Potensi Candi Cetho Sebagai Wisata Sejarah Berbasis Eco-Pariwisata Kabupaten Karanganyar
POTENSI CANDI CETHO
SEBAGAI WISATA SEJARAH BERBASIS ECO-PARIWISATA KABUPATEN KARANGANYAR
I Made Ratih Rosanawati
Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo
ABSTRAK
Tujuan Penelitian: (1) Mendeskripsikan kondisi lingkungan di sekitar Candi Cetho yang dapat mendukung eco-pariwisata (2) Mengetahui potensi yang ada di Candi Cetho sebagai daerah tujuan wisata sejarah di Kabupaten Karanganyar (3) Mengetahui langkah konservasi yang dilakukan untuk mengembangkan Candi Cetho sebagai daerah tujuan wisata sejarah yang ramah lingkungan. Untuk mengetahui kondisi lingkungan di sekitar Candi Cetho yang dapat mendukung eco-pariwisata digunakan metode penelitian diskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber data mengenai potensi yang ada di Candi Cetho sebagai daerah tujuan wisata sejarah diperoleh melalui teknik dokumentasi mengenai data-data yang berkaitan dengan potensi dan daya tarik wisata Candi Cetho. Sedangkan untuk mengetahui langkah konservasi yang dilakukan untuk mengembangkan Candi Cetho sebagai daerah tujuan wisata sejarah yang ramah lingkungan dengan cara pengamatan dan wawancara dengan pihak-pihak terkait, observasi dan dokumentasi. Teknik Analisis Data dilakukan dengan menggunakan model interaktif meliputi tiga komponen analisis yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan simpulan atau verifikasi. Kondisi Lingkungan di sekitar Candi Cetho sangat mendukung untuk kegiatan pariwisata yang ramah lingkungan. Candi Cetho selain sebagai tempat pariwisata, juga masih digunakan untuk sembahyang umat agama hindhu. Langkah konservasi perlu dilakukan tetapi harus memperhatikan bangunan candi, karena Candi Cetho sebagi salah satu peninggalan benda cagar budaya yang ada di Kabupaten Karanganyar.
Kata kunci: Candi Cetho, Eco-Pariwisata, Kabupaten Karanganyar
PENDAHULUAN
Kabupaten Karanganyar yang terletak di sebelah timur Kota Surakarta merupakan suatu wilayah yang memiliki potensi alam serta berbagai peninggalan sejarah yang sangat menarik untuk dikunjungi. Kabupaten Karanganyar menyimpan beberapa objek wisata yang bisa menjadi daerah tujuan wisata budaya dan wisata sejarah, misalnya; Candi Cetho dan Candi Sukuh. Kedua candi ini merupakan peninggalan dari Kerajaan Majapahit masa akhir. Hingga saat ini, komplek Candi Cetho digunakan oleh penduduk setempat yang beragama Hindu sebagai tempat pemujaan dan sebagai tempat pertapaan bagi masyarakat penganut agama asli Jawa/Kejawen.
Untuk menjaga pelestarian Candi Cetho, perlu dicanangkan program wisata yang ramah lingkungan, sehingga kunjungan wisatawan ke Candi Cetho tidak merusak kawasan candi. Keaslian struktur bangunan candi, tradisi yang masih terjaga oleh masyarakat sekitar, nilai-nilai sejarah yang terkandung pada Candi Cetho, serta kondisi alam di sekitar Candi Cetho yang berupa pegunungan adalah beberapa daya tarik Candi Cetho sebagai salah satu destinasi wisata.
Eco-pariwisata melibatkan pengelola maupun wisatawan yang berkunjung, mereka harus turut memperhatikan pelestarian dan konservasi Candi Cetho, serta mempertahankan kelestarian lingkungan di kawasan Candi Cetho. Baik masyarakat sekitar kawasan candi, maupun wisatawan pengunjung harus berperan aktif dalam usaha melestarikan Candi Cetho sebagai salah satu peninggalan sejarah.
Melihat fenomena tersebut perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai daya tarik kawasan Candi Cetho sebagai salah satu daerah tujuan wisata sejarah yang perlu dijaga pelestariannya melalui program wisata yang ramah lingkungan.
