PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI BARISAN DAN DERET MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER

BAGI PESERTA DIDIK KELAS X TP 1 SEMESTER 1

SMK NEGERI 1 KARANGAWEN TAHUN PELAJARAN 2018/2019

 

Ruhardi

SMK Negeri 1 Karangawen Kabupaten Demak

 

ABSTRAK

Hasil penelitian berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil ulangan formatif siklus 1 peserta didik yang tuntas 19 anak (70 %) ,yang belum tuntas 8 (30%).Hasil rata – rata pembelajaran siklus 1 adalah 74 dan pembelajaran siklus 2 meningkat menjadi 83. Berdasar observasi pengamat aktifitas siswa dalam pembelajaran siklus 1 67 % kategori sedang meningkat tajam pada pembelajaran siklus 2 menjadi 87% kategori sangat baik. Demikian untuk aktifitas guru dalam pembelajaran siklus 1 baru mencapai 72 % kategori baik pada siklus 2 meningkat menjadi 87 % kategori sangat baik. Proses pembelajaran berjalan kondusif dan menyenangkan ,aktifitas siswa dan guru dalam pembelajaran meningkat baik. Perubahan perilaku peserta semula malas sekarang menjadi lebih aktif, berani bertanya dan menjawab pertanyaan guru , bertanggung jawab, antusias dalam belajar.Simpulan hasil penelitian pembelajaran matematika materi barisan dan deret melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together efektif dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar peserta didik serta berdampak positif terhadap perubahan perilaku peserta dari yang semula takut menjadi lebih berani bertanya dan menjawab pertanyaan guru,anak menjadi lebih bersemangat dan aktif dalam pembelajaran,tanggung jawab dan kerjasama dalam diskusi sudah tampak. Proses pembelajaran menjadi aktif ,kreatif, efektif dan menyenangkan.

Kata kunci: motivasi ,NHT ,aktifitas , efektif, aktif

 

PENDAHULUAN

Pembelajaran adalah suatu sistem atau proses pembelajaran subyek didik yang direncanakan, didesain dan dilaksanakan, dievaluasi secara terdidik agar subyek didik dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran struktur dan situasi yang ditetapkan guru sangat berpengaruh terhadap metode dan model pembelajaran yang dipilih oleh guru, baik penerapannya, komitmen persepsi dan sikap guru terhadap peserta didik. Meskipun demikian, semua orang harus mempelajarinya karena merupakan wahana untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.Pada pelaksanaannya pendidikan dan segala kegiatan pendidikan diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam Undang-undang No.20 Tahun 2003 disebutkan bahwa, Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional maka disusunlah kurikulum atau disebut juga isi pendidikan yang merupakan komponen penting dalam dan atau bagian integral dari sistem pendidikan sekaligus pedoman pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat sekolah. Perubahan paradigma pengembangan kurikulum di Indonesia diawali dengan lahirnya peraturan pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan kemudian diikuti oleh Permendiknas No.23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Permendiknas No.22 Tahun 2007 tentang standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Pembelajaran Matematika harus menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Sikap ilmiah biasa dikembangkan ketika peserta didik melakukan diskusi atau kerja kelompok karena pada saat itulah berlangsung kerjasama sehingga diperoleh pengetahuan yang lebih banyak. Dengan demikian, tugas guru adalah membangkitkan semangat belajar peserta didik dan meningkatkan partisipasi mereka dengan cara menciptakan suasana belajar yang dinamis, harmonis, menarik dan menciptakan komunikasi dua arah. Guru harus bertindak sebagai fasilitator dan motivator untuk membentuk dan mengembangkan pengetahuan, bukan untuk memindahkan pengetahuan. Oleh karena itu, apabila guru mengajar tanpa memperhatikan kemampuan peserta didik sebelum materi diajarkan, guru tidak akan berhasil menanamkan konsep yang benar dan hanya sebagian peserta didik yang mampu memahami materi yang diajarkan oleh guru.

