PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIDATO

MELALUI TEKNIK MODELING BAGI SISWA KELAS VI

SDI 105 NATAWERU DESA WATUGONG

KECAMATAN ALOK TIMUR KABUPATEN SIKKA

 

Elci

Guru di SDI 105 Nataweru, Watugong, Sikka, NTT

 

 

ABSTRAK

Kemampuan berpidato yang rendah menjadi permasalahan tersendiri dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Untuk mengatasinya diperlukan teknik yang tepat, salah satunya dengan penerapan teknik modeling. Tujuan penelitian ini adalah (i) untuk meningkatan proses penerapan teknik modeling dalam pembelajaran kemampuan berpidato pada siswa kelas VI SDI 105 Nataweru; (ii) untuk meningkatkan hasil pembelajaran berpidato dengan menerapkan teknik modeling pada siswa kelas VI SDI 105 Nataweru. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Data penelitian diambil dari aktivitas guru dan aktivitas siswa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data dilaksanakan dengan mengamati aktivitas guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan teknik modeling. Data hasil ditranskrip dalam bentuk tabel. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus yaitu siklus I dan siklus II. Masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, pengamatan, tindakan, dan refleksi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa (i) proses penerapan teknik modeling dalam pembelajaran berpidato membuat siswa lebih bersemangat dan sangat antusias. Peningkatan itu terlihat dari aktivitas siswa dan aktivitas guru dalam proses pembelajaran berpidato; (ii) hasil kemampuan berpidato siswa meliputi kemampuan kebahasaan dan kemampuan nonkebahasaan. Kemampuan kebahasaan dari aspek ketepatan ucapan meningkat sebesar 18,3. Aspek intonasi meningkat sebesar 24,0. Aspek pilihan kata meningkat sebesar 13,0. Kemampuan nonkebahasaan dari aspek sikap wajar meningkat sebesar 18,3. Aspek pandangan meningkat sebesar 15,3. Aspek mimik meningkat sebesar 19,0. Aspek kenyaringan suara meningkat sebesar 19,0. Aspek kelancaran meningkat sebesar 20,0. Pada siklus I, siswa yang belum tuntas 57% dan yang tuntas 43% dengan nilai rata-rata kemampuan berpidato siswa 66,8 dengan kategori cukup mampu. Pada siklus II, siswa yang belum tuntas 17% dan yang tuntas 83% dengan nilai rata-rata kemampuan berpidato siswa adalah 84,4 dengan kategori mampu. Secara keseluruhan, kemampuan berpidato siswa melalui teknik modeling mengalami peningkatan sebesar 17,6 dari 66,8 pada siklus I menjadi 84,4 pada siklus II. Dari hasil penelitian tindakan kelas ini dapat disimpulkan bahwa penerapan teknik modeling dapat meningkatkan kemampuan berpidato siswa kelas VI SDI 105 Nataweru.

Kata Kunci: Kemampuan Berpidato, Teknik Modeling, Siswa

 

PENDAHULUAN

Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting peranannya dalam upaya melahirkan generasi masa depan yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya adalah keterampilan berbicara. Dengan menguasai keterampilan berbicara, peserta didik akan mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara cerdas sesuai konteks dan situasi pada saat dia sedang berbicara. Keterampilan berbicara juga akan mampu membentuk generasi masa depan yang kreatif sehingga mampu melahirkan tuturan atau ujaran yang komunikatif, jelas, runtut, dan mudah dipahami.

“Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan” (Tarigan, 2008: 15). Keterampilan berbicara merupakan keterampilan kebahasaan yang sangat penting. Sedangkan Syafi’ie (1994: 33) mengemukakan bahwa “keterampilan berbicaralah pertama-tama kita memenuhi kebutuhan untuk berkomunikasi dengan masyarakat tempat kita berada”. Selain pentingnya keterampilan berbicara untuk berkomunikasi, keterampilan berbicara juga dapat bermanfaat secara praktis, yaitu untuk meningkatkan kualitas kehidupan sesorang. Melalui keterampilan berbicara seseorang dapat meningkatkan penghasilannya sehingga mampu mendongkrak perekononomian keluarga, seperti menjadi seorang pembicara dalam sebuah seminar atau sebagai pembawa acara.

Berdasarkan uraian di atas, diketahui betapa pentingnya keterampilan berbicara bagi seseorang. Oleh karena itu, pembelajaran keterampilan berbicara perlu mendapat perhatian agar para siswa memiliki keterampilan berbicara. Dengan demikian, ia mampu berkomunikasi untuk menyampaikan isi hatinya kepada orang lain dengan baik. Menurut Nurgiyantoro (2001), ada beberapa bentuk kegiatan berbicara yang dapat dilatihkan untuk mengembangkan keterampilan berbicara siswa. Bentuk-bentuk kegiatan tersebut yaitu wawancara, diskusi, bercerita, dan pidato.

Melalui pembelajaran berpidato, siswa diharapkan mampu mengungkapkan gagasan, ide, dan pikiran kepada orang lain. Menurut Saksomo (2009) bahwa tujuan berpidato adalah untuk menyampaikan isi hati atau buah pikiran dengan rangkaian kata-kata dengan harapan agar pendengar tergugah hati nuraninya dan tergerak pikirannya. Kegiatan berpidato juga mampu menumbuhkan rasa percaya diri untuk berani tampil di depan publik. Keraf (1997: 314) menyebutkan bahwa “peranan pidato, ceramah, penyajian lisan pada suatu kelompok masa merupakan hal yang sangat penting, baik pada waktu sekarang maupun waktu mendatang”.

Materi pembelajaran berpidato diajarkan mulai dari tingkat Sekolah Dasar. Kemampuan berpidato bagi siswa di Sekolah Dasar diharapkan mampu menumbuhkan rasa percaya diri pada anak. Kemampuan berpidato ini perlu dikembangkan dalam dunia pendidikan mengingat dalam bermasyarakat banyak kegiatan yang melibatkan kemampuan ini, misalnya pada kegiatan organisasi, hari-hari besar, dan lain-lain.

Namun, kenyataan berbeda dengan harapan. Kemampuan siswa dalam berpidato masih jauh dari harapan. Keterbatasan wawasan, pengetahuan, dan keingintahuan guru sebagai pelaksana kurikulum belum dapat menvariasikan metode dan teknik pembelajaran yang bertumpu pada PAKEM. Siswa sebagai subjek dianggap sebagai objek sehingga kreativitasnya terbatasi pada suatu teknik yang diatur oleh guru. Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini (1) proses pembelajaran berpidato siswa kelas VI SDI 105 Nataweru tidak kondusif. Selama pembelajaran siswa cenderung pasif; (2) hasil pembelajaran berpidato masih tergolong rendah, masih di bawah kriteria ketuntasan minimal yaitu masih di bawah 75%, sehingga belum mencapai nilai ketuntasan minimal yang ditetapkan yaitu 75.

Berdasarkan fakta di lapangan, peserta didik juga sering mengalami kesulitan dalam menguasai keterampilan berbicara. Kesulitan tersebut meliputi faktor kebahasaan yaitu ketepatan ucapan, intonasi (penempatan tekanan, sendi, nada, durasi yang sesuai), diksi dan faktor nonkebahasaan yaitu sikap yang wajar (tenang dan tidak kaku), pandangan kepada lawan bicara, gerak-gerik dan mimik yang tepat, kenyaringan suara, dan kelancaran (penguasaan topik). Kesulitan lain yang dialami siswa adalah masih tidak percaya diri, tidak berani berbicara di depan khalayak, gugup dan salah tingkah ketika berpidato di depan kelas. Hambatan-hambatan tersebut membuat siswa belum menguasai faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam mengoptimalkan kemampuan siswa dalam berpidato yaitu dengan menerapkan teknik pemodelan. Menurut Gabri (2011: 33) “pemodelan (modeling) adalah kegiatan pemberian model dengan tujuan agar siswa dapat melihat dan mengamati model yang ditunjukan sehingga dapat mendemonstrasikan model-model yang lain”. Untuk membantu konstruksi yang baru siswa harus membentuk pengetahuan mereka sendiri dan guru membantu sebagai mediator dalam proses pembentukan itu.

