PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR MELALUI

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS)

PADA SISWA KELAS VIII F SMP NEGERI 1 BENDOSARI

TAHUN PELAJARAN 2014/ 2015

 

Sutarno

SMP Negeri 1 Bendosari

 

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar matematika materi Bangun Ruang Sisi Datar melalui pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) pada siswa kelas VIII F semester II SMP Negeri 1 Bendosari tahun pelajaran 2014/ 2015. Metode pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi, observasi, dan tes. Subjek penelitian adalah 32 siswa kelas VIII F semester II SMP Negeri 1 Bendosari tahun pelajaran 2014/ 2015. Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan secara periodik dengan siklus berkelanjutan yang terdiri atas dua siklus. Indikator kinerja penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) siswa dianggap mencapai ketuntasan belajar apabila mencapai lebih dari atau sama dengan KKM (KKM 70), (2) pembelajaran dianggap berhasil apabila tingkat ketuntasan kelas mencapai lebih dari atau sama dengan 80%, dan (3) pembelajaran dianggap berhasil apabila siswa secara klasikal rata-rata mencapai lebih dari atau sama dengan 70. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan pada prestasi belajar matematika siswa materi Bangun Ruang Sisi Datar. Hal ini dapat dilihat dari presentase ketuntasan belajar siswa, yaitu sebelum tindakan sebesar 53,1%, pada siklus I sebesar 65,6% dan pada siklus II sebesar 81,3%. Selain itu, nilai rata-rata prestasi belajar matematika siswa juga mengalami peningkatan yaitu sebelum tindakan sebesar 68,1, pada siklus I sebesar 69,3 dan pada siklus II sebesar 73,5. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) prestasi belajar matematika materi Bangun Ruang Sisi Datar pada siswa kelas VIII F semester II SMP Negeri 1 Bendosari tahun pelajaran 2014/ 2015.

Kata Kunci:     prestasi belajar matematika, model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS).

 

Pendahuluan

Salah satu pelajaran yang diterapkan dalam pendidikan formal adalah matematika. Matematika merupakan pelajaran yang memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan mata pelajaran lainnya. Belajar matematika tidak perlu dihafal, namun materi matematika akan mudah dipahami dan dimengerti apabila diperbanyak latihan soal-soal. Matematika mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan menunjukkan daya pikir manusia. Matematika adalah mata pelajaran yang selalu ada disemua jenjang pendidikan, mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Mengingat pentingnya peranan matematika maka prestasi belajar matematika setiap sekolah perlu mendapat perhatian yang serius. Oleh karena itu para siswa dituntut untuk menguasai pelajaran matematika, karena disamping sebagai ilmu dasar juga sebagai sarana berfikir ilmiah yang sangat berpengaruh untuk menunjang keberhasilan belajar siswa untuk menempuh pendidikan yang lebh tinggi.

Proses pembelajaran matematika tidak selamanya berjalan efektif karena masih ada beberapa siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar matematika. Banyak siswa memandang pelajaran matematika adalah pelajaran yang sulit sehingga kurang dinikmati dan bahkan dihindari oleh sebagian besar siswa. Siswa seharusnya sadar bahwa kemampuan berpikir secara logis, rasional, cermat dan efisien yang mejadi ciri utama matematika. Hal itu menyebabkan rendahnya prestasi belajar matematika siswa.

Rendahnya prestasi belajar matematika siswa disebabkan karena aktivitas dalam pembelajaran matematika masih sangat rendah. Siswa jarang sekali mengajukan pertanyaan walaupun guru telah memancing dengan pertanyaan-pertanyaanyang sekirannya siswa belum jelas. Selain itu, aktivitas siswa dalam membaca, memahami materi, mengemukakan pendapat dan mengerjakan soal-soal latihan masih rendah.

Kendala lain dalam proses pembelajaran matematika adalah model pembelajaran yang dipakai guru dalam menyampaikan pelajaran. Namun dalam pembelajaran di sekolah, umumnya guru menggunakan modelpembelajaran konvensional. Model pembelajaran konvensional untuk mata pelajaran matematika tentu tidak relevan dan akan menimbulkan kesenjagan bagi pemahaman siswa. Dalam pembelajaran menggunakan model konvensional sebenarnya bukan sejauh mana siswa paham dengan materi yang diajarkan tetapi sejauh mana guru bisa menyampaikan materi itu. Sehingga siswa hanya mendengar apa yang diterangkan oleh guru yang akhirnya siswa tidak terbiasa mengemukakan ide-ide atau gagasan yang ada dalam pikirannya. Inilah yang membuat siswa menjadi pasif dan akhirnya malas untuk mengembangkan kemampuan berfikirnya. Rendahnya aktivitas siswa tersebut dapat mengakibatkan proses belajar yang telah disajikan oleh guru menjadi tidak tuntas dan tidak paham dengan materi tersebut.

