PENINGKATAN KUALITAS GURU DALAM MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN INOVATIF DENGAN MEMANFATKAN LINGKUNGAN SEKITAR SEBAGAI SUMBER BELAJAR MELALUI KEGIATAN KKG

DI DABIN I UPTD TK/ SD KECAMATAN BANJAREJO

KABUPATEN BLORA TAHUN PELAJARAN 2016/2017

 

Suharno

Pengawas DABIN I UPTD TK/SD Kecamatan Banjarejo

 

ABSTRAK

Tujuan Penelitian Tindakan Sekolah ini adalah Untuk meningkatkan kemampuan guru dalam memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar melalui diskusi Kelompok Kerja Guru di Dabin I UPTD TK/SD Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2016/2017. Penelitian Tindakan Sekolah ini berlokasi di Dabin I UPTD TK/SD Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora, yang ditujukan pada guru-guru kelas. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2016 sampai bulan Nopember 2016. Subyek penelitian tindakan ini adalah guru di Dabin I UPTD TK/SD Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora. Obyek penelitian tindakan ini adalah kompetensi guru di Dabin I UPTD TK/SD Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar dapat ditingkatkan melalui diskusi Kelompok Kerja Guru pada PBM. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan siklus I dan siklus II ada peningkatan kemampuan guru dalam memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar melalui pendekatan diskusi kelompok kerja guru (KKG) di Dabin I UPTD TK/SD Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2016/2017 yang hasilnya secara umum ada peningkatan ke arah yang lebih baik yaitu 75% guru sudah mendapatkan katagori baik dengan skor rata-rata 80 – 89.Hal ini sudah sesuai dengan kriteria keberhasilan yang ditetapkan. Secara rinci perolehan nilai rata-rata peningkatan kemampuan guru memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar yaitu nilai rata-rata observasi hasil kegiatan diskusi 79,38 di siklus I menjadi 84,88 di siklus II ada peningkatan 5,5. kegiatan penyusunan skenario pembelajaran nilai rata-rata 78,75 di siklus I menjadi 82,50 di siklus II ada peningkatan 3,75, kegiatan pembelajaran atau dalam proses belajar mengajar nilai rata-rata 78,33 di sklus I menjadi 82,08 di siklus II, ada peningkatan 3,75.

Kata Kunci: Kualitas Guru, Pembelajaran Inovatif, Memanfatkan Lingkungan, KKG

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Pendidikan di Indonesia telah diatur sedemikian rupa di dalam sistem pendidikan nasional, namun masalah selalu ada, terutama di dalam proses pembelajaran yang melibatkan guru sebagai pengajar dan peserta didik sebagai subjek. Masalah pokok yang dihadapi adalah kurang atau tidak tercapainya tujuan pembelajaran yang telah direncanakan berdasarkan standar isi. Pelaksanaan proses belajar mengajar mayoritas guru hanya menggunakan metode ceramah yaitu guru menuangkan ide dan pikiran kepada peserta didik berpedoman pada buku panduan.

Masalah inilah yang sedang dihadapi dunia pendidikan, yaitu lemahnya proses pembelajaran karena peserta didik kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan peserta didik untuk menghafal informasi; otak peserta didik dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya, ketika anak didik lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, tetapi mereka miskin aplikasi atau pengalaman.

Proses pendidikan di Indonesia yang terlalu menjejali otak peserta didik dengan berbagai bahan ajar yang harus dihafal; pendidikan tidak diarahkan untuk membangun dan mengembangkan karakter serta potensi yang dimiliki; dengan kata lain, proses pendidikan kita tidak pernah diarahkan membentuk manusia yang cerdas, memiliki kemampuan memecahkan masalah hidup, serta tidak diarahkan untuk membentuk manusia yang kreatif dan inovatif.

