungan seseorang dengan orang lain dalam perkumpulan-perkumpulan yang terorganisir, hubungan seseorang individu dengan negara). Sedangkan Muhammad Numan Somatri, mengartikan civics adalah sebagai ilmu kewarganegaraan yang membicarakan hubungan antara manusia dengan perkumpulan-perkumpulan yang terorganisir (organisasi sosial, ekonomi, politik), dan hubungan individu-individu dengan negara.

Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktifitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru, tentang kesadaran bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak masyarakat.

Adapun Zainul Ittihad Amin (2006:1.24) mengemukakan bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik yang diarahkan untuk menjadi patriot pembela bangsa dan negara (warga negara yang baik). Pasal yang berkaitan dengan pendidikan kewarganegaraan yaitu pasal 3 UUD 1945 yang berbunyi hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam pembedaan negara pasal 30 ayat 1 dan hak setiap warga negara untuk memperoleh pengajaran pasal 31 ayat 1.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match

            Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan –pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah (Agus Supriono, 2009:55).

Menurut Lorna Curran dalam Miftahul Huda (2011:135), model pembelajaran Make A Match adalah model pembelajaran aktif untuk mendalami atau melatih materi yang telah dipelajari. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan model Make a Match adalah sebuah kartu. Kartu tersebut terdiri dari kartu yang berisi pertanyaan dan jawaban.

Ada beberapa kelebihan dari penerapan model pembelajaran Make A Match yaitu: a) Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik; b) Metode yang menyenangkan, karena terdapat permainan dalam pembelajaran; c) Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari; d) Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa; e) Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi; f) Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.

Selain kelebihan, model pembelajaran Make A Match juga mempunyai kelemahan sebagai berikut: a) Kurangnya waktu dalam pembelajaran; b) Jika tidak mengarahkan siswa dengan baik, saat presentasi banyak siswa yang bingung dalam pembelajaran; c) Hukuman yang digunakanan harus hati-hati dan bijaksana karena dapat membuat siswa malu; d) Timbul rasa bosan apabila metode tersebut dalam pembelajaran dilakukan secara terus-menerus.

Kerangka Berpikir

Kondisi awal pembelajaran PPKn materi Perumusan Pancasila belum mencapai hasil yang optimal. Hal ini disebabkan oleh faktor guru dan siswa. Guru cenderung monoton, masih banyak menggunakan metode ceramah. Keaktifan belajar siswa kurang dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga hasil belajar siswa rendah.

Kondisi seperti ini membuat peneliti merencanakan untuk melakukan tindakan perbaikan pembelajaran dengan menerapkan model Make A Match. Dengan menggunakan model Make A Match siswa dapat terlibat dalam pembelajaran sehingga siswa akan lebih aktif menemukan pasangannya. Siswa akan berlomba mencari pasangan yang cocok dengan kartu yang dia dapat. Melalui model pembelajaran ini diharapkan dapat menambah keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dan meningkatkan hasil belajarnya. Dengan menerapkan model Make A Match diharapkan dapat memberikan peningkatan pada keaktifan dan hasil belajar siswa.

Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teoritis dan kerangka berpikir, hipotesis dalam penelitian tindakan kelas ini adalah:

1.   Melalui penerapan model pembelajaran Make A Match dapat meningkatkan keaktifan belajar PPKn materi Perumusan Pancasila bagi siswa kelas VI SDN 1 Mulyorejo Kecamatan Cepu tahun pelajaran 2017/2018.

2.   Diduga melalui penerapan model pembelajaran Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar PPKn materi Perumusan Pancasila bagi siswa kelas VI SDN 1 Mulyorejo Kecamatan Cepu tahun pelajaran 2017/2018.

METODOLOGI PENELITIAN

            Penelitian ini dilaksanakan di SDN 1 Mulyorejo Kecamatan Cepu Kabupaten Blora. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan mulai bulan Agustus sampai dengan bulan November 2017. Subjek dalam penelitian ini adalah peningkatan keaktifan dan hasil belajar mata pelajaran PPKn materi Perumusan Pancasila pada siswa kelas VI SDN 1 Mulyorejo tahun pelajaran 2017/2018 dengan jumlah siswa 23 anak yang terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan.

            Penelitian tindakan kelas ini menggunakan beberapa data yang bersumber dari dokumen daftar nilai, lembar observasi, dan hasil ulangan harian pada Siklus I dan Siklus II. Teknik pengumpulan data dilakukan pada penelitian ini meliputi teknik tes dan non tes. Data yang dikumpulkan dari kedua teknik tersebut nantinya akan dianalisis untuk selanjutnya digunakan untuk menarik kesimpulan. Teknik yang digunakan dalam menganalisis adalah teknik deskriptif komparatif. Tahap-tahap yang dilakukan oleh peneliti dalam menganalisis data adalah: (1) Pengumpulan data; (2) Reduksi data; (3) Display data; dan (4) Penarikan kesimpulan.

