PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

MELALUI PENDEKATAN KOOPERATIF TIPE STAD KELAS IV SEMESTER II SD NEGERI 2 SAMPANG TAHUN 2018/2019

 

Marmi Rapiyati

SD Negeri 2 Sampang Kecamatan Karangkobar

 

ABSTRAK

Berdasar perolehan data yang penulis dapatkan saat melakukan pengamatan prasiklus diketahui masih rendahnya prestasi belajar siswa. Pencapaian nilai ketuntasan belajar pada mata pelajaran Matematika adalah 4 siswa atau 22,2% dengan rerata hanya 60,1 dengan KKM 70. Rendahnya prestasi belajar tersebut juga dipengaruhi oleh rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa. Siswa kurang terlibat dalam proses pembelajaran sehingga kemampuan berpikir kritis siswapun tidak dapat dikembangkan.Penelitian ini diharapkan dapat mengatasi masalah rendahnya kemampuan berpikir kritis dan prestasi belajar, serta memberi kontribusi pada guru sehingga dapat meningkatkan kinerja dan profesionalitasnya. Penelitian dilaksanakan di SDN 2 Sampang kecamatan Karangkobar dengan jumlah siswa 18 orang yang terdiri dari 9 siswa perempuan dan 9 siswa laki-laki dengan karakteristik siswa memiliki potensi dan kompetensi yang heterogen. Penelitian terdiri atas 2 siklus Prosedur umum penelitian ini melalui tahapan planning, acting, observing, dan reflecting. Data penelitian ini adalah data tentang kemampuan berpikir kritis dan prestasi belajar Matematika. Teknik pengumpulan data melalui metode obseravasi dan tes. Data diambil berdasarkan instrumen pengamatan berpikir kritis siswa dan butir soal untuk mengetahui prestasi belajar Matematika. Teknik analisis data dengan menggunakan metode deskriptif komparatif yaitu membandingkan hasil pra siklus dan antar siklus. Setelah dilakukan penelitian dengan dua siklus diperoleh hasil penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dari pra siklus 3 siswa atau 16,7% menjadi 15 siswa atau 83,3% pada akhir siklus II. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD juga dapat meningkatkan prestasi belajar Matematika siswa Kelas IV SD Negeri 2 Sampang semester 2 tahun pelajaran 2018/2019 dengan nilai rerata dari pra siklus 60,1 menjadi 76,6 dan ketuntasan belajar dari 22,2% menjadi 88,9% pada akhir siklus II.

Kata kunci: Berpikir Kritis, Prestasi belajar, Pendekatan Kooperatif Tipe STAD.

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berdasar perolehan data yang penulis dapatkan saat melakukan pengamatan prasiklus diketahui masih rendahnya hasil belajar siswa. Pencapaian nilai ketuntasan belajar pada mata pelajaran Matematika adalah 4 siswa atau 22,2% dengan rerata hanya 60,1 dengan KKM 70. Rendahnya hasil belajar tersebut juga dipengaruhi oleh rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa. Siswa kurang terlibat dalam proses pembelajaran sehingga kemampuan berpikir kritis siswapun tidak dapat dikembangkan. Dari 18 siswa yang menunjukan kemampuan berpikir krtis baik atau tinggi adalah 3 siswa atau 16,7% selebihnya hanya pasif dan kurang bisa memecahkan masalahnya sendiri.

Permasalahan di atas menjadi keprihatinan penulis, karena tujuan pembelajaran matematika menurut Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006, adalaha siswa memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian,dan berfikir kritis dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam memecahkan masalah. Hal ini menunjukkan perlunya mengembangkan berfikir kritis belajar dalam pembelajaran matematika, agar dapat membangkitkan minat, daya kreasi dan kemampuan bernalar siswa sesuai karakter serta potensi yang dimiliki masing-masing siswa. Sehingga proses belajar mengajar yang ditempuh mendapatkan hasil yang maksimal. Maka guru perlu mencari cara untuk meningkatkan berpikir kritis siswa. Menurut Sudargo (2010), menyatakan bahwa kemampuan berpikir krtis dapat dipilah menjadi delapan fungsi yang saling berhubungan dimana masing-masing fungsi mewakili bagian penting dari kualitas berpikir dan hasilnya secara menyeluruh,Hal inimenunjukkanperlunya mengembangkan berfikir kritis belajar dalam pembelajaran matematika, aktivitas siswa pada saat proses pembelajaran perlu diperhatikan oleh guru, agar proses belajar mengajar yang ditempuh mendapatkan hasil yang maksimal. Maka guru perlu mencari cara untuk meningkatkan berpikir kritis siswa.

Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis pada Kelas IV menunjukan berfikir kritis belajar dan prestasi belajar yang jauh dari harapan serta beberapa permasalahanyang dihadapi antara lain: 1) Rendahnya kemampuan berfikir kritis siswa dalam pembelajaran matematika masih rendah hal ini disebabkan guru belum mengembangkan dalam berfikir kritis. 2) Prestasi belajar siswa relative rendah dan jauh dari harapan hal ini disebabkan proses belajar masih mengandalkan metode ceramah dalam mentranfer pengetahuan kepada siswa. 3) kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mengalami sendiri proses penemuan matematika. Prinsip ini dapat memberikan inspirasi dengan menerapkan prosedur berfikir kritis dimana melalui matematisasi siswa kesempatan untuk melakukan proses penemuan kembali konsep – konsep matematika yang telah dipelajarinya. 4) Banyak siswa yang kurang menyukai matematika karena siswa mempunyai pandangan bahwa matematika pelajaran yang menakutkan karena berkaitan dengan perkalian dan pembagian yang membuat bingung.

Keadaan yang memprihatinkan tersebut menjadi perhatian yang serius dan harus segera perlu diatasi dengan inovasi pembelajaran yang mampu meningkatkan berpikir kritis belajar dan prestasi belajar siswa. Dengan keterbatasan pengetahuan, penulis berusaha untuk menciptakan proses pembelajaran yang aktif dan kreatif. Pembelajaranmenekankan pada belajar secara berkelompok, setiap anggota kelompok saling membelajarkan. Keberhasilan individu akan berpengaruh terhadap kelompok dan sebaliknya keberhasilan kelompok akan berpengaruh terhadap individu atau siswa. Oleh karena itu penulis mengemas proses pembelajaran dengan menggunakan Pendekatan Kooperatif Tipe STAD.

Berdasar latar belakang tersebut, maka untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan prestasi belajar, maka penulis melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan judul: “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Prestasi Belajar Matematika Melalui Pendekatan Kooperatif Tipe STAD pada siswa Kelas IV SD Negeri 3Sampang Semester 2 Tahun Pelajaran 2018/2019”. Penelitian ini diharapkan dapat mengatasi masalah rendahnya kemampuan berpikir kritis dan prestasi belajar, serta memberi kontribusi pada guru sehingga dapat meningkatkan kinerjanyaprofesionalitasnya.

PerumusanMasalah

Berdasarkan latarbelakang dan identifikasi masalah dalam penelitian ini, maka perlu mempertegas permasalahan yang akan dikaji. Perumusan masalah merupakan bagian terpenting yang menjadi titik pusat kajian dalam penelitian. Dalam hal ini perumusan permasalah yang akan dikaji adalah sebagai berikut:

  1. Apakah Penerapan Pendekatan Kooperatif Tipe STAD meningkatkan kemampuan berpikir kritis pada Siswa kelas IV SD Negeri 2 Sampang Semester 2 Tahun Pelajaran 2018/2019?
  2. Apakah Penerapan Pendekatan Kooperatif Tipe STAD meningkatkan Prestasi Belajar Matematika pada Siswa kelas IV SD Negeri 2 Sampang Semester 2 Tahun Pelajaran 2018/2019?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah suatu yang menjadi target atau diharapkan sebuah tindakan sebagai bentuk keberhasilan sebuah penelitian. Terkait dengan hal tersebut tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tujuan Umum: Meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan prestasi belajar mata pelajaran Matematika. Sedangkan tujuan Khusus adalah:

  1. Meningkatkan kemampuan berpikir kritis mata pelajaran matematika dengan menerapkan Pendekatan Kooperatif Tipe STAD pada siswa kelas IV SD Negeri 2 Sampang Semester 2 Tahun Pelajaran 2018/2019.
  2. Meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran matematikadengan menerapkan Pendekatan Kooperatif Tipe STAD pada siswa kelas IV SD Negeri 2 Sampang Semester 2 Tahun Pelajaran 2018/2019

LANDASAN TEORI

Kamampuan Berpikir Kritis

Menurut Iskandar (2009: 86-87) Kemampaun berpikir merupakan kegiatan penalaran yang reflektif, kritis, dan kreatif, yang berorientasi pada suatu proses intelektual yang melibatkan pembentukan konsep (conceptualizing), aplikasi, analisis, menilai informasi yangterkumpul(sintesis) atau dihasilkan melalui pengamatan, pengalaman, refleksi, komunikasi sebagai landasan kepada suatu keyakinan (kepercayaan) dan tindakan.

