PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN KETRAMPILAN SISWA

DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MAPEL MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE CIRC BERBASIS PENEMUAN TERBIMBING

SISWA KELAS VIIA SMPN 2 TALANG

Tarkamah

SMP Negeri 2 Talang Kabupaten Tegal

ABSTRAKSI

Tujuan dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mengetahui keampuhan tindakan yaitu meningkat tidaknya hasil belajar matematika materi keliling dan luas segi empat pada siswa kelas VIIA SMP Negeri 2 Talang semester genap tahun pelajaran 2013/2014 melalui Implementasi Cooperative Learning tipe circ. Jenis penelitian tindakan kelas ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Adapun untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti melaksanakan tahapan planning (menetapkan jumlah siklus dan materi pokok yang akan dipelajari, menentukan sampel penelitian, menyusun lesson plan dan instrumen penilaian, menyusun format observasi lainnya), tahapan action (melaksanakan tindakan kelas sebanyak 2 siklus mengacu pada perencanaan), tahapan observing (melakukan observasi terhadap perkembangan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomorik serta kinerja kelompok), dan reflection (melaksanakan analisa data dan refleksi terhadap penerapan model pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar yang menjadi fokus dalam penelitian tindakan kelas ini). Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan dan mampu menjawab permasalahan yang ada. Berdasar hasil evaluasi, pada akhir siklus II didapat angka pencapaian nilai rata-rata UH sebesar 74,9 (naik sebesar 20 atau 37,68% dari pra-siklus dan termasuk dalam kriteria baik sekali), angka pencapaian prosentase perolehan skor keterampilan berpikir dalam pembelajaran 0,079 dan termasuk dalam kriteria baik. Selanjutnya, dengan memperhatikan pelaksanaan penelitian dan hasilnya, maka peneliti menyarankan kepada guru matematika pada khususnya untuk melaksanakan Cooperative Learning tipe circ agar kemampuan siswa dapat ditingkatkan melalui pengembangan pengetahuan prosedural dan deklaratif serta belajar secara kooperatif.

Kata Kunci: Keaktifan, Keterampilan, Pembelajaran Kooperatif Metode CIRC

PENDAHULUAN

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting diajarkan pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Dalam pedoman penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Pertama dijelaskan tujuan pengajaran matematika pada pendidikan dasar (Depdiknas, 2006:8) antara lain agar siswa memahami konsep matematika secara luwes, akurat, efesian, dan tepat serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu atau kritis, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis dalam mengajar matematika selama ini, siswa kurang memahami materi yang diajarkan guru dan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal matematika. Pengalaman juga menunjukkan bahwa hasil belajar siswa belum memuaskan. Hal ini dapat dilihat diantaranya dari nilai ulangan harian pada materi pokok sebelum dilaksanakan penelitian (pra-siklus). Dimana jumlah siswa yang mencapai tingkat ketuntasan belajar baru 27,8% dari 36 siswa. Dan rata-rata nilai ulangan hariannya sebesar 54,9.

Gejala-gejala yang tampak pada saat proses belajar antara lain: kemampuan menganalisa dan menyelesaikan soal rendah, siswa kurang terampil berpikir dan cenderung suka mencontoh, siswa belum mampu berfikir kritis dan sistematis. Akibatnya jika diberikan soal-soal yang agak berbeda sedikit dengan contoh yang diberikan, mereka tidak mampu menyelesaikannya. Hal ini disebabkan siswa belajar hanya dengan mengingat fakta, dan kurang memahami konsep yang dipelajari.

Atas dasar identifikasi penyebab masalah yang telah diuraikan pada latar belakang di atas, maka masalah yang dihadapi guru kelas VII SMP 2 Talang adalah sebagai berikut:

1. Apakah dengan mengimplementasikan pembelajaran Cooperative Learning Tipe CIRC berbasis penemuan terbimbing dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam menyelesaikan soal-soal cerita, materi segi empat pada siswa kelas VIIA SMP 2 Talang semester 2 Tahun Pelajaran 2013/2014?

