PENINGKATAN KEMAMPUAN BAHASA MELALUI METODE BERCERITA DENGAN MENGGUNAKAN BONEKA TANGAN

PADA ANAK KELOMPOK B TK AISYIYAH PILANG MASARAN SRAGEN SEMESTER I TAHUN PELAJARAN 2017/2018

 

Sri Munarsih

TK Aisyiyah Pilang Masaran Sragen

 

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah melalui metode bercerita dengan menggunakan boneka tangan dapat meningkatkan kemampuan bahasa anak kelompok B TK Aisyiyah Pilang Masaran Sragen Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018. Metode Penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subjek penelitian ini adalah seluruh anak Kelompok B TK Aisyiyah Pilang Masaran Sragen Tahun Pelajaran 2017/2018 Semester I. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa melalui metode bercerita dengan menggunakan boneka jari dapat meningkatkan kemampuan bahasa anak di TK Aisyiyah Pilang Masaran Sragen Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018, hal ini dibuktikan dengan kemampuan berbahasa anak dari kondisi awal ke siklus I naik sebesar 29,3%, siklus I ke siklus II meningkat sebesar 8,6%, dan siklus II ke siklus III meningkat sebesar 11,4% secara keseluruhan kemampuan berbahasa anak telah mencapai 91,4% dengan ketuntasan maksimal mencapai 90%. Sedangkan ketuntasan maksimal di TK Aisyiyah Pilang Masaran Sragen yang diharapkan adalah 80%, berarti dalam penelitian ini kemampuan bahasa anak sesuai dengan yang diharapkan.

Kata Kunci: Kemampuan Bahasa, Bercerita dengan Boneka Tangan.

 

PENDAHULUAN

Hasil observasi yang diperoleh sebelumnya bahwa TK Aisyiyah Pilang Masaran Sragen terlihat bahwa anak-anak sulit atau kurang lancar dalam berbahasa, ada beberapa anak didik di TK Aisyiyah Pilang Masaran Sragen menjawab pertanyaan dari guru atau dari orang dewasa lainnya, dan kurangnya perbendaharaan kata yang dimiliki anak, sehingga anak mengalami hambatan dalam berkomunikasi atau kurang lancar dalam berbahasa. Hal tersebut disebabkan karena metode yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan bahasa anak kurang bervariasi.

Perkembangan anak perlu didukung oleh keluarga dan lingkungannya, selain itu bagi anak usia TK proses perkembangannya juga banyak didukung oleh guru di sekolah. Ditinjau dari perkembangan anak, pembentukan tingkah laku melalui kebiasaan akan membantu anak tumbuh dan berkembang secara seimbang. Artinya memberikan rasa puas pada diri anak sendiri dan dapat diterima masyarakat. Untuk mencapai tujuan perkembangan tersebut maka diperlukan proses pendidikan tertentu. Taman kanak-kanak merupakan tempat belajar bersosialisasi dan aktualisasi diri.

Guru dalam mengembangkan kemampuan berbahasa pada anak dapat menerapkan metode bercerita dengan boneka tangan. Bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi anak TK dengan membawakan cerita kepada anak secara lisan. Cerita yang dibawakan guru harus menarik, dan mengundang perhatian anak dan tidak lepas dari tujuan pendidikan bagi anak (Moeslichatoen, 2004: 10).

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk mengkaji dan menelaah permasalahan di atas dalam penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Kemampuan Bahasa melalui Metode Bercerita dengan Menggunakan Boneka Tangan pada Anak Kelompok B TK Aisyiyah Pilang Masaran Sragen Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018”.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas dalam penelitian tindakan kelas dapat dirumuskan permasalahannya yaitu: ”Apakah melalui metode bercerita dengan menggunakan boneka tangan dapat meningkatkan kemampuan bahasa anak kelompok B TK Aisyiyah Pilang Masaran Sragen Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018?”.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah melalui metode bercerita dengan menggunakan boneka tangan dapat meningkatkan kemampuan bahasa anak kelompok B TK Aisyiyah Pilang Masaran Sragen Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018.

