PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA MENGGUNAKAN

MEDIA BONEKA PADA SISWA KELAS VII SEMESTER I

SMP NEGERI 1 KARTASURA

Ucik Marlinani

Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 1 Kartasura,

Kabupaten Sukoharjo

Salah satu bentuk kemampuan berbicara adalah bercerita. Pada umumnya, siswa SMP masih mengalami kesulitan dalam bercerita. Hal ini juga dialami oleh sebagian besar siswa SMP Negeri 1 Kartasura Semester I Tahun Pelajaran 2011/2012. Hal tersebut disinyalir karena rendahnya kreativitas guru dalam menentukan teknik pembelajaran keterampilan bercerita kepada siswa. Rasa kurang percaya diri, gugup ataupun grogi senantiasa melingkupi diri siswa setiap pembelajaran berlangsung.

Salah satu upaya yang dapat dijadikan alternatif pemecahan masalah tersebut yaitu dengan menerapkan pembelajaran keterampilan bercerita menggunakan media boneka. Permasalahan yang diungkap dalam penelitian ini yaitu 1) seberapa besar peningkatan keterampilan bercerita siswa setelah mengikuti pembelajaran bercerita menggunakan media boneka, dan 2) bagaimana perubahan perilaku siswa setelah mengikuti pembelajaran keterampilan bercerita menggunakan media boneka. Tujuan penelitian ini yaitu 1) mengetahui peningkatan keterampilan bercerita siswa setelah mengikuti pembelajaran bercerita menggunakan media boneka, dan 2) mengetahui perubahan perilaku siswa setelah mengikuti pembelajaran keterampilan bercerita menggunakan media boneka.

Penelitian dilakukan secara berdaur yang terdiri atas empat tahap, yaitu 1) perencanaan, 2) tindakan, 3) pengamatan, dan 4) refleksi. Data penelitian diambil melalui tes dan nontes. Alat pengambilan data tes yang digunakan berupa instrumen tes perbuatan yang berisi aspek-aspek kriteria penilaian keterampilan bercerita. Alat pengambilan data nontes yang digunakan berupa pedoman observasi, wawancara, jurnal, dokumentasi foto, rekaman pita, dan sosiometri. Selanjutnya, data dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif.

Berdasarkan analisis data penelitian dan pembahasan, disimpulkan bahwa dengan menggunakan media boneka, keterampilan bercerita siswa meningkat sebesar sebesar 7,8%. Pada siklus I, nilai rata-rata yang diperoleh siswa sebesar 73,4%, sedangkan pada siklus II, hasil yang dicapai sebesar 81,2%. Perilaku yang ditunjukkan siswa pun berubah setelah diberikan tindakan. Siswa lebih antusias mengikuti pembelajaran, bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya, tidak gugup atau grogi dan semakin percaya diri ketika bercerita di depan kelas.

Dari hasil penelitian tersebut, saran yang dapat direkomendasikan antara lain 1) para guru Bahasa  Indonesia hendaknya mencoba menggunakan media boneka sebagai pemilihan variasi strategi pembelajaran bercerita agar siswa tidak merasa jenuh dalam mengikuti pembelajaran; 2) antar guru   saling bekerja sama dalam menggabungkan kompetensi dasar yang ada, seperti halnya yang telah dilakukan peneliti yaitu menggabungkan antara pelajaran bahasa Indonesia dan Seni Rupa; 3) para  praktisi bidang pendidikan  dapat melakukan penelitian yang sejenis dengan teknik pembelajaran yang berbeda, misalnya bercerita menggunakan media komik, bercerita menggunakan media gambar dan lain sebagainya, sehingga didapatkan berbagai alternatif teknik pembelajaran keterampilan bercerita untuk menambah khazanah ilmu bahasa.

Kata Kunci: Keterampilan berbicara, keterampilan bercerita, media boneka

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keterampilan berbicara (speaking skill) merupakan salah satu aspek dari keterampilan berbahasa selain keterampilan menyimak (listening skill), keterampilan membaca (reading skill), dan kerampilan menulis (writing skill). Keempat aspek tersebut saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau katakata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan (Tarigan 2001: 15). Keterampilan berbicara merupakan keterampilan kebahasaan yang sangat penting. Syafi’ie (2003:33) mengemukakan dengan keterampilan berbicaralah pertama-tama kita memenuhi kebutuhan berkomunikasi dengan masyarakat tempat kita berada.

Berdasarkan hal tersebut peneliti menemukan kelemahan tingkat penguasaan keterampilan berbicara. Hal ini terlihat pada keterampilan berbicara siswa yang sering memilih diam ketika diberi kesempatan untuk bertanya, tidak bersedia mengemukakan pendapat (usul, saran atau tanggapan) secara lisan atau untuk menjawab pertanyaan. Kebanyakan dari mereka lebih memilih diam dari pada berbicara karena berbagai alasan, misalnya takut salah, malu ditertawakan oleh teman atau memang tidak ada keberanian untuk mengungkapkan walau sebenarnya siswa mengetahui. Dalam hal ini perlu di upayakan suatu bentuk pembelajaran yang variatif, menarik, menyenangkan, dan dapat merangsang siswa untuk berlatih berbicara.

Proses belajar mengajar aspek berbicara khususnya dalam kompetensi dasar bercerita kurang berhasil. Hal ini dapat diketahui oleh peneliti setelah melihat daftar nilai siswa, diketahui bahwa nilai tertinggi yaitu 70 diperoleh 3 siswa, nilai 68 diperoleh 5 siswa, nilai 65 diperoleh 20 siswa, nilai < 65 diperoleh 14 siswa.

Kemampuan siswa dalam aspek berbicara di kelas VII masih lemah dan belum sesuai dengan batas nilai ketuntasan belajar. Hal ini dapat dilihat dari jumlah siswa yang 39 anak, ada 24 siswa yang kurang memahami materi karena faktor dari dalam diri siswa sendiri, 4 siswa disebabkan karena gurunya yang kurang jelas menerangkan, 8 siswa merasa tidak ada yang perlu disalahkan dalam berhasil atau tidaknya proses pembelajaran, dan 3 siswa yang berpendapat bahwa berhasil atau tidak berhasilnya proses pembelajaran disebabkan oleh faktor diri sendiri dan gurunya. Data tersebut diperoleh setelah peneliti melakukan wawancara dengan siswa. Oleh karena itu, minat berbicara siswa perlu dikembangkan.

Salah satu bentuk keterampilan berbicara dalam Kurikulum 2006 yang tertuang dalam kompetensi bercerita dengan alat peraga. Dalam kompetensi ini siswa dituntut untuk dapat bercerita menggunakan alat peraga. Dalam hal ini, peneliti menggunakan media boneka untuk menarik perhatian dan minat siswa. Media boneka juga berfungsi untuk membantu siswa memperoleh kemudahan ketika bercerita, karena dengan bantuan boneka sebagai alat peraga akan membangkitkan ide-ide siswa yang tertuang dalam sebuah cerita yang akan mereka ceritakan di depan kelas. Mereka juga tidak akan canggung lagi bercerita menggunakan media boneka karena mereka tidak bercerita langsung menghadapi siswa-siswa yang lain melainkan dengan media boneka mereka merasa menjadi tokoh dalam boneka tersebut. Dalam penelitian ini media boneka yang akan digunakan dalam pembelajaran bercerita yaitu suatu media yang akan dibuat oleh siswa sendiri pada mata pelajaran seni rupa. Jadi hal ini akan menambah semangat dari para siswa itu sendiri pada keterampilan bercerita yang akan peneliti lakukan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana peningkatan keterampilan berbicara siswa dalam kompetensi bercerita ketika mengikuti pembelajaran bercerita menggunakan media boneka?

2. Bagaimana perubahan perilaku siswa yang ditunjukkan saat mengikuti pembelajaran kompetensi bercerita menggunakan media boneka?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kartasura Semester I Tahun Pelajaran 2011/2012 dalam kompetensi bercerita ketika mengikuti pembelajaran bercerita menggunakan media boneka, dan mengetahui perubahan perilaku siswa ketika mengikuti pembelajaran kompetensi bercerita menggunakan media boneka.

2. Untuk mendeskripsikan perubahan tingkah laku siswa VII SMP Negeri 1 Kartasura Semester I Tahun Pelajaran 2011/2012 dalam kompetensi bercerita setelah mengikuti pembelajaran kompetensi bercerita menggunakan media boneka.

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Landasan Teori

Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi, sedangkan hakikat belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis. Kemampuan berkomunikasi penting dimiliki siswa, sebab keterampilan yang baik dalam berbahasa dapat membuat komunikasi antarwarga berlangsung dengan tenteram dan damai (Depdiknas, 2003: 4). Pembelajaran bahasa Indonesia juga dapat dijadikan sarana pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia. Jalur pendidikan di sekolah merupakan jalur yang sangat efektif dan efisien. Wujud pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia di sekolah adalah pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia.

Pada hakikatnya, keterampilan berbicara adalah keterampilan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Tarigan, 1981: 15). Keterampilan berbicara sangat penting dimiliki seseorang agar tidak terjadi kesalahpahaman antara penutur dan mitra tutur dalam berkomunikasi. Bentuk komunikasi lisan ini paling banyak digunakan orang dalam kehidupan sehari-hari, karena bentuk komunikasi verbal dianggap paling sempurna, efisien dan efektif (Yuniawan, 2002: 1). Dengan keterampilan berbicaralah pertama-tama kita memenuhi kebutuhan untuk berkomunikasi dengan lingkungan tempat kita berada (Syafi’ie, 2003: 33).

Keterampilan berbicara bertujuan agar siswa mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan secara lisan (Depdiknas, 2004: 5). Sementara itu, tujuan utama dari berbicara adalah berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif maka seyogyalah sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan; dia harus mampu mengevaluasi efek komunikasikanya terhadap (para) pendengarnya; dan dia harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan (Tarigan, 2001: 15).

Bercerita merupakan salah satu keterampilan berbicara yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain (Tarigan, 1981: 35). Dikatakan demikian karena bercerita termasuk dalam situasi informatif yang ingin membuat pengertian-pengertian atau makna-makna yang menjadi jelas. Menurut Handayu (2001) dalam Mulyantini (2002: 35), bercerita adalah salah satu bentuk atau cara yang dilakukan dalam upaya menjalin komunikasi dalam pendidikan anak. Dengan keterampilan bercerita, seseorang dapat menyampaikan berbagai macam cerita, ungkapan berbagai perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca, dan ungkapan kemauan dan keinginan membagikan pengalaman yang diperoleh.

Keterampilan bercerita tidak bisa dipisahkan dengan pembelajaran berbicara, karena bercerita merupakan salah satu teknik dalam pembelajaran berbicara. Sesuai dengan kedudukan dan fungsinya, pada dasarnya tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah agar siswa mampu menggunakan bahasa Indonesia dalam berbagai peristiwa maupun kebutuhan komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan serta mempunyai sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Pembelajaran keterampilan bercerita berkaitan dengan pembinaan kemampuan menggunakan bahasa secara lisan.

Keterampilan bercerita adalah salah satu jenis keterampilan yang penting untuk melatih komunikasi. Dengan keterampilan bercerita seseorang dapat menyampaikan : (1) Berbagai macam cerita; (2) pengungkapan berbagai perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca, dan (3) pengungkapan kemauan dan keinginan membagikan pengalaman yang diperoleh.

Keberhasilan dalam kegiatan belajar mengajar sebagian besar ditentukan oleh pemilihan bahan atau teknik yang tepat. Adapun prinsip yang perlu diperhatikan dalam keterampilan bercerita adalah a) memberikan latihan berbicara sebanyak-banyaknya, karena untuk menguasai suatu keterampilan perlu latihan praktik yang dilaksanakan secara teratur dan terarah, b) latihan bercerita harus merupakan bagian integral dari program pembelajaran sehari-hari, c) menumbuhkan kepercayaan diri.

Boneka merupakan sebuah permainan yang populer di kalangan anak-anak di berbagai belahan dunia. Boneka sebagai salah satu benda mainan yang berbentuk tiruan mahluk yang ada di dunia (biasanya tiruan manusia atau hewan) bisa terbuat dari bahan yang sederhana seperti kardus, kain, tanah liat hingga bahan yang modern buatan pabrik.

Boneka dalam bahasa Perancis dikenal dengan marionette ada dua bentuknya yaitu: (1) tubuh yang dihubungkan dengan lengan, kaki, dan badannya digerakkan dari atas dengan tali-tali atau kawat-kawat halus; (2) boneka yang digerakkan dari bawah oleh seseorang yang tangannya dimasukkan ke bawah pakaian boneka. Boneka yang digerakkan dengan tali-temali disebut marionette, sedangkan boneka yang digerakkan oleh tangan disebut boneka tangan (Sudjana, 2002: 188).

B. Kerangka Berpikir

Agar proses pembelajaran bercerita dapat berjalan dengan baik maka dalam pembelajaran bercerita guru harus menggunakan media penyajian pembelajaran bercerita yang variatif serta sesuai dengan pembelajaran yang dilakukan. Salah satu di antaranya adalah dengan menggunakan media boneka karena dengan media boneka tersebut dapat menarik perhatian dan minat siswa dalam pembelajaran bercerita. Media boneka juga berfungsi untuk membantu siswa memperoleh kemudahan ketika bercerita, karena dengan bantuan boneka sebagai alat peraga akan membangkitkan ide-ide siswa yang tertuang dalam sebuah cerita yang akan mereka ceritakan di depan kelas. Mereka juga tidak akan canggung lagi bercerita menggunakan media boneka karena mereka tidak bercerita langsung menghadapi siswa-siswa yang lain melainkan dengan media boneka mereka merasa menjadi tokoh dalam boneka tersebut.Hal itu dilakukan agar pembelajaran bercerita tidak monoton dan lebih bervariasi.

Oleh karena itu peneliti menggunakan media boneka dalam pembelajaran bercerita yang akan dilakukan. Dengan demikian terciptalah pembelajaran bercerita yang tidak membosankan bagi siswa. Guru harus bisa menciptakan suasana pembelajaran bercerita yang menarik agar siswa antusias dalam kegiatan pembelajaran itu. Biasanya siswa kurang bisa bercerita dengan baik. Oleh karena itu, guru menyuruh siswa mencatat hal-hal yang akan diceritakan terlebih dahulu ketika pembelajaran bercerita. Agar siswa merasa tertarik maka peneliti memberikan penjelasan tentang manfaat dan tujuan berbicara khususnya bercerita. Selain itu, peneliti menyajikan faktor penentu keberhasilan bercerita dan cara meningkatkan keterampilan bercerita serta pemilihan bahan yang sesuai. Semua hal tersebut diharapkan akan meningkatkan keterampilan bercerita siswa.

C. Hipotesis Tindakan

Kemampuan bercerita dan perubahan perilaku pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kartasura Semester I Tahun Pelajaran 2011/2012 akan meningkat lebih baik jika dalam pembelajaran Bahasa Indonesia menggunakan media boneka.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian ini berusaha mengkaji, merefleksi secara kritis dan kolaboratif suatu rencana pembelajaran terhadap kinerja guru, interaksi antara guru dengan siswa, serta interaksi antarsiswa di dalam kelas. Metode penelitian tindakan kelas ini menekankan pada suatu kajian yang benar-benar dari situasi alamiah di kelas.

Proses penelitian tindakan kelas ini direncanakan berlangsung dalam dua siklus. Tiap siklus terdiri atas empat tahap, yaitu 1) perencanaan, 2) tindakan, 3) observasi, dan 4) refleksi.

Subjek penelitian ini yaitu siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kartasura pada Semester I Tahun Pelajaran 2011/2012 sebanyak 39 siswa.

Dalam penelitian ini menggunakan dua bentuk instrumen untuk mengambil data-data yang dibutuhkan dalam penelitian. Bentuk instrumen tersebut adalah berupa bentuk tes dan nontes.

Tes yang digunakan untuk mengukur keterampilan bercerita siswa adalah tes lisan. Tes ini digunakan untuk memperoleh gambaran seberapa besar hasil belajar siswa setelah ada perubahan aktivitas dalam pembelajaran bercerita. Tes ini merupakan bentuk penilaian unjuk kerja.

Instrumen nontes yang digunakan berbentuk observasi atau pengamatan, wawancara, jurnal, sosiometri (lembar observasi siswa), dokumentasi foto.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Hasil Penelitian Siklus I

Tes keterampilan bercerita ini dilakukan dengan cara meminta setiap kelompok tampil di depan kelas untuk menampilkan hasil karya yang berupa boneka dan cerita yang mereka buat dalam satu kelompok. Setiap anggota kelompok semua berperan menjadi tokoh dalam cerita. Keterampilan berbicara siswa diberikan penilaian sebagai tes keterampilan bercerita sebagai berikut:

Tabel 4. Hasil Tes Keterampilan Bercerita Siklus I.

No

Nilai

Kategori

Frekuensi

%

Hasil Klasikal

1

< 65

Kurang

0

0

39 siswa mencapai nilai total 2868 dengan rata-rata nilai 73,5  dengan kategori cukup.

2

65-74

Cukup

28

72

3

75-84

Baik

11

28

4

>84

Sangat baik

0

0

Jumlah

39

100

Respon siswa dalam kelompok yang telah dibentuk dalam menerima materi yang diajarkan juga sangat baik, para siswa memperhatikan dengan seksama dan mencatat hasil dari pembelajaran itu, meskipun ada juga siswa yang tidak menulis tetapi siswa tersebut mendengarkan dengan baik. Semangat siswa  alam mengikuti proses pembelajaran sudah cukup. Mereka mengikuti proses pembelajaran yang berlangsung dengan santai tetapi serius dan ada juga siswa yang kurang paham tak segan bertanya, hal ini menambah menarik proses pembelajaran yang berlangsung. Namun, ada siswa yang tidak memperhatikan dalam proses pembelajaran dan berbicara sendiri dengan teman yang lain pada waktu kelompok lain ada yang tampil di depan kelas, sehingga agak mengganggu proses berlangsungnya proses pembelajaran. Hal ini juga mempengaruhi penampilan kelompok yang sedang tampil di depan  kelas, karena mereka merasa kurang dihargai oleh peserta yang berbicara sendiri itu.

Respon siswa dalam mengikuti pembelajaran keterampilan bercerita menggunakan media boneka sangat bagus, mereka sangat antusias sekali dengan media boneka yang telah mereka buat sebelumnya dalam pelajaran seni rupa yang dapat dipergunakan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Sebelumnya mereka belum pernah sama sekali mendapatkan hal yang serupa peneliti lakukan sebelumnya, jadi menurut mereka pembelajaran dengan media boneka ini adalah yang terbaik. Siswa jadi lebih semangat dalam membuat cerita untuk boneka yang telah mereka buat dan yang akan mereka tampilkan di depan kelas. Hanya saja, proses pembelajaran bercerita yang dilaksanakan siswa agak terganggu dengan perilaku siswa yang berbicara dengan teman yang lain dan bermain-main sendiri dengan media boneka tersebut.

Meskipun proses pembelajaran kurang kondusif dengan adanya beberapa siswa yang berbicara dan bermain-main sendiri, tetapi hasil yang dicapai siswa sudah baik dan siswa masih antusias dalam mengikuti pembelajaran. Antusias siswa ini diketahui dari respon atau ekspresi sebagian besar siswa yang peneliti ajar. Sebagian besar wajah mereka menampakkan ekspresi kagum terhadap teknik mengajar yang peneliti gunakan, karena pembelajaran keterampilan bercerita menggunakan media boneka dirasakan sebagai hal baru bagi siswa, dan pembelajaran ini dapat dijadikan sarana rekreasi untuk menyegarkan kembali pikiran. Peneliti bisa memaklumi jika selama proses pembelajaran ada siswa yang berbicara sendiri untuk membicarakan tugas-tugas itu. Namun, dalam proses pembelajaran, peneliti tidak menemukan siswa yang mengerjakan tugasnya selama proses pembelajaran berlangsung.

Pelajaran bercerita menggunakan media boneka menurut para siswa adalah hal yang baru dan menyenagkan, dalam pelajaran bercerita menggunakan media boneka mereka merasa santai tetapi serius, mereka merasa bangga terutama karena mereka menggunakan media  boneka yang mereka buat sendiri dan dapat ditampilkan di depan kelas menunjukkan hasil boneka sekaligus hasil karya cerita mereka masing-masing dalam suatu kelompok.

Menurut para siswa dalam pelajaran bercerita tersebut, mereka mengalami kesulitan dalam bercerita. Kesulitan tersebut antara lain gugup dan kurang lancar  saat mereka tampil di depan kelas. Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut, siswa mengatakan akan berusaha agar tidak gugup lagi pada pelaksanaan bercerita berikutnya dengan cara berlatih dan lebih menguasai materi yang diterimanya. Kesulitan-kesulitan tersebut menyebabkan siswa dalam bercerita kurang maksimal. Selain itu, menurut para siswa juga mereka merasa belum siap tampil secara maksimal karena pada waktu tampil mereka hanya membawa secarik kertas yang berisi cerita yang telah mereka buat, sedangkan kertas tersebut digunakan untuk beberapa siswa dalam satu kelompok. Jadi, mereka saling bergantian saat tampil untuk bercerita di depan kelas. Untuk pertemuan selanjutnya, peneliti menyarankan kertas yang berisi percakapan dalam cerita siswa dikopi terlebih dahulu sebelum mereka tampil di depan kelas. Jadi, mereka tidak saling bergantian untuk membaca percakapan dalam cerita yang telah mereka buat.

2. Hasil Penelitian Siklus II

Dengan adanya perbaikan-perbaikan pembelajaran yang mengarah pada peningkatan hasil belajar, hasil penelitian yang berupa nilai tes keterampilan bercerita siswa meningkat. Selain itu, pada Siklus II ini suasana pembelajaran berubah menjadi lebih baik dibandingkan dengan suasana pembelajaran pada Siklus I.

Secara umum, hasil tes keterampilan bercerita siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kartasura Semester I Tahun Pelajaran 2011/2012 pada Siklus II sebagai berikut:

Tabel 15. Hasil Tes Keterampilan Bercerita Siklus II.

No

Nilai

Kategori

Frekuensi

%

Hasil Klasikal

1

< 65

Kurang

0

0

39 siswa mencapai nilai total 2868 dengan rata-rata nilai 81 dengan kategori baik.

2

65-74

Cukup

0

0

3

75-84

Baik

33

85

4

>84

Sangat baik

6

15

Jumlah

39

100

Selama proses pembelajaran berlangsung, seluruh siswa mengikutinya dengan baik. Meskipun demikian, masih ada beberapa siswa yang masih berbicara sendiri, terutama ketika para siswa sedang membuat cerita untuk di tampilkan di depan kelas. Namun, hal itu tidak sampai mengganggu siswa/ kelompok lain seperti yang terjadi pada siklus I. Antusias siswa dalam pembentukan kelompok berdasarkan data yang ada diketahui bahwa siswa menunjukkan respon yang sangat baik ketika peneliti minta lagi untuk membentuk kelompok.

Menurut siswa yang berkemampuan tinggi maupun siswa yang berkemapuan rendah, siswa senang dengan pelajaran bercerita, menurut mereka pembelajaran bercerita adalah suatu pelajaran untuk mengasah kemampuan dalam hal mengarang suatu cerita. Siswa bisa menuangkan ide-ide cerita mereka. Pelajaran bercerita menggunakan media boneka menurut para siswa adalah hal yang baru dan menyenagkan, dalam pelajaran bercerita menggunakan media boneka mereka merasa santai tetapi serius, mereka merasa bangga terutama karena mereka menggunakan media boneka yang mereka buat sendiri dan dapat ditampilkan di depan kelas menunjukkan hasil boneka sekaligus hasil karya cerita mereka masing-masing dalam suatu kelompok.

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil tes keterampilan bercerita menggunakan media boneka diperoleh hasil bahwa siswa mengalami peningkatan nilai sebesar 7,5%, yaitu dari 73,5% pada siklus I meningkat menjadi 81% pada siklus II. Meningkatnya nilai rata-rata siswa dari 73,5 pada siklus I menjadi 81 pada siklus II ini terjadi akibat adanya perbaikan pada siklus II dari refleksi pada siklus I dan masukan para siswa dari jurnal siswa dan wawancara.

Pada Siklus I, keterampilan bercerita siswa menggunakan media boneka kurang memuaskan dan suasana kelas selama proses pembelajaran berlangsung kurang kondusif dengan adanya siswa yang lebih bergantung pada teman lain dan berbicara sendiri sehingga mengganggu siswa yang lain. Selain itu, pembelajaran keterampilan bercerita menggunakan media boneka masih dirasakan baru oleh siswa sehingga pola pembelajaran ini merupakan proses awal bagi siswa untuk menyesuaikan diri dalam belajar. Ketika tampil di depan, masih banyak siswa yang merasa gugup, menggunakan intonasi seperti orang membaca, dan ada yang masih memakai kata-kata ragam santai atau bahasa Jawa.

Walaupun pada siklus I hasil tes keterampilan bercerita siswa kurang memuaskan dan suasana kelas selama proses pembelajaran berlangsung kurang kondusif, namun pada proses selanjutnya hasil yang dicapai sudah memuaskan dan suasana kelas selama proses pembelajaran berlangsung lebih kondusif. Perubahan itu tidak lepas dari tindakan-tindakan yang peneliti lakukan dan pemberian motivasi kepada siswa untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada serta motivasi kepada siswa untuk memahami pentingnya keterampilan bercerita dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini peneliti lakukan untuk memotivasi siswa agar mereka sadar dan mau berlatih berbicara dengan sungguh-sungguh. Dengan bekal motivasi yang tinggi akan lebih mudah bagi siswa untuk menerima dan mengikuti proses pembelajaran.

Kondisi pembelajaran yang di dalamnya diwarnai dengan antusias siswa dalam mengikuti proses pembelajaran merupakan bukti bahwa kelas tersebut hidup. Oleh karena nilai rata-rata hasil belajar para siswa yang diperoleh telah menunjukkan peningkatan sesuai dengan yang telah ditetapkan, maka penelitian ini dianggap berhasil dan tidak diulang pada siklus berikutnya. Peningkatan keterampilan bercerita siswa tersebut sebenarnya meliputi peningkatan kesebelas aspek di dalamnya. Sebagai gambaran, perolehan nilai rata-rata tiap aspek pada siklus I dan siklus II beserta perbandingan dan peningkatan tiap-tiap aspek keterampilan bercerita tersebut disajikan dalam tabel 26 berikut ini:

Tabel 26. Perbandingan nilai tia-tiap aspek keterampilan bercerita.

No

Aspek

Siklus I

Siklus II

% Peningkatan

1

Ketepatan Ucapan

75,1

81,5

6,4

2

Penempatan tekanan dan nada

68,2

73,7

5,5

3

Pilihan kata (diksi)

72,1

80,8

8,7

4

Pemakaian Kalimat

72,3

79,4

7,1

5

Sikap yang wajar

74,2

83,3

9,1

6

Pandanganmata

74,2

82,9

8,7

7

Gerak gerik mimik

75,3

81,3

6,0

8

Volume suara

72,9

78,6

5,7

9

Penguasaan topik

75,5

84,1

8,6

10

Kelancaran

75,4

85,0

9,6

Nilai rata-rata

73,5

81,0

7,5

Peningkatan-peningkatan tersebut tentunya disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal siswa itu sendiri. Berdasarkan analisis situasi, diketahui bahwa kondisi pembelajaran pada Siklus II lebih menunjukkan pembelajaran yang kondusif.

Pada Siklus II ini siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran dengan segala tugas yang diberikan oleh guru. Siswa terlihat antusias mengikuti proses berlangsungnya pembelajaran bercerita menggunakan media boneka dengan ditandai oleh semangat dalam bekerja sama membuat cerita dalam kelompoknya, dan siswa sangat antusias sekali saat siswa tampil di depan kelas untuk menampilkan hasil cerita mereka. Suasana kelas pun cukup tenang tidak seperti pada Siklus I, meskipun masih ada siswa yang bicara sendiri. Perhatian siswa tertuju pada seluruh proses pembelajaran. Ketika diberikan model, siswa memperhatikan model yang diberikan dan mencatat hal-hal yang ditemukan/bisa ditiru dari pemberian model tersebut. Setelah menerima materi bercerita, siswa saling bekerja sama membuat cerita untuk mereka tampilkan di depan kelas menggunakan media boneka. Pada saat bercerita berlangsung semua siswa aktif. Kelompok siswa yang tampil, maju di depan kelas untuk bercerita dengan baik, sedangkan kelompok yang lain memperhatikan dengan seksama. Dengan demikian, interaksi pembelajaran berlangsung lancar dan efektif.

Selanjutnya, faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi hasil pembelajaran siswa dijelaskan berikut ini. Berdasarkan analisis data, faktor internal yang berpengaruh adalah adanya dorongan yang muncul dari dalam diri siswa itu sendiri. Berdasarkan hasil wawancara maupun jurnal, didapatkan informasi bahwa siswa akan berusaha mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami ketika bercerita menggunakan media boneka pada Siklus I dengan cara berlatih agar tidak merasa gugup lagi dan lebih percaya diri ketika bercerita di depan banyak orang. Selain itu, siswa juga merasakan manfaat yang besar dari pembelajaran keterampilan bercerita menggunakan media boneka ini. Kemudian, faktor eksternal yang mendukung keberhasilan pembelajaran keterampilan bercerita menggunakan media boneka lebih mengarah pada program pembelajaran di sekolah.

Secara umum pelaksanaan pembelajaran bercerita pada Siklus I dan Siklus II berlangsung dengan baik dan lancar. Dilihat dari perubahan perilaku siswa yaitu dengan pembelajaran bercerita menggunakan media boneka siswa dapat menyampaikan berbagi macam cerita yang ingin mereka sampaikan melalui media boneka yang mereka buat sendiri.

Pada hakikatnya keterampilan berbicara adalah keterampilan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Tarigan, 2000: 15). Menurut Handayu (2001) dalam Mulyantini (2002: 35), bercerita adalah salah satu bentuk atau cara yang dilakukan dalam upaya menjalin komunikasi dalam pendidikan anak. Dengan keterampilan bercerita, seseorang dapat menyampaikan berbagai macam cerita, ungkapan berbagai perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca, dan ungkapan kemauan dan keinginan membagikan pengalaman yang diperoleh.

Daro pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan pembelajaran bercerita menggunakan media boneka siswa bisa mengungkapkan ide-ide cerita mereka ke dalam suatu cerita yang ingin mereka sampaikan kepada pendengar yang dalam hal ini yaitu siswa lain, siswa bisa mengekspresikan diri lewat cerita yang ingin mereka sampaikan. Dengan demikian, pembelajaran bercerita menggunakan media boneka dapat berhasil sesuai dengan apa yang diharapkan.

PENUTUP

A. Simpulan

1. Keterampilan bercerita siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kartasura Semester I tahun 2011/2012 meningkat setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan media boneka yang dibuat oleh siswa sendiri.

2. Siswa mengalami perubahan perilaku dalam pembelajaran ke arah positif. Perilaku tersebut yaitu siswa lebih antusias mengikuti pembelajaran ada siklus II, saling bekerja sama dalam kelompok, tidak merasa gugup taupun kurang percaya diri ketika bercerita di depan kelas.

B. Saran

1. Para guru Bahasa Indonesia hendaknya mencoba menggunakan media boneka sebagai variasi strategi pembelajaran bercerita agar siswa tidak merasa jenuh dalam mengikuti pembelajaran.

2. Antarguru mata pelajaran saling bekerja sama dalam menggabungkan kompetensi dasar yang ada, seperti halnya yang telah dilakukan peneliti yaitu menggabungkan antara pelajaran bahasa Indonesia dan seni rupa.

3. Para pakar atau praktisi bidang pendidikan bahasa dapat melakukan penelitian sejenis dengan teknik pembelajaran yang berbeda, misalnya bercerita menggunakan media komik, bercerita menggunakan media gambar dan lain sebagainya, sehingga didapatkan berbagai alternatif teknik pembelajaran keterampilan bercerita untuk menambah khazanah ilmu bahasa.

DAFTAR PUSTAKA

Arsjad, Maidar G. dan Mukti. 1998. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SMP dan MTs. Jakarta: Depdiknas.

——————— . 2004. Bahan Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru SMP Bahasa Indonesia dan Sastra Pengembangan Keterampilan berbicara. Jakarta: Depdiknas.

Fetiningrum, Rita Sari. 2005. Peningkatan Kemampuan Mengungkapkan Kembali Isi Cerita Melalui Media Panggung Boneka Pada Siswa Kelas B Taman Kanak-kanak Kemala Bhayangkari 22 Kabupaten Batang. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Handayu, Tuti. 2001. Memakanai Cerita Mengasah Jiwa. Solo: Era Intermedia.

Kelompok Studi Bahasa dan Sastra Indonesia. 2001. Evaluasi Pengajaran Sastra Indonesia. Malang: YA3.

Mulyantini, F.M. 2004. Peningkatan Kemampuan Bercerita dengan Menggunakan Media Kerangka Karangan pada Siswa Kelas IIA SLTP Negeri 21 Semarang. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Nurgiantoro, Burhan. 2001. Penilaian Dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Edisi ketiga. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Nurhadi. Kurikulum 2004: Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grasindo.

Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. 2005. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sumarwati. 1999. Peningkatan Keterampilan Berbicara Siswa Melalui Teknik Bermain Peran di SLTP N 8 Pati. Semarang: IKIP Semarang.

Syafi’ie, Imam. 2003. Terampil Berbahasa Indonesia I. Petunjuk Guru Bahasa Indonesia SMU Kelas I. Jakarta: Departemen dan Kebudayaan.

Tarigan, Henry Guntur. 2000. Pengajaran Kompetensi Bahasa. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Djago dkk. 1997. Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta: Depdikbud Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara DIII.

Tarigan, H.G. 1991. Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Yuniawan, Tommi. 2002. Paparan Perkuliahan Retorika. Semarang: FBS Unnes.