2. Apakah dengan mengimplementasikan pembelajaran Cooperative Learning Tipe CIRC berbasis penemuan terbimbing dapat meningkatkan ketrampilan siswa dalam menyelesaikan soal cerita materi segi empat pada siswa kelas VIIA SMP 2 Talang semester 2 Tahun Pelajaran 2013/2014?

3. Bagaimaana proses pembelajaran Cooperative Learning Tipe CIRC berbasis penemuan terbimbing berlangsung untuk meningkatkan aktifitas dan keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal-soal cerita materi segi empat pada siswa kelas VIIA SMP 2 Talang semester 2 Tahun Pelajaran 2013/2014

Sesuai dengan masalah penelitian yang akan dipecahkan melalui PTK, maka penelitian tindakan berbasis kelas yang akan dilaksanakan ini memiliki tujuan: (1) 1. Meningkatkan aktifitas siswa dalam mempelajari matematika materi soal cerita pada segi empat melalui implementasi cooperative learning Tipe CIRC berbasis penemuan terbimbing pada siswa kelas VIIA SMP Negeri 2 Talang Tahun Pelajaran 2013/2014 semester 2 Tahun Pelajaran 2013/2014. (2) 2. Meningkatkan ketrampilan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada segi empat melalui implementasi cooperative learning Tipe CIRC berbasis penemuan terbimbing pada siswa kelas VIIA SMP Negeri 2 Talang , semester 2 Tahun Pelajaran 2013/2014. (3) 3. Memperoleh gambaran langkah-langkah poses pembelajaran cooperative learning Tipe CIRC berbasis penemuan terbimbing untuk meningkatkan aktifitas dan keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal cerita materi segi empat pada siswa klas VIIA SMP Negeri 2 Talang semester 2 Tahun Pelajaran 2013/2014.

KAJIAN PUSTAKA

Pembelajaran Matematika

Istilah “matematika” berasal dari kata Yunani “mathein” atau “manthenein” yang artinya “mempelajari”. Mungkin juga kata itu erat hubungannya dengan kata Sansekerta “medha” atau “widya” yang artinya ialah “kepandaian”,“ketahuan”, atau “inteligensi”. Dalam hal ini istilah “matematika” lebih tepat digunakan dari pada “ilmu pasti” karena memang benarlah, bahwa dengan menguasai matematika orang akan belajar mengatur jalan pikirannya dan sekaligus belajar menambah kepandaiannya.

Dengan demikian pembelajaran matematika adalah cara berpikir dan bernalar yang digunakan untuk memecahkan berbagai jenis persoalan dalam keseharian, sains, pemerintah, dan industri. Lambang dan bahasa dalam matematika bersifat universal sehingga dipahami oleh bangsa–bangsa di dunia.

Aktifitas Belajar

Menurut Anton M. Mulyana (2001: 26), aktifitas dirtikan sebagai kegiatan atau keaktifan, Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan kegiatan yang terjadi baik menggunakan fisik maupun non fisik merupakan suatu keaktifan. Sedangkan belajar menurut Oemar Hamalik (2001:28), adalah “suatu proses perubahan tingkah laku individu melaluai interaksi dengan lingkungan”. Aspek tingkah laku tersebut berupa pengetahuan, pengertian, kebiasaan, ketrampilan, apresiasi, emosional, hubungan social, jasmani, budi pekerti dan sikap. jika seseorang telah belajar maka akan terlihat terjadinya perubahan pada salah satu atau beberapa aspek tingkah laku tersebut.

Selanjujutnya menurut Sardiman A. M. (2003: 22) menyatakan bahwa belajar merupakan belajar merupakan interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori. Dalam proses interaksi ini terkandung dua maksud yaitu: pertama, proses interaksi dari sesuatu kedalam diri yang belajar, kedua prosesini dilakukan secara aktif dengan segenap panca indra ikut berperan.