KAJIAN TEORI / TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Anak Usia Dini

Anak usia 4-6 tahun merupakan bagian dari anak usia dini yang berada pada rentang usia lahir sampai 6 tahun. Pada usia ini secara terminologi disebut sebagai anak usia prasekolah. (Dediknas, 2005: 1).

Sedangkan menurut Biechler dan Snowman dalam Soemiarti Padmonodewo (2003: 19) yang dimaksud dengan anak usia prasekolah adalah mereka yang berusia antara 3-6 tahun. Mereka biasanya mengikuti program prasekolah kaindergarten. Sedangkan di Indonesia umumnya mereka mengikuti program Tempat Penempatan Anak (3 bulan – 5 tahun) sedangkan usia 4 – 6 tahun biasanya mereka mengikuti program Taman Kanak-kanak.

Ditinjau dari ukuran tubuhnya, rata-rata berat badan berkisar antara 10 – 13 kg, sedangkan tingginya bisa mencapai 100 – 110 cm. Tulang kakinya tumbuh dengan cepat, dan pertumbuhan tulang-tulangnya makin besar dan kuat. Pertumbuhan gigi semakin lengkap sehingga sudah menyenangi makanan padat, seperti daging, sayuran, buah-buahan dan kacang-kacangan.

Ditinjau dari pertumbuhan otaknya sudah mencapai ukuran 75% sampai dengan 90% otak orang dewasa dan juga susunan syaraf dalam otaknya sudah sempurna, sehingga anak pada usia 4 – 6 tahun memungkinkan mampu mengontrol kegiatan-kegiatan motoriknya secara seksama dan efisien (Syamsu Yusuf, 2002: 163).

Sedangkan menurut Ernawulan Syaodih (2003: 14) anak usia taman kanak-kanak adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan yang sangat pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak memiliki dunia dan karakteristik tersendiri yang jauh berbeda dari dunia dan karakteristik orang dewasa. Anak sangat aktif, dinamis, antusias dan hampir selalu ingin tahu terhadap apa yang dilihat dan didengarnya, seolah-olah tak pernah berhenti untuk belajar.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa anak usia dini adalah anak yang sedang berada dalam proses perkembangan, baik perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional maupun bahasa. Setiap anak memiliki karakteristik tersendiri dan perkembangan setiap anak berbeda-beda baik dalam kualitas maupun tempo perkembangannya. Perkembangan anak bersifat progresif, sistematis dan berkesinambungan. Setiap aspek perkembangan saling berkaitan satu sama lain, terhambatnya satu aspek perkembangan tertentu akan mempengaruhi aspek perkembangan yang lainnya.

Karakteristik Anak Taman Kanak-kanak

Froebel (Solehuddin, 2007: 27) salah seorang tokoh pendidikan anak usia dini Eropa (Jerman) memandang bahwa anak pada dasarnya berpembawaan baik (innate goodness) dan berpotensi kreatif (creative potential). Hal ini berarti secara bawaan, kecenderungan perkembangan anak itu mengarah kepada suatu kehidupan yang baik, dan pada dasarnya anak memiliki kemampuan untuk mencipta dan berkreasi.

Menurut Froebel (Roopnaire, J.L & Johnson, J.E., 1 dalam Ernawulan, 2003:11)) masa anak merupakan suatu fase yang sangat penting, berharga, merupakan masa pembentukan dalam periode kehidupan manusia (a noble and maleable phase of human life). Oleh karenanya masa anak sering dipandang sebagai masa emas bagi penyelenggaraan pendidikan. Masa anak merupakan fase yang sangat fundamental bagi perkembangan individu karena pada fase inilah terjadinya peluang yang sangat besar untuk pembentukan dan pengembangan pribadi seseorang. Menurut Froebel, jika orang dewasa mampu menyediakan suatu “taman” yang dirancang sesuai dengan potensi dan bawaan anak, maka anak akan berkembang secara wajar.