Salah satu setrategi pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan Pakem yang memungkinkan bisa mengembangkan kreativiats, motivasi dan partisipasi siswa dalam pembelajaran adalah dengan memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar. Hal ini juga sesuai dengan salah satu pilar dari pendekatan contekstual yaitu masyarakat belajar (learning commonity). Untuk mencapai tujuan tersebut, salah satu cara belajar yang disarankan dalam KTSP sebagai upaya mendekatkan aktivitas belajar siswa pada berbagai fakta kehidupan sehari-hari di sekitar lingkungan siswa. Memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar menjadi alternatif setrategi pembelajaran untuk memberikan kedekatan teoritis dan praktis bagi pengembangan hasil belajar siswa secara optimal. Ekowati (2001) mengatakan, memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar merupakan bentuk pembelajaran yang berfihak pada pembelajaran melalui penggalian dan penemuan (experiencing) serta keterkaitan (relating) antara materi pelajaran dengan konteks pengalaman kehidupan nyata melalui kegiatan proyek. Pada pembelajaran dengan setrategi ini guru bertindak sebagai pelatih metakognitif yaitu membantu pebelajar dalam menemukan materi belajar, mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan dalam pembuatan laporan dan dalam penampilan hasil dalam bentuk presentasi.

Dari hasil pengamatan peneliti selaku pengawas sekolah di Dabin I UPTD TK/SD Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora selama ini para guru masih sangat jarang memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar. Lingkungan sekolah tidak lebih hanya digunakan sebagai tempat bermain-main siswa pada saat istirahat. Kalau tidak jam istirahat, guru lebih sering memilih mengkarantina siswa di dalam kelas, walaupun misalnya siswa sudah merasa sangat jenuh berada di dalam kelas.

Seperti observasi awal yang dilakukan di Dabin I UPTD TK/SD Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora, masih banyak guru yang belum bisa memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar, hanya dua sampai tiga kali dalam satu semester. Guru lebih sering menyajikan pelajaran di dalam kelas walaupun materi yang disajikan berkaitan dengan lingkungan sekolah. Dari wawancara yang dilakukan calon peneliti, sebagian besar guru mengaku enggan mengajak siswa belajar di luar kelas, karena alasan susah mengawasi. Selain itu ada guru yang menyampaikan bahwa mereka tidak bisa dan tidak tahu dalam memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar.

Untuk mengatasi hal itu perlu adanya diskusi kelompok diantara para guru kelas dalam bentuk KKG untuk mendiskusikan masalah pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar.

Dalam kegiatan diskusi tersebut para guru bisa membagi pengalaman dalam pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Penelitian Nur Mohamad dalam Ekowati (2001) menunjukkan diskusi kolompok memiliki dampak yang amat positif bagi guru yang tingkat pengalamannya rendah maupun yang tingkat pengalamannya tinggi.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari dilaksanakan penelitian tindakan sekolah ini adalah:

1.    Untuk meningkatkan kemampuan guru dalam memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar melalui diskusi Kelompok Kerja Guru (KKG) di Dabin I UPTD TK/SD Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2016/2017.

2.    Memberikan wawasan kepada guru di Dabin I UPTD TK/SD Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora dalam menerapkan metode pembelajaran yang diterapkan di sekolah sehingga dapat meningkatkan kreativiats, motivasi dan hasil belajar siswa.

Manfaat Penelitian

1.     Bagi Peserta didik

Hasil penelitian ini dapat meningkatkan kualitas hasil belajar peserta didik karena eksistensi guru sebagai perencana, pelaksanaan.

2.     Bagi Guru

Guru dapat memperbaiki dan meningkatkan kompetensi dalam menyusun dan mengimplementasikan RPP pada PBM.

3.     Bagi Penulis Lain

Dapat dijadikan acuan bagi penelitian lain untuk meneliti hal yang sama dan belum terungkap dalam penelitian ini.

KAJIAN TEORI

Kompetensi Guru

Secara umum, kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh suatu profesi dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 1 butir 10).

Berkaitan dengan kompetensi profesi guru, Sagala mengemukakan sepuluh kompetensi dasar yang harus dimiliki guru, yaitu:

a.     Menguasai landasan-landasan pendidikan;

b.     Menguasai bahan pelajaran;

c.     Kemampuan mengelola program belajar mengajar;

d.     Kemampuan mengelola kelas;

e.     Kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar;

f.      Menilai hasil belajar siswa;

g.     Kemampuan mengenal dan menterjemahkan kurikulum;

h.     Mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan;

i.      Memahami prinsip-prinsip dan hasil pengajaran;

j.     Mengenal dan menyelenggarakan administrasi pendidikan (Sagala, 2006: 210).

Kemudian Adapun Permendiknas RI No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru menyebutkan bahwa ”Standar kompetensi guru ini dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi , kompetensi kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.” (BSNP, 2007: 8).