Dari uraian tentang belajar diatas peneliti berpendapat bahwa dalam belajar terjadi dua proses yaitu: 1. perubahan tingkah laku pada diri seorang yang sedang belajar, 2. interaksi dengan lingkungan, baik berupa pribadi, fakta dan sebagainya.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa aktifitas aktifitas belajar adalah segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksiantara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktifitas yang dimaksudkan disini penekanannya pada siwa, sebab dengan adanya aktifitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif. artinya dalam belajar sangat dituntut keaktifan siswa. Siswa yang lebih banyak melakukan kegiatan sedangkan guru lebih banyak membinbing dan mengarahkan.

Ketrampilan Menyelesaikan Soal Cerita

Keterampilan adalah kemampuan-kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan-kemampuan dasar yang dimaksud antara lain mengobservasi, menghitung, mengukur, mengklasifikasi, mencari hubungan ruang waktu, membuat hipotesis, merencanakan penelitian atau eksperimen, mengendalikan verbal, menafsirkan data, membuat kesimpulan sementara, meramalkan, menerapkan, mengkomunikasikan atau keterampilan adalah kemampuan mental, fisik, dan social untuk bertindak dengan benar dan cepat.

Pendekatan keterampilan adalah suatu pengelolaan kegiatan belajar mengajar yang berfokus pada pelibatan siswa secara aktif dan kreatif dalam proses pemerolehan hasil belajar. Dari uraian diatas, bahwa keterampilan menyelesaikan soal cerita adalah salah satu kompetensi yang harus dicapai oleh siswa SMP, maka mereka harus mampu melaksanakan 4 kegiatan belajar yaitu: (1)siswa membaca dan memahami soal cerita, (2) siswa menganalisis soal cerita menjadi kalimat matematika, (3) siswa mengerjakan soal cerita secara bertahap, (4) siswa memberi jawaban sesuai dengan yang diharapkan.

Dapat kita simpulkan bahwa keterampilan dirancang sebagai proses komunikasi belajar yang berfokus pada siswa untuk mengubah perilaku siswa menjadi cekat, cepat, dan tepat serta menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal.

Pembelajaran Kooperatif

Anita Lie (2005:18) mengatakan bahwa model kooperatif learning didefinisikan sebagai “ sistem kerja/belajar kelompok yang terstruktur “.Model kooperatif menyediakan suatu kerangka bagi guru untuk dapat membantu kepentingan pengembangan pembelajaran dan tujuan hubungan manusia.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran model kooperatif mengandung pengertian sebagai suatu model pembelajaran dengan bekerja sama dalam kelompok kecil dan terstruktur dimana keberhasilan kelompok ditentukan oleh keaktifan dari setiap anggota kelompok yang bersangkutan. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab dan berusaha mendapat hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok. Keberhasilan individu dalam kelompok merupakan orientasi dari keberhasilan kelompok, siswa bekerja untuk suatu tujuan yang sama dan membantu serta mendorong temannya agar berhasil dalam belajar. Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok.

Ada unsur-unsur dalam pemberlajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson dalam Anita Lie: (2002:30) menyatakan untuk mencapai hasil maksimal, lima unsure pembelajaran kooperatif harus diterapkan, yaitu: (1) Saling ketergantungan positif; (2) Tanggung jawab perseorangan. (3) Tatap muka setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. (4)Komunikasi antar anggota; (5) Evaluasi proses kelompok.

Pembelajaran Cooperative Learning tipe CIRC

CIRC singkatan dari Cooperative Integrated Reading and Composition, termasuk salah satu tipe model pembelajaran Cooperative Learning. Pada awalnya, model CIRC diterapkan dalam pembelajaran bahasa. Dalam kelompok kecil, para siswa diberi suatu text/bacaan (cerita/novel), kemudian siswa latihan membaca atau saling membaca, memahami ide pokok, saling merevisi, dan menulis ikhtisar cerita atau memberikan tanggapan terhadap isi cerita, atau untuk mempersiapkan tugas tertentu dari guru (Mohamad Nur, 1999:21).