Maria Montessori (Solehuddin, dalam Ernawulan, 2003:12) seorang tokoh inovasi pendidikan di Eropa pada abad 20 memandang bahwa anak merupakan suatu kutub tersendiri dari dunia kehidupan manusia. Kehidupan anak dan orang dewasa dipandang sebagai dua kutub yang saling berpengaruh satu sama lain. Kualitas pengalaman kehidupan anak akan mempengaruhi pola perilaku dan kehidupannya di masa dewasa. Sebaliknya pola kehidupan dan perlakuan orang dewasa terhadap anak akan mempengaruhi pola perkembangan yang dialami anak. Montessori menganggap bahwa pendidikan adalah suatu upaya membantu perkembangan anak secara menyeluruh dan bukan sekedar mengajar. Menurutnya, spirit kemanusiaan berkembang melalui interaksi dengan lingkungannya.

Menurut Montessori (dalam Ernawulan, 2003:12), secara bawaan anak sudah memiliki suatu pola perkembangan psikis. Pola perkembangan psikis ini merupakan embrio spiritual yang akan mengarahkan perkembangan psikis anak. Pola perkembangan psikis ini tidak teramati pada saat lahir, namun akan terungkap melalui proses perkembangan yang dijalani anak. Selain dari itu, anak juga memiliki motif yang kuat ke arah pembentukan sendiri jiwanya (self-construction), dengan dorongan ini anak secara spontan berupaya mengembangkan dan membentuk dirinya melalui pemahaman terhadap lingkungannya.

Berdasarkan beberapa pandangan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya masa anak adalah masa yang sangat penting yang akan menentukan proses perkembangan selanjutnya. Pada masa ini anak belajar membentuk dirinya melalui interaksi-interaksi dengan lingkungannya Dukungan lingkungan yang kondusif bagi anak akan membantu perkembangan anak seoptimal mungkin.

 

Kemampuan Berbahasa

 â€œBahasa adalah penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat yang memiliki arti” (http//:www.wikipedia.com). Bahasa adalah simbolisasi dari sesuatu idea atau suatu pemikiran yang ingin dikomunikasikan oleh pengirim pesan dan diterima oleh penerima pesan melalui kode-kode tertentu baik secara verbal maupun nonverbal. Bahasa digunakan anak dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya yang dilakukan untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa diekspresikan melalui bicara yang mengacu pada simbol verbal.

“Bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan” (Chaer dan Agustin, 2004: 11). Bahasa didefinisikan dari berbagai sudut pandang keilmuan, diantaranya dari sudut pandang ilmu filsafat kebudayaan dan psikologi. Pada umumnya definisi bahasa berkembang dari suatu anggapan bahwa bahasa adalah alat komunikasi. Bahasa telah dikenal bahkan telah digunakan oleh setiap orang, masyarakat atau bangsa, karena bahasa merupakan sarana manusia untuk berkomunikasi.

Selain itu, bahasa dapat juga diekspresikan melalui tulisan, tanda gestural, dan musik. Bahasa juga dapat mencakup aspek komunikasi nonverbal seperti gestikulasi, gestural atau pantomim. Gestikulasi adalah ekspresi gerakan tangan dan lengan untuk menekankan makna wicara. Pantomim adalah sebuah cara komunikasi yang mengubah komunikasi verbal dengan aksi yang mencakup beberapa gestural (ekspresi gerakan yang menggunakan setiap bagian tubuh) dengan makna yang berbeda beda.

Bahasa merupakan salah satu alat untuk berinteraksi dan berkomunikasi. Perkembangan bahasa seorang anak sangat dipengaruhi oleh 1) Stimulasi yang diterima oleh anak; 2) Budaya setempat; 3) Frekuensi dan kualitas interaksi antara anak dengan lingkungan sosial; 4) Perkembangan kognitif anak; 5) Perkembangan otak anak. Perkembangan kemampuan bahasa anak merupakan suatu proses yang secara berturut-turut dimulai dari mendengar, selanjutnya, berbicara, membaca dan menulis.