Sedangkan menurut Widarwati(2009: 23) berpikir kritis merupakan proses intelektual yang secara aktif dan terampil dalam mengkonsep, menerapkan, menganalisis, mensintesis dan atau mengevaluasi informasi yang dikumpulkan melalui observasi, pengalaman, refleksi, dan pemberian alasan (reasoning), sebagai tuntunan dan langkah dalam bertindak serta bertutur kata (komunikasi).

Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa, pengertian kemampuan berpikir kritis mempunyai makna yaitu kekuatan berpikir yang harus dibangun pada siswa sehingga menjadi suatu watak atau kepribadian yang terpatri dalam kehidupan siswa untuk memecahkan segala persoalan hidupnya dengan cara mengidentifikasi setiap informasi yang diterimanya lalu mampu untuk mengevaluasi dan kemudian menyimpulkannya secara sistematis lalu mampu mengemukakan pendapat dengan cara yang terorganisasi.

Prestasi Belajar

Belajar menurut pandangan Piaget dalam (Dimyati, 1999: 13-14), bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang. Belajar pengetahuan meliputi tiga fase. Fase-fase itu adalah fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep.

Hamalik (1993: 27) berpendapat bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku berkat pelatihan dan pengalaman. Belajar merupakan suatu proses dan bukan semata-mata hasil yang hendak dicapai. Proses itu sendiri berlangsung melalui serangkaian pengalaman sehingga terjadi modifikasi tingkah laku seseorang atau terjadi penguatan pada tingkah laku yang dimiliki sebelumnya.

Dari beberapa pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa belajar adalah kegiatan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh yang dijumpai dalam kehidupannya atau suatu proses perubahan tingkah laku berkat pelatihan dan pengalaman.

Pendidikan Matematika

Nasoetion (Sri Subarinah, 2006: 1) mengemukakan bahwa istilah “Matematika” berasal dari kata Yunani mathein atau manthenin yang artinya “mempelajari”. Mungkin juga kata itu erat hubungannya dengan kata sansekerta medha atau widya yang artinya ialah “kepandaian”, ”ketahuan” atau “intelegensi”. Dengan menguasai matematika, orang akan belajar mengatur jalan pemikirannya dan sekaligus belajar menambah kepandaiannya.

Johnson dan Rising (Sri Subarinah, 2006: 1) mengemukakan bahwa matematika merupakan pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian logik, pengetahuan struktur yang terorganisasi memuat sifat-sifat, teori-teori, dibuat secara deduktif berdasarkan unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya.

Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya (Sri Subarinah, 2006: 1). Prihandoko (2006: 6) mengemukakan bahwa matematika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu ilmu pengetahuan yang bersifat abstrak, yang membutuhkan kecermatan dalam mempelajarinya sebagai sarana berpikir logis yang sistematis, logis, dan kritis dengan menggunakan bahasa matematika. Dengan matematika ilmu pengetahuan lainnya dapat berkembang secara cepat karena matematika dapat memasuki wilayah cabang ilmu lainnya dan seluruh segi kehidupan manusia.

Metode STAD (Student Team Achievement Division)

Metode pembelajaran STAD atau Student Team Achievement Division secara harfiah dapat diartikan sebagai pembagian pencapaian tim siswa. STAD adalah salah satu metode dari pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh Slavin. Metode pembelajaran ini merupakan teori belajar konstruktivisme yang berdasarkan pada teori belajar kognitif. Dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator belajar dan betugas menciptakan situasi belajar yang kondusif bagi peserta didik, sedangkan peserta didik bekerja sama dalam kelompoknya dalam memecahkan masalah.

Menurut Slavin (2008: 143) STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode STAD adalah salah satu model pembelajaran kooperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen (4-5 orang), diskusikan bahan belajar-LKS-modul secara kolabratif, sajian-presentasi kelompok sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa atau kelompok, umumkan rekor tim dan individual dan berikan reward.

Langkah-langkah Metode STAD menurut Slavin (2008: 143) menyatakan bahwa, “STAD terdiri atas lima komponen utama yaitu – presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual dan rekognisi tim”.

Presentasi kelas. Materi pertama-pertama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas oleh guru. Dalam presentasi haruslah benar-benar berfokus pada STAD.