Penerapan metode yang dipilih dalam pengajaran matematika bertumpu pada optimalisasi keterlibatan seluruh indra peserta didik. Bahkan pelajaran diolah sedemikian rupa sehingga mengaktifkan sebanyak mungkin indera peserta didik secara optimal. Salah satu model pembelajaran yang dapat mengakomodasi kepentingan untuk mengkolaborasikan pengembangan diri di dalam proses pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif. Ide penting dalam pembelajaran kooperatif adalah membelajarkan kepada peserta didik keterampilan bekerjasama dan berkolaborasi. Keterampilan ini sangat penting bagi peserta didik, karena pada dunia kerja sebagian besar dilakukan secara berkelompok. Dengan demikian, tugas guru adalah membangkitkan semangat dan motivasi belajar peserta didik dan meningkatkan partisipasi mereka dengan cara menciptakan suasana belajar yang kondusif ,dinamis, harmonis, menarik dan menciptakan komunikasi dua arah.

Salah satu model pembelajaran yang dapat mengakomodasi kepentingan untuk mengkolaborasikan pengembangan diri didalam proses pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah membelajarkan kepada peserta didik keterampilan bekerjasama dan berkolaborasi. Salah satu metode pembelajaran kooperatif yang cukup banyak diterapkan di sekolah-sekolah adalah Numbered Head Together atau disingkat NHT, tidak hanya itu saja, NHT juga banyak sekali digunakan sebagai bahan penelitian tindakan kelas (PTK). Numbered Head Together adalah suatu model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas peserta didik dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas (Rahayu, 2006). Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) sangat cocok diterapkan pada pembelajaran matematika karena dalam mempelajari matematika tidak cukup hanya mengetahui dan menghafal konsep-konsep matematika tetapi juga dibutuhkan suatu pemahaman serta kemampuan menyelesaikan persoalan matematika dengan baik dan benar. Melalui model pembelajaran ini peserta didik dapat mengemukakan pemikirannya, saling bertukar pendapat, saling bekerja sama jika ada teman yang mengalami kesulitan.

Rumusan masalah : 1) Bagaimana proses model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dalam pembelajaran Matematika dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar peserta didik pada materi Barisan dan Deret Kelas X TP 1 SMK Negeri 1 Karangawen? 2) Bagaimana keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dalam pembelajaran Matematika dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar peserta didik pada materi Barisan dan Deret Kelas X TP 1 SMK Negeri 1 Karangawen? 3) Bagaimana dampak perubahan perilaku peserta didik melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dalam pembelajaran Matematika pada materi Barisan dan Deret Kelas X TP 1 SMK Negeri 1 Karangawen?

Tujuan Penelitian : 1) Mengidentifikasi proses model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dalam pembelajaran Matematika dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar peserta didik pada materi Barisan dan Deret Kelas X TP 1 SMK Negeri 1 Karangawen, 2) Mengidentifikasi keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dalam pembelajaran Matematika dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar peserta didik pada materi Barisan dan Deret Kelas X TP 1 SMK Negeri 1 Karangawen, 3) Mengidentifikasi dampak perubahan perilaku peserta didik melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dalam pembelajaran Matematika pada materi Barisan dan Deret Kelas X TP 1 SMK Negeri 1 Karangawen.

LANDASAN TEORETIS

Belajar dan Pembelajaran Matematika

Belajar Matematika

Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, ketrampilan dan sikap. Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman.

Menurut Witherington (1952 : 165) “Belajar merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respon baru yang berbentuk ketrampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”. Cara belajar itu bersifat individual artinya suatu cara belajar yang tepat bagi seseorang belum tentu tepat pula untuk orang lain.

Jadi dari berbagai pendapat diatas dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku dalam pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang diperoleh dalam jangka waktu yang lama dan dengan syarat bahwa perubahan yang terjadi tidak disebabkan oleh adanya kematangan ataupun perubahan sementara karena suatu hal. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi kearah yang lebih maju dari pada keadaan sebelumnya, dan perubahan perilaku dalam proses belajar adalah akibat dari interaksi dengan lingkungan. Belajar adalah suatu proses dari semula seorang tersebut tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa dan dari tidak mengerti menjadi mengerti serta memahami dengan baik.

Belajar matematika adalah suatu aktivitas mental untuk memahami arti dan hubungan-hubungan serta simbol-simbol, kemudian diterapkannya pada situasi nyata.Schoenfeld mendefinisikan bahwa belajar matematika berkaitan dengan apa dan bagaimana menggunakannya dalam keputusan untuk memecahkan masalah. Matematika melibatkanpengamatan, penyelidikan, dan keterkaitannya dengan fenomena fisik dan sosial.

