PENINGKATAN KEMAMPUAN SISWA

MENGOMENTARI TOKOH CERITA ANAK

MELALUI PENERAPAN METODE INQUIRY DENGAN MEDIA KARTU BERGAMBAR PADA SISWA KELAS III SDN 3 MURYOLOBO

TAHUN PELAJARAN 2018/2019

 

Yasminto

SDN 3 Muryolobo

 

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini yaitu: meningkatkan motivasi siswa dalam mengomentari tokoh-tokoh cerita anak melalui metode inquiry dengan menggunakan kartu bergambar pada siswa kelas III SDN 3 Muryolobo. Pada tahun pelajaran 2018/2019 semester satu SDN 3 Muryolobo, nilai rata-rata mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk kelas III dengan kompetensi dasar mengomentari tokoh cerita masih di bawah KKM. Yang mana standar KKM mata pelajaran Bahasa Indonesia SDN 3 Muryolobo yaitu 70. Hal ini dapat dilihat dari ketuntasan siswa dalam ulangan harian, yang mana hanya 9 siswa yang tuntas dan 16 siswa yang belum tuntas. Tujuan penelitian ini yaitu: meningkatkan motivasi siswa dalam mengomentari tokoh-tokoh cerita anak melalui metode inquiry dengan menggunakan kartu bergambar. daneningkatkan keterampilan mengomentari tokoh-tokoh cerita anak melalui metode inquiry dengan menggunakan kartu bergambar. Hasil pembelajaran prasiklus 36%, siklus I mencapai 55%, dan siklus II mengalami peningkatan mencapai 95%. Kesimpulannya pemahaman siswa pada meteri pembelajaran akan meningkat jika guru memberi penekanan pada materi dan mampu menerapkan metode inquiry dan penggunaan media kartu bergambar. Karena pembelajaran akan menjadi lebih bermakna dan tujuan dapat tercapai. Pembelajaran akan menggugah semangat siswa apabila guru dapat menciptakan PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif dan Menyenangkan).

Kata Kunci: mengomentari, Inquiry, kartu bergambar

 

Pendahuluan

Latar Belakang Masalah

Pembelajaran dimaknai sebagai suatau proses yang menghasilkan perubahan tingkah laku yang relatif permanen. Diperoleh melalui berpikir, merasakan dan tindakan (Jerrole, 1977: 98). Sependapat dengan pernyataan tersebut (Sutomo dalam Djuwariyah) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan seseorang belajar untuk melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu. Sedangkan belajar adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh pertumbuhan bersifat fisik, tetapi perubahan dalam kebiasaan, kecakapan, berkembang daya pikir dan sikap.

Pembelajaran aktif adalah segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan peserta didik berperan secara aktif dalam proses pembelajaran itu sendiri baik dalam bentuk interaksi antar peserta didik maupun dengan guru dalam pemprosesan pembelajaran tersebut. Menurut Bonwell pembelajaran aktif memiliki karakteristik sebagai berikut: Penekanan pada proses pembelajaran bukan pada penyampaian informasi oleh pengajar melainkan pada pengembangan keterampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap topik atau permasalahan yang dibahas (1995: 88).

Peserta didik tidak hanya mendengarkan materi pembelajaran secara pasif tetapi mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan materi pembelajaran.
Peserta didik dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa dan melakukan evaluasi.
Dengan mengacu karakteristik tersebut di atas sehingga memungkinkan diperoleh sikap tanggung jawab peserta didik atas apa yang sedang dipelajarinya karena peserta didik merupakan subjek pembelajaran yang bertanggung jawab dalam keberhasilan proses pembelajaran.

Dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Sehingga, jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi. Tingginya waktu curah terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa. Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.

Dalam dunia pendidikan kadang kala dijumpai peserta didik yang berkemampuan kurang dan ada yang berkemampuan sangat baik. Keanekaragaman kemampuan ini akan membuat tingkat penguasaan belajar yang berbeda antara peserta didik yang satu dengan yang lainnya, sehingga ada peserta didik yang mencapai prestasi belajar yang sangat baik. Tetapi ada pula yang tidak mampu mencapai prestasi bahan belajar secara tuntas.

Pada tahun pelajaran 2018/2019 semester satu SDN 3 Muryolobo, nilai rata-rata mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk kelas III dengan kompetensi dasar mengomentari tokoh cerita masih di bawah KKM. Yang mana standar KKM mata pelajaran Bahasa Indonesia SDN 3 Muryolobo yaitu 70. Hal ini dapat dilihat dari ketuntasan siswa dalam ulangan harian, yang mana hanya 5 siswa yang tuntas dan 6 siswa yang belum tuntas.

Dari hasil evaluasi pada pelaksanaan pembelajaran ternyata jauh dari yang diharapkan. Ada beberapa masalah yang teridentifikasi sebagai penyebab diantaranya pemahaman siswa pada meteri pembelajaran kurang. Proses pembelajaran kurang menggugah semangat siswa. Siswa kurang berani bertanya. Siswa kurang aktif dalam pembelajaran.

Berdasarkan hasil diskusi yang penulis lakukan bersama teman sejawat, terdapat penyebab timbulnya permasalahan dalam penguasaan materi yang diajarkan, faktorfaktor tersebut adalah guru tidak memberi penekanan pada pokok materi, guru monoton menggunakan metode ceramah saja. Guru kurang menciptakan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM). Guru kurang menggunakan alat peraga untuk mendukung pembelajaran.

Sebagai alternatif dan prioritas pemecahan masalah untuk itu penulis berupaya mengatasi perbaikan dengan penerapan metode inquiry dengan penggunaan kartu bergambar sebagai upaya peningkatan keterampilan kelas III SDN 3 Muryolobo mata pelajaran Bahasa Indonesia pada kompetensi dasar mengomentari tokoh-tokoh cerita anak.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dapat digunakan sebagai dasar untuk merumuskan masalah yang akan digunakan sebagai fokus Penelitiansebagai berikut, “apakah penerapan metode inquiry dengan penggunaan kartu bergambar dalam pembelajaran dapat meningkatkan keterampilan mengomentari tokoh-tokoh cerita anak pada siswa kelas III SDN 3 Muryolobo?”.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian di atas dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.     Meningkatkan motivasi siswa dalam mengomentari tokoh-tokoh cerita anak melalui metode inquiry dengan menggunakan kartu bergambar.

2.     Meningkatkan keterampilan mengomentari tokoh-tokoh cerita anak melalui metode inquiry dengan menggunakan kartu bergambar pada siswa kelas III SDN 3 Muryolobo.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tindakan kelas ini dapat memberikan konstribusi dan manfaat.

Bagi Siswa

Penelitian ini dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam berbahasa khususnya keterampilan mengomentari tokoh cerita dengan kartu bergambar. Selain itu, melalui kartu bergambar siswa termotivasi dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia. Menghilangkan anggapan bahwa belajar bahasa itu membosankan.

Bagi Guru

Penelitian ini dapat memacu guru agar lebih kreatif dalam menggunakan metode pembelajaran dan penggunaan alat peraga dalam pembelajaran.

 

 

 

Bagi Sekolah

Penelitian ini dapat meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah, khususnya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Sekolah dapat meningkatkan fasilitas pembelajaran yang dibutuhkan siswa dan guru.

Kajian Pustaka

Kajian Teori

Hakikat Belajar

Belajar adalah terjadinya perubahan pada diri orang belajar karena pengalaman. Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik (Darsono, 2000: 24). Ada beberapa definisi belajar menurut beberapa pakar psikologi pendidikan dalam Moh. Rosyid (2006: 9) diantaranya Gagne (1977: 96), belajar merupakan perubahan kecakapan yang berlangsung dalam periode tertentu yang bukan berasal dari proses pertumbuhan (fisik). Morgan, at.al (1986: 87), belajar merupakan perubahan relatif permanen karena hasil praktek atau pengalaman. Menurut Slavein (1994: 45) belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman (experience). Menurut Slameto dalam Syaiful Bahri (1997: 56) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.

Belajar baru terjadi jika ada interaksi antara individu dengan lingkungannya. Lingkungan belajar yang dimaksud adalah lingkungan alam maupun lingkungan sosial sebab keduanya tidak dapat dipisahkan (Hatimah, 1990: 18). James O. Wittaker dalam Wasty Soemanto mengatakan bahwa belajar sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia, dengan belajar manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup manusia adalah hasil dari belajar. Belajar adalah suatu proses bukan suatu hasil. Karena itu belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perubahan untuk mencapai suatu tujuan.

Berdasarkan pengertian di atas, belajar adalah kegiatan/proses manusia untuk berubah menjadi lebih baik, dari tidak tahu menjadi tahu. Kegiatan belajar terjadi terus menerus atau belajar sepanjang hayat. Memahami keadaan lingkungan itu juga merupakan kegiatan belajar. Lingkungan belajar mempunyai pengaruh yang besar terhadap hasil belajar siswa. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan alam dan lingkungan sosial. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena saling mempengaruhi.

Metode Inquiry

Metode inquiry adalah metode yang mampu menggiring peserta didik untuk menyadari apa yang telah didapatkan selama belajar. Inquiry menempatkan peserta didik sebagai subyek belajar yang aktif (Mulyasa, 2003: 234).  Kendatipun metode ini berpusat pada kegiatan peserta didik, namun guru tetap memegang peranan penting sebagai pembuat desain pengalaman belajar. Guru berkewajiban menggiring peserta didik untuk melakukan kegiatan. Kadang kala guru perlu memberikan penjelasan, melontarkan pertanyaan, memberikan komentar, dan saran kepada peserta didik. Guru berkewajiban memberikan kemudahan belajar melalui penciptaan iklim yang kondusif, dengan menggunakan fasilitas media dan materi pembelajaran yang bervariasi.

Inquiry pada dasarnya adalah cara menyadari apa yang telah dialami. Karena itu inquiry menuntut peserta didik berfikir. Metode ini melibatkan mereka dalam kegiatan intelektual. Metode ini menuntut peserta didik memproses pengalaman belajar menjadi suatu yang bermakna dalam kehidupan nyata. Dengan demikian, melalui metode ini peserta didik dibiasakan untuk produktif, analitis, dan kritis.

Langkah-langkah dalam proses inquiry adalah menyadarkan keingintahuan terhadap sesuatu, mempradugakan suatu jawaban, serta menarik kesimpulan dan membuat keputusan yang valid untuk menjawab permasalahan yang didukung oleh bukti-bukti. Berikutnya adalah menggunakan kesimpulan untuk menganalisis data yang baru (Mulyasa, 2005: 235).

Strategi pelaksanaan inquiry adalah: (1) Guru memberikan penjelasan, instruksi atau pertanyaan terhadap materi yang akan diajarkan. (2) Memberikan tugas kepada peserta didik untuk menjawab pertanyaan, yang jawabannya bisa didapatkan pada proses pembelajaran yang dialami siswa. (3) Guru memberikan penjelasan terhadap persoalan-persoalan yang mungkin membingungkan peserta didik. (4) Resitasi untuk menanamkan fakta-fakta yang telah dipelajari sebelumnya. (5) Siswa merangkum dalam bentuk rumusan sebagai kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan (Mulyasa, 2005: 236).

Metode inquiry menurut Roestiyah (2001: 75) merupakan suatu teknik atau cara yang dipergunakan guru untuk mengajar di depan kelas, dimana guru membagi tugas meneliti suatu masalah ke kelas. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus dikerjakan, kemudian mereka mempelajari, meneliti, atau membahas tugasnya di dalam kelompok. Setelah hasil kerja mereka di dalam kelompok didiskusikan, kemudian dibuat laporan yang tersusun dengan baik. Akhirnya hasil laporan dilaporkan ke sidang pleno, dan terjadilah diskusi secara luas. Dari sidang pleno kesimpulan akan dirumuskan sebagai kelanjutan hasil kerja kelompok. Dan kesimpulan yang terakhir bila masih ada tindak lanjut yang harus dilaksanakan, hal itu perlu diperhatikan.

Guru menggunakan teknik bila mempunyai tujuan agar siswa terangsang oleh tugas, dan aktif mencari serta meneliti sendiri pemecahan masalah itu. Mencari sumber sendiri, dan mereka belajar bersama dalam kelompoknya. Diharapkan siswa juga mampu mengemukakan pendapatnya dan merumuskan kesimpulan nantinya. Juga mereka diharapkan dapat berdebat, menyanggah dan mempertahankan pendapatnya. Inquiry mengandung proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, seperti merumuskan masalah, merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisa data, menarik kesimpulan. Pada metode inquiry dapat ditumbuhkan sikap obyektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka, dan sebagainya. Akhirnya dapat mencapai kesimpulan yang disetujui bersama. Bila siswa melakukan semua kegiatan di atas berarti siswa sedang melakukan inquiry.

Teknik inquiry ini memiliki keunggulan yaitu: (a) Dapat membentuk dan mengembangkan konsep dasar kepada siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar ide-ide dengan lebih baik. (b) Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru. (c) mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersifat jujur, obyektif, dan terbuka. (d) Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesanya sendiri. (e) Memberi kepuasan yang bersifat intrinsik. (f) Situasi pembelajaran lebih menggairahkan. (g) Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu. (h) Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri. (i) Menghindarkan diri dari cara belajar tradisional. (j) Dapat memberikan waktu kepada siswa secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.

Metode inquiry menurut Suryosubroto (2002: 192) adalah perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Artinya proses inqury mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan problema, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisa data, menarik kesimpulan, dan sebagainya.

David L. Haury dalam artikelnya, Teaching Science Through Inquiry (1993: 86) mengutip definisi yang diberikan oleh Alfred Novak: inquiry merupakan tingkah laku yang terlibat dalam usaha manusia untuk menjelaskan secara rasional fenomena-fenomena yang memancing rasa ingin tahu. Dengan kata lain, inquiry berkaitan dengan aktivitas dan keterampilan aktif yang fokus pada pencarian pengetahuan atau pemahaman untuk memuaskan rasa ingin tahu (Haury, 1993: 90). Alasan rasional penggunaan metode inquiry adalah bahwa siswa akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan akan lebih tertarik terhadap pembelajaran, jika mereka dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran yang yang sedang berlansung merupakan tulang punggung metode inquiry. Investigasi ini difokuskan untuk memahami konsep-konsep pelajaran dan meningkatkan keterampilan proses berpikir ilmiah siswa. Diyakini bahwa pemahaman konsep merupakan hasil dari proses berfikir ilmiah tersebut (Blosser, 1990: 97).

Dalam makalah Haury menyatakan bahwa metode inquiry membantu perkembangan antara lain scientific literacy dan pemahaman proses-proses ilmiah, pengetahuan vocabulary dan pemahaman konsep, berpikir kritis, dan bersikap positif. Dapat disebutkan bahwa metode inquiry tidak saja meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep dalam matematika saja, melainkan juga membentuk sikap keilmiahan dalam diri siswa.

Metode inquiry merupakan metode pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar. Peranan guru dalam pembelajaran dengan metode inquiry adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Namun dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan, tetapi intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi (Sagala, 2004: 45).

Walaupun dalam praktiknya aplikasi metode pembelajaran inquiry sangat beragam, tergantung pada situasi dan kondisi sekolah, namun dapat disebutkan bahwa pembelajaran dengan metode inquiry memiliki 5 komponen yang umum yaitu Question, Student Engangement, Cooperative Interaction, Performance Evaluation, dan Variety of Resources (Garton, 2005: 87).

Question, Pembelajaran biasanya dimulai dengan sebuah pertanyaan pembuka yang memancing rasa ingin tahu siswa dan atau kekaguman siswa akan suatu fenomena. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya, yang dimaksudkan sebagai pengarah ke pertanyaan inti yang akan dipecahkan oleh siswa. Selanjutnya, guru menyampaikan pertanyaan inti atau masalah inti yang harus dipecahkan oleh siswa. Siswa dituntut untuk melakukan beberapa langkah seperti evaluasi, sintesis, dan analisis. Jawaban dari pertanyaan inti tidak dapat ditemukan misalnya di dalam buku teks, melainkan harus dibuat atau dikonstruksi.

Student Engangement, dalam metode inquiry keterlibatan aktif siswa merupakan suatu keharusan sedangkan peran guru adalah sebagai fasilitator. Siswa bukan secara pasif menuliskan jawaban pertanyaan pada kolom isian atau menjawab soal-soal pada akhir bab sebuah buku, melainkan dituntut terlibat dalam menciptakan sebuah produk yang menunjukkan pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari atau dalam melakukan sebuah investigasi.

Cooperative Interaction, dalam hal ini siswa bukan sedang berkompetisi. Jawaban dari permasalahan yang diajukan guru dapat muncul dalam berbagai bentuk, dan mungkin saja semua jawaban benar.

Performance Evaluation, dalam menjawab permasalahan, biasanya siswa diminta untuk membuat sebuah produk yang dapat menggambarkan pengetahuannya mengenai permasalahan yang sedang dipecahkan. Bentuk produk ini dapat berupa slide presentasi, grafik, poster, karangan, dan lain-lain. Melalui produk-produk ini guru melakukan evaluasi.

Variety of Resources, siswa dapat menggunakan bermacam-macam sumber belajar, misalnya buku teks, website, televisi, video, poster, wawancara dengan ahli, dan lain sebagainya.

Metode Penelitian

Subjek, Tempat, dan Waktu Penelitian

Subjek Penelitian

Subjek penelitian pada penelitian tindakan kelas ini adalah seluruh siswa kelas IV SDN 3 Muryolobo. Dengan jumlah 25 siswa yang terdiri atas 12 siswa putra dan 13 siswa putri.

 

 

 

Tempat Penelitian

Penelitiaan ini dilaksanakan di kelas III SDN 3 Muryolobo, Kecamatan Nalumsari Kabupaten Jepara, karena letak SDN 3 Muryolobo lebih dekat dari rumah dan Peneliti bertugas mengajar di sekolah tersebut.

Desain Prosedur Penelitian

Pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia kelas III semester 1 dilakukan dalam dua siklus yang masing-masing melalui empat tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Hasil Penelitian

Prasiklus

Pada pembelajaran prasiklus hasil penelitian pembelajaran Bahasa Indonesia kelas III dengan kompetensi dasar mengomentari tokoh-tokoh cerita anak yang telah peneliti laksanakan di SDN 3 Muryolobo Kecamatan Nalumsari Kabupaten Jepara dapat dilihat pada lembar pengamatan terhadap kinerja guru dan analisis hasil tes formatif. Persentase siswa yang tuntas 36% dan persentase siswa yang belum tuntas 64%.

Pada pembelajaran prasiklus belum berhasil. Keterampilan siswa tentang menyebutkan nama dan sifat tokoh dalam cerita masih kurang. Siswa juga belum mampu memberikan tanggapan dan alasan tentang tokoh cerita, sehingga nilai rata-rata tes formatif masih banyak yang di bawah KKM.

Kurang berhasilnya pembelajaran pada prasiklus ini disebabkan beberapa faktor diantaranya pemahaman siswa pada meteri pembelajaran kurang. Proses pembelajaran kurang menggugah semangat siswa. Siswa kurang aktif dalam pembelajaran. Di samping itu guru tidak memberi penekanan pada pokok materi, guru monoton menggunakan metode ceramah saja. Guru kurang menciptakan pembelajaran aktif, kreatif efektif dan menyenangkan. Sehingga perlu mengadakan Penelitiansiklus I.

Siklus I

Pada siklus I hasil penelitian pembelajaran Bahasa Indonesia kelas III dengan kompetensi dasar mengomentari tokoh-tokoh cerita anak yang telah penulis laksanakan di SDN 3 Muryolobo Kecamatan Nalumsari Kabupaten Jepara dapat dilihat pada lembar pengamatan terhadap kinerja guru dan analisis hasil tes formatif. Persentase siswa yang tuntas 45% dan persentase siswa yang belum tuntas 55%.

Pada siklus I keberhasilan yang diperoleh mengenahi keterampilan siswa tentang menyebutkan nama dan sifat tokoh dalam cerita anak sudah cukup baik. Namun siswa belum mampu memberikan tanggapan dan alasan tentang tokoh cerita, sehingga nilai rata-rata tes formatif masih 55% di bawah KKM.

Kurang berhasilnya pembelajaran pada siklus I ini disebabkan beberapa faktor diantaranya siswa kurang berani bertanya. Siswa kurang aktif dalam pembelajaran. Di samping itu guru belum maksimal menerapkan metode inquiry dan penggunaan media kartu bergambar. Sehingga perlu mengadakan Penelitiansiklus II.

Siklus II

Penelitian Penelitian siklus II hasilnya dapat dilihat dalam tabel lembar pengamatan terhadap kinerja guru dan analisis hasil tes formatif. Persentase siswa yang tuntas 95% dan persentase siswa yang belum tuntas 5%.

Pada siklus II keberhasilan mengenahi keterampilan siswa tentang menyebutkan nama dan sifat tokoh sangat baik, dan siswa sudah mampu memberikan tanggapan dan alasan tentang tokoh cerita, sehingga nilai rata-rata tes formatif di atas KKM. Hal ini karena guru telah menciptakan pembelajaran aktif, kreatif efektif dan menyenangkan. Guru juga menggunakan alat peraga kartu bergambar untuk mendukung pembelajaran. Sehingga tidak perlu mengadakan Penelitianlagi.

Pembahasan Hasil Penelitian

Model pembelajaran prasiklus belum sesuai dengan pembelajaran menurut Bonwell (1995: 88) pembelajaran aktif memiliki karakteristik sebagai berikut: Penekanan pada proses pembelajaran bukan pada penyampaian informasi oleh pengajar melainkan pada pengembangan keterampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap topik atau permasalahan yang dibahas. Peserta didik tidak hanya mendengarkan materi pembelajaran secara pasif tetapi mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Peserta didik dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa dan melakukan evaluasi. Untuk itu penulis perlu mengadakan Penelitian siklus I.

Model pembelajaran siklus I sudah menggunakan media pembelajaran kartu bergambar tetapi belum maksimal. Karena penggunaan media sangat mendukung proses pembelajaran. Gagne dalam menyimpulkan beberapa pandangan tentang media, yang menempatkan media sebagai komponen sumber, mendefinisikan media sebagai “komponen sumber belajar di lingkungan peserta didik yang dapat merangsangnya untuk belajar (Sadiman, 2008: 6).

Penelitiansiklus II yang dilakukan penulis sudah sangat baik. Hal ini didukung adanya media kartu bergambardan peneliti menerapkan metode inquiry. Metode inquiry adalah metode yang mampu menggiring peserta didik untuk menyadari apa yang telah didapatkan selama belajar. Inquiry menempatkan peserta didik sebagai subyek belajar yang aktif (Mulyasa, 2003: 234). Secara umum media kartu bergambar mempunyai kegunaan: memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis, mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indra, menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar, memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori & kinestetiknya, memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman & menimbulkan persepsi yang sama.

Persentase hasil Penelitianpada prasiklus 36%, siklus I mencapai 55% dan pada siklus II mengalami peningkatan mencapai 95% sehingga dapat disimpulkan bahwa telah terjadi peningkatan penguasaan materi pembelajaran Bahasa Indonesia tentang mengomentari tokoh-tokoh cerita anak. Melihat hasil di atas tidak perlu dilakukan siklus selanjutnya.

 

Simpulan Dan Saran Tindak Lanjut

Simpulan

Dari hasil Penelitianyang telah dilaksanakan melalui PTK dapat ditarik simpulan sebagai berikut:

1.     Kegiatan pembelajaran akan lebih menarik apabila guru mampu menerapkan metode yang sesuai dengan materi yaitu dengan penerapan metode inquiry dengan media kartu bergambar.

2.     Dengan menggunakan metode inquiry dengan media kartu bergambar dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

3.     Melalui metode inquiry dengan media kartu bergambar, siswa dapat mengomentari tokoh-tokoh cerita anak.

Saran Tindak Lanjut

Berdasarkan kesimpulan tersebut guru hendaknya melakukan hal-hal di bawah ini:

1.     Menggunakan metode inquiry dengan media kartu bergambar dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep pembelajaran Bahasa Indonesia tentang mengomentari tokoh-tokoh cerita anak.

2.     Dengan menciptakan PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif dan Menyenangkan), bisa mengaktifkan siswa. Sehingga siswa bersemangat mengikuti pelajaran.

3.     Hendaknya guru melakukan mencoba metode-metode lainnya, guna meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola kelas.

4.     Hendaknya guru memberi kesempatan bertanya siswa agar yang belum paham dengan materi berani bertanya.

5.     Hendaknya guru meningkatkan antusias siswa sehingga siswa menjadi aktif dalam pembelajaran.

Daftar Pustaka

Anonim. (2014). Metode Inquiry. http//www.metodeinquiry.co.id. 25 Oktober 2014.

Anonim. (2014). Pembelajaran Bahasa Indonesia. http//www.pembelajaran          Bahasa Indonesia.co.id. 25 Oktober 2014.

Arends. (2001). Metode Pembelajaran. Bandung: Jemmars.

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2008). Standar Kompetensi dan Kompetensi             Dasar Tingkat SD/MI. Jakarta: Depdiknas.

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2008). Silabus Kelas III. Jakarta:    Depdiknas.

Darsono. (2000). Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP PGRI Press.

Depdikbud. (1996). Pengelolaan Kelas di Sekolah Dasar. Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu di SD/TK.

Djamarah, Syaiful Bahri. (1997). Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.