Peningkatan Kompetensi Menyusun Rancangan PTK Melalui Latihan Intensif
PENINGKATAN KOMPETENSI MENYUSUN RANCANGAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS MELALUI LATIHAN INTENSIF GURU SMA NEGERI 1 TAWANGSARI TAHUN 2018
Narman
SMA Negeri 1 Tawangsari
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana proses latihan intensif, peningkatan kompetensi guru dalam menyusun rancangan penelitian dan perubahan perilaku guru SMA Negeri 1 Tawangsari setelah mendapatkan pelatihan intensif tahun 2018. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan yaitu mulai Maret sampai dengan Juli 2018. Subyek penelitian adalah kompetensi 12 orang guru SMA Negeri 1 Tawangsari Kabupaten Sukoharjo dalam pangkat golongan ruang III/b. Penelitian tindakan sekolah ini dilaksanakan dalam 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap kegiatan yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, evaluasi dan refleksi. Tindakan yang diberikan adalah latihan intensif dengan penjelasan materi latihan secara jelas tanpa adanya contoh rancangan PTK pada siklus ke-1 dan dengan pembahasan contoh rancangan PTK jadi disertai pemberian blangko format proposal PTK pada siklus ke-2. Data penelitian yang dikumpulkan dengan teknik tes, dokumentasi, wawancara dan observasi kemudian dianalisis menggunakan teknik deskriptif kualitatif. Refleksi yang dilaksanakan adalah dengan membuat simpulan dari hasil deskripsi kualitatif, menyusun pembahasan dan menentukan rencana tindak lanjut. Hasil yang diperoleh adalah terjadinya peningkatan kompetensi dari sebanyak 1 orang pada akhir siklus I meningkat menjadi 12 orang pada akhir siklus II dengan ketepatan dan kesesuaian unsur-unsur pokok dalam rancangan PTK. Peningkatan kompetensi guru juga diikuti oleh adanya perbaikan sikap dan perilaku guru terhadap kegiatan pengembangan profesi dalam bentuk karya ilmiah khususnya penelitian tindakan kelas.
Kata Kunci: Kompetensi Menyusun Rancangan, Penelitian Tindakan Kelas, Latihan Intensif.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Sebagai bentuk aktualisasi tugas guru sebagai tenaga kerja profesional, pemerintahan melalui Kementerian Pendidikan Nasional sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintahan Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan akan menfasilitasi guru untuk dapat mengembangkan keprofesiannya secara berkelanjutan. Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) ini diarahkan untuk dapat memperkecil jarak antara pengetahuan, keterampilan, kompetensi sosial dan kepribadian yang mereka miliki sekarang dengan apa yang menjadi tuntunan ke depan berkaitan dengan profesinya itu.
Kegiatan ini dikembangkan atas dasar profil kinerja guru sebagai perwujudan hasil Penilaian Kinerja Guru yang didukung dengan hasil evaluasi diri. Bagi guru-guru yang hasil penilaian kinerjanya masih berada di bawah standar kompetensi atau dengan kata lain berkinerja rendah diwajibkan mengikuti program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) yang berorientasi untuk mencapai standar tersebut. Sementara itu bagi guru-guru yang telah mencapai standar kompentensi, kegiatan PKB–nya diarahkan kepada peningkatan keprofesian agar dapat memenuhi tuntutan ke depan dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban layanan pembelajaran yang berkualitas kepada peserta didik.
Sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, PKB diakui sebagai salah satu unsur utama selain kegiatan pembelajaran, pembimbingan dan tugas tambahan lain yang relevan dengan fungsi sekolah yang diberikan angka kredit pengembangan karir guru. Melalui kegiatan ini diharapkan akan terwujud guru yang profesional, yang bukan sekadar memiliki ilmu pengetahuan yang kuat, tuntas dan tidak setengah-setengah, tetapi tidak kalah pentingnya juga memiliki kepribadian yang matang, kuat dan seimbang. Dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat, tuntas dan tidak setengah-setengah serta kepemilikan kepribadian yang prima, maka diharapkan guru trampil membangkitkan minat peserta didik kepada ilmu pengetahuan dan teknologi melalui penyajian layanan pendidikan yang bermutu. Mereka mampu membantu dan membimbing peserta didik untuk berkembang secara cepat berubah ciri dari masyarakat abad ke–21.
Konsekuensi dari jabatan guru sebagai profesi, diperlukan suatu sistem pembinaan dan pengembangan terhadap profesi guru secara terprogram dan berkelanjutan. Pengembangan keprofesian berkelanjutan merupakan salah satu kegiatan yang dirancang untuk mewujudkan terbentuknya guru yang profesional. Persyaratan pada Permenpan dan RB Nomor 16 Tahun 2009, dirasakan merupakan perbaikan untuk memberikan bobot pada jabatan guru profesional yang lebih jelas dan faktual dalam menduduki pangkat/jabatan tertentu. Hal ini juga dapat mengatasi masalah yang muncul akibat pelaksanaan Permenpan lama, yang antara lain mengakibatkan menumpuknya jabatan Guru Pembina golongan IV/a. Mudahnya kenaikan pangkat dari guru golongan III/a menjadi guru Pembina golongan IV/a, yang tidak memerlukan persyaratan apapun, kecuali pengalaman kerja hasil penilaian kinerja. Akibatnya, antara lain mengakibatkan guru kurang berupaya dan berusaha serta belajar untuk mengembangkan profesinya, lewat pertemuan ilmiah, pendidikan dan pelatihan fungsional guru dan menulis karya ilmiah.
Dalam kegiatan pembelajaran, seorang guru sudah pasti akan berhadapan dengan berbagai persoalan baik mengenai peserta didik, maupun strategi pembelajaran. Sebagai seorang profesional, guru harus mampu membuat professional judgement yang didasarkan pada data sekaligus teori yang akurat. Selain itu guru juga harus melakukan peningkatan mutu pembelajaran secara terus menerus agar prestasi belajar peserta didik optimal disertai dengan kepuasan yang tinggi. Untuk mewujudkan hal tersebut guru harus dibekali dengan kemampuan meneliti, khususnya Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Untuk memenuhi kebutuhan ini pemerintah telah mengeluarkan dana yang tidak sedikit, misalnya dengan adanya program BERMUTU. Dari hasil monitoring dan evaluasi program BERMUTU tahun 2010 diperoleh kenyataan bahwa: 1) karena guru masih kesulitan dalam menyusun laporan maka masih dibutuhkan pelatihan tentang PTK, di samping perlunya modul panduan penulisan laporan yang praktis; 2) Guru memerlukan informasi tentang penilaian laporan karya tulis ilmiah untuk angka kredit (Wulandari dan Rohmitawati, 2011).
Kesulitan ini muncul karena kurangnya informasi, pelatihan cara melakukan dan menulis karya pengembangan profesi dari instansi terkait. Pelatihan (training) merupakan proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkan kinerja tenaga kerja.(Simamora,2006:273). Menurut pasal I ayat 9 Undang-undang No. 13 Tahun 2003. Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat ketrampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan pekerjaan menghasilkan perbaikan karya nyata dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.
Kalau dianalisis dari kegiatan para guru kesehariannya, tampaknya sudah ada atau bahkan banyak yang melakukan usaha untuk memperbaiki mutu proses belajar mengajarnya. Namun kalau diminta untuk menuangkan ke dalam bentuk karya ilmiah yang dipublikasikan, guru tampak enggan dan kesulitan untuk melaksanakannya. Hal ini disebabkan karena guru tidak terbiasa menulis karya ilmiah, motivasi untuk meneliti dan melaporkan hasilnya juga rendah serta kurangnya dukungan material dan moral yang tercermin dari budaya kerja di lingkungan sekolah pada umumnya.
Demikian halnya kondisi guru SMA Negeri 1 Tawangsari, dari jumlah guru tetap (PNS) yang berjumlah 53 orang, yang menduduki jabatan guru pembina IV/a berjumlah 40 orang, IV/b berjumlah 1 orang, dan 12 orang menduduki pangkat III/a sampai dengan III/d. Hal ini menurut hemat peneliti, guru-guru SMA Negeri 1 Tawangsari Sukoharjo kurang termotivasi dan kurang berupaya untuk melakukan publikasi ilmiah sebagai persyaratan naik pangkat ke golongan IV/a ke atas. Sementara dengan peraturan baru bahwa kenaikan pangkat mulai dari golongan III/a sudah diharuskan melaksanakan PKB, maka mau tidak mau harus melakukan melaksanakan pengembangan diri, publikasi ilmiah dan membuat karya inovatif.
Menurut asumsi peneliti, masalah yang dialami oleh guru-guru SMA Negeri 1 Tawangsari perlu dicari solusinya. Pelatihan intensif penyusunan karya ilmiah yang di dalamnya termasuk penulisan penelitian tindakan kelas ditingkat sekolah kiranya urgen dilaksanakan di SMA Negeri 1 Tawangsari. Dalam hal kompetensi penulisan karya ilmiah, terutama penelitian tindakan kelas guru perlu mendapatkan informasi, pemahaman, dan memiliki keterampilan merancang dan melaksanakan penelitian. Oleh sebab itu, pelatihan intensif secara bersama-sama dengan teman sejawat di sekolah diharapkan dapat meningkatkan kompetensi mereka dalam menyusun rancangan penelitian tindakan kelas.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan batasan masalah di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah proses pelatihan intensif yang dapat meningkatkan kompetensi menyusun rancangan penelitian tindakan kelas guru SMA Negeri 1 Tawangsari Sukoharjo?
2. Berapa besar peningkatan kompetensi menyusun rancangan penelitian tindakan kelas melalui pelatihan intensif guru SMA Negeri 1 Tawangsari Sukoharjo?
3. Bagaimanakah perubahan perilaku guru dalam peningkatan kompetensi menyusun rancangan penelitian tindakan kelas melalui pelatihan intensif guru SMA Negeri 1 Sukoharjo?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan penelitian tersebut, tiga tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, adalah:
1. Memaparkan proses peningkatan kompetensi menyusun rancangan penelitian tindakan kelas melalui pelatihan intensif guru SMA Negeri 1 Tawangsari Sukoharjo.
2. Memaparkan tingkat peningkatan kompetensi menyusun rancangan penelitian tindakan kelas melalui pelatihan intensif guru SMA Negeri 1 Tawangsari Sukoharjo.
3. Memaparkan perubahan perilaku dalam peningkatan kompetensi menyusun rancangan penelitian tindakan kelas melalui pelatihan intensif guru SMA Negeri 1 Tawangsari Sukoharjo.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian tindakan sekolah ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk memperkuat teori yang sudah ada, terutama tentang bentuk-bentuk latihan.
2. Manfaat Praktis
Bagi guru, kepala sekolah dan pengawas, hasil penelitian dapat digunakan sebagai model dalam rangka meningkatkan kompetensi dalam menyusun laporan penelitian tindakan kelas dan karya tulis ilmiah pada umumnya.
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
Kompentensi Guru
Guru sebagai profesional mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, melatih, mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Selain tugas utama tersebut, guru juga dimungkinkan memiliki tugas –tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Oleh karena itu, dalam penilaian kinerja guru terdapat beberapa sub-unsur yang perlu dinilai.
Kinerja yang terkait dengan pelakasanaan proses pembelajaran bagi guru mata pelajaran atau guru kelas, meliputi kegiatan perencanaan danmelaksanakan pembelajaran, mengevaluasi dan menilai, menganalisis hasil penilaian dan melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian dalam menerapkan 4 (empat) domain kompetensi yang harus dimiliki oleh guru sesuai dengan Peraturan Menteri Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompentensi Guru. Pengolahan pembelajaran tersebut mensyaratkan guru menguasai 24 (dua puluh empat) kompentensi yang di kelompokan ke dalam kompentensi paedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Untuk mempermudah penilaian dalam PK GURU, 24 (dua puluh empat) kompetensi yang di rangkum menjadi 14 (empat belas) kompentensi sebagaimana dipublikasikan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Pelatihan Intensif
Dalam kegiatan pembelajaran, seseorang guru sudah pasti akan berhadapan dengan berbagai persoalan baik menyangkut peserta didik, subject matter maupun metode pembelajaran. Sebagai seseorang profesional, guru harus mampu membuat profesional judgement yang didasarkan pada data sekaligus teori yang akurat. Selain itu, guru juga harus melakukan peningkatan mutu pembelajaran secara terus menerus agar prestasi peserta didik optimal disertai dengan kepuasan yang tinggi.
Untuk mewujudkan hal tersebut guru harus dibekali dengan kemampuan meneliti, khususnya Penelitian Tindakan Kelas. Dalam hal ini peran pengawas dan kepala sekolah sebagai pembina dan pembimbing para guru tentu sangat dibutuhkan. Pengawas dan kepala sekolah tidak hanya berperan sebagai resources person atau konsultan, bahkan secara kolabaratif dapat bersama-sama dengan guru melakukan penelitian tindakan kelas bagi peningkatan pembelajaran.
Menurut (Hani Handoko, 2001:104) pengertian latihan dan pengembangan adalah berbeda. Latihan (training) dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagal ketrampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan rutin. Yaitu latihan rnenyiapkan para karyawan (tenaga kerja) untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan sekarang. Sedangkan pengembangan (Development) mempunyai ruang lingkup Iebih luas dalam upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap dan sifat-sifat kepribadian.
Gomes (2003:197) mengemukakan bahwa pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggungjawabnya. Menurutnya, istilah pelatihan sering disamakan dengan istilah pengembangan, perbedaannya kalau pelatihan langsung terkait dengan performansi kerja pada pekerjaan yang sekarang, sedangkan pengembangan tidaklah harus langsung terkait dengan performansi kerja, pengembangan mempunyai scope yang lebih luas dibandingkan dengan pelatihan.
Pelatihan lebih terarah pada peningkatan kemampuan dan keahlian sumber daya manusia organisasi yang berkaitan dengan jabatan atau fungsi yang menjadi tanggung jawab individu yang bersangkutan saat ini (current job oriented). Sasaran yang ingin dicapai dan suatu program pelatihan adalah peningkatan kinerja individu dalam jabatan atau fungsi saat ini.
Pengembangan cenderung lebih bersifat formal, menyangkut antisipasi kemampuan dan keahlian individu yang harus dipersiapkan bagi kepentingan jabatan yang akan datang. Sasaran dan program pengembangan menyangkut aspek yang lebih luas yaitu peningkatan kemampuan individu untuk mengantisipai perubahan yang mungkin terjadi tanpa direncanakan (unplaned change) atau perubahan yang direncanakan (planed change). (Syafaruddin, 2001: 2 17).
Hal serupa dikemukakan (Hadari, 2005: 208). Pelatihan adalah program- program untuk memperbaiki kernampuan melaksanakan pekerjaan secara individual, kelompok dan/atau berdasarkan jenjang jabatan dalam organisasi atau perusahaan. Sedangkan pengembangan karir adalah usaha yang dilakukan secara formal dan berkelanjutan dengan difokuskan pada peningkatan dan penambahan kemampuan seorang pekerja. Dan pengertian ini menunjukkan bahwa fokus pengembangan karir adalah peningkatan kemampuan mental tenaga kerja.
Kerangka Berpikir
Beberapa bentuk pengembangan keprofesian berkelanjutan meliputi unsur-unsur yang bersifat internal di sekolah, eksternal antar sekolah maupun melalui jaringan virtual. Ini dimaksudkan bahwa pengembangan keprofesian berkelanjutan yang berupa kursus, pelatihan, penataran maupun berbagai bentuk diklat yang lain dapat diselenggarakan oleh sekolah secara mandiri, dilakukan oleh guru sendiri atau bekerja sama dengan guru lain dalam satu sekolah, misalnya dalam menulis modul, buku panduan peserta didik, diktat, atau lembar kerja siswa.
Pelatihan intensif pengembangan keprofesian berkelanjutan yang dilakukan oleh kepala sekolah bersama-sama guru di sekolah dipandang strategis untuk dilakukan. Rendahnya prosentase guru yang melakukan penelitian tindakan kelas diasumsikan adanya kesulitan bagi guru untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Hal ini dapat disebabkan oleh pemahaman guru atas konsep penelitian tindakan kelas (PTK) rendah, atau disebabkan oleh rendahnya motivasi guru untuk melakukan penelitian tindakan kelas.
Pelatihan yang intensif, terstruktur, partisipatif dalam kegiatan penyusunan penelitian tindakan kelas di sekolah akan mampu meningkatkan kemampuan guru untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini, pelatihan intensif dapat meningkatkan kompetensi menyusun rancangan penelitian tindakan kelas guru SMA Negeri 1 Tawangsari Sukoharjo tahun 2018.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan oleh penulis sebagai peneliti dalam penerapan model pelatihan intensif ini bersifat deskriptif kualitatif , dengan berdasar pada data-data yang ada. Penelitian deskriptif kualitatif dapat diartikan sebagai prosedur penggambaran dan pendeskripsian suatu objek, dengan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data berupa kata-kata tertulis maupun lisan, bukan data yang berupa angka-angka. Data tersebut dideskripsikan dan dianalisis kemudian disimpulkan. Bentuk penelitian ini memungkinkan peneliti mendapatkan berbagai informasi kualiitatif dengan latar belakang alamiah.
Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan mulai dari tahap persiapan hingga pelaporan hasil kegiatan akan dilakukan selama 5 bulan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juli 2018. Kegiatan pelatihan dilaksanakan setiap seminggu sekali pada hari Selasa setelah selesainya kegiatan belajar mengajar, yaitu mulai pukul 15.30 sampai dengan 17.00 atau selama 90 menit.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian merupakan salah satu sarana untuk membantu penelitian. Subjek ini yang menjadi sasaran utama penelitian. Berdasarkan subjek inilah semua data dapat dikumpulkan. Arikunto (2007:35) menjelaskan bahwa subjek penelitian adalah benda, hal, atau orang tempat data untuk variabel penelitian melekat dan yang dipermasalahkan. Subjek penelitian ini adalah kompetensi penyusunan rancangan penelitian tindakan kelas yang dimiliki oleh para guru SMA Negeri 1 Tawangsari Sukoharjo tahun 2018, yang menduduki pangkat III/a sampai dengan III/d yang semuanya berjumlah 12 orang.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Hasil penelitian tindakan dua siklus ini menggambarkan tentang proses latihan intensif, peningkatan kompetensi menyusun proposan penelitian tindakan kelas dan perubahan perilaku yang terjadi setelah para guru mengikuti pelatihan intensif.
Siklus 1
Berdasarkan hasil pre-tes dengan soal essai yang dijawab dengan uraian singkat, diperoleh kenyataan bahwa tidak ada seorangpun peserta yang dapat menjawab dengan tepat semua nomor soal. Bahkan ada beberapa peserta yang tidak dapat menjawab dengan tepat meskipun hanya satu nomor. Hal ini menunjukkan bahwa peserta latihan belum sepenuhnya memahami prosedur atau tata cara penelitian tindakan kelas atau dengan kata lain, kompetensi menyusun rancangan penelitian tindakan masih rendah. Sedangkan berdasarkan catatan lapangan mengenai ketepatan dan kesesuaian penyusunan unsur rancangan PTK hanya 1 orang yang mampu melakukannya dengan benar.
Dari hasil angket yang digunakan untuk mengetahui perilaku atau sikap awal diperoleh temuan bahwa sebagian besar peserta latihan masih mempunyai minat, motivasi dan kesadaran yang rendah akan pentingnya meningkatkan hasil belajar peserta didik dan memperbaiki kualitas pembelajaran di kelas melalui penelitian tindakan. Sebagian peserta belum menunjukkan perhatian atau konsentrasi dan keseriusan. Pertanyaan yang diajukan pun juga belum begitu banyak. Namun, setelah menjalani 3 pertemuan dalam siklus I diperoleh hasil berdasarkan catatan lapangan diperoleh bahwa tingkat kehadiran sudah mencapai 75%, minat, motivasi, kesungguhan sudah mulai tampak. Demikian pula tingkat konsentrasi, keberanian bertanya atau mengemukakan pendapat juga sudah mulai ditunjukkan dalam kegiatan latihan.
Siklus II
Peningkatan kompetensi menyusun rancangan penelitian
Hasil yang diperoleh dalam kegiatan latihan selama siklus II ini adalah 10 peserta pelatihan telah mengumpulkan rancangan PTK dengan tepat waktu. Sedangkan 2 orang lainnya akhirnya berhasil mengumpulkan juga setelah diberikan tenggang waktu yang lebih untuk menyelesaikan rancangannya. Setelah semua rancangan PTK yang terkumpul diperiksa oleh peneliti/fasilitator, diketahui bahwa semua peserta latihan telah berhasil menyusun rancangan PTK dengan baik dan benar sesuai format yang sudah ditentukan. Hal itu semakin diperjelas dengan hasil yang diperoleh peserta dalam post test. Semua peserta pelatihan dapat menjawab dengan betul lebih dari 80% soal yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan berakhirnya pemberian tindakan pada siklus II, semua peserta sudah tidak kesulitan lagi memahami konsep PTK dan sudah mampu menyusun rancangan PTK. Dengan kesuksesan peserta latihan menyusun rancangan PTK, harapannya PTK akan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Kedudukan rancangan PTK sangatlah penting dalam memberikan arah bagi pelaksanaan kegiatan PTK.
Perubahan perilaku peserta latihan
Sikap positif para peserta latihan patut diacungi jempol karena setelah setengah hari lebih mereka melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas, mereka masih sangat antusias untuk mengikuti jalannya pelatihan sampai tuntas. Berdasarkan catatan lapangan yang berhasil dihimpun diperoleh bahwa peserta latihan bukannya mengendor semangatnya justru sebaliknya semakin bertambah. Apalagi setelah mengetahui teman sejawatnya sudah ada yang dapat menyelesaikan rancangan PTK-nya. Minat dan motivasi mereka masih terjaga dengan baik. Keseriusan dan keaktifan tampak dari jalannya diskusi pada saat menanggapi presentasi hasil kerja masing-masing peserta. Tanya jawab dating silih berganti baik dari penyaji hasil kerja maupun dari peserta. Dari hasil wawancara yang dilakukan untuk mengetahui kesan, pesan dan masukan terhadap pelaksanaan kegiatan latihan intensif diketahui bahwa mereka sangat mendukung dan bersikap pro aktif terhadap kegiatan latihan intensif. Mereka ingin agar pelatihan ini dapat berlanjut menjadi bentuk pembimbingan dalam menyusun laporan PTK yang nantinya juga diadakan agar kesulitan yang mereka jumpai dapat diatasi bersama-sama teman sejawat.
Pembahasan Hasil Penelitian
Sebelum diadakan latihan intensif siklus I, terlebih dahulu diadakan pre-tes untuk mengetahui kompetensi awal yang dimiliki oleh calon peserta latihan. Hasil yang diperoleh kurang menggembirakan peneliti. Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata dari 12 orang calon peserta latihan, hanya ada 1 orang yang sudah pernah melaksanakan PTK dan melaporkan hasilnya meskipun baru sekali. Hampir semua calon peserta boleh dikatakan masih buta PTK.
Dari angket yang dibagikan di awal siklus I kepada peserta diperoleh kenyataan bahwa kesadaran untuk melaksanakan PTK masih rendah. Padahal, salah satu kegiatan remedial pembelajaran yang dapat dilakukan untuk memperbaiki hasil belajar peserta didik adalah dengan melaksanakan penelitian tindakan. Keengganan para guru melakukan penelitian tindakan disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya minimnya pengetahuan yang dimiliki, kekhawatiran akan tersitanya waktu pelajaran sehingga target materi pelajaran tidak dapat diselesaikan tepat waktu dan ketidaktersediaan dana untuk membiayai kegiatan penelitian. Semangat untuk menuangkan kegiatan penelitian ke dalam bentuk karya ilmiah juga belum muncul. Hal ini disebabkan karena minimnya pengetahuan tentang manfaat dari melaksanakan penelitian tindakan kelas. Selain itu, kebanyakan peserta mengaku jarang atau tidak pernah diikutkan dalam program pendidikan pelatihan dan workshop tentang PTK yang diadakan di tingkat kabupaten maupun propinsi.
Setelah berakhirnya siklus I diperoleh hasil yang sedikit lebih baik, diantaranya adalah sudah ada hasil kerja rancangan PTK yang jadi dari peserta. Masih adanya banyak peserta yang belum jadi rancangan PTK-nya menunjukkan bahwa masih ada kesulitan yang dialami. Sebagai hasil refleksi siklus I, maka direncanakan akan melaksanakan latihan dengan mengadakan pembahasan contoh rancangan yang sudah jadi. Di samping itu, disediakan pula blangko isian format rancangan PTK yang akan memudahkan kerja para peserta latihan.
Dengan pemberian tindakan tersebut, ternyata mampu meningkatkan kompetensi peserta latihan. Hal ini dibuktikan dengan telah terkumpulnya 10 buah rancangan PTK, disusul dengan 2 rancangan PTK lainnya yang dikumpulkan setelah diberikan tenggang waktu. Hal ini berarti bahwa pemberian contoh rancangan jadi dan dengan bantuan blangko format rancangan PTK sangat membantu dalam penyusunan rancangan. Selain itu, penjelasan berulang-ulang disertai contoh yang kontekstual dari masing-masing pelajaran ternyata memudahkan peserta dalam memahami unsur-unsur pokok dalam rancangan PTK.
Peningkatan kompetensi menyusun rancangan PTK setelah diberikan latihan intensif mulai dari siklus I sampai dengan siklus II ternyata juga diikuti dengan perbaikan perilaku dan sikap peserta latihan terhadap karya pengembangan profesi guru khususnya PTK. Hal ini disebabkan karena munculnya kepuasan batin atau euforia setelah adanya keberhasilan menyusun rancangan PTK.
Dengan adanya temuan ini, semakin menguatkan berbagai pendapat para ahli dan membenarkan kesimpulan penelitian sejenis yang sudah ada sebelumnya bahwa kompetensi guru dalam melakukan penyusunan rancangan PTK, pelaksanaan PTK dan pelaporan hasil PTK dapat ditingkatkan melalui kegiatan pelatihan secara intensif di luar jam kerja dinas.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Simpulan yang dapat ditarik dari hasil dan pembahasan penelitian tindakan ini adalah sebagai berikut:
1. Proses latihan intensif penyusunan rancangan penelitian tindakan kelas berjalan dengan cukup baik dan lancar. Ketiga tahapan latihan yang meliputi tahap pendahuluan, observasi kelas latihan dan pertemuan umpan balik dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana.
2. Latihan intensif yang dilakukan guru-guru telah berhasil meningkatkan kompetensi dalam menyusun rancangan penelitian tindakan kelas. Pada akhir siklus I hanya ada seorang peserta yang dapat membuat rancangan penelitian, kemudian menjadi dua belas orang peserta dapat menyusun rancangan PTK dengan baik dan benar pada akhir siklus II. Hasil post test juga dapat digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan ini. Catatan pengamatan lapangan juga menggambarkan perkembangan pesat yang diperoleh para peserta pelatihan.
3. Peserta latihan intensif menunjukkan sikap dan perilaku belajar yang positif. Hal tersebut dapat disimpulkan berdasarkan hasil angket, kegiatan wawancara dan rekaman perilaku dalam catatan pengamatan lapangan. Minat, motivasi, perhatian, kesungguhan dan keberanian mengemukakan gagasan dan tanggapan yang diperlihatkan oleh peserta saat pelaksanaan pelatihan termasuk ke dalam kategori tinggi. Hampir tidak ada peserta pelatihan yang tidak aktif. Setelah rancangan penelitian tindakan kelas sudah selesai disusun, semua peserta berkemauan kuat dan bertekad bulat untuk dapat melaksanakan penelitian tindakan kelas dan melaporkan hasilnya.
Saran
Saran yang dapat dikemukakan berdasarkan kesinpulan penelitian tindakan kelas ini adalah:
1. Mengingat produk yang dihasilkan baru sebatas rancangan penelitian, maka para peserta hendaknya benar-benar menindaklanjutinya dengan melakukan penelitian tindakan kelas yang nantinya harus disusun laporan hasilnya.
2. Kiranya perlu digalakkan kegiatan pelatihan intensif tentang penulisan karya ilmiah bagi guru yang melibatkan peserta dari beberapa sekolah dan musyawarah guru mata pelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Syafaruddin. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE Decenzo, D.A.(1999). Human recources Managemen. Sixth edition. New York: John Wiley & Sons.lnc.
Arikunto, Suharsimi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Angkasa Raya.
Basuki Wibawa, 2004. Penelitian Tindakan Kelas. Program Bimbingan Teknis Guru Bantu SMA / SMK. Jakarta Dirjen Dikdasmen.
Depdikbud,1999. Penelitian Tindakan. Jakarta:Depdikbud,Dirjen dikdasmen.
Depdiknas. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Direktorat Dikmenum.
ÂÂÂÂÂÂÂ________________.2007.Peraturan Menteri Pendidikan NasionL Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru: Jakarta: Direktorat Dikmenum
_______________.2010.Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009, tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
________________, 2010.Pedoman Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) dan Angka Kreditnya. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Dessler, Gary. (2004). Sumber Daya Manusia, Penerjemah Eli Tanya Jakarta: PT. Indeks. Judul asli Human Resource Managemen.(2003) pretince-Hall, inc, Upper Saddle River. New Jersey.
Gomes, Faustinc C. (2003). Manajemen Suber Daya Manusia. Yogyakarta: CV. Andi Offsetl
Handoko, T. Hani. (2001). Manajemen personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE
Mangkuprawira. Sjafri. (2003). Mananjemen Sumber Daya Manusia Strategik. Jakarta: Ghalia Indonesia
Moleong, J.Lexy.2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya
Nawawi, Hadari (2005). Manajemen Sumber Dava Manusia: Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.