Dalam model pembelajaran CIRC, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen yang terdiri atas 4 atau 5 siswa. Dalam kelompok ini tidak dibedakan atas jenis kelamin, suku/bangsa, atau tingkat kecerdasan siswa. Jadi, dalam kelompok ini sebaiknya ada siswa yang pandai, sedang atau lemah, dan masing-masing siswa sebaiknya merasa cocok satu sama lain. Dengan pembelajaran kelompok, diharapkan para siswa dapat meningkatkan pikiran kritisnya, kreatif, dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi. Sebelum di bentuk kelompok, siswa diajarkan bagaimana bekerja sama dengan suatu kelompok. Siswa diajari menjadi pendengar yang baik, dapat memberikan penjelasan kepada teman sekelompok, berdiskusi, mendorong teman lain untuk bekerja sama, menghargai pendapat orang lain dan sebagainya. Salah satu ciri pembelajaran kooperatif adalah kemampuan siswa untuk bekerja sama dalam kelompok kecil yang heterogen. Masing-masing anggota dalam kelompok memiliki tugas yang setara. Karena pada pembelajaran kooperatif keberhasilan kelompok sangat diperhatikan, maka siswa yang pandai ikut bertanggung jawab membantu temannya yang lemah dalam kelompoknya. Dengan demikian, siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilannya, sedangkan siswa yang lemah akan terbantu dalam memahami permasalahan yang diselesaikan dalam kelompok tersebut.

Model pembelajaran tipe CIRC memiliki delapan komponen. Kedelapan komponen tersebut adalah sebagai berikut. (1) Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 sampai 5 siswa, (2) Placement test,misalnya diperoleh dari nilai rata-rata ulangan harian sebelumnya atau berdasarkan nilai rapor agar guru mengetahui kelebihan atau kelemahan siswa pada bidang tertentu, (3) Student Creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya, (4) Learning Society atau Team Learning, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan kepada kelompok yang membutuhkannya, (5) Team Scores and Team Recognition, yaitu pemberian scor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas, (6) Teaching Group, yakni pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok, (7) Facts Test, yaitu pelaksanaan test/ulangan berdasarkan fakta yang diperoleh siswa, dan (8) Whole-Class Unit, yaitu pemberian rangkuman materi oleh guru di akhir waktu pembelajaran dengan strategi penemuan khususnya tentang pemecahan soal cerita.

Masalah atau soal sarana untuk kegiatan penemuan harus memenuhi syarat sebagai berikut. (1) Materi prasyarat untuk menyelesaikan maslah/soal tersebut harus sudah diketahui siswa, (2) Masalah/soal terjangkau oleh siswa, (3) Algoritma atau komposisi penyelesaian soal tersebut belum diinformasikan kepada siswa, (4) Para siswa berkehendak untuk menyelesaikan masalah/soal itu (Abdurrahman As’ari, 2005:45).

Kegiatan pokok dalam CIRC berbasis penemuan untuk memecahkan soal cerita meliputi rangkaian kegiatan bersama yang spesifik yang bersifat menemukan sendiri, yakni; (1) salah satu anggota kelompok membaca atau beberapa anggota saling membaca, (2) Membuat prediksi atau menafsirkan atas isi soal cerita, termasuk menemukan dan menulis apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan memisalkan apa yang ditanyakan dengan suatu variable tertentu, (3) Saling membuat ikhtisar atau menemukan rencana penyelesaian soal cerita, dan (4) Menuliskan penyelesaian soal ceritanya secara urut (menuliskan urutan komposisi penyelesaiannya), dan, (5) Saling merevisi dan mengedit pekerjaan/penyelesaian (jika ada yang perlu direvisi).

Dengan mengadopsi model pembelajaran tipe CIRC berbasis penemuan untuk melatih siswa meningkatkan ketrampilannya dalam menyelesaikan soal cerita, maka langkah yang ditempuh seorang guru mata pelajaran matematika adalah sabagai berikut.

1. Guru siap melatih siswa untuk meningkatkan ketrampilan siswanya dalam menyelesaikan soal cerita melalui penerapan pembelajaran tipe CIRC berbasis penemuan.

2. Guru membentuk kelompok-kelompok belajar siswa (Learning society) yang heterogen. Setiap kelompok terdiri atas 4 atau 5 siswa.