Berkaitan dengan hal tersebut, permasalahan yang sama terjadi di SMP Negeri 1 Bendosari dimana kegiatan pembelajaran hanya berpusat pada guru sehingga sebagian besar siswanya menjadi pasif dan tidak terlibat aktif. Berdasarkan hasil ulangan matematika materi Bangun Ruang Sisi Datar pada siswa kelas VIII F SMP Negeri 1 Bendosari, dari 32 siswa yaitu 14 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan didapatkan 46,9% belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 70. Hal tersebut diduga karena motivasi belajar siswa yang masih kurang, siswa belum secara aktif terlibat dalam pembelajaran yang cenderung didominasi oleh guru. Selama ini materi pelajaran disampaikan dengan metode ceramah dan kurang divariasikan dengan metode pembelajaran lain yang bisa mendorong aktivitas belajar siswa. Sebagian siswa hanya duduk dengan manis mendengarkan penjelasan guru, kemudian mencatat yang disampaikan oleh guru tanpa bisa memahami apa arti konsep itu. Kemudian konsep yang biasanya sudah dalam bentuk persamaan matematika diterapkan pada kasus-kasus khusus. Saat latihan siswa mungkin bisa mengerjakan soal-soal yang setipe dengan yang dicontohkan guru, namun pada saat ada soal yang membutuhkan pemahaman konsep, siswa pun kesulitan dalam menyelesaikannya. Hal ini menyebabkan siswa kurang berminat dalam pembelajaran sehingga siswa bersifat pasif saat proses pembelajaran berlangsung atau takut untuk bertanya. Untuk mengatasi hal itu, proses pembelajaran dikelas perlu mendapatkan perhatian yang intensif agar siswa dapat menguasai materi sesuai tujuan yang diharapkan.

Setiap guru tentunya menginginkan pada saat proses belajar mengajar terjadi suatu interaksi antara guru dan siswa maupun antar sesama siswa. Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses belajar mengajar dikelas siswa lebih aktif dan lebih bersemangat. Dengan kondisi tersebut guru akan lebih mudah dalam menyampaikan materi pelajaran karena pada siswa akan merespon dan memahami dengan baik. Prestasi belajar matematika pun dapat mengalami peningkatan.

Menurut Purwanto (1990:84) “Belajar adalah suatu proses mental yang mengarah pada penguasaan pengetahuan, kecakapan atau skill, kebiasaan atau sikap yang semuanya diperoleh, disimpan dan dilaksanakan sehingga menimbulkan tingkah laku progesif dan adaptif”.

Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia yang mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan persepsi manusia (Anni, 2007:2). Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku, sebagai hasil dari serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Bertolak dari pengertian belajar, maka kegiatan belajar mempunyai pengertian suatu proses yang harus dijalani siswa secara sadar dan sengaja memberikan kemungkinan tercapainya perubahan diri. Menurut Husnul (2011) makna dari proses belajar yaitu: dimensi cara menguasai pengetahuan dan cara menghubungkan pengetahuan baru dengan strukturide yang telah ada. Pada dimensi pertama dibedakan tipe belajar yang bersifat mencari kedua adalah dibedakan antara belajar yang bersifat mencari (Discovery Learning) yang bersifat menerima (Reception Leraning). Pada dimensi kedua bermakna (Meaningfull Learning). Pada dimensi kedua adalah dibedakan antara belajar yang bersifat menghafal (Rote Learning) dan belajar bermakna (Meaningfull Learning). Dalam belajar menerima keseluruhan bahan pelajaran disajikan kepada si siswa dalam bentuk yang sudah sempurna. Siswa tinggal menerima saja tanpa mengadakan usaha-usaha pengolahan, atau pemrosesan lebih lanjut.

Menurut Usman (1993:4) dalam Suwarni (2007:8) menyatakan bahwa: “Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Proses pembelajaran merupakan tahapan-tahapan yang dilalui dalam mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik seseorang, dalam hal ini adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa atau peserta didik. Salah satu peran yang dimiliki oleh seorang guru untuk melalui tahap-tahap ini adalah sebagai fasilitator. Untuk menjadi fasilitator yang baik guru harus berupaya dengan optimal mempersiapkan rancangan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak didik, demi mencapai tujuan pembelajaran.