Pengertian Lingkungan

Lingkungan adalah sesuatu yang ada di alam sekitar yang memiliki makna dan atau pengaruh tertentu kepada individu. (Oemar Hamalik, 2001-195). Lingkungan merupakan salah satu komponen pembelajaran yang sangat penting dan dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang. Lingkungan pembelajaran dapat dikelompokan sebagai berikut:

a.    Lingkungan sosial adalah lingkungan masyarakat baik kelompok besar atau kelompok kecil.

b.    Lingkungan personal meliputi individu-individu sebagai suatu pribadi berpengaruh terhadap individu pribadi lainnya.

c.    Lingkungan alam (fisik) meliputi sumber daya alam yang dapat diberdayakan sebagai sumber belajar.

d.    Lingkungan kultural mencakup hasil budaya dan teknologi yang dapat dijadikan sumber belajar dan yang dapat menjadi faktor pendukung pengajaran. Dalam konteks ini termasuk sistem nilai, norma dan adat kebiasaan.

Kania Tresnajati et. al. (2003:2) membagi lingkungan ke dalam dua kelompok, yaitu:) Lingkungan dalam, yaitu hal-hal yang pada mulanya berada di luar individu yang akhirnya masuk ke dalam tubuh individu dan bersatu dengan sel-sel tubuh melalui makanan / minum dan pernapasan; 2) Lingkungan luar, yaitu lingkungan yang berada di luar tubuh individu di antaranya lingkungan alam (physical environment), lingkungan sosial (social environment) dan lingkungan spiritual (spiritual environment), yakni: a) Lingkungan alam ialah segala sesuatu yang ada / di luar individu, seperti makanan, minuman, perumahan, tumbuh-­tumbuhan, hewan, udara, cuaca, batuan serta keaneka-ragaman hayati dan non hayati; b) Lingkungan sosial, ialah akibat dari proses interaksi dengan individu lainnya, termasuk ke dalam lingkungan sosial adalah lingkungan kultural; c) Lingkungan spiritual, ialah berupa agama atau kepercayaan yang dianut oleh individu atau masyarakat.

Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2001:212) membagi lingkungan ke dalam tiga kelompok yang lebih sederhana, yaitu:

a.     Lingkungan sosial, yaitu lingkungan yang berkenaan dengan interaksi manusia dengan kehidupan bermasyarakat, seperti organisasi sosial, adat kebiasaan, mata pencaharian, kebudayaan, pendidikan, kependudukan, struktur pemerintahan, agama dan sistem nilai.

b.     Lingkungan alam, yaitu lingkungan yang berkenaan dengan segala sesuatu yang sifatnya alamiah seperti keadaan geografis, iklim, suhu udara, musim, curah hujan, flora (tumbuhan), fauna (hewan), sumber daya alam (air, hutan, tanah, batu-batuan dan lain-lain).

c.     Lingkungan buatan, yaitu lingkungan yang sengaja diciptakan atau dibangun manusia untuk tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Lingkungan buatan antara lain irigasi atau pengairan, bendungan, pertamanan, kebun binatang, perkebunan dan pembangkit tenaga listrik.

Perbedaan pengelompokan jenis lingkungan pada dasarnya tergantung kepada sudut pandang dan luas sempitnya cakupan seseorang dalam memandang lingkungan. Ada yang menekankan pada aspek fisik, ada yang memasukan unsur biologis, juga ada yang memandang aspek spiritual manusia merupakan bagian dari lingkungan. Ketiga pendapat di atas dalam pengelompokan lingkungan memberikan definisi yang jelas tentang lingkungan sosial yaitu lingkungan masyarakat serta segala hasil dari interaksi individu yang ada di dalamnya.

Pemanfaatan Lingkungan Sekolah sebagai Sumber Belajar

Nilai-nilai kegunaan sumber belajar masyarakat adalah: (1) menghubungkan kurikulum dengan kegiatan-kegiatan masyarakat akan mengembangkan kesadaran dan kepekaan terhadap masalah sosial; (2) menggunakan minat-minat pribadi peserta didik akan menyebabkan belajar lebih bermakna baginya;

(3) mempelajari kondisi-kondisi masyarakat merupakan latihan berpikir ilmiah (scientif methode); (4) mempelajari masyarakat akan memperkuat dan memperkaya kurikulum melalui pelaksanaan praktis didalam situasi sesungguhnya; (5) peserta didik memperoleh pengalaman langsung yang kongkrit, realistis dan verbalisme. (Douglas dan Mill dalam Rusyan 2001: 152)

Pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar mengarahkan anak pada peristiwa atau keadaan yang sebenarnya atau keadaan yang alami sehingga lebih nyata, lebih faktual dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan. Manfaat nyata yang dapat diperoleh dengan memanfaatkan lingkungan ini adalah: (1) menyediakan berbagai hal yang dapat dipelajari anak, (2) memungkinkan terjadinya proses belajar yang lebih bermakna (meaningful learning), (3) memungkinkan terjadinya proses pembentukan kepribadian anak, (4) kegiatan belajar akan lebih menarik bagi anak, dan (5) menumbuhkan aktivitas belajar anak (learning aktivities). (Badru Zaman, dkk. 2005)

Pengertian Model Pembelajaran dengan Pendekatan Lingkungan

Model pembelajaran dengan pendekatan lingkungan adalah strategi pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan sebagai sasaran belajar, sumber belajar dan sarana belajar. (Hilda Karli dan Margaretha S.Y., 2002: 97). Pengertian tersebut dapat dimaknai bahwa lingkungan merupakan fokus belajar siswa dan sumber juga alat yang memberikan fasilitas belajar bagi siswa.

Dalam pembelajaran di kelas, lingkungan yang dimaksud mengandung pengertian lingkungan sosial, termasuk di dalamnya aspek masyarakat. Pengertian model pembelajaran dengan pendekatan lingkungan selaras dengan konsep pengajaran yang berpusat pada masyarakat.

Pengajaran yang berpusat pada masyarakat yaitu suatu bentuk pengajaran yang memadukan antara sekolah dan lingkungan masyarakat dengan cara membawa sekolah ke dalam masyarakat dan atau membawa masyarakat dalam sekolah guna mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan (Oemar Hamalik, 2001:197). Pembelajaran yang berpusat pada masyarakat memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a.    Pengajaran berorientasi pada masyarakat.

b.    Pengajaran bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat.

c.    Kurikulum yang menjadi landasan pengajaran terdiri dan proses-proses dan masalah sosial.

d.    Kegiatan belajar memadukan antara kegiatan serba langsung di masyarakat dengan kegiatan belajar yang bersumber dari buku teks.

e.    Disiplin kelas berdasarkan tanggung jawab bersama bukan berdasarkan paksaan atau kebebasan mutlak.

f.     Metode mengajar terutarna dititik-beratkan pada pemecahan masalah untuk memenuhi kebutuhan perorangan dan kebutuhan sosial atau kelompok.

g.    Bentuk hubungan dan kerja sama sekolah dan masyarakat adalah mempelajari sumber-sumber masyarakat, menggunakan sumber-sumber tersebut dan memperbaiki masyarakat tersebut.

Pengertian Proses Belajar Mengajar

Hasan Shadily (Ensiklopedi, 2003:435) mengungkapkan belajar adalah: “Perubahan yang terjadi pada tingkah laku potensial yang secara relatif tetap dianggap sebagai hasil dari pengamatan latihan”. Atas perumusan ini ditemukan: a) Tingkah laku potensial dipergunakan untuk membedakan pengertian belajar dan prestasi. Seseorang dapat mempelajari sesuatu, sehingga ia mempunyai pengetahuan tentang sesuatu hal yang baru yang secara potensial memungkinkan ia untuk berprestasi; b) Perubahan yang secara relatif tetap, dimaksudkan untuk membedakan dengan perubahan tingkah laku lain yang sifatnya sementara, seperti perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh karena kelelahan atau pemuasan kebutuhan yang sifatnya sementara: c) Latihan, dimaksudkan karena perubahan tingkah laku dapat juga terjadi bukan sebagai hasil belajar (latihan), melainkan semata-mata oleh karena proses kematangan alamiah yang terjadi dengan wajar dan semestinya; d) Penguat (an), merupakan istilah teknis yang dicantumkan dalam perumusan belajar, oleh karena belajar dianggap mengandung pemberian hadiah dan hukuman.

Oemar Hamalik (2001:27) mengungkapkan belajar adalah “Modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman”. Pengertian ini dapat dimaknai bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan suatu tujuan. Belajar bukan hanya mengingat sejumlah pengetahuan, tetapi proses mengalami sehingga dapat terjadi perubahan perilaku.

 

 

Diskusi Kelompok Kerja Guru.

 Kelompok Kerja Guru (KKG) adalah bentuk kegiatan yang beranggotakan guru-guru kelas, dimana tujuan kegiatannya adalah untuk meningkatkan kemampuan dan kompetensi mereka sesuai kelas yang dipegang. Bentuk kegiatan KKG bisa berupa diklat, simulasi, diskusi atau yang lainnya.

Kemudian diskusi kelompok adalah suatu kegiatan belajar yang dilakukan secara bersama-sama. Diskusi kelompok pada dasarnya memecahkan persoalan secara bersama-sama. Artinya setiap anggota turut memberikan sumbangan pemikiran dan pendapat dalam memecahkan persoalan tersebut. Diskusi kelompok adalah suatu kegiatan belajar untuk memecahkan persoalan secara bersama-sama, sehingga akan memperoleh hasil yang lebih baik. (Tabrani dan Daryani dalam Kasianto,2004)

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa diskusi kelompok adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai pengalaman individu dalam interaksinya dengan lingkungan yang dilakukan secara bersama-sama atau berkelompok.

Ischak.SW dan Warji R. (dalam Kasianto,2004) mengemukakan beberapa petunjuk dalam pelaksanaan diskusi kelompok, yaitu:

a.     Pilihlah teman yang cocok untuk bergabung dalam belajar kelompok. Jumlah setiap kelompok terdiri dari 5 hingga 7 orang.

b.     Tetapkan siapa sebagai pemimpin yang akan memimpin jalannya diskusi atau belajar kelompok.

c.     Hentaskan persoalan satu persatu dengan memberi kesempatan kepada anggota untuk mengajukan pendapatnya. Dari pendapat yang masuk dikaji bersama-sama mana yang paling tepat.

METODOLOGI PENELITIAN TINDAKAN

Setting Penelitian

Penelitian Tindakan Sekolah ini berlokasi di Dabin I UPTD TK/SD Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2016/2017, yang ditujukan pada guru-guru kelas dan guru bidang studi.Adapun alasan utamanya adalah dari hasil pengamatan dan informasi dari guru,bahwa hampir semua guru jarang dan bahkan tidak pernah memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2016 sampai bulan Nopember 2016. Pada bulan Agustus peneliti melaksanakan Konsultasi dengan kepala UPTD, Mengajukan proposal penelitian. Bulan September peneliti mengumpulkan data tahap awal. Bulan Oktober peneliti melaksanakan kegiatan KKG dan menganalisis data pada pelaksaan siklus I dan siklus II. Bulan Nopember peneliti mulai menyusun laporan hasil kegiatan tindakan.

Subyek dan Obyek Penelitian

Subyek penelitian tindakan ini adalah guru di Dabin I UPTD TK/SD Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2016/2017.

Obyek penelitian tindakan ini adalah kompetensi guru di Dabin I UPTD TK/SD Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2016/2017 memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar dapat ditingkatkan melalui diskusi Kelompok Kerja Guru pada PBM.

Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.     Dokumentasi

Penulis mengumpulkan dan menggunakan data kelas, peserta didik dan perangkat pembelajaran yang digunakan guru saat melaksanakan pembelajaran.

2.     Observasi

Observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar misalnya tingkah laku peserta didik pada belajar, tingkah laku guru pada waktu mengajar, kegiatan peserta didik dalam, partisipasi peserta didik dalam simulasi dan penggunaan alat peraga pada waktu belajar. Pada penelitian ini penulis melakukan observasi untuk menilai pelaksanaan implementasi pemanfaatan lingkungan dalam PBM.

3.     Tes

Tes yang digunakan adalah tes tidak langsung. Dalam artian nilai tes dikonversikan sebagai bahan kajian kualitatif berdasarkan indikator yang dinilai.

HASIL PENELITIAN TINDAKAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian Tindakan

Siklus I

 Berdasarkan pengamatan awal di Dabin I UPTD TK/SD Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2016/2017, semua guru kelas dan guru bidang studi jarang dan bahkan tidak pernah memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar,hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman dan kemampuan guru untuk memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar.Selama ini guru lebih banyak menggunakan buku paket dan alat peraga yang dimiliki sekolah sebagai sumber belajar untuk melengkapi kegiatan pembelajaran di kelas. Demikian pula kegiatan pembelajaran di luar kelas sangat jarang dan bahkan tidak pernah dilakukan dengan alasan tidak cukup waktu, masalah keamanan dan keselamatan siswa.Hal ini sudah tentu kurang sesuai dengan pembelajaran yang menggunakan pendekatan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (Pakem) yang harus dilaksanakan dalam penterapan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Kegiatan dalam siklus I ini, diawali dengan kegiatan diskusi kelompok kerja guru (KKG) tentang permasalahan yang dihadapi dalam pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar, dilanjutkan dengan informasi tentang manfaat lingkungan sekolah sebagai sumber belajar bagi siswa dan implementasinya dalam proses belajar mengajar. Saat guru berdiskusi dalam kelompok kerja guru (KKG) pada siklus I.

 Data penelitian tindakan sekolah yang diperoleh dari hasil observasi sikap guru dalam kegiatan diskusi kelompok kerja guru tentang pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar pada siklus I, hasilnya termasuk katagori “kurang” dengan rata-rata nilai 61,1. Hal ini menunjukkan bahwa guru dalam berdiskusi belum menampakkan kerjasama,aktivitas dan perhatian yang baik terhadap permasalahan pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar ,sehingga diperlukan bimbingan yang lebih intensif.

Penilaian implementasi pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran di kelas,hasilnya termasuk katagori “kurang” dengan rata-rata nilai 68.4. Hal ini menunjukkan bahwa guru dalam mengimplementasikan pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar melalui kegiatan pembelajaran di kelas belum optimal,sehingga perlu peningkatan.

 Dengan adanya hasil observasi dan penilaian pada kegiatan siklusI maka peneliti melakukan refleksi. Dari refleksi terhadap seluruh kegiatan pada siklus I, maka ditemukan beberapa hambatan yang mengakibatkan belum optimalnya kemampuan guru memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar.

 Adapun hambatan-hambatan tersebut,antara lain guru belum sepenuhnya memahami manfaat lingkungan sekolah sebagai sumber belajar, dan guru dalam memilih sumber belajar dan memilih strategi pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan sekolah belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini terlihat dalam skenario pembelajaran guru pada: aspek 1. jenis sumber belajar dari lingkungan sekolah tidak tercantum, padahal materi pelajaran ada kaitannya dengan lingkungan sekolah;. aspek 2. Kesesuaian antara materi pelajaran dengan media dan setrategi pembelajaran masih kurang; aspek 4. Kesesuaian antara tujuan pembelajaran dengan sumber bahan,lebih banyak hanya mencantumkan buku paket sebagai satu-satunya sumber belajar.

Dari hasil refleksi pelaksanaan pembelajaran di kelas, hambatan-hambatan yang ditemukan adalah sebagai berikut: aspek 1.dalam kegiatan awal, guru tidak memberi informasi tujuan pembelajaran dan waktunya belum sesuai dengan perencanaan; aspek 2. kegiatan inti, langkah – langkah pembelajaran didominasi guru dengan metode ceramah sehingga kurang sesuai dengan pembelajaran aktif,kreatif,efektip dan menyenangkan (Pakem); aspek 3. Kemampuan guru mengkaitkan materi pelajaran dengan lingkungan sekolah belum optimal; aspek 6. Penutup pelajaran, guru kurang memberi penekanan tentang lingkungan sekolah. Hambatan-hambatan tersebut akan disempurnakan pada kegiatan siklus II.

Siklus II.

 Pada siklus II, kegiatan yang dilaksanakan adalah mendiskusikan hambatan- hambatan yang dialami dalam menyusun skenario pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran di kelas pada siklus I melalui kegiatan kelompok kerja guru (KKG).

 Dalam penyusunan skenario pembelajaran khususnya pada aspek 1, 2 dan 4 guru melakukan revisi, dipandu oleh guru yang sudah mampu,dengan bimbingan peneliti/pengawas. Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas,terkait dengan hambatan pada aspek 1. kegiatan awal, aspek 2. kegiatan inti, aspek 3. kemampuan guru mengkaitkan materi pelajaran dengan lingkungan sekolah ,dan aspek 6. penutup pelajaran, maka guru mendiskusikan kembali hambatan tersebut dalam kelompok kerja guru (KKG) dibimbing pengawas/peneliti. Sebelum pelaksanaan pembelajaran di kelas, terlebih dahulu dilakukan simulasi atau modeling dengan menggunakan anggota kelompok guru sebagai siswa.

 Sebagaimana kegiatan peneliti pada siklus I, maka kegiatan pada siklus keduapun dilakukan observasi,evaluasi dan penilaian. Hasil observasi terhadap sikap guru dalam berdiskusi pada siklus II.

 Data yang diperoleh dari observasi sikap guru pada siklus II, setelah dianalisis ada peningkatan kearah perbaikan yaitu berada pada katagori “baik”, dengan rata-rata nilai 74.18. Sedangkan untuk penilaian skenario pembelajaran dan penilaian pelaksanaan pembelajaran,masing-masing juga ada peningkatan yang ke arah yang lebih baik yaitu: untuk skenario pembelajaran berada pada katagori “baik” dengan nilai rata-rata 72.5, dan untuk penilaian pelaksanaan pembelajaran di kelas berada pada katagori “baik” dengan nilai rata-rata 70.8. Dengan melihat hasil pada siklus II, maka refleksi terhadap hasil yang diperoleh peneliti pada siklus II ini adalah adanya peningkatan kemampuan guru memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar. Hal ini dibuktikan dengan nilai rata-rata yang diperoleh dalam memprogramkan pembelajaran serta dalam implementasinya di kelas yang sudah menunjukkan adanya peningkatan kemampuan guru untuk memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar yang lebih baik.Sedangkan dari jumlah guru ,75% sudah mencapai kriteria yang ditetapkan.

Pembahasan Atas Hasil Tindakan.

. Dari 8 orang guru yang terlibat, 5 orang guru sudah mendapat skor dengan katagori “baik” sedangkan 3 orang dengan katagori “cukup”.Oleh karena itu dilanjutkan dengan tindakan siklus II yang hasilnya secara umum ada peningkatan ke arah yang lebih baik yaitu 75% guru sudah mendapatkan katagori baik dengan skor rata-rata 80 – 89.Hal ini sudah sesuai dengan kriteria keberhasilan yang ditetapkan. Secara rinci perolehan nilai rata-rata peningkatan kemampuan guru memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar yaitu nilai rata-rata observasi hasil kegiatan diskusi 79,38 di siklus I menjadi 84,88 di siklus II ada peningkatan 5,5. kegiatan penyusunan skenario pembelajaran nilai rata-rata 78,75 di siklus I menjadi 82,50 di siklus II ada peningkatan 3,75, kegiatan pembelajaran atau dalam proses belajar mengajar nilai rata-rata 78,33 di sklus I menjadi 82,08 di siklus II, ada peningkatan 3,75.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan siklus I dan siklus II tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan kemampuan guru dalam memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar melalui pendekatan diskusi kelompok kerja guru (KKG) di Dabin I UPTD TK/SD Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2016/2017.

Saran

 Dari simpulan tersebut di atas, penulis selaku peneliti sekaligus supervisor kependidikan di SDN tersebut, menyarankan:

Kepada.guru-guru khususnya guru di Dabin I UPTD TK/SD Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2016/2017 di dalam menyusun skenario pembelajaran agar memanfaatkan semaksimal mungkin lingkungan sekolah dan lingkungan siswa yang sesuai dengan materi pembelajaran sebagai sumber belajar,dan mengintensifkan diskusi KKG dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

DAFTAR PUSTAKA

Badru Zaman, dkk. 2005. Media dan Sumber Belajar TK. Buku Materi Pokok PGTK 2304. Modul 1-9. Jakarta Universiats Terbuka.

Ekowati, Endang. 2001. Stategi Pembelajaran Kooperatif. Modul Pelatihan Guru Terintegrasi Berbasis Kompetensi. Jakarta: Depdiknas.

Kasianto, I Wayan 2004 Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa dengan Pendekatan Diskusi Kelompok. Laporan Penelitian Kelas. Tidak dipublikasikan

Rusyan Tabrani. 2001. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung Remaja Rosdakarya.

Sarman, Samsuni S.Pd. 2005. Implementasi Pendekatan Works Based Learning pada Sumber Belajar Masyarakat dalam Pembelajaran PS-Ekonomi. Laporan Penelitian Tindakan Kelas. Banjarmasin. Tidak dipublikasikan.

Sutrisno Hadi, 2000. Metodelogi Penelitian. Yogyakarta: Andi