Wisata Sejarah
Wisata Sejarah sangat erat kaitannya dengan Wisata Budaya, seperti yang dikatakan oleh Oka A. Yoeti (1996: 56) bahwa konsep dari wisata budaya adalah istilah yang dapat diterapkan pada banyak objek yang dikunjugi dan berkenaan dengan masa lalu, termasuk museum, kawasan bersejarah, Pura, Patung dan juga peristiwa yang menggambarkan sejarah.
Menurut Ismayanti (2010: 154-155), berdasarkan wujud dan komponennya, pengusaha daya tarik wisata budaya/sejarah berusaha menonjolkan sebagai berikut:
1. Situs arkeologi, sejarah, dan budaya, seperti monumen, gedung bersejarah, rumah ibadah, daerah atau kota bersejarah (medan perang), situs purbakala (candi), museum.
2. Pola kehidupan masyarakat yang berbentuk adat-istiadat, busana, upacara keagaman, tradisi, gaya hidup.
3. Seni dan kerajinan tangan baik berwujud atau tak berwujud, seperti tari, musik, drama, patung, arsitektur.
4. Kegiatan ekonomi masyarakat berupa perkampungan nelayan, kehidupan petani.
5. Festival budaya yang rutin setiap bulan atau tahunan dalam masyarakat, seperti upacara panen padi, festival layang-layang.
Jika dilihat dari wujud dan daya tarik yang berusaha ditonjolkan dalam daerah tujuan wisata, maka Candi Cetho sebagai peninggalan sejarah juga dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk wisata budaya juga wisata sejarah.
Eco-Pariwisata
Emil Salim, mantan Menteri Kependudukan dan Lingkungan hidup dalam Harian Karya edisi hari Jum’at tanggal 12 April 1991, memberi batasan tentang eco-pariwisata sebagai berikut: Ecotourism adalah pariwisata yang berwawasan lingkungan dan pengembangannya selalu memperhatikan keseimbangan nilai-nilai. Oleh karena itu, lingkungan alam dan kekayaan budaya adalah aset utama pariwisata Indonesia yang harus dijaga agar jangan sampai rusak atau tercemar.
Kegiatan ekowisata di Indonesia diatur pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2009. Eco-pariwisata merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan.
Prinsip pengembangan eco-pariwisata menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2009, adalah sebagai berikut:
1. kesesuaian antara jenis dan karakteristik eco-pariwisata
2. konservasi, yaitu melindungi, mengawetkan, dan memanfaatkan secara lestari sumberdaya alam yang digunakan untuk eco-pariwisata
3. ekonomis, yaitu memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan menjadi penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya serta memastikan usaha eco-pariwisata dapat berkelanjutan
4. edukasi, yaitu mengandung unsur pendidikan untuk mengubah persepsi seseorang agar memiliki kepedulian, tanggung jawab, dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan budaya
5. memberikan kepuasan dan pengalaman kepada pengunjung
6. partisipasi masyarakat, yaitu peran serta masyarakat dalam kegiatan perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian eco-pariwisata dengan menghormati nilai- nilai sosial-budaya dan keagamaan masyarakat di sekitar kawasan
7. menampung kearifan lokal
Eco-pariwisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian area yang masih alami, memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budava bagi masyarakat setempat.
Sumber Data
Menurut HB Sutopo (2006: 57) bahwa jenis sumber data secara menyeluruh yang digunakan dalam penelitian kualitatif berupa manusia dengan tingkah lakunya, peristiwa, dokumen dan benda lain. Sumber data yang digunakan dalam penelitian harus dilakukan dipilih dengan seksama, karena tidak semua data yang ditemukan di lapangan dapat digunakan dalam penelitian. Jenis sumber data yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini meliputi:
1. Informan atau narasumber adalah para pelaku yang terkait mengenai Candi Cetho dan pengembangan potensi wisata sejarah berbasis eco-pariwisata, diantaranya: pengurus lokasi wisata Candi Cetho, Pejabat pemerintah di Dinas Pariwisata Karanganyar, masyarakat sekitar di lingkungan Candi Cetho.
2. Tempat dan peristiwa/aktivitas yang terdiri dari kegiatan yang dilakukan oleh petugas, wisatawan, dan masyarakat di kawasan Candi Cetho.