Jadi proses belajar mengajar adalah interaksi atau hubungan timbal balik antara siswa dengan guru dan antara siswa dengan siswa. Dalam hal ini interaksi yang terjadi pada siswa dengan guru bukan hanya penyampaian informasi berupa materi pelajaran melainkan guru juga dapat menanamkan sikap nilai pada diri siswa yang sedang belajar.

Hasil belajar dari seseorang yang telah mengikuti pembelajaran disebut prestasi belajar, atau lebih tegas lagi prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai atau ditunjukkan oleh siswa sebagai hasil pembelajarannya baik berupa angka maupun huruf serta tindakan yang mencerminkan hasil belajar yang dapat dicapai masing-masing siswa pada periode tertentu didalam pembelajarannya (Bukhori, 1989).

Menurut Diyamti (2006: 4) Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh dari belajar yang berupa perubahan tingkah laku yang relatif tetap, adanya perubahan tingkah laku tersebut diharapkan mampu membantu siswa dalam mempelajari matematika secara luas tidak hanya secara teoritik disekolah.

Jadi prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu (Hamdani, 2011: 138).

Dienes (Hamdani, 2011: 287) memandang matematika sebagai pelajaran struktur, klasifiksi struktur, relasi-relasi dalam struktur dan mengklasifikasikan relasi-relasi antara struktur. Menurut Ruseffendi (Heruman, 2007: 1) Matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat dan akhirnya ke dalil. Jadi pengertian matematika adalah ilmu tentang bilangan yang mempunyai objek yang abstrak, yang dalam penyelesaiannya menggunakan prosedur operasional yakni dengan kemampuan berfikir seseorang secara logis, rasional, cermat dan sistematis.

Dari pengertian matematika dan belajar yang telah diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa suatu kegiatan dalam pembelajaran yang bertujuan untuk memperoleh perubahan perilaku yang berupa ilmu pengetahuan tentang mata pelajaran matematika yakni ilmu tentang bilangan yang mempunyai objek yang abstrak yang dalam penyelesaiannya menggunakan prosedur operasional yakni dengan kemampuan berfikir seseorang secara logis, rasional, cermat dan sistematis.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa adalah melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share. Melalui model pembelajaran ini guru dapat menyajikan materi secara variatif, lebih menantang siswa untuk belajar secara aktif dan menarik sehingga akan berimplikasi pada hasil prestasi yang memuaskan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Think Pair Share berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frank dan koleganya dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Mereka mengungkapkan bahwa Think Pair Share merupakan suatu cara yang efektif untuk mengganti suasana pola diskusi kelas. Dengan anggapan bahwa semua resitasi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan dan prosedur yang digunakan dalam Think Pair Share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir untuk merespon dan saling membantu.

Adapun tahap-tahap yang diterapkan pada Think Pair Share adalah sebagai berikut: Langkah 1: Seperti namanya “Thinking”, pembelajaran ini diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh peserta didik. Guru memberi kesempatan pada mereka memikirkan jawabannya. Langkah 2: Selanjutnya , “Pairing”, pada tahap ini guru meminta peserta didik berpasang-pasangan. Beri kesempatan kepada pasangan-pasangan itu untuk berdiskusi. Diharapkan diskusi ini dapat memperdalam makna dari jawaban yang telah dipikirkanya melalui intersubyektif dengan pasangannya. Langkah 3: Hasil diskusi intersubyektif tiap-tiap pasangan hasilnya dibicarakan bersama-sama dengan pasangan seluruh kelas. Tahap ini dikenal dengan “Sharing”. Dalam kegiatan ini diharapkan terjadi tanya jawab yang mendorong pada pengonstruksian pengetahuan secara integratif. Peserta didik dapat menemukan struktur dari pengetahuan yang dipelajarinya.

Bertitik tolak pada acuan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar matematika materi Bangun Ruang Sisi Datar melalui pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) pada siswa kelas VIII F semester II SMP Negeri 1 Bendosari tahun pelajaran 2014/ 2015.