3. Guru mempersiapkan 1 atau 2 soal cerita berbasis penemuan dan membagikannya kepada setiap siswa dalam kelompok yang sudah terbentuk.

4. Guru memberitahukan agar dalam setiap kelompok terjadi serangkaian kegiatan spesific CIRC berbasis penemuan sebagai berikut.

Melalui implementasi model pembelajaran Cooperative Learning tipe CIRC berbasis penemuan, maka hasil belajar siswa kelas VII SMP 2 Talang dalam menyelesaikan soal cerita dapat meningkat.

Model Penemuan Terbimbing

Metode penemuan ini dibagi dalam 2 jenis, yaitu penemuan murni dan penemuan terbimbing. Meir (dalam Widdiharto, 2004) menyebutkan bahwa penemuan murni adalah heuristic, apa yang hendak ditemukan, jalan atau proses semata-mata ditentukan oleh siswa sendiri. peran guru pada pememuan murni hanya sebagai penyaji masalah dan meminta siswa untuk mengkaji fakta-fakta atau relasi yang terdapat pada masalah tadi. Pememuan murni ini memungkinkan eksplorasi siswa tidak terarah, sehingga akan menyita banyak waktu untuk setiap proses penemuannya. Padahal setiap tahun pelajaran terdapat sekian banyak kompetensi dasar harus didekati dengan pememuan murni, dapat diduga bahwa waktu pembelajaran yang digunakan tidak akan memadai.

Kehadiran penemuan terbimbing dapt menjadi pilihan untuk meminimalisasi penggunaan waktu. Guru sebagai pembimbing dapt mengarahkan eksplorasi yang dilakukan siswa secara bertahap menuju sasaran yng ingin dicapi. Bimbingan yang diberikan dapat berupa petunjuk, arahan, pertanyaan, atau dialog sehingga diharapkan siswa sampai pada kesimpulan atau generalisasi sesuai yang diinginkan guru, sangat tergantung pada tingkat kemampuan siswa. semakin rendah kemampuan siswa, semakin banyak bimbingan yang diperlukan.

METODE PENELITIAN

Setting, Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di UPTD SMP Negeri 2 Talang Kabupaten Tegal. yang beralamatkan di jalan Projosumarto 1 Wangandawa Talang,Waktu pelaksanaan bulan Januari 2014 sampai bulan Juni 2014, dengan Subjek Penelitian Tindakan Kelas adalah siswa kelas VIIA UPTD SMP Negeri 2 Talang Kabupaten Tegal Tahun Pelajaran 2013/2014 berjumlah 36 siswa terdiri siswa putra sebanyak 18 orang dan siswa putri sebanyak 18 orang.

Siswa kelas VIIA dijadikan subjek penelitian didasarkan pertimbangan sebagai berikut: pertama, siswa kelas VIIA memiliki karakterstik berupa masih rendahnya aktivitas belajar siswa dalam diskusi yang pernah dilakukan peneliti pada saat pembelajaran kondisi awal jika dibandingkan dengan kelas VII lainnya, kedua: hasil belajar siswa kelas VIIA berupa ketuntasan belajar klasikal pada pembelajaran kondisi awal belum tercapai yaitu baru mencapai 50% padahal kriteria ketuntasan belajar klasikal yang telah ditetapkan guru pada awal Tahun Pelajaran 2013/2014 adalah 75%.

Sumber Data

Data yang diperoleh dalam Penelitian Tindakan Kelas ini berasal dari dua jenis sumber data yaitu sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer berasal dari siswa memperoleh data tentang nilai hasil belajar dan hasil pengamatan ketrampilan siswa selama pembelajaran Cooperative Learning tipe CIRS berlangsung, sedangkan sumber data sekunder berasal pihak lain yang secara tidak langsung penunjang penelitian antara lain kepala sekolah dan staf tata usaha UPTD SMP Negeri 2 Talang.