3. Dokumen berupa catatan, buku referensi, majalah, arsip, maupun jurnal mengenai wisata sejarah Candi Cetho berbasis eco-pariwisata.
4. Dokumentasi berupa gambar-gambar yang diambil selama penelitian mengenai wisata sejarah Candi Cetho berbasis eco-pariwisata dan aktifitas yang terjadi selama penelitian.
Tenik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
Wawancara mendalam (in-depth interviewing)
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan tidak terstruktur secara ketat, tujuan utamanya adalah untuk bisa menyajikan konstruksi saat sekarang dalam suatu konteks mengenai para pribadi, peristiwa, aktivitas, motivasi, tanggapan, dan bentuk keterlibatan (Sutopo, 2006: 69). Teknik wawancara mendalam ini menempatkan subjek yang diteliti berperan sebagai informan daripada sebagai responden. Wawancara pada penelitian ini ditujukan kepada pengurus lokasi wisata Candi Cetho, Pejabat pemerintah di Dinas Pariwisata Karanganyar, masyarakat sekitar di lingkungan Candi Cetho
Observasi langsung
Observasi bertujuan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, aktivitas, tempat dan benda. Dalam observasi ini peneliti hanya sebagai pengamat pasif. Peneliti mengamati dan menggali informasi mengenai perilaku dan kondisi lingkungan penelitian menurut kondisi yang sebenarnya (Sutopo, 20006; 76). Dengan demikian, peneliti hanya mendatangi lokasi, tetapi sama sekali tidak berperan sebagai apapun selain sebagai pengamat pasif, namun peneliti benar-benar hadir dalam konteksnya. Objek observasi dalam penelitian Potensi Candi Cetho sebagai Wisata Sejarah Berbasis Eco-Pariwisata Kabupaten Karanganyar dilakukan di Kawasan Candi Cetho.
Mengkaji dokumendan arsip (content analysis)
Dokumen tertulis dan arsip merupakan sumber data yang sering memiliki posisi penting dalam penelitian kualitatif. Menurut Yin (dalam Sutopo, 2006), content analysis merupakan cara untuk menemukan beragam hal sesuai dengan kebutuhan dan tujuan penelitiannya. content analysis dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari dokumen dan arsip. Sumber sejarah yang diambil adalah yang mendukung penelitian
PEMBAHASAN
Potensi Wisata Yang Ada Di Candi Cetho Sebagai Daerah Tujuan Wisata Sejarah Di Kabupaten Karanganyar
Potensi wisata adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh daerah tujuan wisata, dan merupakan daya tarik agar orang-orang mau datang berkunjung ke tempat tersebut (Mariotti dalam Yoeti 1996:160-162). Sujali (dalam Amdani, 2008) menyebutkan bahwa potensi wisata sebagai kemampuan dalam suatu wilayah yang mungkin dapat dimanfaatkan untuk pembangunan, seperti alam, manusia serta hasil karya manusia itu sendiri. Menurut Yoeti (1996), suatu daerah agar menjadi daerah tujuan wisata (DTW) yang menarik untuk dikunjungi, harus mengembangkan tiga hal, sebagai berikut:
Adanya sesuatu yang dapat dilihat (something to see),
maksud adanya sesuatu yang menarik untuk dilihat adalah daerah tersebut mempunyai obyek wisata yang berbeda dengan tempat lain (mempunyai keunikan tersendiri). Disamping itu perlu juga mendapat perhatian terhadap atraksi wisata yang dapat dijadikan sebagai entertainment bila orang berkunjung nantinya. “Sesuatu yang bisa dilihat†di kawasan Candi Cetho adalah keaslian Candi peninggalan Kerajaan Majapahit akhir yang terletak di Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar. Candi Cetho terletak di lerang Gunung Lawu, sehingga mempunyai iklim udara yang sejuk serta pemandangan alam yang begitu indah dan asri. Candi Cetho juga menerima patung Dewi Saraswati dari Bali yang semakin menambah kelengkapan koleksi candi. Jalan untuk menuju Candi Cetho sangat mudah, dan disepanjang jalan para wisatawan bisa menikmati pemandangan perkebunan teh.