Metode

 Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK), merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan yang sengaja dimunculkan, dan terjadi dalam sebuah kelas (Arikunto, 2010: 130). Penelitian ini dilaksanakan di SMP 1 Bendosari. Tahap-tahap pelaksanaan kegiatan dilakukan selama kurang lebih empat bulan yaitu sejak bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2015. Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas VIII F SMP Negeri 1 Bendosari semester I tahun pelajaran 2015/ 2016 sebanyak 32 siswa, sebagai subjek penerima tindakan, sedangkan untuk subjek pelaku tindakan adalah guru matematika kelas VIII F selaku guru, teman sejawat selaku subjek yang melakukan observasi proses pembelajaran, Kepala Sekolah selaku subjek sumber data. Metode pengumpulan data dilakukan melalui teknik tes, observasi, dan dokumentasi.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: (a) Tes, observasi, dan dokumentasi. Metode tes digunakan untuk memperoleh data tentang prestasi belajar meebelum penelitian, selama penelitian dan setelah penelitian dilaksanakan. Observasi yang digunakan adalah observasi sistematis, yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: lembar observasi, tes, dan dokumentasi. Lembar observasi dugunakan peneliti sebagai pedoman melakukan observasi atau pengamatan guna memperoleh data yang akurat dalam pengamatan. Lembar observasi juga digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi setiap tindakan agar kegiatan observasi tidak terlepas dari konteks permasalahan dan tujuan penelitian. Tes digunakan untuk melihat seberapa besar penguasaan konsep matematika siswa terhadap materi yang diajarkan. Hasil tes dianalisis guna mengetahui penguasaan materi matematika setelah dilakukan model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Adapun indikator kinerja dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) siswa dianggap mencapai ketuntasan belajar apabila mencapai lebih dari atau sama dengan KKM (KKM = 70), (2) pembelajaran dianggap berhasil apabila tingkat ketuntasan kelas mencapai lebih dari atau sama dengan 80%, dan (3) pembelajaran dianggap berhasil apabila siswa secara klasikal rata-rata mencapai lebih dari atau sama dengan 70.

Hasil

Guru dan pengamat mengevaluasi hasil pengamatan dan hasil kerja siswa baik kelompok maupun individu. Guru dan pengamat merefleksi hasil penelitian pada siklus I. Pada siklus I, dari 32 siswa yang mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 70 sebanyak 21 siswa (65,6%), siswa yang tidak mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebanyak 11 siswa (34,4%) dengan nilai rata-rata kelas sebesar 69,3.

Pada tahap ini guru bersama teman sejawat melakukan evaluasi dari pelaksanaan tindakan pada siklus I yang digunakan sebagai bagian pertimbangan perencanaan pembelajaran siklus berikutnya. Hasil penelitian diamati kemudian diidentifikasikan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa maupun guru, seperti: (1) dalam diskusi kelompok dan mengerjakan lembar kerja siswa belum keseluruhan siswa terlibat, (2) pada saat nama siswa dalam kelompok disebutkan, belum semua siswa siap untuk mempresentasikan hasil kerjanya, (3) pada saat penarikan kesimpulan di akhir pembelajaran masih terfokus pada guru (guru), (4) terdapat banyak siswa yang masih malu untuk mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, mengemukakan pendapat dan mengerjakan soal di depan kelas.

Perolehan prestasi belajar matematika siswa materi Bangun Ruang Sisi Datar pada siklus I belum mencapai indikator kinerja penelitian, maka penelitian dilanjutkan pada siklus II. Berdasarkan pengolahan dan analisis data, maka diperoleh interpretasi bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS terhadap peningkatan prestasi belajar matematika siswa menunjukkan terjadi peningkatan prestasi belajar siswa pada sebelum tindakan ke siklus I, pada siklus I ke siklus II. Peningkatan prestasi matematika siswa sebagai efek dari meningkatnya kepercayaan diri siswa, kerjasama dalam tiap pasangan kelompok dan kemandirian dalam mengerjakan soal serta perhatiaan siswa dalam proses pembelajaran.

Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian dari siklus pertama sampai dengan siklus kedua dapat diringkaskan seperti terlihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 1.       Perkembangan Siswa yang Mencapai KKM Sebelum Tindakan/ Prasiklus ke Siklus I

Hasil Siswa

Prasiklus

Siklus I

Siswa mencapai KKM

 

17

21

Siswa yang mencapai KKM sebelum dilakukan tindakan atau prasiklus 17 siswa, setelah tidakan siklus I sebanyak 21 siswa sehingga meningkat 4 siswa.

Tabel 2. Perkembangan Siswa yang Mencapai KKM Siklus I ke Siklus II

Hasil Siswa

Siklus I

Siklus II

Siswa mencapai KKM

 

21

26

Siswa yang mencapai KKM pada saat dilakukan tindakan siklus I sebanyak 21 siswa, setelah tidakan siklus II sebanyak 26 siswa sehingga meningkat 5 siswa.