Metode Cerita

Menurut Moeslichatoen (2004: 7) metode adalah bagian dari strategi kegiatan. Metode dipilih berdasarkan startegi kegiatan yang sudah dipilih dan ditetapkan. Metode merupakan cara, yang dalam bekerjanya merupakan alat untuk mencapai tujuan kegiatan.

Syaiful Bahri Djamarah (2008: 46) metode adalah “suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir”.

Pendapat yang senada juga disampaikan oleh Akhmad Sudrajat mengenai pengertian metode pembelajaran. Menurutnya, metode pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Moeslichatoen (2004: 7) metode adalah “bagian dari strategi kegiatan”. Metode dipilih berdasarkan startegi kegiatan yang sudah dipilih dan ditetapkan. Metode merupakan cara, yang dalam bekerjanya merupakan alat untuk mencapai tujuan kegiatan”.

Syaiful Bahri Djamarah (2006: 46) metode adalah “suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir”.

Metode, menurut Sagala (2003), adalah cara yang digunakan oleh guru/siswa dalam mengolah informasi yang berupa fakta, data, dan konsep pada proses pembelajaran yang mungkin terjadi dalam suatu strategi. Dalam pembelajaran, metode yang bisa digunakan banyak sekali ragamnya. Sebagai guru hendaknya harus pandai menggunakan atau memilih metode yang tepat dan sesuai dengan materi dan kondisi siswa. Dalam proses pembelajaran terdapat hubungan yang erat antara strategi dengan metode. Untuk mencapai hasil pembelajaran yang maksimal, diperlukan strategi pembelajaran yang tepat. Pada saat menetapkan strategi yang digunakan, guru harus cermat dalam memilih dan menetapkan metode yang sesuai.

Hastuti (2002: 23) memberikan pengertian metode adalah cara penyajian materi pelajaran secara sistematik pada siswa, sesuai dengan seleranya dan sifat materi pelajaran yang disampaikan. Lebih lanjut Parera (2006: 43-66) mengungkapkan metode merupakan satu rancangan menyeluruh untuk menyajikan secara teratur bahan-bahan bahasa, tak ada bagian-bagian yang saling bertentangan, dan semuanya berdasarkan pada asumsi pendekatan.

Dari pendapat di atas, disimpulkan bahwa metode merupakan cara atau prosedur yang didasarkan pada pendekatan tertentu yang digunakan oleh guru pada saat berlangsungnya pembelajaran. Oleh karena itu, sebaiknya guru lebih memperhatikan kemampuan dan kemauan siswa, guru tidak hanya terpaku pada bahan yang sudah dipersiapkan, sebelumnya, tetapi siap untuk menyesuaikan diri dengan minat, kebutuhan siswa, dan keadaan kelas.

Kerangka Berpikir

Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini sebagai berikut: Anak didik sebagai input, mengalami proses kegiatan bercerita, yang meliputi komponen-komponen pembelajaran yang terorganisir saling bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diharapkan yaitu kemampuan berbahasa yang baik dan benar secara optimal. Jika masing-masing komponen pembelajaran berfungsi dengan baik diharapkan anak akan mampu memahami konsep cerita dengan baik dan benar, namun kalau salah satu komponen atau sebagian komponen kurang berfungsi maka akan mempengaruhi pemahaman konsep dalam bercerita yang ingin dicapai.

Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang dapat dirumuskan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah: ”melalui metode bercerita dengan menggunakan boneka tangan dapat meningkatkan kemampuan bahasa anak kelompok B TK Aisyiyah Pilang Masaran Sragen Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018”.

METODOLOGI PENELITIAN

Setting Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di TK Aisyiyah Pilang Masaran Sragen. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan mulai bulan September 2017 sampai Desember 2017. Subjek penelitian adalah anak didik kelompok B TK Aisyiyah Pilang Masaran Sragen tahun pelajaran 2017/2018 dengan jumlah anak 40 yang terdiri dari 21 anak laki-laki dan 19 anak perempuan.

Data

Ada dua sumber data yang biasa dipakai dalam penelitian tindakan kelas, yaitu sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer adalah siswa, guru, orang tua, dan kepala sekolah. Sedangkan sumber data sekunder adalah sumber data yang berasal dari pihak yang masih ada kaitannya dengan siswa, tetapi tidak secara langsung melalui hasil observasi dan wawancara.

Sumber Data

   Sumber data penelitian ini adalah: (1) Informan, yaitu guru atau teman sejawat, (2) Tempat dan peristiwa yaitu di TK Aisyiyah Pilang Masaran Sragen, (3) Dokumen atau arsip, yaitu daftar nama siswa, nilai prestasi dan foto kegiatan proses belajar mengajar pada siklus I dan II

Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan antara lain: (1) Metode Observasi, (2) Metode Tes, (3) Catatan Lapangan, (4) Metode Dokumentasi.

Validitas Data

Untuk mendapatkan data secara valid, maka penelitian ini menggunakan triangulasi. Lexy J. Moleong (2002: 178) menyatakan bahwa triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu. Data penelitian ini menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi metode. Triangulasi sumber berarti peneliti membandingkan data hasil pengamatan dengan instrumen. Adapun triangulasi metode dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda untuk mendapatkan data yang sejenis, yaitu dengan wawancara dan observasi mengenai pelaksanaan pembelajaran melalui bercerita dengan boneka tangan untuk meningkatan kemampuan bahasa anak Kelompok B TK Aisyiyah Pilang Masaran Sragen Tahun Pelajaran 2017/2018.

Indikator Kinerja

Menurut Suharsimi Arikunto (2008: 34) indikator penelitian adalah tolok ukur keberhasilan dalam penelitian. Sebagai indikator yang dijadikan tolok ukur suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil jika:

1.     Kemampuan berbahasa anak yang semula kurang setelah diterapkan metode cerita kemampuan berbahasa yang dimiliki anak menjadi meningkat menjadi 80%.

2.     Variasi metode dalam pembelajaran yang semula kurang menarik menjadi menarik sehingga kemampuan berbahasa anak didik meningkat menjadi 80%.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang berupaya untuk mendapatkan hasil yang optimal melalui cara dan prosedur pembelajaran yang efektif disertai mengkaji sejauh mana dampak dari suatu tindakan yang dilakukan dalam rangka mengubah, memperbaiki dan meningkatkan mutu dari sebuah pembelajaran. Adapun prosedur penelitian ini sebagai berikut: (1) Tahap Persiapan Penelitian, (2) Tahap Pelaksanaan, (3) Perencanaan Tindakan, (4) Pelaksanaan Tindakan, (5) Tahap Penarikan Kesimpulan, (6) Tahap Penyusunan Laporan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Kondisi Awal

Kondisi awal kemampuan bahasa anak di TK Aisyiyah Pilang Masaran Sragen sangatlah kurang. Dalam komunikasi interpersonal ini hanya beberapa anak yang terlibat, pesan mulai dan berakhir hanya anak sendiri yang tahu karena pada dasarnya dalam diri anak masing-masing terdapat komponen komunikasi seperti pesan, sumber, saluran penerima dan balikan. Dan semua proses komunikasi itu dikendalikan secara pribadi oleh anak didik. Komunikasi interpersonal ini akan mempengaruhi komunikasi dan hubungan dengan anak yang lain oleh karena itu anak yang mengalami kesulitan berkomunikasi pasti akan sulit juga berkomunikasi dengan orang lain. Anak yang mengalami kesulitan komunikasi akan terlihat pada sikapnya yaitu: anak cenderung pendiam, anak tidak mempunyai pendirian, anak akan memilih jika berteman, anak kurang empatinya pada orang lain, dan anak kesulitan mengambil keputusan untuk dirinya.

Berdasarkan hasil pengamatan awal, bahwa kemampuan berbahasa dengan aspek 1) mengulang kalimat sederhana mencapai 50%; 2.) menjawab pertanyaan sederhana mencapai 60%; 3) mengungkapkan perasaan dengan kata sifat sebesar 45%; 4) menyusun kata-kata yang dikenal sebesar 30%; 5) mengutarakan pendapat kepada orang lain sebesar 40%; 6) menyatakan alasan terhadap sesuatu yang diinginkan atau ketidaksetujuan sebesar 55%; dan 7) menceritakan kembali cerita/dongeng yang pernah didengar sebesar 15% dengan rata-rata secara keseluruhan sebesar 42,1% dan ketuntasan maksimal rata-rata mencapai 25%.

Deskripsi Hasil Siklus I

Berdasarkan hasil pengamatan, bahwa kemampuan berbahasa dengan aspek 1) mengulang kalimat sederhana mencapai 75%; 2.) menjawab pertanyaan sederhana mencapai 65%; 3) mengungkapkan perasaan dengan kata sifat sebesar 60%; 4) menyusun kata-kata yang dikenal sebesar 60%; 5) mengutarakan pendapat kepada orang lain sebesar 90%; 6) menyatakan alasan terhadap sesuatu yang diinginkan atau ketidaksetujuan sebesar 75%; dan 7) menceritakan kembali cerita/ dongeng yang pernah didengar sebesar 75% dengan rata-rata secara keseluruhan sebesar 71,4% dan ketuntasan maksimal data-data mencapai 30%.

Refleksi

Berkaitan dengan hasil observasi yang menunjukkan bahwa indikator penelitian ini belum tercapai. Baru 30% anak tuntas dalam kemampuan bahasa. Selain itu peneliti berupaya menggali faktor penyebab fenomena tersebut, kemudian melakukan refleksi bersama-sama. Adapun hasilnya sebagai berikut:

1.     Anak didik selama pembelajaran dengan kegiatan bercerita terlihat sudah ikut aktif terlibat bahkan dalam kegiatan pembelajaran, anak didik bersikap baik selama pembelajaran memperhatikan dan tenang ketika guru mulai bercerita.

2.     Anak didik sudah menunjukkan antusiasnya dan merespon cerita yang disampaikan oleh guru. Anak didik masih belum memahami cerita menurut konsep verbal secara baik sehingga ketika maju untuk bercerita kembali yang nampak bahwa anak didik bercerita tidak sesuai dengan isi cerita namun mereka bercerita sesuai dengan penafsirannya sendiri.

Deskripsi Hasil Siklus II

Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus II, bahwa kemampuan berbahasa dengan aspek 1) mengulang kalimat sederhana mencapai 75%; 2.) menjawab pertanyaan sederhana mencapai 70%; 3) mengungkapkan perasaan dengan kata sifat sebesar 60%; 4) menyusun kata-kata yang dikenal sebesar 75%; 5) mengutarakan pendapat kepada orang lain sebesar 95%; 6) menyatakan alasan terhadap sesuatu yang diinginkan atau ketidaksetujuan sebesar 85%; dan 7) menceritakan kembali cerita/ dongeng yang pernah didengar sebesar 100% dengan rata-rata secara keseluruhan sebesar 80% dan ketuntasan maksimal mencapai 50%. Berarti pada siklus II mulai ada peningkatan secara signifikan. Namun masih belum sesuai dengan yang diharapkan di TK Aisyiyah Pilang Masaran Sragen, sehingga perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya

Refleksi

Berkaitan dengan hasil observasi yang menunjukkan bahwa indikator penelitian ini sudah banyak tercapai, peneliti telah berhasil upayanya menggali faktor penyebab fenomena tersebut, kemudian melakukan refleksi bersama-sama. Adapun hasilnya sebagai berikut:

1.     Ketertarikan anak didik mengikuti pengajaran dengan melaksanakan kegiatan cerita meningkat.

2.     Anak didik sudah berani berinisiatif untuk menanyakan pada guru terkait dengan isi cerita yang kurang dipahami.

3.     Anak didik juga meningkat responnya terhadap kegiatan cerita guru

4.     Anak didik telah dapat memahami konsep verbal cerita dengan baik.

Deskripsi Hasil Siklus III

Berdasarkan laporan hasil pengamatan pada siklus III, bahwa kemampuan berbahasa dengan aspek 1) mengulang kalimat sederhana mencapai 100%; 2.) menjawab pertanyaan sederhana mencapai 95%; 3) mengungkapkan perasaan dengan kata sifat sebesar 85%; 4) menyusun kata-kata yang dikenal sebesar 80%; 5) mengutarakan pendapat kepada orang lain sebesar 95%; 6) menyatakan alasan terhadap sesuatu yang diinginkan atau ketidaksetujuan sebesar 85%; dan 7) menceritakan kembali cerita/dongeng yang pernah didengar sebesar 100% dengan rata-rata secara keseluruhan sebesar 91,4% dan ketuntasan maksimal mencapai 90%. Pada siklus III terjadi peningkatan secara signifikan dari kondisi awal yaitu sebesar 65%. Namun masih 4 anak yang kemampuan bahasanya masih sedang, dan guru berusaha untuk lebih memperhatikan terhadap anak tersebut agar lebih mudah memahami bahasa.

Refleksi

Berkaitan dengan hasil observasi yang menunjukkan bahwa indikator penelitian ini sudah banyak tercapai, peneliti telah berhasil upayanya menggali faktor penyebab fenomena tersebut, kemudian melakukan refleksi bersama-sama. Adapun hasilnya sebagai berikut: Ketertarikan anak didik mengikuti pengajaran dengan melaksanakan kegiatan cerita meningkat. Anak didik sudah berani berinisiatif untuk menanyakan pada guru terkait dengan isi cerita yang kurang dipahami. Anak didik juga meningkat responnya terhadap kegiatan cerita guru. Anak didik telah dapat memahami konsep verbal cerita dengan baik.

Pembahasan Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian melalui observasi terhadap tindakan dengan menggunakan boneka tangan untuk meningkatkan kemampuan bahasa pada anak usia dini TK Aisyiyah Pilang Masaran Sragen diperoleh temuan sebagai berikut:

Siklus I

Pada siklus I kemampuan berbahasa dengan aspek 1) mengulang kalimat sederhana mencapai 75%; 2.) menjawab pertanyaan sederhana mencapai 65%; 3) mengungkapkan perasaan dengan kata sifat sebesar 60%; 4) menyusun kata-kata yang dikenal sebesar 60%; 5) mengutarakan pendapat kepada orang lain sebesar 90%; 6) menyatakan alasan terhadap sesuatu yang diinginkan atau ketidaksetujuan sebesar 75%; dan 7) menceritakan kembali cerita/dongeng yang pernah didengar sebesar 75% dengan rata-rata secara keseluruhan sebesar 71,4% dan ketuntasan maksimal data-data mencapai 30%.

Siklus II

Kemudian pada siklus II guru dapat meningkatkan pemahaman anak didik dan juga dapat membuat anak didik memahami cerita sesuai konsep verbal. Hasil observasi guru menangani 28 anak didik yang pada siklus I kemampuan bahasanya dalam kategori sedang. Dan melalui penanganan dengan tindakan maka masih ada 20 yang belum tuntas sehingga masih perlu tindakan selanjutnya.

Hal-hal yang dilakukan oleh TK Aisyiyah Pilang Masaran Sragen untuk meningkatkan kemampuan berbahasa pada anak yaitu:

1.     Meningkatkan kemampuan guru untuk dapat mencari cerita-cerita yang mempunyai pesan mudah dipahami oleh anak usia TK.

2.     Guru bekerjasama dengan penyedia media penunjang pembelajaran dengan cerita.

3.     Penambahan guru pengampu setiap melakukan kegiatan cerita.

Siklus III

Kemudian pada siklus III guru dapat meningkatkan pemahaman anak didik dan juga dapat membuat anak didik memahami cerita sesuai konsep verbal. Hasil observasi guru menangani 20 anak didik yang pada siklus II yang kemampuan bahasanya dengan kategori sedang. Dan melalui penanganan dengan tindakan maka 20 telah berubah pemahamannya secara baik, namun masih ada 4 anak yang kemampuan bahasanya dengan kategori sedang namun guru akan lebih mengupayakan pada anak tersebut agar lebih baik dalam berkomunikasi.

Hal-hal yang dilakukan oleh TK Aisyiyah Pilang Masaran Sragen untuk meningkatkan kemampuan berbahasa pada anak yaitu:

1.     Meningkatkan kemampuan guru untuk dapat mencari cerita-cerita yang mempunyai pesan mudah dipahami oleh anak usia TK.

2.     Guru bekerjasama dengan penyedia media penunjang pembelajaran dengan cerita.

3.     Penambahan guru pengampu setiap melakukan kegiatan cerita.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa melalui metode bercerita dengan menggunakan boneka tangan dapat meningkatkan kemampuan bahasa anak di TK Aisyiyah Pilang Masaran Sragen Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018, hal ini dibuktikan dengan kemampuan berbahasa anak dari kondisi awal ke siklus I naik sebesar 29,3%, siklus I ke siklus II meningkat sebesar 8,6%, dan siklus II ke siklus III meningkat sebesar 11,4% secara keseluruhan kemampuan berbahasa anak telah mencapai 91,4% dengan ketuntasan maksimal mencapai 90%. Sedangkan ketuntasan maksimal di TK Aisyiyah Pilang Masaran Sragen yang diharapkan adalah 80%, berarti dalam penelitian ini kemampuan bahasa anak sesuai dengan yang diharapkan.

Dengan demikian hipotesis yang menyatakan melalui metode bercerita dengan menggunakan boneka tangan dapat meningkatkan kemampuan bahasa anak di TK Aisyiyah Pilang Masaran Sragen Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018, terbukti kebenarannya.

Saran

Setelah diberikan kesimpulan di atas maka dapat diberikan saran-saran sebagai berikut: (1) Guru hendaknya meningkatkan kemampuannya sehingga dapat membuat cerita dengan pesan yang mudah dipahami oleh anak TK. (2) Guru agar dapat memanfaatkan media yang menunjang metode bercerita dengan sebaik mungkin. (3) Ketika melaksanakan kegiatan bercerita guru agar dapat berkoordinasi dengan guru lain sehingga dapat bersama melaksanakan kegiatan secara optimal. (4) Diharapkan guru dapat memberikan perhatian secara individual, agar permasalahan yang dihadapi anak dapat cepat diatasi dengan penerapan media atau metode dengan pendekatan yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Allen dan Marot. 2010. Profil Perkembangan Anak: Prakelahiran Hingga Usia 12 Tahun. (Penterjemah: Valentino). Jakarta: PT Indeks.

Chaer dan Agustin, 2004. Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.

Depdiknas. 2003. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Visimedia.

Ernawulan Syaodih. 2003. Bibingan di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Bagian Proyek Peningkatan Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Mardalis. 2006. Metode Penelitian (Suatu Pendekatan Penelitian). Jakarta: Bumi. Aksara.

Masitoh. 2005. Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Moeslichatoen R. 2004. Metode Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Sagala. 2003 Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung:Penerbit Alfabeta.

Soemantri Patmonodewo. 2003. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Solehuddin. 2000. Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah. Bandung: FIP UPI.

_________. 2007. Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah. Bandung: FIP UPI.

Suwandi, 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Syaiful Bahri Djamarah. 2006. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

___________________. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Syamsu Yusuf. 2002. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Warta. 2010. Pendidikan Anak Usia Dini: Menyiapkan Anak Usia Tiga, Empat, dan Lima Tahun Masuk Sekolah. (Penterjemah: Pius Nasar). Jakarta: PT Indeks.

Yeni Rachmawati. 2010. Pengembangan Lingkungan Belajar. Jakarta: Kencana.