Adanya sesuatu yang dapat dibeli (something to buy),
yaitu terdapat sesuatu yang menarik yang khas untuk dibeli dan dapat dijadikan cendramata untuk dibawa pulang ke tempat masing-masing. Sehingga di daerah tersebut harus ada fasilitas untuk berbelanja dan menyediakan souvenir maupun kerajinan tangan lainnya. Hal ini tentunya harus didukung pula oleh fasilitas lain, seperti money changer dan bank atau mesin ATM. Fasilitas di Candi Cetho sudah sangat memadai untuk menjadi kawasan wisata, akses jalan mudah, banyak penjual makanan dan minuman, juga terdapat banyak penjual souvenir khas Candi Cetho dan Karanganyar. Selain itu, pengungjung bisa menikmati kuliner yang disuguhkan di sepanjang jalan Ngargoyoso.
Adanya sesuatu yang dapat dilakukan (something to do),
yaitu suatu aktivitas yang dapat dilakukan di tempat itu, yang bisa membuat orang yang berkunjung merasa betah dan nyaman di tempat tersebut. Selain sebagai tempat wisata, Candi Cetho juga masih digunakan oleh warga yang beragama Hindhu untuk melakukan ritual keagamaan misalnya Siwaratri, Saraswati, Ngembak Geni, Pager Wesi, Galungan, Kuningan, Mondosio, Suro, dan Dawuhan. Karena itu pengunjung harus berpakaian (memakai kain kampuh) dan berbicara yang sopan ketika berada di kompleks Candi
Candi Cetho mempunyai kelebihan sumber daya dan daya tarik serta keunikan yang didukung oleh fasilitas lain yang dapat digunakan untuk mengembangkan industri pariwisata. Daya tarik merupakan faktor utama yang menarik wisatawan untuk mengadakan perjalanan mengunjungi suatu tempat, baik suatu tempat primer yang menjadi tujuan utamanya, atau tujuan sekunder yang dikunjungi dalam suatu perjalanaan.
Kondisi Lingkungan Di Sekitar Candi Cetho Yang Dapat Mendukung Eco-Pariwisata
kondisi alam di sekitar Candi Cetho yang berupa pegunungan adalah salah satu daya tarik Candi Cetho sebagai salah satu destinasi wisata. Karena berada di lereng pegunungan lawu, maka Candi Cetho mempunyai iklim udara yang sejuk. Wisatawan yang berkunjung akan disuguhkan dengan pemandangan lereng gunung lawu yang sejuk dan masih sangat asri. Sementara itu, masih berada di konplek Candi Cetho, sedikit naik keatas akan dijumpai Candi Tikus dan ada Puri Saraswati. Sedikit turun kebawah ada aliran sungai yang airnya sangat jernih karena dari mata air pegunungan Lawu. Kondisi candi yang terdiri dari beberapa teras dan bentuknya berundak, maka dapat dilihat bahwa ada akulturasi budaya asli dengan Hindhu. Pada jalan masuk Candi, ada dua pasang arca penjagaa.
Aras pertama setelah gapura masuk adalah halaman candi, aras kedua juga masih halaman candi, kemudian aras ke tiga terdapat petilasan Ki Ageng Krincingwesi yang dianggap leluhur masyarakat Dusun Cetho. Pada dinding gapura sebelah kanan terdapat tulisan dengan menggunakan aksara Jawa Kuno yang dapat ditafsirkan bahwa candi iini berfungsi untuk menysucikan diri. Di Teras berikutnya terdapat tatanan batu datar yang menggambarkan kura-kura raksasa sebagi lambang Surya Majapahit dan juga ada simbol Phallus (penis) sepanjang 2 meter yang dilengkapi dengan hiasan tindik, hal ini melambangkan rasa syukur atas kesuburan yang melimpah. Aras selanjutnya terdapat relief yang menceritakan kisan Sudamala, kisah ini populer di masyarakat Jawa sebagai upacara ruwatan. Aras ketuujuh terdapat bangunan pendapa yang berada di kanan kiri jalan masuk candi, pendapa ini masih digunakan sebagai tempat upacara keagamaan. Pada aras ketujuh ini juga terdapat arca Sabdapalon disebelah Utara dan arca Nayagengging disebelah Selatan yang keduanya dianggap sebagai penasehat spiritual Prabu Brawijaya V. Aras yang paling tinggi sebagai tempat pemanjatan doa.