Tabel 3. Perkembangan Siswa yang Mencapai KKM Sebelum Tindakan/ Prasiklus, Siklus I dan Siklus II

Hasil Siswa

Prasiklus

Siklus I

Siklus II

Siswa mencapai KKM

 

17

21

26

Siswa yang mencapai KKM sebelum dilakukan tindakan atau prasiklus 17 siswa, setelah tidakan siklus I sebanyak 21 siswa dan setelah tindakan siklus II sebanya 26 siswa, sehingga peningkatan komulatif dari sebelum tindakan/prasiklus sampai dengan siklus II sebesar 9 siswa.

 

Tabel 4.   Perkembangan Persentase Siswa Mencapai KKM Sebelum Tindakan/Prasiklus ke Siklus I

Hasil Siswa

Prasiklus

Siklus I

Persentase Siswa Mencapai KKM

53,1%

65,6%

 

Persentase siswa yang mencapai KKM sebelum dilakukan tindakan atau prasiklus 53,1%, setelah tidakan siklus I sebanyak 65,6%, sehingga terjadi peningkatan prasiklus ke siklus I.

Tabel 5. Perkembangan Persentase Siswa Mencapai KKM Siklus I ke Siklus II

Hasil Siswa

Siklus I

Siklus II

Persentase Siswa Mencapai KKM

 

65,6%

81,3%

Persentase siswa yang mencapai KKM pada tidakan siklus I sebanyak 65,6% dan setelah tindakan siklus II sebanyak 81,3%, sehingga terjadi peningkatan siklus I ke siklus II.

Tabel 6.   Perkembangan Persentase Siswa Mencapai KKM Sebelum Tindakan/ Prasiklus, Siklus I dan Siklus II

Hasil Siswa

Prasiklus

Siklus I

Siklus II

Persentase Siswa Mencapai KKM

 

53,1%

65,6%

81,3%

 

Persentase siswa yang mencapai KKM Sebelum dilakukan tindakan atau prasiklus 53,1%, setelah tidakan siklus I sebanyak 65,6% dan setelah tindakan siklus II sebanyak 81,3%, sehingga terjadi peningkatan prasiklus sampai dengan siklus II.

Tabel 7.   Perkembangan Nilai Rata-rata Kelas Sebelum Tindakan/Prasiklus ke Siklus I

Hasil Siswa

Prasiklus

Siklus I

Nilai rata-rata

68,1

 

69,3

 

Nilai rata-rata kelas sebelum dilakukan tindakan atau prasiklus adalah 68,1, setelah tidakan siklus I adalah 69,3 sehingga terjadi peningkatan.

Tabel 8. Perkembangan Nilai Rata-rata Kelas Siklus I ke Siklus II

Hasil Siswa

Siklus I

Siklus II

Nilai rata-rata

 

69,3

73,5

 

 

Nilai rata-rata kelas setelah tidakan siklus I adalah 69,3 dan setelah tindakan siklus II adalah 81,3 sehingga terjadi peningkatan.

Tabel 9. Perkembangan Nilai Rata-rata Kelas Sebelum Tindakan/ Prasiklus, Siklus I dan Siklus II

Hasil Siswa

Prasiklus

Siklus I

Siklus II

Nilai rata-rata

 

68,1

69,3

73,5

 

Nilai rata-rata kelas sebelum dilakukan tindakan atau prasiklus adalah 68,1, setelah tidakan siklus I adalah 69,3 dan setelah tindakan siklus II adalah 73,5 sehingga dari kondisi awal sebelum tindakan/prasiklus sampai dengan tidakan pada siklus II terjadi peningkatan.

Tabel 10. Perkembangan Siswa yang Mencapai KKM dan Nilai Rata-rata Kelas Sebelum Tindakan/Prasiklus, Siklus I dan Siklus II

No

Hasil Siswa

Prasiklus

Siklus I

Siklus II

1.

2.

3.

Siswa Mencapai KKM

Persentase

Nilai rata-rata kelas

17

53,1%

68,1

21

65,6%

69,3

26

81,3%

73,5

 

Guru dan pengamat mengevaluasi hasil pengamatan dan hasil kerja siswa baik kelompok maupun individu. Guru dan pengamat merefleksi hasil penelitian pada siklus II. Pada siklus II, dari 32 siswa yang mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 70 sebanyak 26 siswa (81,3%), siswa yang tidak mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebanyak 6 siswa (18,7%) dengan nilai rata-rata kelas sebesar 81,3.

Berdasarkan hasil pengamatan dan evaluasi terhadap penelitian tindakan kelas yang dilakukan, diperoleh hasil: (1) keseluruhan siswa sudah aktif mengikuti kegiatan belajar mengajar, (2) siswa sudah memiliki keberanian sehingga tidak malu dan takut lagi untuk mengerjakan di depan kelas, menjawab pertanyaan maupun mengajukan pertanyaan, dan (3) pembelajaran berlangsung dengan cukup baik dan lancar karena siswa merasa tertarik dan tertantang dengan metode baru yang diterapkan yaitu model pembelajaran kooperatif tipe TPS .Pada siklus II ini siswa sudah aktif dalam pembelajaran dan perolehan prestasi belajar matematika materi materi Bangun Ruang Sisi Datar telah melampaui indikator kinerja penelitian. Sehingga penelitian berhenti pada siklus II, tidak dilanjutkan pada siklus berikutnya

Pembahasan

Setelah melakukan penelitian tindakan kelas, akhirnya guru melakukan refleksi dari hasil pengamatan yang dibantu pengamat. Pengamat memberikan laporan hasil pengamatannya dan membantu dalam melakukan refleksi pembelajaran dan tindakantindakan yang dilakukan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa materi Bangun Ruang Sisi Datar pada siswa kelas VIII F semester II SMP Negeri 1 Bendosari tahun pelajaran 2014/ 2015. Hal ini dapat dilihat dari persentase ketuntasan belajar siswa, yaitu: sebelum tindakan 17 siswa atau 53,1%, pada siklus I sebanyak 21 siswa atau 65,6% dan pada siklus II sebanyak 26 siswa atau 81,3%. Sedangkan rata-rata prestasi belajar matematika siswa siswa sebelum tindakan sebesar 68,1, pada siklus I sebesar 69,3, dan pada siklus II sebesar 73,5.

Pada siklus II nilai siswa yang telah mencapai KKM yaitu 81,3% dan rata-rata prestasi belajar matematika siswa 73,5 angka ini menunjukkan bahwa penelitian telah berhasil, karena ketuntasan belajar siswa telah melampaui indikator kinerja yaitu 80% dan rata-rata prestasi belajar matematika siswa telah melampaui indikator kinerja yaitu 70,0.

 

 

Kesimpulan

Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) meningkatkan prestasi balajar matematika materi Bangun Ruang Sisi Datar pada siswa kelas VIII F semester II SMP Negeri 1Bendosari tahun pelajaran 2014/ 2015. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan pada prestasi balajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari presentase ketuntasan belajar siswa, yaitu sebelum tindakan sebesar 53,1%, pada siklus I sebesar 65,6% dan pada siklus II sebesar 81,3%. Selain itu, nilai rata-rata prestasi belajar matematika siswa juga mengalami peningkatan yaitu sebelum tindakan sebesar 68,1, pada siklus I sebesar 69,3 dan pada siklus II sebesar 81,3.

Daftar Pustaka

Adelluckyy (Just another Student.fkip.uns.ac.id Blogs weblog). (2008). Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning). [Online]. http://adelluckyy.student.fkip.uns.ac.id/k-u-l-i-a-h/s-b-m/model-pembelajaran-kooperatif/. [24 Januari 2012].

Arikunto, S. 2006. Prosedur Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Bineka Cipta.

_________. 2010. Prosedur Suatu Pendekatan Praktik edisi revisi 2010. Jakarta: PT Bineka Cipta.

Huda, M. 2011. Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Indonesia Legal Centerpublishing. 2008. Undang-undang Guru dan Dosen.Jakarta: CV Karya Gemilang.

Munadi, Y. 2008. Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru, Ciputat: Gaung Persada (GP) Press.

Nuharini, Dewi dan Wahyuni, Tri. 2008. Matematika Konsep dan Aplikasinya. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Penyusun, T. 2007. Pengayaan Ujian Nasional 2008. Yogyakarta: Gama Exact

Siti F, Yeni. (2009). Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share. [Online]. http://fisikasma-online.blogspot.com/2010/12/model-pembelajaran-kooperatif-tipe.html. [10 Februari 2012].

Suprijono, A. 2009. Coperatif Learning Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Tim Penyusun Kamus, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia cetakan ketujuh. Jakarta: Balai Pustaka.

Wiranataputra, U. S. dkk. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.