D. Metode Pengumpulan Data

1. Tes

Tes digunakan untuk mengumpulkan data tentang nilai hasil belajar yang dilakukan akhir kegiatan pembelajaran pada setiap siklus penelitian. Instrumen tes menggunakan soal isai berstuktur dengan jumlah soal 5 item.

2. Observasi

Observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang keaktifan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada setiap siklus penelitian. Pengamatan dilakukan pada saat dilaksanakan proses pembelajaran berlangsung dan kegiatan ini dilakukan oleh peneliti. Fokus pengamatan adalah keaktifan siswa dalam mengerjakan soal cerita pembelajaran Cooperative Learning tipe CIRC.

3. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data pelaksanaan kegiatan penelitian meliputi: daftar nilai tes hasil belajar, contoh hasil pekerjaan siswa dan foto-foto kegiatan penelitian

Validasi Data

Validasi data mencerminkan prestasi belajar siswa dianalisis dari perolehan nilai pra siklus, siklus I, siklus II, Perolehan tiap siklus tersebut kemudian dibandingkan untuk menentukan tingkat peningkatan aktifitas belajar siswa yang dicapai setelah pelaksanaan model pembelajaran tipe CICR. Sedangkan validitas data untuk mengetahui peningkatan keterampilan dianalis secara kualitatif.

Analisa Data.

Dalam penelitian tindakan kelas ini terdapat dua jenis data yang dikumpulkan peneliti untuk selanjutnya dianalisis. Analisis kedua data tersebut antara lain: (1) Data Hasil Belajar (2) Data Hasil Observasi.

Cara Pengambilan Simpulan

Pengambilan simpulan penelitian ini ditetapkan peneliti dengan menentukan indikator capaian sebagai berikut: Hasil belajar siswa pada penelitian ini mencakup ketuntasan belajar perorangan dan klasikal. Indikator capaian pada ketuntasan belajar perorangan ditetapkan jika siswa memperoleh nilai hasil belajar sama atau di atas nilai Kriteria Ketuntasan Minimal Mapel matematika sebesar 70 atau (KKM = 70) sedangkan ketuntasan belajar klasikal ditetapkan jika jumlah siswa yang telah tuntas belajar perorangan dalam satu kelas telah mencapai sama atau di atas 75%.

Prosedur Penelitian.

Prosedur penelitian tindakan kelas ini menggunakan empat tahapan penelitian sebagaimana daur ulang atau spiral penelitian yang disampaikan Hopkins (1993) dalam Suharsimi Arikunto, Suhardjono dan Supardi (2008:104). Keempat tahapan penelitian tersebut meliputi perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (acting), pengamatan (observation) dan refleksi (reflection)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Kondisi Awal

Subyek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa dan guru kelas VIIA SMP Negeri 2 Talang Kabupaten Tegal. Jumlah siswa kelas VIIA adalah 36 siswa. Terdiri dari 19 siswa laki-laki dan 17 siswa perempuan yang umumnya memiliki kemampuan sedang. Latar belakang mereka antara lain: (i) berasal dari lingkungan masyarakat yang kesadaran pendidikannya cukup rendah sehingga budaya belajar dilingkungan itu juga rendah, (ii) terlahir dari keluarga yang ekonominya lemah (sebagian besar orang tua mereka adalah petani dan tidak sedikit di antara mereka hanya menggarap sawah milik orang lain), (iii) dukungan belajar dari orang tua sangat rendah, dan (iii) kemampuan menyelesaikan soal cerita cukup rendah. Sekolah tempat peneliti bertugas termasuk Unit Sekolah cukup lama. Dan peneliti sebagai guru matematika di SMP Negeri 2 Talang berpendidikan S1 jurusan pendidikan matematika dan memiliki akta mengajar serta telah bertugas mengajar di SMP Negeri 2 Talanng kurang lebih selama 14 tahun.

Dari instrumen-instrumen yang telah disiapkan untuk menjaring data awal (pra-tindakan penelitian) melalui dokumentasi siswa dan hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran matematika dapat dilaporkan sebagai berikut: Nilai rata-rata 54,9; nilai tertinggi 85, nilai terendah 35, telah tuntas 10 siswa (27,8%) belum tuntas 26 siswa (72,2%).

Deskripsi Hasil Siklus I

Kegiatan pengamatan dilakukan oleh peneliti dan observer pada setiap pertemuan. Pengamatan lebih difokuskan pada lima komponen yaitu: (1) Keterampilan mengungkapkan apa yang diketahui 83,3%, (2) Keterampilan memisalkan apa yang ditanyakan dengan suatu variable 75%, (3) Keterampilan mengungkapkan apa yang ditanyakan 72,2%, (4) Keterampilan menyelesaikan materi keliling dan luas persegi 69,4%, (5) Keterampilan mengungkapkan jawaban akhir sesuai dengan makna soal cerita 55,5%. Hasil rata-rata aktifitas siswa 57,5%(criteria aktif).

Hasil tes belajarjar siswa ditunjukan pada laporan berikut: Berdasarkan hasil ulangan siklus I yang terdapat pada table diatas sebagai berikut: (a) Nilai rata-ratanya 65, yang berarti belum menunjukkan ketercapaian criteria ketuntasan minimal yaitu 70. (b) Nilai tertinggi 95 diraih 2 siswa dan nilai terendah 50 diraih 4 siswa. (c) nilai terendah 50. (d) 25 siswa (69,4%) tuntas belajar, sedangkan 11 siswa (30,5%)belum tuntas belajar.

Diskripsi Hasil Siklus 2.

Hasil Observasi Keaktifan Siswa Dalam menyelesaikan Soal Keaktifan Siswa Dalam menyelesaikan Soal pada pembelajaran Siklus 2 diperoleh hasil observasi sebagaimana berikut ini: (1) Keterampilan mengungkapkan apa yang diketahui 94,4%, (2) Keterampilan memisalkan apa yang ditanyakan dengan suatu variable 88,9%, (3) Keterampilan mengungkapkan apa yang ditanyakan 88,9%, (4) Keterampilan menyelesaikan materi keliling dan luas persegi 85%, (5) Keterampilan mengungkapkan jawaban akhir sesuai dengan makna soal cerita 69,4%. Hasil rata-rata aktifitas siswa 86,1%(criteria sangat aktif).

Nilai tes hasil belajar pada siklus 2 diperoleh hasil sebagai berikut ini. Berdasarkan hasil ulangan siklus II diatas dapat disimpulkan sebagai berikut: (a) Nilai rata-ratanya 74,9, yang berarti menunjukkan ketercapaian kriteria. (b) ketuntasan minimal yaitu 70. (c) Nilai tertinggi 95 diraih 2 siswa dan nilai terendah 60 diraih 4 siswa. (d) 33 siswa (91,7%) tuntas belajar, sedangkan 3 siswa (8,3%)belum tuntas belajar.

Pembahasan Antar Siklus

Deskripsi data hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan baik pada kondisi awal maupun kedua siklus sebagaimana diuraikan pada deskripsi di atas dapat disampaikan perbandingan hasil penelitian antar siklus sebagai berikut:

1. Hasil Observasi Aktifitas Siswa

Aktifitas siswa dalam pembelajaran yang diobservasi menggunakan lembar observasi Aktifitas siswa dalam pembelajaran Cooperative Learningtepe circ mengalami peningkatkan pada setiap siklus penelitian tindakan ini. Peningkatan Aktifitas siswa terbesar diperoleh pada indikator mengungkapkan apa yang ditanyakan, dimana pada kondisi awal indikator mengungkapkan apa yang ditanyakan sebanyak 20 siswa atau 55,5% dan pada siklus 1sebanyak 26 siswa atau 72,2%, pada siklus 2 sebanyak 32 siswa atau 88,9%. Pada indikator Menyelesaikan materi keliling dan luas persegi juga mengalami peningkatkan, dimana pada kondisi awal hanya sebanyak 20 siswa atau 55,5%, pada siklus 1 mengalami peningkatan sebanyak 25 siswa atau 69,4% dan siklus 2 sebanyak 30 siswa atau 85%.

2. Nilai Tes Hasil Belajar Siswa

Nilai hasil belajar siswa yang diukur melalui tes hasil belajar yang dilakukan pada setiap akhir kegiatan pembelajaran mengalami peningkatan pada setiap siklus penelitian tindakan ini. Peningkatan terdapat pada enam indikator nilai hasil belajar kecuali pada indikator nilai tertinggi tidak mengalami peningkatan yaitu pada siklus 1nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah nilai 95 dan pada siklus 2 juga nilai 95. Menurut tabel di atas, secara klasikal siswa yang tuntas belajar pada kondisi awal adalah 10 siswa atau 27,8%, pada siklus 1 adalah 25 siswa atau 69,5% dan siklus 2 adalah 33 siswa atau 91,7%, sehingga dapat disampaikan bahwa siswa yang tuntas belajar pada setiap siklus penelitian tindakan ini mengalami peningkatan yang signifikan. Jika dibandingkan antara kondisi awal dengan siklus 1 berarti siswa yang tuntas belajar meningkat sebesar 41,7% dan siklus 1jika dibandingkan dengan siklus 2 maka terdapat peningkatan sebesar 32,2%. Sebaliknya secara klasikal siswa yang belum tuntas belajar mengalami penurunan dimana pada kondisi awal siswa yang belum tuntas belajar adalah 26 siswa atau 72,2%, pada siklus 1 adalah 2 siswa atau 30,5% dan pada siklus 2 adalah 3 siswa atau 8,3%.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan uraian hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa: (1) Melalui Cooperative Learning tipe CIRC dapat meningkatkan Aktifitas siswa kelas VIIA SMP N 2 Talang dalam menyelesaikan soal-soal cerita. (2) Melalui Cooperative Learning tipe CIRC dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIIA SMP N 2 Talang dalam menyelesaikan soal-soal cerita.

Beberapa saran yang diberikan peneliti adalah: (1) Guru matematika harus dapat mengemas proses pembelajaran yang menyenangkan namun tetap menantang. (2) Guru harus kreatif, inovatif dan selalu meningkatkan profesionalisnya. (3) Salah satu inovasi proses pembelajaran dalam rangka mengoptimalkan hasil belajar matematika dan meningkatkan keterampilan siswa adalah dengan menerapkan tipe CIRC dalam pembelajar

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman As’ari. 2005. Pemecahan masalah matematika – Pembelajaran dan Asesmennya. Makalah disajikan dalam Seminar Pendidikan di SBI Madania Bogor.

Anita Lie, 2005. Cooperative Learning, Mempraktikkan Cooperative Learning di RuangRuang Kelas, Jakarta, Gramedia Widiasarana Indonesia

Amin Suyitno dan Isnaeni Rosyida. 2002. Pembelajaran RME (Realistic Mahtematies Education) sebagai langkah inovasi Pendidikan Matematika dan Implementasinya di SMP. Laporan Penelitian Dosen Muda. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Amin Suyitno, 2001. Meminimalkan Kesalahan Mengerjakan Soal pada siswa kelas VII SMP 9 Semarang Melalui Model Pembelajaran Problem Posing. Laporan Penelitian Program ASD. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

M. Sardiman 2003 Interaksi dan Motifasi Belar Mengajar Jakarta PT. Raja Grafindo Persada

Boediono dan Ella Yulaewati, 1999. Penyusunan Kurikulum Berbasis Kemampuan Dasar. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan Balitbang Dikbut. Oktober tahun ke 5, No. 019.

Mohamad Nur. 1999, Pengajaran Berpusat kepada siswa dan Pendekatan Kontruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: Unesa.

Mulyono, Anton M. 2001. Kamus Besar Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Ruseffendi, E.T. 1982. Dasar-dasar Matematika Modern untuk Guru Edisi ketiga. Bandng: Tarsito

Ruseffendi, E.T. 1988. Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kopetensinya dalam Pendidikan Matematika untuk meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito

Shadiq, Fajar. 2009. Strategi Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Departemaen Pendidikan Nasional, Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.

Widdiharto, Rachmadi. 2004. Model-model Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.