Langkah Konservasi Yang Dilakukan Untuk Mengembangkan Candi Cetho Sebagai Daerah Tujuan Wisata Sejarah Yang Ramah Lingkungan
Untuk menjaga pelestarian Candi Cetho, perlu dicanangkan program wisata yang ramah lingkungan, sehingga kunjungan wisatawan ke Candi Cetho tidak merusak kawasan candi. Karena itu perlu dicanangkan eco-pariwisata yang melibatkan pengelola maupun wisatawan yang berkunjung, mereka harus turut memperhatikan pelestarian dan konservasi Candi Cetho, serta mempertahankan kelestarian lingkungan di kawasan Candi Cetho. Baik masyarakat sekitar kawasan candi, maupun wisatawan pengunjung harus berperan aktif dalam usaha melestarikan Candi Cetho sebagai salah satu peninggalan sejarah. Kegiatan eco-pariwisata harus bersifat ramah lingkungan, secara ekonomis dapat berkelanjutan dan serasi dengan kondisi sosial dan kebudayaan daerah tujuan eco-pariwisata. Sebagai salah satu peninggalan sejarah, promosi destinasi wisata sejarah di Candi Cetho perlu dilakukan dengan pendekatan wisata ramah lingkungan (eco-pariwisata) agar keaslian dan kebersihan kawasan candi tetap terjaga.
Candi Cetho dapat dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata sejarah berbasis eco-pariwisata yang menarik, apabila pengembangan dilakukan sejalan dengan upaya pelestariannya. Kondisi geografis Candi Cetho yang terletak di atas ketinggian merupakan salah satu daya tarik bagi wisatawan, namun hal ini masih perlu dikembangkan lagi supaya Candi Cetho bisa menjadi daerah tujuan wisata yang ramah lingkungan. Diperlukan usaha konservasi baik dari pemerintah maupun masyarakat sekitar Candi Cetho dalam mengembangkan wisata sejarah berbasis eco-pariwisata tersebut.
Eco-pariwisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan prinsip konservasi. Bahkan dalam strategi pengembangan eco-pariwisata di Candi Cetho juga menggunakan strategi konservasi. Eco-pariwisata berperan dalam pengelolaan alam dan budaya masyarakat yang menjamin kelestarian dan kesejahteraan, sementara konservasi merupakan upaya menjaga kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam yang ada di Candi Cetho untuk waktu kini dan masa mendatang. Dengan demikian eco-pariwisata sangat tepat dan berdayaguna dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih alami. Sementara itu, didalam pemanfaatan areal alam untuk eco-pariwisata mempergunakan pendekatan pelestarian dan pemanfaatan, kedua pendekatan ini dilaksanakan dengan menitikberatkan pelestarian Candi Cetho dibanding pemanfaatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Damanik, J dan Weber, H.F. 2006. Perencanaan Ekowisata, Dari Teori ke Aplikasi. Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM. Yogyakarta: Andi
Emil Salim. 1991. Pariwisata Berwawasan Lingkungan. Harian Karya; edisi Jumat, 12 April 1991
Emma Hijriyati. 2014. Pengaruh Ecowisata Berbasis Masyarakat Terhadap Perubahan Kondisi Ekologi, Sosial, dan Ekonomi di Kampung Batusuhunan Sukabumi. Sodaliti; Jurnal Sosiologi Pedesaan, Vol. 02 No 03 Desember 2014. IPB
H.B. Sutopo. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Ismayanti. 2010. Pengantar Pariwisata. Jakarta: Gramedia Widisarana Indonesia
Lexy J Moleong. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: Remaja Rosda Karya
______________. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Luchman Hakim. 2004. Dasar-Dasar Ecowisata. Malang: Bayumedia Publising
Oka A. Yoeti. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata.Bandung: Angkasa
Soekmono, 2005. Candi: Fungsi dan Pengertiannya. Jakarta: Jendela Pustaka
Suharsimi Arikunto. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta