PENINGKATAN KOMPETENSI GURU

DALAM MENYUSUN KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL

MELALUI WORKSHOP DI DABIN II KECAMATAN GEMBONG, KABUPATEN PATI SEMESTER I TAHUN PELAJARAN 2017/2018

 

Tarnadi

Pengawas SD di Dabin II Kecamatan Gembong Kabupaten Pati

 

ABSTRAK

Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk memberikan pemahaman lebih luas cara menetapkan KKM mata pelajaran di satuan pendidikan, mendorong peningkatan mutu pendidikan melalui penetapan KKM yang optimal serta menindaklanjutinya. Subyek dari penelitian ini adalah guru SD di Dabin II kecamatan Gembong kabupaten Pati, dari guru kelas II dan V. Penelitian ini terdiri dari dua siklus dengan masing-masing siklus meliputi: perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah keseluruhan pelaksanaan penelitian selesai (siklus I dan II), maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal yaitu: Kurang bisa memahami dan menghitung dari setiap komponen yang dibuat, mereka pada umumnya masih bingung, Apa yang harus dikerjakan? Apa yang menjadi kompetensi dasar, indikator, penilaian terhadap sumber daya dukung, persentase, dan rata-rata ketuntasan KD? Untuk mengatasi atau memecahkan masalah tersebut maka peneliti menggunakan workshop sebagai sarana penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal dengan beberapa tahapan atau siklus, yaitu siklus I dan siklus II yang tiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi, sehingga dihasilkan pada siklus I dengan nilai rata-rata 5,92 dan naik pada siklus II dengan nilai 8.75.

Kata Kunci: Kompetensi Guru, Kriteria Ketuntasan Minimal, Workshop

 

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan upaya yang dapat mempercepat pengembangan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan kepadanya, karena hanya manusia yang dapat dididik dan mendidik. Kompetensi guru pada bidang pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat strategis, kondisi ini sangat berbeda dengan upaya peningkatan kompetensi guru di Dabin II Kecamatan Gembong Kabupaten Pati yang belum melaksanakan penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal secara benar, kenyataan dilapangan masih banyak guru dalam menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal tidak sesuai kriteria yang sudah diberikan artinya dalam sistem penilaian tidak adanya parameter yang jelas untuk penilaian. Guru pada umumnya melakukan penilaian didasarkan faktor yang berbeda dengan acuan yang telah ditetapkan dari kriteria ketuntasan yang menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus). Angka maksimal 100 merupakan kriteria ketuntasan ideal.

Dilihat dari kondisi di atas, maka perlu adanya workshop peningkatan kompetensi guru SD Dabin II Kecamatan Gembong Kabupaten Pati dalam menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal yang merupakan proses dimana seseorang mengembangkan kompetensi sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya dalam masyarakat, kedua proses sosial dimana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya datang dari sekolah), sehingga mereka dapat memperoleh dan mengalami perkembangan kompetensi sosial dan kemapuan individual yang optimum. Dengan demikian pendidikan dapat dinyatakan sebagai suatu sistem dengan komponen yang saling berhubungan dan mempengaruhi yaitu Individu peserta didik yang memiliki potensi dan kemauan untuk berkembang dan dikembangkan semaksimal mungkin, individu yang mewakili unsur upaya sengaja, terencana, efektif, efisien, produktif, dan kreatif. (Chance, 2009:214).

Dari dasar kompetensi inilah tolak ukur kompetensi peserta didik mampu diterjemahkan oleh guru SD Dabin II Kecamatan Gembong Kabupaten Pati ke dalam bentuk kriteria yang diharapkan mampu mendukung ketuntasan secara minimal. Oleh karena itu peneliti mengajukan penelitian tindakan sekolah sebagai berikut: “Peningkatan Kompetensi Guru dalam Menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal melalui Workshop di Dabin II Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018”.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka masalah-masalah yang ada dapat diidentifikasi sebagai berikut: (1) Lemahnya pengetahuan dan kompetensi guru dalam menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal ; (2) Banyaknya hambatan yang dialami guru dalam melaksanakan tugas pembelajaran, termasuk dalam menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal ; dan (3) Masih kurang tepatnya materi workshop yang diterima guru dalam membantu meningkatkan pengetahuan untuk menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah: (1) Apakah melalui workshop penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal ini kompetensi guru meningkat?. (2) Apakah melalui workshop penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal ini dapat mendorong peningkatan mutu pendidikan?.

Tujuan Penelitian ini adalah: (1) Memberikan pemahaman lebih luas cara menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal mata pelajaran di satuan pendidikan. (2) Mendorong peningkatan mutu pendidikan melalui penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal yang optimal sehingga meningkat secara bertahap. (3) Mendorong pendidik dan satuan pendidikan melakukan analisis secara teliti dan cermat dalam menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal serta menindaklanjutinya.

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN

Pengertian Kompetensi

 Kompetensi berasal dari bahasa inggris, yakni “Competence”, yang berarti kecakapan, kemampuan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (WJS. Purwadarminta), kompetensi berarti kewenangan kekuasaan untuk menentukan (memutuskan) sesuatu. Kalau kompetensi berarti kemampuan/kecakapan, maka hal ini erat kaitannya dengan pemilikan pengetahuan, kecakapan atau keterampilan sebagai guru.

 Menurut Wibowo (2012), pengertian Kompetensi merupakan kemampuan melaksanakan pekerjaan atau tugas yang didasari ketrampilan maupun pengetahuan dan didukung oleh sikap kerja yang ditetapkan oleh pekerjaan. Kompetensi menunjukan pengetahuan, ketrampilan dan sikap tertentu dari suatu profesi dalam ciri keahlian tertentu, yang menjadi ciri dari seorang profesional.

 Menurut Moh. Uzer Usman Kompetensi berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. Sementara dalam UU RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen serta UU RI No 20 tahun 2003 tenteng Sisdiknas dijelaskan bahwa kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan prilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

 Dari uraian di atas, nampak bahwa kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperooleh melalui pendidikan. dikatakan rasional karena mempunyai arah dan tujuan, sedangkan performance merupakan prilaku nyata dalam arti tidak hanya dapat diamati, tetapi mencakup sesuatu yang tidak kasat mata.

Pengertian Workshop

            Pengetahuan, keterampilan dan kecakapan manusia dikembangkan melalui belajar. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh ketiga aspek tersebut seperti belajar di dalam sekolah, luar sekolah, tempat bekerja, sewaktu bekerja, melalui pengalaman, dan melalui workshop.Workshop adalah suatu pertemuan ilmiah dalam bidang sejenis (pendidikan) untuk menghasilkan karya nyata (Badudu, 1988: 403). Lebih lanjut, Harbinson (1973: 52) mengemukakan bahwa pendidikan dan Workshop secara umum diartikan sebagai proses pemerolehan keterampilan dan pengetahuan yang terjadi di luar sistem persekolahan, yang sifatnya lebih heterogen dan kurang terbakukan dan tidak berkaitan dengan lainnya, karena memiliki tujuan yang berbeda.

Workshop merupakan proses perbantuan (facilitating) guru untuk mendapatkan keefektifan dalam tugas-tugas mereka sekarang dan masa yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan berpikir, bertindak, keterampilan, pengetahuan dan sikap yang sesuai (Dahana and Bhatnagar, 1980: 672). Pengertian Kriteria Ketuntasan Minimal

Salah satu prinsip penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi adalah menggunakan acuan kriteria, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan peserta didik. Kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal.

Kriteria Ketuntasan Minimal harus ditetapkan sebelum awal tahun ajaran dimulai. Seberapapun besarnya jumlah peserta didik yang melampaui batas ketuntasan minimal, tidak mengubah keputusan pendidik dalam menyatakan tuntas dan tidak tuntas pembelajaran. Acuan kriteria tidak diubah secara serta merta karena hasil empirik penilaian. Pada acuan rentang nilai, rentang nilai sering digunakan untuk menentukan ketuntasan belajar peserta didik jika diperoleh hasil rata-rata kurang memuaskan. Nilai akhir sering dikonversi dari rentang nilai untuk mendapatkan sejumlah peserta didik yang melebihi nilai antara 40-100. Acuan kriteria mengharuskan pendidik untuk melakukan tindakan yang tepat terhadap hasil penilaian, yaitu memberikan layanan remedial bagi yang belum tuntas dan atau layanan pengayaan bagi yang sudah melampaui Kriteria Ketuntasan Minimal.

Kriteria Ketuntasan Minimal ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan penghitungan Kriteria Ketuntasan Minimal oleh guru kelas pada semua mata pelajaran kecuali mata pelajaran yang diampu oleh guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus). Angka maksimal 100 merupakan kriteria ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai minimal 75. Satuan pendidikan dapat memulai dari Kriteria Ketuntasan Minimal di bawah target nasional kemudian ditingkatkan secara bertahap. (Dikdasmen, 2007:44).

Kerangka Pikir Penelitian

Belajar atau berlatih adalah proses perubahan yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman individu dan bukan karena proses pertumbuhan fisik. Chance menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman. Belajar sering juga didefinisikan sebagai perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang disebabkan oleh latihan atau pengalaman. Anderson menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan yang relatif menetap terjadi dalam tingkah laku potensial sebagai hasil dari pengalaman. Workshop merupakan proses keterampilan kerja timbal balik yang bersifat membantu, oleh karena itu dalam workshop seharusnya diciptakan suatu lingkungan di mana para guru dapat memperoleh atau mempelajari sikap, kompetensi, keahlian, pengetahuan dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan, sehingga dapat mendorong mereka untuk dapat bekerja lebih baik.

Dari definisi-definisi tersebut di atas, terlihat bahwa belajar atau berlatih melalui workshop melibatkan tiga hal pokok. Pertama, belajar mengakibatkan adanya perubahan tingkah laku. Kedua, perubahan yang terjadi karena belajar bersifat relatif permanen atau tetap. Ketiga, perubahan tersebut disebabkan oleh hasil latihan atau pengalaman, sikap, kompetensi, keahlian, pengetahuan dan perilaku bukan oleh proses pertumbuhan atau perubahan kondisi fisik.

Hipotesis Tindakan

Berdasarkan rumusan masalah dalam di atas dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut. “Melalui Workshop penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal ini, maka kompetensi guru meningkat dan dapat mendorong peningkatan mutu pendidikan ”.

METODOLOGI PENELITIAN

Desain Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian tindakan berbasis kelas. Penelitian ini dilakukan dengan melibatkan guru, pada hakikatnya penelitian berbasis kelas merupakan suatu siklus yang terdiri dari planning-Acting-Observing-Reflecting.

Setting Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Dabin II Kecamatan Gembong Kabupaten Pati seminggu dua kali sebanyak dua siklus. Subyek dari penelitian ini adalah Guru-guru di Dabin II Kecamatan Gembong Kabupaten Pati. Sasaran dari penelitian ini adalah guru kelas II dan V.

Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa hasil obsevasi, jawaban angket (soal) pada awal siklus dan akhir siklus, dan hasil wawancara

1.     Analisis data observasi. Data observasi yang telah diperoleh dihitung kemudian dipresentase.

2.    Analisis data angket/soal. Setiap butir angket/soal diperiksa tingkat kebenarannya, kemudian diberi skor dan jumlah skor perolehan dibandingkan dengan skor maksimal.

3.    Analisis hasil wawancara. Hasil wawancara dengan objek penelitian dianalisis secara kualitatif diskriptif untuk melengkapi dari hasil angket.

Indikator Kinerja

Nilai rata-rata guru dalam kegiatan penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal adalah 8,00.

Validasi Data

Data yang digunakan dalam penelitian harus benar-benar valid. Untuk itu data yang digunakan harus diperiksa dulu validitasnya. Ada lima cara untuk menguji validitas data, yaitu: triangulasi data, review informan, member check, data base, dan penyusunan mata rantai bukti penelitian. Dalam penelitian ini pemeriksaan validitas data dilakukan dengan dua cara yaitu triangulasi data dan review informan.

Prosedur Penelitian

Penelitian Tindakan Sekolah ini akan memuat dua tahap siklus dimana masing-masing siklus dilaksanakan dua kali pertemuan. Adapun dilaksanakan siklus dua untuk melanjutkan siklus pertama. Siklus I dan siklus II terdiri atas 4 (empat) langkah kegiatan yaitu: Perencanaan, Pelaksanaan, Observasi, dan Refleksi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Penelitian tindakan sekolah ini dilaksanakan sebanyak dua siklus dengan harapan dapat memberikan jawaban yang memuaskan terhadap masalah yang telah dirumuskan. Tiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

Siklus I

a.     Perencanaan I

Penelitian sebelum melaksanakan siklus I membuat perencanaan yang meliputi: mengadakan tanya jawab dengan para guru baik guru kelas ataupun guru mata pelajaran berkaitan dengan kegiatan peningkatan kompetensi guru dalam menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal melalui Workshop, menjelaskan materi yang berkaitan dengan kegiatan melaului media white board, board maker, dan perangkat berupa form Kriteria Ketuntasan Minimal dan guru disuruh membaca form Kriteria Ketuntasan Minimal yang telah dibagikan.

b.     Pelaksanaan I

Pada tahap pelaksanaan ini, peneliti menciptakan kondisi awal workshop dengan mengadakan aktivitas pre-komunikasi yaitu mengadakan tanya jawab tentang kegiatan peningkatan kompetensi guru dalam meyusun Kriteria Ketuntasan Minimal. Setelah kondisi awal tercipta, peneliti menjelaskan tujuan yang workshop yang ingin dicapai, yaitu: Memberikan pemahaman lebih luas cara menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal mata pelajaran di satuan pendidikan, Mendorong peningkatan mutu pendidikan melalui penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal yang optimal sehingga meningkat secara bertahap, dan Mendorong pendidik dan satuan pendidikan melakukan analisis secara teliti dan cermat dalam menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal serta menindaklanjutinya. Pelaksanaan selanjutnya para guru disuruh mengisi form Kriteria Ketuntasan Minimal yang telah disediakan dari hasil kegiatan ini peneliti bertanya kepada para guru tentang kesulitan yang dialami berkenaan dengan kegiatan peningkatan kompetensi guru dalam menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal melalui workshop. Peneliti menggunakan instrumen untuk memperoleh data dari para guru kelas ataupun guru mata pelajaran berisi lima pertanyaan untuk dijaawab agar diperoleh data atau jawaban yang objectif berkenaan dengan kegiatan tersebut. Akhir dari pelaksanaan kegiatan peneliti memberi tugas kepada guru kelas dan guru mata pelajaran untuk membuat Kriteria Ketuntasan Minimal sesuai dengan teori yang sudah dipelajari.

c.     Observasi I

Dari pelaksanaan tindakan pertama peneliti berpendapat bahwa tujuan kegiatan peningkatan kompetensi guru dalam menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal melalui workshop belum tercapai. Hal ini ditunjukkan dengan kualitas yang dihasilkan dari penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal yang belum sesuai dengan kompetensi dan cara penilaian yang disusun oleh peneliti. Berdasarkan observasi hasil pengisian form Kriteria Ketuntasan Minimal peneliti menemukan faktor-faktor penyebab rendahnya kualitas penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal , yaitu: tidak paham terhadap kompetensi dasar, Indikator, dan penilaian baik itu jumlah ataupun rata-rata pada kolom Ketuntasan KD. Hasil penilaian dari kegiatan penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal pada siklus I dapat dilihat dalam tabel berikut

Berdasarkan pengamatan awal, bisa dikelompokkan: (1) Pengisian Kompetensi Dasar, guru yang mendapatkan nilai 2 ada 2 obyek, yang mendapatkan nilai 3 ada 13 obyek, yang mendapatkan nilai 4 ada 3 obyek. (2) Pengisian Indikator, guru yang mendapatkan nilai 2 ada 3 obyek, yang mendapatkan nilai 3 ada 15 obyek. (3) Penilaian Komponen Ketuntasan Kompetensi Dasar, guru yang mendapatkan nilai 2 ada 2 obyek, yang mendapatkan nilai 3 ada 15 obyek, yang mendapatkan nilai 4 ada 1 obyek. (4) Penilaian rata-rata Kriteria Ketuntasan Minimal , guru yang mendapatkan nilai 2 ada 5 obyek, yang mendapatkan nilai 3 ada 8 obyek, yang mendapatkan nilai 4 ada 5 obyek.

 Dari tabel nilai di atas dapat dilihat bahwa nilai rata-rata setiap obyek adalah 5,92, sehingga oleh peneliti masih memerlukan tindakan lanjutan yaitu ke tahap siklus II untuk menghasilkan nilai yang lebih baik bagi para guru dalam menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal.

d.     Refleksi I

Berdasarkan observasi pelaksanaan tindakan peneliti perlu mengadakan perbaikan dengan melaksanakan siklus II. Pelaksanaan siklus II menggunakan langkah-langkah yang sama seperti siklus I. Pada siklus II diharapkan ada peningkatan dalam proses workshop sehingga kegiatan penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal lebih baik dari siklus I.

 

 

Siklus II

a.     Perencanaan II

Dari pelaksanaan tindakan I, peneliti menentukan beberapa masalah dalam beberapa Workshop, yaitu kesulitan yang dihadapi para guru dalam kegiatan penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal dan kurangnya motivasi guru dalam menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal. Berangkat dari permasalahan tersebut, peneliti melaksanakan penelitian tindakan II dengan perencanaan sebagai berikut.

1)       Membantu guru yang mengalami kesulitan dalam kegiatan penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal.

2)       Memotivasi guru agar mereka mampu melaksanakan kegiatan penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal.

3)       Para guru melaksanakan kegiatan penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal.

4)       Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal secara keseluruhan.

Pada siklus II ini peran aktif guru sangat mendukung dalam proses workshop, sehingga workshop dapat mencapai hasil yang lebih baik.

b.     Pelaksanaan II

Setiap kegiatan penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal selalu diawali dengan kegiatan guru menciptakan kondisi awal dengan mengadakan aktivitas pra komunikasi. Peneliti mengadakan tanya jawab dengan siswa yang mengarah ke materi yang akan dipelajari hari ini dan mengulas sedikit hasil kegiatan pembelajaran yang lalu. Peneliti memberikan motivasi kepada para guru bahwa penyusunan kriteria ketuntasan Mminimal akan sangat membantu para guru dalam memberikan materi dan kompetensi para siswanya dan dapat menumbuhkan profesionalisme tugas guru. Hal ini akan menumbuhkan rasa percaya diri dari para guru karena setiap mata pelajaran terdapat kompetensi-konpetensi yang diaharapkan akan tercapai secara maksimal. Kegiatan selanjutnya adalah pelaksanaan kegiatan penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal. Para guru menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal tersebut secara bersamaan. Mengakhiri pelaksaan siklus II peneliti memberikan tugas kepada para guru untuk menyempurnakan form Kriteria Ketuntasan Minimal tersebut yang telah dibuat dan mengadakan latihan dirumah. Untuk mengetahui latihan yang dilakukan, latihan perlu dilakukan berkali-kali agar paham setiap kompetensi yang diharapkan.

c.      Observasi II

Mengikuti pelaksanaan siklus II ini, peneliti menyimpulkan bahwa pelaksanaan penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal lebih baik sehingga hasilnya lebih baik pula. Sudah tercipta penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal yang sesuai dengan indikator yang diharapkan oleh peneliti dan ketentuan penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal dari pemerintah. Pada pelaksanaan selanjutnya perlu meberikan dorongan kepada para guru yang masih pasif atau tidak paham dalam penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal. Hasil pelaksanaan kegiatan penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal pada siklus II seperti dalam tabel berikut ini.

Berdasarkan pengamatan pada siklus II bisa dikelompokkan: (1) Pengisian Kompetensi Dasar, guru yang mendapatkan nilai 3 ada 2 obyek, dan yang mendapatkan nilai 4 ada 16 obyek. (2) Pengisian Indikator, guru yang mendapatkan nilai 3 ada 7 obyek dan yang mendapatkan nilai 4 ada 11 obyek. (3) Penilaian Komponen Ketuntasan Kompetensi Dasar, guru yang mendapatkan nilai 5 ada 18 obyek. (4) Penilaian rata-rata Kriteria Ketuntasan Minimal , guru yang mendapatkan nilai 5 ada 18 obyek.

Dari laporan pengamatan, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata setiap obyek adalah 8.75, sehingga oleh peneliti sudah memenuhi kriteria yang diharapkan dalam penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal , yaitu dengan nilai rata-rata 8.75 sehingga tujuan penelitian ini sedikit banyak sudah dapat tercapai dan penelitian dilaksanakan hanya sampai pada siklus II.

Pembahasan Tiap dan Antar Siklus

Melihat hasil kegiatan penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal Apakah melalui kegiatan Workshop ini kompetensi guru meningkat dan dapat mendorong peningkatan mutu pendidikan? Di dalamnya terdapat beberapa komponen yang harus dikuasai sebelum menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal. Prinsip penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi adalah menggunakan acuan kriteria, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan peserta didik. Kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal. Hal ini dapat dilihat dari penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal oleh para guru di workshop. Pada umumnya para guru kurang bisa memahami dan menghitung dari setiap komponen yang dibuat seperti pada siklus I. Mereka pada umumnya masih bingung, Apa yang harus dikerjakan? Apa yang menjadi kompetensi dasar, indikator, penilaian terhadap sumber daya dukung, persentase, dan rata-rata ketuntasan KD?

Melalui kegiatan penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal dengan workshop, seorang guru diharapkan mampu mengetahui cara menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal mata pelajaran disatuan pendidikan, Konstribusi langsung pada peningkatan profesionalisme guru dalam penyusunan kriteria ketuntasan minimum, meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal. Pada kesempatan ini, karena terbatasnya waktu, tujuan dari penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal tidak dapat menyeluruh. Tujuan yang dapat dicapai antara lain: berdasarkan nilai dari para obyek adalah sempurna yaitu 10 tapi hal ini tidaklah menjadi indikator utama yang terpenting adalah melalui workshop ini diharapkan meningkatnya profesionalisme guru sehingga berpengaruh terhadap pelaksanaan belajar mengajar dengan tercapainya kompetensi didalam mata pelajaran tersebut. Untuk mengetahui peningkatan guru dalam menyusun kriteria ketuntasan minimum dapat dilihat laporan berikut. Dari tabel di atas dapat diketahui: Rata rata siklus I = 5,92; rata rata siklus II = 8,75.

 Dari hasil perhitungan diatas didapatkan rata-rata siklus I dan Siklus II adalah 5,92 dan 8.75 dan terlihat pula pada gambar 4.2 Nilai Guru dalam Kegiatan

Penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal , bahwa dari siklus I sampai siklus II mengalami peningkatan pada rata-rata dan hampir mencapai nilai yang sempurna, ini berarti strategi workshop penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal yang digunakan adalah berjalan sangat baik.

 

 

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan hasil analasis data dan pembahasan hasil penelitian selesai siklus I dan II, maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal yaitu: Kurang bisa memahami dan menghitung dari setiap komponen yang dibuat, mereka pada umumnya masih bingung dalam penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal, Apa yang harus dikerjakan? Apa yang menjadi kompetensi dasar, indikator, penilaian terhadap sumber daya dukung, persentase, dan rata-rata ketuntasan KD?

Untuk mengatasi atau memecahkan masalah tersebut maka peneliti menggunakan workshop sebagai sarana penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal dengan beberapa tahapan atau siklus, yaitu siklus I dan siklus II yang tiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

Dari hasil penelitian perhitungan siklus I sampai siklus II mengalami peningkatan pada rata-rata dan hampir mencapai nilai yang sempurna, ini berarti strategi workshop penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal yang digunakan dapat meningkatkam kompetensinya guru dalam menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal dan dapat mendorong peningkatan mutu pendidikan.

Saran-saran

Dalam usaha meningkatkan kualitas penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal peneliti menyampaikan beberapa saran sebagai berikut.

1.     Para guru diharapkan mamahami dan mengingat materi yang diberikan oleh peneliti.

2.     Profesionalisme dalam mengajar dan penyusunan indikator kompetensi dasar hendaknya tetap dipertahankan untuk terwujudnya suatu siswa yang kompeten dan berprestasi dimasa yang akan datang.

3.     Sekolah hendaknya mengadakan workshop yang berguna bagi para guru dan siswa seperti penyusunan Kriteria Ketuntasan Minimal melalui workshop sehingga mendorong motivasi guru untuk meningkatkan kualitas profesionalismenya.

DAFTAR PUSTAKA

Chance. 2009. Learning and Behaviour, California: Wadsworth Publishing Company, Inc.

Fuadi Amir. 2007. Strategi dan Problematika Pengajaran Bahasa. Surakarta: FKIP UNS.

Makmun. 2005. Perencanaan Pendidikan Suatu Pendekatan Komprehensif. PT. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, Jakarta, 2006.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, Jakarta, 2006.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Fokus Media.

Simamora. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta. STIE YPKN.