Penelitian ini dilaksanakan dengan mengunakan metode penelitian tindakan kelas. Untuk mengatasi permasalahan, peneliti menetapkan pelaksanaan tindakan sebanyak dua tindakan dalam dua siklus. Adapun langkah-langkah dalam setiap siklus tindakan adalah perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Pra Siklus

            Data keaktifan dan hasil belajar pra siklus diambil pada saat pembelajaran pra siklus. Keaktifan belajar siswa pada pembelajaran pra siklus adalah 48,48%. Skor tersebut masuk kategori “rendah”. Dari situasi ini berdampak pada hasil belajar siswa pada saat dilakukan ulangan harian. Berikut ini data hasil belajar pada pembelajaran pra siklus:

Tabel 4.1. Daftar Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa Pra Siklus

Nilai

Frekuensi

Persentase

Kualifikasi

30

1

4,35%

Tidak Tuntas

40

2

8,70%

Tidak Tuntas

50

4

17,39%

Tidak Tuntas

60

6

26,09%

Tidak Tuntas

70

5

21,74%

Tuntas

80

4

17,39%

Tuntas

90

1

4,35%

Tuntas

Rata-rata ulangan harian = 62,17

 

Tabel di atas menunjukkan jumlah siswa yang meraih nilai 30 sebanyak 1 anak, nilai 40 sebanyak 2 anak, nilai 50 sebanyak 4 anak, nilai 60 sebanyak 6 anak, nilai 70 sebanyak 5 anak, nilai 80 sebanyak 4 anak dan nilai 90 sebanyak 1 anak. Nilai rata-rata ulangan harian adalah 62,17. Jumlah siswa yang tuntas belajar adalah 10 anak (43,48%) dan yang tidak tuntas belajar adalah 13 anak (56,52%).

Hasil Siklus I

Pembelajaran pada Siklus I dilaksanakan sesuai dengan perencanaan dalam RPP. Ada tiga kali pertemuan dalam pembelajaran Siklus I. Keaktifan belajar siswa pada pembelajaran siklus I adalah 69,70%. Skor tersebut masuk kategori “sedang”. Dari situasi ini berdampak pada hasil belajar siswa pada saat dilakukan ulangan harian. Berikut ini data hasil belajar pada pembelajaran siklus I:

 

 

 

 

 

Tabel 4.4. Daftar Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa Siklus I

Nilai

Frekuensi

Persentase

Kualifikasi

40

1

4,35%

Tidak Tuntas

50

3

13,04%

Tidak Tuntas

60

4

17,39%

Tidak Tuntas

70

7

30,43%

Tuntas

80

4

17,39%

Tuntas

90

3

13,04%

Tuntas

100

1

4,35%

Tuntas

Rata-rata ulangan harian = 70,00

 

Tabel di atas menunjukkan jumlah siswa yang mendapat nilai 40 sebanyak 1 anak, skor 50 sebanyak 3 anak, skor 60 sebanyak 4 anak, skor 70 sebanyak 7 anak, skor 80 sebanyak 4 anak, skor 90 sebanyak 3 anak dan skor 100 sebanyak 1 anak. Nilai rata-rata ulangan harian adalah 70,00. Jumlah siswa yang tuntas belajar adalah 15 anak (65,22%) dan yang tidak tuntas belajar adalah 8 anak (34,78%).

Hasil Siklus II

Pembelajaran pada Siklus II dilaksanakan sesuai dengan perencanaan dalam RPP. Ada tiga kali pertemuan dalam pembelajaran Siklus II. Keaktifan belajar siswa pada pembelajaran siklus II adalah 90,91%. Skor tersebut masuk kategori “tinggi”. Dari situasi ini berdampak pada hasil belajar siswa pada saat dilakukan ulangan harian. Berikut ini data hasil belajar pada pembelajaran siklus II:

Tabel 4.7. Daftar Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa Siklus II

Nilai

Frekuensi

Persentase

Kualifikasi

50

1

4,35%

Tidak Tuntas

60

2

8,70%

Tidak Tuntas

70

8

34,78%

Tuntas

80

5

21,74%

Tuntas

90

4

17,39%

Tuntas

100

3

13,04%

Tuntas

Rata-rata ulangan harian = 77,83

 

Tabel di atas menunjukkan jumlah siswa yang mendapat nilai 50 sebanyak 1 anak, skor 60 sebanyak 2 anak, skor 70 sebanyak 8 anak, skor 80 sebanyak 5 anak, skor 90 sebanyak 4 anak dan skor 100 sebanyak 3 anak. Nilai rata-rata ulangan harian adalah 77,83. Jumlah siswa yang tuntas belajar adalah 20 anak (86,96%) dan yang tidak tuntas belajar adalah 3 anak (13,04%).