Pembelajaran Matematika

Pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang dirancang untuk menghasilkan belajar (Gagne, Briggs, & Warge, 1992). Pembelajaran juga dapat didefinisikan sebagai kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan (Hamzah R. Uno, 2010: 83). Selanjutnya Burns, Dimock & Martinez (2000:1) menyatakan pembelajaran adalah proses aktif dan reflektif dari berfikir, kegiatan, dan pengalaman untuk menciptakan pengetahuan baru serta tujuan lain. Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah peristiwa memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mencapai tujuan hendak dicapai.

Pembelajaran memiliki tujuan diantaranya: (1) agar siswa dapat mengatur waktu dan memusatkan perhatian pada tujuan yang ingin dicapai; (2) guru dapat mengatur kegiatan instruksional, metode, strategi untuk mencapai tujuan tersebut; dan (3) guru sebagai evaluator yang dapat menyusun tes sesuai dengan apa yang harus dicapai oleh anak didik (Nana Syaodih Sukmadinata, 2002). Berdasarkan Lampiran Permendikbud nomor 59 tahun 2014 matematika adalah ilmu universal yang berguna bagi kehidupan manusia, mendasari perkembangan teknologi modern, berperan dalam berbagai ilmu, dan memajukan daya pikir manusia. Nelson (2002:14) mendefinisikan matematika sebagai ilmu yang tidak terbatas pada angka saja, tetapi keahlian dalam menggunakan prosedur untuk memahami dan mengaplikasikannya.

Ruseffendi (2006: 260) mendefinisikan matematika sebagai hasil pemikiran manusia berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran menggunakan simbol, notasi atau lambang yang seragam yang dapat dipahami matematikawan diseluruh dunia. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu yang dapat mengembangkan pola berpikir, hubungan, struktur, ide dan konsep dengan pembuktian yang logis untuk membantu manusia dalam mengatasi permasalahannya.

Pembelajaran matematika pada tingkatan SMA berbeda dengan tingkatan sebelumnya. Siswa pada tingkatan SMA rata-rata berada pada usia antara 15 – 19 tahun dan tergolong pada masa remaja madya. Berdasarkan tingkat perkembangan intelektual Piaget, anak SMA berada pada tingkat formal yaitu anak dapat menggunakan operasi konkret untuk membentuk operasi yang lebih kompleks, merumuskan hipotesis, mengkombinasikan gagasan, proposrsi yang mungkin, dan berpikir reflektif yaitu berpikir tentang berpikirnya yang termasuk kemampuan metakognisi (Ratna Wilis Dahar, 2006: 39). Selanjutnya, Piaget (Upton, 2012: 24) menyatakan pada tahap formal, siswa mampu menyelesaikan masalah abstrak secara logis yang dipengaruhi oleh otak dalam memproses pemikiran. Siswa SMA diharapkan dapat mengambil keputusan, menentukan strategi, menemukan konsep sendiri, mengaitkan antar konsep, menggunakan simbol dalam berpikir, dan mengomunikasikan konsep yang diperolehnya saat pembelajaran berlangsung. Pembelajaran matematika pada Kurikulum 2013 sudah banyak menggunakan logika dan daya nalar yang bertujuan untuk mengambil keputusan. Oleh karena itu, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi, pendekatan, metode, model dan teknik yang bertumpu pada interaksi unsur pembelajaran dan keterlibatan seluruh indra siswa. Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran matematika SMA adalah proses interaksi antara guru dan siswa dalam memperoleh pengetahuan matematika     melalui  berbagai kegiatan yang disesuaikan dengan perkembangan intelektual siswa melalui peristiwa memilih, menetapkan,dan mengembangkan metode untuk menghasilkan belajar matematika yang hendak dicapai pada tingkatan SMA.

Hasil Belajar

Hasil belajar yang dicapai peserta didik dipengaruhi oleh dua faktor yakni dari diri peserta didik dan faktor dari luar peserta didik (Sudjana, 1989:39). Dari pendapat ini faktor yang dimaksud adalah faktor dalam didri peserta didik adalah perubahan kemampuan yang dimilikinya, seperti yang dikemukakan seorang ahli bahwa hasil belajar peserta didik di sekolah 70% dipengaruhi oleh kempuan peserta didik dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Dengan uraian tersebut maka hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh peserta didik berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk pengusaan, pengetahuan dan kecakapan yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan, sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif.

Pembelajaran Kooperatif Type Numbered Head Together (NHT)

Numbered Head Together(NHT) merupakan salah satu dari sekian banyak teknik dalam model pembelajaran kooperatif yang menimbulkan kesempatan kepada peserta didik untuk saling berkomunikasi secara aktif dalam menyelesaikan tugas-tugas mereka. Lie(meliyani, 2005) menyebutkan teknik belajar mengajar kooperatif diantaranya kepala bernomor (Numbered head) dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992. Menurut Lie (2005:59) teknik ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk saling membagkan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong peserta didik untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.

Rahmayanti (Meliyani, 2005) mengemukakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) ini dapat memberikan peluang yang besar untuk terjadinya proses saling membelajarkan peserta didik, faktor subjektivitas bisa dihindari, peserta didik lebih cepat faham terhadap materi. Melalui model pembelajaran ini peserta didik diharapkan lebih termotivasi untuk belajar Karena dituntut tanggung jawabnya masing-masing terhadap keberhasilan belajar kelompoknya untuk menjadi kelompok yang terbaik, sehingga tiap individu akan berusaha dengan sebaik-baiknya dan saling mendukung satu sama lain.

Menurut Ibrahim (Meliyani, 2005) yang menyatakan bahwa NHT memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut :

  1. Mudah dilaksanakan dalam kelas
  2. Memberi waktu kepada peserta didik untuk merefleksikan isi materi pelajaran.
  3. Memberikan waktu kepada peserta didik untuk melatih berani dalam mengeluarkan pendapat dalam kelompok kecil atau kelas secara keseluruhan

Dalam model pembelajaran ini, peserta didik dibagi dalam kelompok-kelompok kecil, kemudian setiap aggota kelompok dalam masing-masing kelompoknya mendapatkan nomor sesuai dengan jumlah kelompok masing-masing tersebut.Setiap kelompok kemudi           an diberi pertanyaan-pertanyaan berbentuk LKS untuk dijawab dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Dalam menjawab pertanyaan ini, mereka berdiskusi untuk memutuskan jawaban yang paling tepat dan harus memastikan bahwa setiap anggota kelompok mengetahui jawaban, karena selanjutnya pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dibahas secara keseluruhan dalam diskusi kelas secara random yang dipilih oleh guru, artinya guru akan memanggil random nomor kelompok serta nomor peserta didik yang harus melaporkan hasil kerjasama mereka. Jika peserta didik menjawab dengan benar, mendapatkan poin. Hingga akhirnya akan dapat diputuskan kelompok terbaik. Pada saat itu diakhir proses pembelajaran, yaitu yang mengumpulkan poin paling banyak.

Langkah-Langkah Pembelajaran NHT

Langkah-langkah model pembelajaran numbered head together (NHT) yang dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam langkah sebagai berikut :

Langkah 1. Persiapan

Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

Langkah 2. Pembentukan kelompok

Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 – 6 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Penomoran adalah hal yang utama di dalam NHT, dalam tahap ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan tiga sampai lima orang dan memberi siswa nomor sehingga setiap siswa dalam tim mempunyai nomor berbeda-beda, sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.

Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan

Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.

Langkah 4. Diskusi masalah

Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.

 

Langkah 5. Memanggil nomor kepala anggota atau pemberian jawaban

Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor kepala dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.

Langkah 6. Memberi kesimpulan

Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

Deskripsi Prasiklus   

Hasil nilai ulangan formatif terdapat siswa yang memperoleh nilai 40 sebanyak 2 anak atau sebesar 7%, nilai 50 diperoleh 3 anak atau sebesar 11 % , nilai 60 di dapat oleh 5 anak atau sebesar 19% , nilai 70 diperoleh juga 2 anak atau sebesar 7% dan nilai terbanyak diperoleh anak adalah nilai 80 yaitu ada 15 anak yaitu sebesar 56 %. Rata – rata pada nilai ulangan pembelajaran prasiklus baru mencapai 69 dan peserta didik yang tuntas KKM 75 baru mencapai 56 % atau sebanyak 15 anak. Peserta didik yang belum tuntas KKM 75 ada 12 anak atau sebesar 44%. Berdasar pada nilai ulangan tersebut maka guru mencari solusi pemecahan masalah dikelas X TP 1 melalui penelitian tindakan sekolah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipy numbered head together.

Deskripsi Siklus 1

Hasil ulangan formatif siklus 1 materi deret dan baris dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dibandingkan dengan prasiklus sudah ada peningkatan. Hal ini tampak sudah tidak ada peserta didik yang mendapat nilai 40. Pada pembelajaran siklus 1 sudah ada peserta didik yang memperoleh nilai 90 yaitu 5 anak atau 19% , nilai 80 diperoleh 12 siswa atau sebesar 44% , nilai 70 oleh 3 anak atau 11% dan nilai 60 didapat oleh 4 anak atau 15 %. Untuk ketuntasan belajar juga mengalami peningkatan dibanding pada pembelajaran prasiklus.Peserta didik yang tuntas KKM 75 sebanyak 19 anak atau sebesar 70% dan masih belum tuntas adalah 8 anak atau 30%. Nilai rata – rata semula 69 pada pembelajaran prasiklus meningkat menjadi 74 pada pembelajaran siklus 1.

Deskripsi Siklus 2

Hasil nilai ulangan formatif siklus 2 juga mengalami peningkatan yang signifikan. Tidak ada peserta didik yang mendapatkan nilai 40 atau pun 50. Nilai 60 hanya didapat 2 anak atau sebesar 7 % , nilai 70 diperoleh 3 peserta didik yaitu sebesar 11 % , nilai 80 merupakan nilai yang paling banyak diperoleh peserta didik yaitu 11 siswa atau mencapai 41 %. Nilai 90 ada 7 anak yang memperolehnya yaitu sebesar 26 %. Dan ada 4 peserta didik yang mendapat nilai 100 atau sebesar 15 %. Rata – rata nilai formatif siklus 2 juga meningkat dari 74 pada siklus 1 meningkat menjadi 83. Untuk ketuntasa belajar juga mengalami peningkatan kalau pada pembelajaran siklus 1 peserta didik yang tuntas KKM 75 baru 19 anak atau 70 % tetapi pada pembelajaran siklus 2 mengalami peningkatan menjadi 81 % atau sudah 22 peserta didik yang tuntas. Pada pembelajaran siklus 2 tinggal 5 anak yang belum tuntas atau 19 %. Pada pembelajaran siklus 2 penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) mata pelajaran matematika materi baris dan deret pada peserta didik kelas X TP 1 SMK Negeri 1 Karangawen Kabupaten Demak tahun pelajaran 2018/2019 efektif dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Demikian pula penerapan model kooperatif tipe numbered head together berdampak positif terhadap perubahan perilaku peserta didik yang semula pasif menjadi lebih aktif , berani bertanya dan menjawab pertanyaan guru, semangat belajar peserta didik meningkat dan tidak malas lagi. Peserta didik yang pada mulanya masa bodoh dengan tugas dari guru sekarang menjadi lebih bertanggung jawab. Kerjasama antar anggota kelompok maupun dengan kelompok lain juga sudah mulai berkembang. Tidak ada lagi peserta didik yang merasa rendah diri apalagi minder dengan temannya.

Pembahasan

Proses pembelajaran matematika materi barisan dan deret pada peserta didik kelas X TP 1 SMK Negeri 1 Karangawen sebelum menerapkan model kooperatif tipe numbered head together menunjukkan hasil atau prestasi belajar peserta didik rendah karena proses pembelajaran yang dilakukan guru bersifat konvensional dan monoton saja akibatnya peserta didik menjadi malas mengikuti pelajaran dan tidak bersemangat untuk belajar. Peserta menjadi masa bodoh dengan pelajaran matematika , apalagi guru tidak perhatian terhadap peserta didik yang intelektualnya rendah sehingga mereka merasa tersisihkan dari temannya sendiri yang mempunyai intelektual tinggi. Peserta didik yang berintelektual tinggi merasa dirinya pandai dan sombong sehingga tidak mau membantu temannya yang kurang pandai. Sikap individualnya sangat tinggi ,nilai kooperatif dalam pembelajaran tidak tampak sama sekali. Namun setelah guru dalam pembelajaran menerapkan model kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) pada materi barisan dan deret yang dikemas sesuai dengan langkah –langkah pembelajaran tipe numbered head together dipadu dengan pembelajaran aktif ,kreatif , efektif dan menyenangkan (PAKEM) proses pembelajaran menjadi lebih hidup dan menyenangkan. Tampak dalam kegiatan pembelajaran peserta didik antusias dan bersemangat mengikuti pelajaran, peserta didik terlibat aktif dalam kegiatan diskusi. Peserta didik yang pada mulanya malas dan enggan belajar sekarang termotivasi dan bangkit semangatnya untuk belajar. Proses pembelajaran tipe NHT atau kepala bernomor mengajak peserta didik kooperatif dan saling bekerja sama dalam bekerja menyelesaikan masalah atau tugas dari guru. Melalui model kooperatif tipe numbered head together sikap individual peserta didik hilang yang ada sebaliknya sikap saling membantu dan bekerja sama antar teman. Proses pembelajaran yang dikemas guru sesuai model kooperatif tipe numbered head together yang terdiri 6 langkah tersebut yang dikembangkan oleh Ibrahim (2000:29) yaitu : 1) persiapan , 2) pembentukan kelompok , 3) tiap – tiap kelompok mempunyai buku atau teks bacaan , 4) diskusi masalah , 5) memanggil nomor kepala anggota , 6) dan memberikan simpulan. Melalui model pembelajaran numbered head together ini efektif dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar peserta.

Peningkatan hasil belajar didik meningkat secara signifikan , Hal ini tampak sudah tidak ada peserta didik yang mendapat nilai 40 pada pembelajaran siklus 1 , melalui model numbered head together siklus 1 sudah ada peserta didik yang memperoleh nilai 90 yaitu 5 anak atau 19% , nilai 80 diperoleh 12 siswa atau sebesar 44% , nilai 70 oleh 3 anak atau 11% dan nilai 60 didapat oleh 4 anak atau 15 %. Untuk ketuntasan belajar juga mengalami peningkatan dibanding pada pembelajaran prasiklus.Peserta didik yang tuntas KKM 75 sebanyak 19 anak atau sebesar 70% dan masih belum tuntas adalah 8 anak atau 30%. Peningkatan nilai formatif pembelajaran siklus 1 sudah cukup baik tetapi belum sesuai dengan harapan yaitu rata- rata mencapai 75 dan ketuntasan klasikal juga mencapai 75 %. Untuk aktifitas peserta didik dalam pembelajaran minimal dalam kategori baik ,demikian pula untuk aktifitas guru dalam pembelajaran juga harus dalam kategori baik dengan pesentase mencapai 85 % sehingga kegiatan perbaikan pembelajaran dilanjutkan pada siklus 2.

Hasil nilai ulangan formatif pembelajaran siklus 2 mengalami peningkatan yang signifikan. Tidak ada peserta didik yang mendapatkan nilai 40 atau pun 50. Nilai 60 hanya didapat 2 anak atau sebesar 7 % , nilai 70 diperoleh 3 peserta didik yaitu sebesar 11 % , nilai 80 merupakan nilai yang paling banyak diperoleh peserta didik yaitu 11 siswa atau mencapai 41 %. Nilai 90 ada 7 anak yang memperolehnya yaitu sebesar 26 %. Dan ada 4 peserta didik yang mendapat nilai 100 atau sebesar 15 %. Rata – rata nilai formatif siklus 2 juga meningkat dari 74 pada siklus 1 meningkat menjadi 83. Untuk ketuntasa belajar juga mengalami peningkatan kalau pada pembelajaran siklus 1 peserta didik yang tuntas KKM 75 baru 19 anak atau 70 % tetapi pada pembelajaran siklus 2 mengalami peningkatan menjadi 81 % atau sudah 22 peserta didik yang tuntas. Pada pembelajaran siklus 2 tinggal 5 anak yang belum tuntas atau 19 %. Nilai rata – rata semula 69 pada pembelajaran prasiklus meningkat menjadi 74 pada pembelajaran siklus 1 meningkat 5 poin setelah Guru menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together. Peningkatan nilai rata – rata juga terjadi pada pembelajaran siklus 2 yaitu mengalami peningkatan 9 poin dari nilai rata – rata 74 pada pembelajaran siklus 1 menjadi 83 pada pemnbelajaran siklus 2.

Tabel 1 Peningkatan nilai rata – rata tes formatif

 

No

Nilai rata – rata
Pra siklus Siklus 1 Siklus 2
1 69 74 83

           

Hasil perolehan untuk ketuntasan belajar peserta didik juga mengalami peningkatan yang baik. Pada pembelajaran prasiklus peserta didik yang tuntas KKM 75 baru 15 anak atau 56 % dan masih ada 12 anak yang belum tuntas atau sebesar 44 %. Setelah perbaikan pembelajaran pada siklus 1 dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) mengalami peningkatan cukup baik , peserta didik yang tuntas ada 19 anak atau sebesar 70 % dan yang belum tuntas ada 8 anak yaitu sebesar 30 %. Walaupun pembelajaran siklus 1 telah mengalami peningkatan namun belum sesuai dengan harapan yang diinginkan yaitu ketuntasan klasikal mencapai 75 % maka peneliti melanjutkan penilitian tindakan kelas ini pada pembelajaran siklus 2. Sebelum melaksanakan pembelajaran siklus 2 terlebih dahulu peneliti berkoordinasi dengan observer tentang kelemahan yang harus diperbaiki atau ditingkatkan dan mana yang menjadi kekuatan dalam kegiatan pembelajaran yang harus dipertahankan.Hasilnya pada pembelajaran siklus 2 peserta didik yang tuntas belajar ada 22 anak atau mencapai 81 % dan masih ada 5 anak yang belum tuntas atau sebesar 19 %. Dengan melihat hasil pada pembelajaran siklus 2 maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan penerapan model kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) efektif dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar materi barisan dan deret pada peserta didik kelas X TP 1 SMK Negeri 1 Karangawen tahun pelajaran 2018/2019. Berikut tabel peningkatan ketuntasan belajar peserta didik.

Tabel 2 Peningkatan Ketuntasan Belajar

No Prasiklus Siklus 1 Siklus 2
Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tidak Tuntas
Banyak siswa 15 12 19 8 22 5
Persentase 56% 44% 70% 30% 81 % 19%

Hasil pengamatan observer untuk aktifitas guru dalam pembelajaran juga mengalami peningkatan , pada awal pembelajaran prasiklus aktifitas guru dalam pembelajaran baru mencapai 67 % masih dalam kategori sedang atau cukup. Setelah dilakukan perbaikan pembelajaran pada siklus 1 terhadap kekurangan dan kelemahan terhadap aktifitas guru dalam pembelajaran berdasar pengamatan observer maka untuk aktifitas guru dalam pembelajaran siklus 1 mengalami peningkatan 5 poin sehingga meningkat menjadi 72 % dengan kategori baik.Walaupun indikator kinerja untuk aktifitas guru dalam pembelajaran adalah dalam kategori baik , tetapi belum sesuai harapan yaitu mencapai 85% maka dilanjutkan pada pembelajaran siklus 2. Dari hasil pengamatan observer aktifitas guru dalam pembelajaran siklus 2 mengalami peningkatan 15 poin sehingga meningkat mencapai 87 % termasuk dalam kategori sangat baik.

DAFTAR PUSTAKA

Burhanuddin Salam.2004. Cara Belajar Yang Sukses di Perguruan Tinggi. Jakarta PT Rineka Cipta.

Arikunto,Suharsini,dkk, 2006.Penelitian Tindakan Kelas.Jakarta : PT Bumi Aksara

BSNP, 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.Jakarta : BSNP Farikhin, Mari Berpikir Matematis, 2007.Yogyakarta: Graha Ilmu.

Ariesandi Setyono, 2007.Mathemagics, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Arsyad, A. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Heruman, 2008. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Moch. Masykur Ag, dan Abdul Halim,2008. Mathematical intelligence Cara Cerdas Melatih Otak dan Menanggulangi Kesulitan Belajar. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Purwanto, 2009. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Sadiman, Arief S. dkk ,2009. Media Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Subiyantoro, 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Semarang: CV Widya karya.

Sugiyanto, 2009.Model-model Pembelajaran Inovatif..Surakarta: MataPadi Presindo.

Nana Syaodih Sukmadinata, 2009. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : PTRemaja Rosdakarya.

Susmiyati, 2009. Pedagogik (Jurnal Pendidikan Dasar dan menengah).

Hamzah B. Uno dan Masri Kuadrat Umar, 2010. Mengelola Kecerdasan Dalam Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

Rustaman, N. ,2010. Kamus Lengkap Indonesia. Bandung : Agung Media Ilmu.

Tukiran Taniredja, 2012. Penelitian Tindakan Kelas Untuk Mengembangkan Profesi Guru.Bandung: Alfabeta.

Baharuddin, Esa Nur Wahyuni, 2012. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.

Kokom Komalasari, 2013.Pembelajaran Kontekstual, Bandung: PT Refika Aditama.