Penerapan teknik modeling dapat memberikan gambaran nyata kepada siswa tentang bagaimana cara berpidato yang benar dengan melihat model yang ada di sekitar kehidupan sehari-hari. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian dengan judul ”Peningkatan Kemampuan Berpidato Melalui Teknik Modeling Bagi Siswa Kelas VI SDI 105 Nataweru Desa Watugong, Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka”.

METODE PENELITIAN

Penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (classroom action reseach). Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan dan mengamati proses belajar siswa Kelas VI SDI 105 Nataweru dalam berpidato melalui penerapan teknik pemodelan (modeling). Melalui penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh guru, bekerjasama dengan peneliti (atau dilakukan oleh guru sendiri yang juga bertindak sebagai peneliti) diharapkan dapat meningkatkan proses dan hasil pembelajaran.

Variabel Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentang peningkatan kemampuan berpidao melalui teknik pemodelan siswa kelas VI SDI 105 Nataweru. Dengan demikian, variabel yang diteliti terdiri dari dua variabel yaitu peningkatan proses pembelajaran tentang kemampuan berpidato melalui teknik modeling dan peningkatan hasil belajar tentang kemampuan berpidato melalui teknik modeling. Peningkatan kemampuan berpidato sebagai variabel terikat dan penggunaan teknik modeling sebagai variabel bebas.

Desain Penelitian

Penelitian ini direncanakan selama tiga siklus, setiap siklus merupakan rangkaian kegiatan yang saling berkaitan. Apabila siklus I belum berhasil, maka akan dilanjutkan ke siklus II. Desain penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model spiral Kemmis dan Mc. Taggart yang meliputi empat komponen yaitu: perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observe), dan refleksi (reflection).

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitan ini adalah siswa SDI 105 Nataweru Parepare tahun pelajaran 2017/2018 terdiri dari 15 jumlah. Adapun sampel yang akan diteliti adalah siswa kelas VI SDI 105 Nataweru dengan jumlah siswa 15 orang, 5 laki-laki dan 10 perempuan.

Instrumen Penelitian

Data penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan instrumen pengumpul data, yaitu peneliti sebagai instrumen kunci dilengkapi pedoman observasi, pedoman wawancara

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini terdiri dari instrumen utama dan instrument penunjang. Instrumen utama adalah peneliti sendiri yang memiliki syarat, kemampuan mengumpulkan, menyeleksi, menilai, menyimpulkan dan menentukan data. Adapun instrumen penunjang antara lain; 1) observasi, 2) wawancara, dan 3) dokumentasi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes menulis naskah pidato, tes lisan yang berbentuk tes berpidato dan teknik pelengkap berupa lembar pengamatan kegiatan pembelajaran, lembar penilaian dan pendokumentasian secara audio visual (menggunakan kamera digital). Pengambilan data melalui kamera digital dibantu oleh kolaborator.

Teknik Analisis Data

Data yang terkumpul dari hasil pekerjaan siswa, wawancara dan observasi dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data kualititatif. Adapun model analisis yang digunakan terdiri dari 3 komponen kegiatan yaitu: menyelidiki data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan.

Teknik analisis data terdiri dari analisis penggunaan teknik modeling. Penggunaan teknik modeling dianalisis dengan cara mendeskripsikan data yang diperoleh melalui observasi terhadap guru dan siswa. Sedangkan untuk analisis data hasil diperoleh dengan mendeskripsikan melalui persentase dan skor dalam berpidato.

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, yang masing-masing siklus dilakukan melalui empat tahap, yaitu perencanaan, pengamatan, tindakan, dan refleksi. Siklus II dilakukan sebagai pelaksanaan tindakan yang merupakan perbaikan pembelajaran dari siklus I. Untuk memperoleh hasil penelitian, dilakukan penjaringan data tes dan nontes dengan menggunakan instrumen tes dan nontes, baik pada siklus I maupun siklus II. Berdasarkan hasil tersebut diketahui taraf peningkatan kemampuan berpiadato siswa dan efektivitas penggunaan teknik modeling. Berdasarkan hasil tes kemampuan berpidato siswa melalui teknik modeling diperoleh hasil bahwa jumlah siswa yang memperoleh nilai ketuntasan minimal mengalami peningkatan 40% dari 43% pada siklus I meningkat menjadi 83% pada siklus II.

Meningkatnya jumlah siswa yang mencapai nilai KKM 43% pada siklus I menjadi 83% pada siklus II ini terjadi akibat adanya perbaikan pada siklus II dari refleksi pada siklus I. Untuk lebih memantapkan kemampuan berpiadato dengan teknik modeling ini, pada siklus II peneliti lebih bersemangat dibandingkan pada siklus I. Pada siklus I, kemampuan berpidato siswa melalui teknik modeling belum memuaskan dan suasana kelas selama proses pembelajaran berlangsung kurang kondusif dengan adanya siswa yang lebih bergantung pada teman lain dan berbicara sendiri sehingga mengganggu siswa yang lain. Hal ini disebabkan oleh kondisi mental siswa yang belum terbiasa untuk tampil di depan umum atau orang banyak. Kondisi ini juga disebabkan karena siswa kurang paham dan kurang mengerti dengan teknik pembelajaran yang diterapkan. Ketika tampil di depan, masih banyak siswa yang merasa gugup.

Walaupun pada siklus I hasil tes kemampuan berpidato siswa kurang memuaskan dan suasana kelas selama proses pembelajaran berlangsung kurang kondusif, namun pada siklus kedua kegiatan pembelajaran sudah lebih kondusif. Guru sudah dapat memahami perannya dalam menggunakan teknik modeling. Siswa dalam pembelajaran siklus II juga telah mengerti pembelajaran dengan menggunakan teknik modeling. Siswa lebih antusias dan tidak bergantung lagi kepada temannya. Semangat yang ditunjukkan siswa pada pembelajaran siklus II sangat baik, semua siswa sangat bersemangat dan penuh kegigihan menjalankan langkah demi langkah pembelajaran yang diberikan oleh guru.

Perubahan itu tidak lepas dari tindakan-tindakan yang peneliti lakukan dan pemberian motivasi kepada siswa guna memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada serta motivasi kepada siswa guna memahami pentingnya kemampuan berpidato dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini peneliti lakukan untuk memotivasi siswa agar mereka sadar dan mau berlatih berpidato dengan bersungguh-sungguh. Dengan motivasi yang tinggi akan lebih mudah bagi siswa menerima dan mengikuti proses pembelajaran. Kondisi pembelajaran yang diwarnai dengan antusias siswa dalam mengikuti proses pembelajaran merupakan bukti bahwa kelas tersebut hidup. Oleh karena nilai rata-rata hasil belajar para siswa yang diperoleh telah menunjukkan peningkatan sesuai dengan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan analisis situasi, diketahui bahwa kondisi pembelajaran pada siklus II lebih menunjukkan pembelajaran yang kondusif. Pada siklus II ini siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran dengan segala tugas yang diberikan oleh guru. Siswa terlihat antusias mengikuti proses berlangsungnya kegiatan dengan ditandai oleh semangat dalam persiapan-persiapan sampai pada saat tampil berpidato di depan teman-temannya. Suasana kelas pun cukup tenang tidak seperti pada siklus I, meskipun masih ada siswa yang sibuk sendiri tetapi perhatian siswa hampir semua masih tertuju pada seluruh proses pembelajaran. Terkait dengan teknik yang diberikan, siswa menanggapinya dengan sangat baik. Sebagian besar siswa mengemukakan bahwa adanya teknik modeling dalam pembelajaran dapat memudahkan siswa dalam berpidato. Selanjutnya, wawancara diketahui bahwa siswa merasa kurang percaya diri, gugup atau grogi ketika pertama kali tampil berpidato, sehingga berpengaruh pada nilai berpidatonya.

Tidak mengherankan jika siswa masih merasa kurang percaya diri, gugup atau grogi ketika tampil berpidato. Meskipun hasil tes kemampuan berpidato siswa pada siklus I belum termasuk pada kategori baik, namun setidaknya ada upaya berupa usaha siswa guna memperbaiki kesulitan-kesulitan yang ditemui. Kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus I selanjutnya diperbaiki dan ditingkatkan pada siklus II. Pada siklus II, perencanaan dilakukan dengan lebih matang, sehingga hasil yang dicapai pun menunjukkan peningkatan. Suasana belajar pada siklus II ini, lebih kondusif. Siswa senang mengikuti pembelajaran kemampuan berpidato melalui teknik modeling. Siswa sangat antusias mengikuti pembelajaran. Siswa sangat senang mengikuti pembelajaran dengan adanya tontonan video berupa cara berpidato yang baik.

Terkait dengan teknik yang diberikan, siswa menanggapinya dengan sangat baik. Sebagian besar siswa mengemukakan bahwa adanya teknik modeling dalam pembelajaran dapat memudahkan siswa dalam untuk meniru cara berpidato yang baik. Muslich (2007) mengemukakan bahwa melalui teknik model dapat membuat pengajaran menjadi lebih jelas dan konkret dengan adanya model, siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari dengan adanya model daripada hanya diberikan penjelasan, model bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten/ahlinya. Pendapat lain dikemukakan oleh Trianto (2010) bahwa teknik modeling membuat siswa meniru perilaku yang dimodelkan atau terampil melakukan kegiatan berpidato seperti yang dimodelkan. Dengan demikian, melalui pemodelan siswa memiliki potensi untuk menirukan perilaku yang ditampilkan dengan penuh percaya diri.

Hasil kemampuan berpidato siswa melalui teknik modeling meningkat. Siswa menunjukkan perubahan perilaku ke arah posistif selama mengikuti proses pembelajaran, sehingga suasana pembelajaran lebih kondusif. Berdasarkan serangkaian analisis instrumen penjaring data, diperoleh hasil bahwa ada kesinambungan antara data yang satu dengan data yang lain, baik data tes maupun nontes, guna mengungkap peningkatan kemampuan berpidato dan efektivitas penggunaan teknik modeling.

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa teknik modeling efektif digunakan dalam pembelajaran berpidato dengan memberikan tema kegiatan seputar dunia siswa yang dekat dengan kehidupan mereka di sekolah. Penelitian tindakan kelas yang peneliti lakukan ini mampu menunjukkan peningkatan nilai rata-rata yang diperoleh siswa. Oleh karena itu, penelitian ini dianggap berhasil dan tidak perlu diulang pada siklus berikutnya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa penerapan teknik modeling dapat meningkatkan proses dan hasil pembelajaran tentang kemampuan berpidato siswa kelas VI SDI 105 Nataweru. Pada proses pelaksanaan pembelajaran siswa lebih bersemangat dan sangat antusias dalam berpidato dengan teknik modeling. Peningkatan itu terlihat dari aktivitas siswa dan aktivitas guru dalam pembelajaran berpidato. Peningkatan proses pembelajaran berpidato meliputi seluruh kemampuan kebahasaan yang terdiri dari aspek ketepatan ucapan, intonasi, pilihan kata, dan kemampuan nonkebahasaan yang terdiri dari aspek sikap wajar, pandangan, mimik/gerak-gerik, kenyaringan suara, kelancaran. Peningkatan itu terlihat dari peningkatan nilai rata-rata dari siklus I ke siklus II.

Penerapan teknik modeling telah memberikan efek peningkatan pada hasil
belajar siswa pada setiap siklus. Hal ini terlihat dari peningkatan persentase
ketuntasan siswa dari siklus I hingga siklus II. Pada siklus I, siswa yang
belum tuntas 57% dan yang tuntas 43% dengan nilai rata-rata kemampuan
berpidato siswa 66,8 dengan kategori cukup mampu. Pada siklus II, siswa yang belum tuntas 17% dan yang tuntas 83% dengan nilai rata-rata kemampuan berpidato siswa adalah 84,4 dengan kategori mampu. Hasil ini telah mencapai persentase target keberhasilan yang telah ditentukan peneliti sebelum penelitian dilakukan yaitu 80%.

Saran

Penerapan teknik pemodelan dapat menjadi salah satu alternatif guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran berpidato dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Guru harus lebih memberikan bimbingan yang intensif dan terinci dalam pembelajaran berpidato dengan teknik modeling sehingga semua siswa dapat termotivasi dalam belajar. Guru perlu mengadakan latihan berpidato rutin bagi siswa yang belum tuntas sehingga pada kesempatan berikutnya siswa tersebut dapat mencapai ketuntasan. Guru dan sekolah perlu bekerjasama untuk memberikan perlombaan berpidato agar kemampuan siswa dalam berpidato lebih berkembang. Guru harus mampu meminimalkan gangguan dari luar seperti gangguan teman yang juga merupakan faktor yang perlu dihindari ketika berpidato.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Reality Publisher.

Arsjad, Maidar G. dan U. S. Mukti. 1998. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. IKIP Jakarta: Erlangga.

Bandiyah. 2013. Peningkatan Kemampuan Berpidato Melalui Teknik Pemodelan Siswa Kelas IX-C SMP Negeri 1 Singosari Kabupaten Malang Tahun Pelajaran 2012/2013. Tesis. Tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.

Depdikbud RI, Pusat Pembinaan dan Pembinaan Bahasa. 2005. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung: Pustaka Setia.

Dipodjojo. 2027. Retorika Bertutur Efektif. Jawa Timur: Asri Press

Gabri. 2011. Seni Pidato. Yogyakarta: Cemerlang Publising.

Karomani. 2011. Keterampilan Berbicara 2. Ciputat Tangerang Selatan:Matabaca Publishing.

Kemmis, R. 1992. The Action Research Planner. Victoria: Deaking University.

Keraf, Gorys. 1994. Komposisi. Ende-Flores: Nusa Indah.

Khalik, Abdul.2009. Pengajaran Bahasa di Sekolah Dasar. Makassar ; PGSD FIP UNM.

Marten. 2012. Optimalisasi Pembelajaran Keterampilan Berpidato melalui Strategi Modeling Bagi Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Kulawi. Tesis.:Diterbitkan di Jurnal Kreatif Tadulako (Online Vol. 2 No. 3).

Muslich, Masnur. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.

Nio, Be Kim Hoa. 2008. Percakapan dan Diskusi. Jakarta: P3G Depdikbud.

Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran dan Sastra. Yogjakarta: BFE.

Nurhadi. 2012. Panduan Pidato Luar Biasa. Yogyakarta: MegaBooks.

PPS UNM. 2012.Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi. Makassar: PPS UNM.

Saksomo, Dwi. 2009. Berbicara Monologis (Wicara Individual). Malang: Universitas Negeri Malang.

Syafii. 1994. Retorika dalam Menulis. Jakarta: Depdikbud.

Simon. 2005. Dasar-Dasar Keterampilan Berbahasa Indonesia. Surakarta: UNS Press.

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Berbicara Sebagai Salah Satu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana.

Wibowo. 2014. Strategi Belajar Mengajar. Bandar Lampung: FKIP Unila.

Willis, Sofyan S. 2004. Konseling Individual teori dan praktek. Bandung: Alfabeta.

Wiyanto, Asul. 2009. Belajar Berpidato untuk Pemula. Semarang: Aneka Ilmu.