Pembahasan

Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan keaktifan belajar siswa dari Pra Siklus yang skornya 48,48% (rendah) menjadi 69,70% (sedang), meningkat 21,21%. Pada Siklus II juga terjadi peningkatan menjadi 90,91% (tinggi), meningkat 21,21%. Jadi peningkatan keaktifan belajar dari kondisi awal ke kondisi akhir adalah 42,42%.

            Untuk hasil belajar siswa, peneliti juga melakukan perbandingan hasil belajar pada pembelajaran pra siklus, siklus I dan siklus II. Dari data hasil belajar yang dikumpulkan dapat dibuat tabel peningkatan ketuntasan belajar dari pra siklus, siklus I dan siklus II.

 

Tabel 4.10. Tingkat Ketuntasan Belajar

Tingkat Ketuntasan

Pra Siklus

Siklus I

Siklus II

Tuntas

10 (43,48%)

15 (65,22%)

20 (86,96%)

Tidak Tuntas

13 (56,52%)

8 (34,78%)

3 (13,04%)

 

            Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan tingkat ketuntasan belajar. Pada Pra Siklus, siswa yang tuntas belajar adalah 10 (43,48%) sedangkan pada Siklus I adalah 15 (65,22%), terjadi peningkatan sebesar 21,74%. Pada Siklus II kembali meningkat menjadi 20 (86,96%), terjadi peningkatan sebesar 21,74%. Jadi total peningkatan ketuntasan belajar dari kondisi awal ke kondisi akhir adalah 15 anak (43,48%).

Berikut ini peneliti juga menyajikan tabel rekapitulasi peningkatan hasil belajar pra siklus, siklus I dan siklus II dalam bentuk tabel:

Tabel 4.11. Peningkatan Hasil Belajar Siswa

Nilai

Pra Siklus

Siklus I

Siklus II

30

1

0

0

40

2

1

0

50

4

3

1

60

6

4

2

70

5

7

8

80

4

4

5

90

1

3

4

100

0

1

3

Rata-rata

62,17

70,00

77,83

 

            Nilai rata-rata hasil ulangan siswa setelah dilakukan tes tertulis pada pembelajaran Pra Siklus adalah 62,17. Pada Siklus I nilai rata-rata ulangan harian siswa adalah 70,00, terjadi peningkatan sebesar 7,83. Pada Siklus II nilai ulangan hariannya adalah 77,83, kembali mengalami peningkatan sebesar 7,83. Jadi secara keseluruhan, prestasi belajar siswa terjadi peningkatan sebesar 15,66.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada siswa kelas VI SDN 1 Mulyorejo Kecamatan Cepu pada pembelajaran pra siklus, siklus I, dan siklus II dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1.   Penerapan model pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan keaktifan belajar PPKn materi Perumusan Pancasila bagi siswa kelas VI SDN 1 Mulyorejo Kecamatan Cepu Tahun Pelajaran 2017/2018.

2.   Penerapan model pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar PPKn materi Perumusan Pancasila bagi siswa kelas VI SDN 1 Mulyorejo Kecamatan Cepu Tahun Pelajaran 2017/2018.

Saran

1.   Kepada Guru

Disarankan kepada guru untuk menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi pelajaran dan dapat membuat siswa merasa senang dalam pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran yang sesuai akan dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar sehingga hasil belajar siswa juga dapat ditingkatkan.

2.   Kepada Siswa

Siswa hendaknya mempersiapkan diri dalam pembelajaran sehingga ketika guru menyampaikan materi pelajaran dapat ditangkap dengan baik oleh siswa. Di sisi lain, siswa juga diharapkan terlibat aktif dalam pembelajaran terutama ketika guru sedang menggunakan model pembelajaran yang bertujuan meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar. Hal ini akan berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa.

3.   Kepada Sekolah

Kepala sekolah hendaknya memberikan dukungan kepada guru yang berinisiatif melakukan penelitian tindakan kelas untuk mengatasi masalah pembelajaran di dalam kelas. Dengan terselesaikannya masalah pembelajaran di dalam kelas, secara otomatis akan meningkatkan kwalitas pembelajaran di dalam kelas yang akhirnya dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rozak, dan Ubaedillah. 2008. Civic Education. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Abu Ahmadi. 1991. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Ali, Muhammad. 1985. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Alwi, Hasan, dkk. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Amin, Zainul, Ittihad. 2010. Materi Pokok Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Universitas Terbuka.

Huda, Miftahul. 2011. Cooperative Learning. Bandung: Pustaka Pelajar.

Kunandar. 2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagi Pengembang Profesi Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Perseda.

Mufarokah, Anissatul. 2009. Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta: Teras.

Oemar Hamalik. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.22 Tahun 2006.

Slameto. 1995. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana.1988. Evaluasi Hasil Belajar. Bandung: Pustaka Martiana.

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Apikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.