Kelompok atau tim terdiri dari empat atau lima siswa yang berbeda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan ras (suku). Siswa bekerja dengan kelompok terhadap tugas yang diberikan guru dengan cara didiskusikan bersama anggota kelompoknya. Bila siswa merasa kesulitan maka siswa yang mampu harus membantu kesulitan teman sekelompoknya, jika kelompok tidak dapat mengatasinya maka perlu meminta bantuan guru.

Kuis. Pelaksanaan kuis berlangsung setelah satu atau dua periode penyampaian materi dan kerja kelompok. Selama kuis setiap siswa harus mengerjakan sendiri dan tidak boleh bekerja sama dengan siswa lain meskipun dengan teman kelompoknya. Berdasarkan hal itu siswa betanggung jawab terhadap dirinya sendiri.

Skor kemajuan individual. Tujuan adanya skor kemajuan individual adalah untuk memberikan hasil akhir yang maksimal pada setiap peserta didik. Hal ini akan dapat diperoleh kalau siswa lebih keras dalam melaksanakan kuis.

Penghargaan kelompok ditentukan berdasarkan nilai rata-rata kelompok yang diperoleh dengan cara menghitung nilai perkembangan dari setiap anggota kelompok dibagi dengan jumlah anggota kelompok tersebut, jadi tiap anggota mempunyai peran dalam kelompok.

Penerapan Student Teams Achievement Division (STAD) dalam poses pembelajaran tidak jauh berbeda dengan tipe kooperatif yang lain. Student Achievement Team Division (STAD) mempunyai ciri khusus yaitu pada akhir pembelajaran guru memberi kuis.

Menurut Sugiyanto (2009: 44) menyatakan bahwa, “para guru menggunakan metode STAD untuk mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa”. Dalam metode STAD terdapat beberapa langkah, langkah pertama adalah memperkenalkan materi dalam presentasi di dalam kelas, baik itu materi yang dibuat sendiri maupun materi yang diadaptasikan dari buku teks atau sumber-sumber terbitan lainnya.

Langkah kedua dalam STAD adalah membagi siswa ke dalam Tim atau kelompok, masing-masing terdiri empat atau lima anggota kelompok. Diusahakan tiap tim memiliki anggota yang heterogen baik jenis kelamin, ras, etnik maupun kemampuan. Bila perlu dibuat terlebih dahulu daftar siswa berdasarkan kemampuannya sehingga mudah dalam membaginya ke dalam tim.

Langkah ketiga tiap anggota tim menggunakan lembar kerja akademik dan kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota tim. Selanjutnya secara individual atau tim dievaluasi untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik yang telah dipelajari.

Langkah selanjutnya tiap siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada siswa secara individu atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan. Bila perlu beberapa atau semua tim memperoleh penghargaan jika mampu meraih suatu criteria atau standar tertentu.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa inti dari STAD adalah guru menyampaikan suatu materi, kemudian para siswa bergabung dalam kelompoknya yang terdiri atas empat atau lima orang untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru. Setelah selesai mereka menyerahkan pekerjaannya secara tunggal untuk setiap kelompok kepada guru. Yang terakhir adalah adanya pengharagaan terhadap tim.

Hipotesis Tindakan

Berdasarkan uraian kerangka teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis tindakan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas ini diduga adalah:

  1. Penerapan/penggunaan Pendekatan Kooperatif Tipe STAD dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
  2. Penerapan/penggunaan Pendekatan Kooperatif Tipe STAD dapat meningkatkan prestasi belajar

METODE PENELITIAN

Seting dan SubyekPenelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD N 2 Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara. Penelitian ini dilakukan pada mata pelajaran Matematika selama 2 siklus. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan yaitu bulan Februari sampai Mei 2019

Subyek penelitian ini adalah siswa Kelas IV SD Negeri 2 Sampang berjumlah 18 siswa, terdiri dari 9 siswa perempuan dan 9 siswa laki-laki dengan karakteristik siswa memiliki potensi dan kompetensi yang heterogen. SD Negeri 2 Sampang adalah tempat peneliti melaksanakan tugas mengajar sehingga tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar.

Sumber Data

Sumber data pada penelitian tindakan kelas ini yang digunakan adalah:

  1. Sumber data siswa meliputi: data tentang kemampuan berpikir kritis, hasil belajar pada mata pelajaran Matematika dan data tentang penerapan model pembelajaran STAD.
  2. Sumber data guru meliputi data keterampilan guru merencanakan perbaikan pembelajaran dan ketrampilan proses pembelajaran seperti interaksi pembelajaran, implementasi penerapan model pembelajaran STAD.
  3. Sumber data kolabolator meliputi pengamatan penerapan model pembelajaran STAD dan hasil refleksi bersama guru peneliti.

Data, Tehnik Pengumpulan Data dan Analisis Data

Peneliti menggunakan teknik dan alat pengumpulan data terkait dengan cara memperoleh data dan alat apa yang digunakan untuk mendapatkan data tersebut. Merujuk pada sumber di atas maka, teknik yang digunakan adalah tes dan pengamatan.

Sedangkan alat pengumpulan data adalah butir soal tes dan lembar pengamatan siswa. Penggunaan teknik-teknik tersebut karena dalam PTK memerlukan instrumen penelitian yang dapat mengumpulkan data mengenai proses pembelajaran dan tidak hanya mengenai hasil belajar. Instrumen yang dibuat hendaknya dapat menangkap informasi mengenai terjadinya perubahan, perbaikan, atau peningkatan dalam proses pembelajaran.

Pada penelitian ini teknik dan alat pengumpulan data menggunakan: 1) Teknik tes yang digunakan adalah tes prestasi belajar. 2) Teknik pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pengamatan tentang kemampuan berpikir kritis siswa. dan 3) Teknik Dokumentasi: Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen pra siklus tentang kemampuan berpikir kritis siswa dan prestasi belajar siswa serta dokumen perangkat pembelajaran. Selain hal tersebut digunakan dokumen foto kegiatan pembelajaran

Pada penelitian ini validasi tes prestasi belajar menggunakan validasi empirik dan validasi teoritik yaitu analisis kualitatif dan kuantitatif, sedang data pengamatan menggunakan triangulasi sumber, triangulasi metode, dan triangulasi peneliti

Prosedur Pelaksanakaan

 Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian tindakan kelas terdiri 2 siklus. Prosedur umum penelitian ini melalui tahapan planning, acting, observing, dan reflecting

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Kondisi Awal

Kondisi awal pembelajaran mata pelajaran Matematika yang diterapkan peneliti dikelas masih banyak menggunakan metode ceramah dan belum menggunakan media pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi monoton. Hal tersebut berdampak pada proses pembelajaran yang belum bisa mengeksplore kemampuan dan hasil belajar peserta didik. Sehingga masih banyak ditemui permasalahan dikelas seperti rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa yang berimbas pada prestasi belajar matematika yang tidak memuaskan. Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan pada kegiatan prasiklus ditemukan data sebagai berikut, dari 18 siswa Kelas IV hanya 3 anak atau 16,7% yang menunjukan kemampuan berpikir kritis yang baik atau tinggi. Berdasarkan hasil observasi terlihat jumlah siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah ada 8 siswa atau 44,4%, berpikir kritis sedang ada 7 siswa atau 38,9%, dan berpikir kritis tinggi ada 3 siswa atau 16,7%. Secara umum kemampuan berpikir kritis siswa kleas IV SD Negeri 2 Sampang dalam proses pembelajar matematika masih rendah.

Kondisi rendahnya berpikir kritis tersebut berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukan dengan hasil tes prestasi belajar Matematika pada akhir materi mengenal bangun datar, nilai rata-rata masih rendah yaitu 60,1 dari KKM 70. Dari nilai tes prestasi belajar prasiklus menunjukan banyaknya siswa yang belum tuntas atau yang mendapatkan nilai lebih kecil dari KKM = 70 ada 14 siswa dengan kentuntasan belajar 22,2%. Nilai tertinggi 76, nilai terendah 48 dengan rentang nilai 48-76 dan nilai rata-rata 60,1.

Dengan melihat hasil dari data di atas perlu adanya tindakan perbaikan dalam pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD sehingga diharapkan kemampuan berpikir kritis dan prestasi belajar siswa dapat meningkat.

SIKLUS I

Berdasarkan analisis data penelitian, diketahui prestasi belajar siswa mengalami peningkatan setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi sifat-sifat bangun datar. Prestasi belajar ini merupakan efek dari penggunaan model pembelajaran STAD. Dengan model pembelajaran tersebut siswa dapat bekerja sama yang baik terhadap suatu masaalah dan siswa cenderung memberikan yang terbaik untuk kelompoknya dalam memecahkan masaalah.

Preastasi belajar siswa juga mengalami peningkatan setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Kmampuan berpikir kritis siswa juga menjadi lebih baik, siswa tidak hanya duduk menerima materi dari guru tapi juga turut ikut dalam pemecahan masalah. Dengan model Pembelajaran STAD siswas terlatih untuk melakukan pembelajaran secara individu dan kelompok. Kesempatan ini memberikan peluang kepada siswa untuk mengkonsep sendiri, dan membangun pemahaman. Dengan demikian siswa memahami suatu konsep bukan atas dasar apa kata guru tetapi siswa dapat memahaminya melalui upaya siswa itu sendiri, sehingga siswa dapat bekerja sama antara kelompok, kreatif dan penuh tanggung jawab.

Akhir siklus I menunjukan bahwa hasil penelitian kemampuan berpikir kritis baru mencapai 33,3% sehingga dinyatakan belum berhasil. Selain itu prestasi belajar juga baru mencapai ketuntasan belajar 55,6% sehingga juga dinyatakan belum berhasil. Maka berdasarkan diskusi refleksi penelitian dilanjutkan pada siklus II dengan perbaikan berupa pembentukan kelompok kecil.

Seperti yang diungkapkan oleh Sharan (Miftahul Huda, 2011: 17) bahwa “performa siswa lebih efektif justru ketika mereka berada dalam kelompok-kelompok kecil (seperti, peer tutoring dan investigasi kelompok) dibandingkan dengan mereka yang bekerja dalam suasana tradisional ruang kelas yang mengikutsertakan seluruh anggotanya”. Dalam kelompok-kelompok kecil terdapat hubungan interpersonal yang lebih intens dan lebih kompleks. Selanjutnya siswa-siswa yang bekerja dalam kelompok-kelompok kecil memiliki rasa tanggung jawab lebih besar untuk membantu siswa lain. Selain itu, siswa berada dalam kelompok kecil lebih komunikatif satu sama lain.

 

SIKLUS II

Prestasi belajar Matematika juga mengalami peningkatan pada siklus II. Nilai rata-rata sudah mencapai 76,6 dengan ketuntasan belajar 88,9%. Kondisi proses pembelajaran pada siklus I sudah menunjukan iklim belajar yang lebih baik, siswa lebih percaya diri untuk terlibat dalam pemecahan masalah. Melalui diskusi masih perlu dilakukan perbaikan pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran STAD dengan perbaikan berupa pembentukan kelompok kecil.

Pada siklus II hasil nilai tertinggi adalah 90, nilai terendah 68 dan nilai rata-rata 76,6. Pada siklus I rata-rata baru mencapai 69,9 sehingga ada kenaikan nilai sebanyak 6,7 pada siklus II, selain itu siswa yang mencapai ketuntasan belajar sudah mencapai 88,9% atau 16 siswa. Prestasi belajar Matematika pada siklus I nilai rata-rata adalah 69,9 naik menjadi 76,6 pada siklus II. Selain hal tersebut data nilai tertinggi dan terendah juga mengalami kenaikan, nilai tertinggi 86 menjadi 90, nilai terendah 60 menjadi 68 pada siklus II.

Akhir siklus II menunjukan bahwa hasil penelitian kemampuan berpikir kritis telah mencapai 15 siswa atau 83,3%, sehingga dinyatakan sudah berhasil melampaui indikator keberhasilan. Hasil tes prestasi belajar sudah mencapai rerata 76,6 dengan ketuntasan belajar 16 siswa atau 88,9% sehingga juga dinyatakan sudah berhasil melampaui indikator keberhasilan.

Berdasarkan diskusi refleksi maka penelitian sudah diakhiri pada siklus II, karena indikator kemampuan berpikir kritis sudah tercapai yaitu 83,3% sesuai indikator keberhasilan yaitu 75% dan kriteria keberhasilan prestasi belajar sudah mencapai 88,9% melebihi kreteria yang ditentukan yaitu 75%.

Pembahasan

Pada pengamatan pra siklus kemampuan berpikir kritis tinggi hanya 16,7% atau 3 siswa dari 18 siswa, kemampuan berpikir kritis sedang hanya 38,9% atau 7 siswa dari 18 siswa dan kemampuan berpikir kritis rendah ada 44,4% atau 8 siswa dari 18 siswa. Jadi kemampuan berpikir kritis pada pra siklus adalah 3siswa atau 16,7%. Setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran STAD kemampuan berpikir kritis mengalami peningkatan. Kemampuan berpikir kritis tinggi menjadi 33,3% atau 6 siswa dari 18 siswa, kemampuan berpikir kritis sedang menjadi 33,3% atau 6 siswa dari 18 siswa dan kemampuan berpikir kritis rendah menjadi 33,3% atau 6 siswa dari 18 siswa. Kemampuan berpikir kritis pada siklus I adalah 33,3% atau 6 siswa.

Hal ini terjadi disebabkan situasi pembelajaran yang lebih bermakna, aktif dan kreatif, siswa tidak lagi pasif sebagai pendengar, guru hanya berperan sebagai fasilitator, dan situasi kelas lebih menyenangkan. Namun sayangnya kemampuan berpikir kritis belum mencapai indikator keberhasilan yaitu 75% sehingga penelitian dilanjutkan pada siklus II dengan perbaikan. Pada siklus II penerapan model pembelajaran STAD mengalami perbaikan dengan pembentukan kelompok kecil saat kegiatan diskusi kelompok, sehingga dengan tujuan pelaksanaan diskusi lebih efektif dan keterlibatan siswa dalam pemecahan masalah lebih maksimal.

Hasil pengamatan pada siklus II adalah sebagai berikut, kemampuan berpikir kritis tinggi mencapai 83,3% atau 15 siswa dari 18 siswa, kemampuan berpikir kritis sedang mencapai 11,1% atau 2 siswa dari 18 siswa dan kemampuan berpikir kritis rendah 5,6 % atau 1 siswa dari 18 siswa. Jadi kemampuan berpikir kritis pada siklu II ada 83,3% atau 15 siswa.

Pada siklus I ada kenaikan kemampuan berpikir kritis dari 3 siswa atau 16,7%% menjadi 3 siswa atau 33,3%. Pada siklus II ada kenaikan kemampuan berpikir kritis dari 6 siswa atau 33,3% menjadi 15 siswa atau 83,3%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran STAD dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dari 3 siswa (16,7%) naik menjadi 15 siswa (83,3%).

Prestasi belajar mata pelajaran Matematika yang diukur melalui tes menunjukan hasil pada pra siklus rerata nilainya 60,1 dengan ketuntasan belajar sangat rendah yaitu 22,2%. Setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran STAD prestasi belajar mengalami peningkatan. Pada siklus I dari hasil refleksi rerata naik menjadi 69,9 dan ketuntasan belajar 55,6%, akan tetapi hasil tersebut masih belum mencapai indikator keberhasilan. Dengan memperbaiki kekurangan yang ada pada siklus I yaitu dengan pembentukan kelompok kecil, hasil tes pada siklus II mengalami banyak peningkatan rerata menjadi 76,6 dan ketuntasan belajar meningkat pesat menjadi 88,9%.

Pada pra siklus nilai rata-rata masih 60,1, kemudian pada siklus I naik menjadi 69,9 dan di siklus II naik kembali menjadi 76,6. Dengan demikian pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran STAD dapat meningkatkan rerata hasil belajar pada prasiklus dari 60,1 menjadi 76,6 pada siklus II. Dari segi ketuntasan belajar, pada pra siklus baru mencapai 22,2%, kemudian naik pada siklus I menjadi 55,6% dan semaikin meningkat pada siklus II menjadi 88,9%. Ini berarti pada siklus I terjadi peningkatan sebanyak 33,4% dari 22,2% menjadi 55,6% sedangkan pada siklus II meningkat sebanyak 33,3% dari 55,6% menjadi 88,9%. Sehingga dapat disimpulkan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran STAD dapat meningkatkan ketuntasan belajar dari 22,2% menjadi 88,9%.

Dengan upaya yang dilakukan oleh guru untuk memperbaiki pembelajaran di kelas melalui penerapan metode kooperatif tipe STAD menunjukan adanya perbaikan pada prestasi belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa.

Berkat intervensi dengan penerapan model pembelajaran STAD maka, kemampuan berpikir kritis dan prestasi belajar mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan karena penerapan model pembelajaran STAD kondisi siswa menjadi, a) sangat antusias, b) sangat aktif dan kreatif, c) sangat bersemangat. Situasi kelas menjadi: a) sangat menyenangkan, b) sangat konduksif, c) sangat bervariasi, d) sangat bermakna, hal ini sesuai dengan karakteristik dari model pembelajaran STAD.

Keunggulan dari metode pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah adanya kerjasama dalam kelompok dan dalam menentukan keberhasilan kelompok tertergantung keberhasilan individu, sehingga setiap anggota kelompok tidak bisa menggantungkan pada anggota yang lain. Pembelajaran kooperatif tipe STAD menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.

Penerapan metode STAD di kelas cukup mudah, hal ini sesuai dengan pendapat Slavin (2008: 143) STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif.

Penelitian yang dilaksanakan peneliti sejalan dengan penelitian para ahli. Peter (2012) menunjukkan bahwa tujuan pendidikan matematika menanamkan keterampilan berpikir kritis dalam kelas adalah untuk memikirkan siswa bukan sebagai penerima informasi namun sebagai pengguna informasi. Lingkungan belajar yang aktif melibatkan siswa dalam penyelidikan informasi dan penerapan pengetahuan serta mendorong seluruh proses perilaku berpikir siswa, akan meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Seperti keterampilan apa pun, berpikir kritis memerlukan pelatihan, praktek, dan kesabaran.

Meningkat keterampilan berpikir kritis siswa untuk dirinya sendiri dan memecahkan masalah dunia nyata menjadi upaya yang sangat berharga. Nair dan Tang Keow Ngang (2012) menyebutkan bahwa keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah sangat penting bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari mereka dan menghadapi tantangan masa depan mereka. Oleh karena itu, orang tua dan guru memainkan peran penting dalam memelihara keterampilan di kalangan siswa sehingga mereka mampu berpikir kritis.

.Pembahasan di atas menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan prestasi belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat mencapai kriteria ketuntasan minimal dalam mata pelajaran matematika. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa penelitian telah mengalami keberhasilan.

Kesimpulan

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan untuk meningkatkan prestasi belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran Matematika melalui pendekatan kooperatif tipe STAD pada siswa Kelas IV SD Negeri 2 Sampang. Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan pada Bab I, penelitian tindakan ini bermaksud untuk mengetahui apakah pendekatan kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan prestasi belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa. Berikut ini merupakan kesimpulan yang dapat diambil dari kegiatan penelitian:

  1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, mata pelajaran matematika siswa Kelas IV SD Negeri 2 Sampang semester 2 tahun pelajaran 2018/2019 dari pra siklus 3 siswa atau 16,7% menjadi 15 siswa atau 83,3% pada akhir siklus II.
  2. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan prestasi belajar Matematika siswa Kelas IV SD Negeri 2 Sampang semester 2 tahun pelajaran 2018/2019 dengan nilai rerata dari pra siklus 60,1 menjadi 76,6 dan ketuntasan belajar dari 22,2% menjadi 88,9% pada akhir siklus II.

Saran

Bagi Guru

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi guru-guru untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Student Temas Achievemnt Divison (STAD) sebagai salah satu alternatif model pembelajaran, karena model pembelajaran ini efektif untuk meningkatkan prestasi belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa.

Bagi Siswa

  1. Siswa disarankan untuk memperhatikan pentingnya mengembangkan kemampuan berpikir kritis.
  2. Siswa disarankan untuk ikut aktif dalam kegiatan pembelajaran, sehingga pembelajaran bukan hanya terpusat pada guru, tetapi justru terpusat pada siswa.

Bagi Sekolah

  1. Model pembelajaran kooperatif tipe Student Temas Achievemnt Divison (STAD) di sekolah diharapkan mampu diterapkan pada mata pelajaran lain selain mata pelajaran matematika.
  2. Pihak sekolah disarankan untuk memfasilitasi guru dalam mengembangkan kemampuan mengajarnya dengan menggunakan berbagai strategi pembelajaran baru dengan memanfaatkan media dan sumber belajar yang sudah banyak berkembang.

DAFTAR PUSTAKA

Anni, Catharina Tri. 2006. Psikologi Belajar. Semarang: UPT MKK UNNES.

Arifin, Zainal. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Azwar, Saifuddin. 2011. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia

Hamalik Oemar. 2004. Media Pendidikan. Bandung: PT. Aditya Bakti.

Hasibuan dan Moedjiono. 2006. Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

John A. Van De Walle. 2008. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah. Jakarta: Erlangga.

Mortarela. 1994. Metode Mengajar dan Keulitan-kesulitan Belajar. Bandung: Tarsito.

Nasution. MA. 2005. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Prihandoko, A. Cahya. 2006. Memahami Konsep Matematika secara Benar dan Menyajikannya dengan Menarik. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas.

Ramayulis. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Slameto. 2010. Belajar & Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Slavin Robert E. 2008. Cooperative Learning Teori dan Praktek. Bandung: Nusa Media.

Subarinah, Sri. (2006). Inovasi Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Depdiknas.

Sugiyanto. 2009. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 Surakarta.

Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.

Sudjana, N. 2000. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosdakarya.