PENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR SISWA

DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

MATERI LAPORAN HASIL PENGAMATAN & KUNJUNGAN

MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW

PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 JATIHARJO

TAHUN PELAJARAN 2018/2019

 

Tri Adi Susanto

Guru SD Negeri 1 Jatiharjo Kabupaten Grobogan

 

ABSTRAK

Penelitian Tindakan Kelas ini bermaksud untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia materi laporan hasil pengamatan dan kunjungan melalui penerapan model pembelajaran Jigsaw pada Siswa Kelas V SD Negeri 1 Jatiharjo Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2018/2019. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan variabel terikat yaitu, peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia materi laporan hasil pengamatan dan kunjungan pada siswa Kelas V SD Negeri 1 Jatiharjo, sedangkan variabel bebas adalah penerapan model pembelajaran Jigsaw. Teknik pengumpulan data adalah wawancara, observasi dan tes hasil belajar. Setelah data terkumpul dianalisis dengan menggunakan deskriptif komparatif, yaitu membandingkan nilai tes kondisi awal, nilai tes setelah siklus I, dan nilai tes setelah siklus II, sedangkan untuk data kualitatif dianalisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif berdasarkan hasil observasi dan refleksi dari tiap–tiap siklus. Subjek penelitian sebanyak 48 siswa dengan kondisi awal 29 siswa (60%) tuntas belajar. Pada Siklus I ketuntasan belajar siswa meningkat 38 siswa (79%), dan pada siklus II ketuntasan belajar siswa meningkat 48 siswa (100%). Dengan hasil belajar tersebut, maka penerapan model pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia materi laporan hasil pengamatan dan kunjungan pada siswa Kelas V SD Negeri 1 Jatiharjo. Berdasarkan keberhasilan tersebut, maka sebaikna model pembelajaran Jigsaw dapat dikembangkan lagi di sekolah. Para guru agar lebih kreatif demi meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Kata kunci: Jigsaw, Hasil Belajar, Laporan Hasil Pengamatan dan Kunjungan

 

PENDAHULUAN

Salah satu indikator keberhasilan proses pembelajaran ditunjukkan dengan pencapaian hasil belajar siswa yang tinggi. Pencapaian hasil belajar dikatakan tinggi jika secara klasikal sebagian besar siswa dapat mencapai nilai tuntas atau nilai ≥ Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Namun sering terjadi dalam suatu pembelajaran masih dijumpai hasil belajar siswa tidak mencapai KKM yang ditentukan. Jika sebagian besar siswa memperoleh nilai di bawah KKM sehingga persentase ketuntasan klasikal di bawah kriteria ketuntasan ideal yaitu 75%, maka dapat dikatakan pembelajaran tidak berhasil.

Keberhasilan pembelajaran dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tercapainya keberhasilan pembelajaran di antaranya adalah faktor guru, buku pelajaran, proses pendidikan, alat-alat/media pembelajaran, besarnya kelas dan mungkin dari faktor keluarga. Dengan mengetahui faktor tersebut tentunya dapat menjadi arahan bagi guru agar lebih tepat dalam menyusun strategi pembelajaran.

Dalam menyusun strategi pembelajaran Bahasa Indonesia, harus memperhatikan dulu pada aspek atau keterampilan bahasa yang akan dibelajarkan. Strategi untuk membelajarkan keterampilan mendengarkan tentunya berbeda dengan keterampilan berbicara, menulis ataupun membaca. Namun perlu diketahui bahwa semua keterampilan bahasa tersebut saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Misalnya, kita akan mengembangkan keterampilan menulis tentunya tidak dapat lepas dari membaca dulu atau mendengarkan dari guru, kemudian hasil tulisan disampaikan secara lisan (berbicara).

Untuk itu, agar dapat siswa tertarik dalam pembelajaran bahasa, seorang guru harus bisa membangkitkan motivasi siswa. Hal tersebut dapat dilakukan melalui penerapan model-model pembelajaran aktif kreatif efektif dan menyenangkan (PAKEM). Di samping penerapan PAKEM, guru harus mampu mengenal dan mengetahui juga bahwa pada dasarnya siswa memiliki minat (sense of interest) dan dorongan ingin melihat kenyataan (sense of reality). Guru harus dapat mengembangkan kedua potensi siswa tersebut. Dalam mengembangkannya, guru dituntut untuk memiliki kreativitas dalam mengaktualisasikan kompetensinya, terutama untuk mengidentifikasi, menyeleksi dan menentukan sumber belajar yang menunjang proses pembelajaran.

Namun, jika seorang guru enggan menerapkan metode atau model pembelajaran yang bervariasi dan terkesan hanya ceramah guru yang mendominasi selama proses pembelajaran berlangsung sehingga pembelajaran aktif, kreatif, efektif, menyenangkan dan inovatif tidak dapat dilaksanakan, dapat dipastikan bahwa proses pembelajaran tidak berjalan dengan baik. Hal ini akan menyebabkan hasil belajar yang dicapai siswa pun rendah.

Pada PTK ini, permasalahan yang akan segera diatasi yakni rendanya hasil belajar siswa. Dilihat dari persentase, ketuntasan klasikal baru mencapai 60%. Dengan asumsi hasil belajar tinggi jika kriteria ketuntasan klasikal mencapai 90%, maka hasil belajar siswa masih perlu ditingkatkan. Dengan harapan meningkatnnya hasil belajar siswa, berarti harus ada peningkatan persentase ketuntasan klasikal sebesar 30%. Selain permasalahan tersebut, permasalahan yang dihadapi oleh guru yakni partisipasi siswa dalam proses pembelajaran masih kurang. Hal ini terjadi karena dalam proses pembelajaran model pembelajaran yang diterapkan guru belum dapat sepenuhnya melibatkan siswa dalam proses pembelajaran.

Dari berbagai alternatif pemecahan masalah, peneliti memfokuskan tindakan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Jigsaw. Jigsaw merupakan salah satu tipe cooperative learning. Dengan menerapkan model Jigsaw dharapkan siswa dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

KAJIAN PUSTAKA

Hasil Belajar

Belajar adalah proses perubahan di dalam diri manusia. Apabila setelah belajar tidak terjadi perubahan dalam diri manusia, maka tidaklah dapat dikatakan bahwa padanya telah berlangsung proses belajar. Adapun mengenai devinisi hasil belajar. Zainal Aqib (2002:51), mengemukakan bahwa: ”Hasil belajar adalah berupa perubahan perilaku, baik yang menyangkut aspek kognitif, psikomotorik maupun afektif”.

Mengacu pada pendapat tersebut, dapat dikemukakan bahwa: ”Hasil belajar merupakan kompetensi yang dicapai dari proses belajar setelah dilakukan evaluasi hasil belajar yang meliputi aspek kognitif, psikomotorik maupun afekti.” Sementara itu, untuk mengukur hasil belajar diperlukan instrumen penilaian dan instrumen analisis hasil evaluasi belajar.

Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD

Puji Santosa, dkk. (2006: 3.17) mengemukakan bahwa, pembelajaran bahasa Indonesia di SD merupakan pembelajaran yang paling utama, karena dengan bahasa inilah siswa dapat menimba berbagai ilmu. Mencermati hal itu maka guru sebagai pelaksana dan pengelola pembelajaran di sekolah dituntut untuk dapat merancang, melaksanakan dan mengevaluasi aspek-aspek yang tercakup dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

Pembelajaran bahasa Indonesia di SD dikembangkan melalui 4 aspek keterampilan, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa itu merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Mula-mula seseorang belajar berbahasa dengan menyimak bahasa yang didengarnya, kemudian berbicara, sesudah itu baru belajar membaca dan menulis.

Model Pembelajaran Jigsaw

Nur, Mohamad, (2001: 29) mengemukakah bahwa model pembelajaran Jigsaw adalah model pembelajaran kooperatif di mana siswa ditempatkan ke dalam tim yang beranggotakan 5-6 orang untuk mempelajari materi akademik yang telah dipecah menjadi bagian-bagian untuk tiap anggota. Setiap anggota tim membaca sub-bab yang ditugaskan. Kemudian anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari sub-bab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikan sub-bab mereka.

Tujuan dari jigsaw ini adalah mengembangkan kerja tim, ketrampilan belajar kooperatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam yang tidak mungkin diperoleh apabila mereka mencoba untuk mempelajari semua materi sendirian.

Pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal adalah kelompok awal siswa terdiri dari berapa anggota yang dibentuk dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang. Sedangkan kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok-kelompok asal yang ditugaskan untuk mendalami topik tertentu untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.

Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut.

Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok ahli kemudian kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli. Para kelompok ahli harus mampu untuk membagi pengetahuan yang di dapatkan saat melakuakn diskusi di kelompok ahli, sehingga pengetahuan tersebut diterima oleh setiap anggota pada kelompok asal.

 

 

Langkah-langkah Pembelajaran Teknik Jigsaw

Menurut Modul BERMUTU ”Metodologi Pembelajaran”, langkah-langkah teknik Jigsaw adalah:

  1. Pilihlah materi pelajaran yang dapat dibagi menjadi beberapa bagian (segmen).
  2. Bagilah siswa menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah segmen yang ada. Misal, jika jumlah siswa adalah 50 sementara jumlah segmen ada 5, maka masing-masing kelompok terdiri atas 10 orang.
  3. Setiap kelompok mendapat tugas membaca dan memahami materi pelajaran yang berbeda-beda
  4. Setiap kelompok mengirimkan anggota-anggotanya ke kelompok lain untuk menyampaikan apa yang telah mereka pelajani di kelompok.
  5. Kembalikan suasana kelas seperti semula kemudian tanyakan sekiranya ada persoalan yang tidak terpecahkan dalam kelompok.
  6. Sampaikan beberapa pertanyaan kepada siswa untuk mengecek pemahaman mereka terhadap materi (Kementriandiknas, 2010: 20)

Sementara menurut Widdiharto, Rochadi (2004), langkah-langkah penerapan model pembelajaran Jigsaw dalam pembelajaran dapat dilaksanakan secara garis besar sebagai berikut:

  1. Membentuk kelompok heterogen yang beranggotakan 4-6 orang.
  2. Masing-masing kelompok mengirimkan satu orang wakil mereka untuk membahas topik, wakil ini disebut dengan kelompok ahli.
  3. Kelompok ahli berdiskusi untuk membahas topik yang diberikan dan saling membantu untuk menguasai topik tersebut.
  4. Setelah memahami materi, kelompok ahli menyebar dan kembali ke kelompok masing-masing (kelompok asal), kemudian menjelaskan materi kepada rekan kelompoknya.
  5. Guru memberikan tes individual pada akhir pembelajaran tentang materi yang telah didiskusikan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat. (Wardhani, IGAK, 2004: 4)

Tujuan utama dalam penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia materi laporan hasil pengamatan dan kunjungan melalui penerapan model pembelajaran Jigsaw pada Siswa Kelas V SD Negeri 1 Jatiharjo Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2018/2019. Rancangan penelitian yang digunakan adalah model Siklus yaitu tindakan pembelajarannya dilakukan secara berdaur-ulang dan berkelanjutan (siklus spiral) melalui 4 tahapan yaitu: planning (perencanaan), acting (tindakan), observasing (pengamatan) dan reflecting (refleksi).

Dengan adanya pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan secara siklus tersebut diharapkan semakin lama akan semakin dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Subjek penelitian yang digunakan adalah siswa kelas V yang berjumlah 48 siswa. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi, dan tes. Observasi dilakukan oleh peneliti terhadap proses belajar mengajar di kelas yang dilakukan oleh guru kelas bersama dengan teman sejawat untuk mengetahui cara mengajar guru di kelas dan kondisi siswa pada saat menerima pelajaran dari guru kelas. Evaluasi hasil belajar (tes) dimaksudkan untuk mengetahui ada dan tidaknya peningkatan nilai yang dicapai oleh siswa sebagai indikator peningkatan hasil belajar siswa. Tes formatif diberikan dalam bentuk penugasan.

Data yang telah diperoleh akan dianalisis menggunakan deskriptif komparatif untuk data kuantitatif yaitu membandingkan nilai tes kondisi awal, nilai tes setelah siklus I, dan nilai tes setelah siklus II, sedangkan untuk data kualitatif dianalisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif berdasarkan hasil observasi dan refleksi dari tiap–tiap siklus. Analisis data terhadap hasil penelitian yang tergolong data kuantitatif berupa hasil belajar (pre test dan post test) dilakukan dengan cara persentase yaitu dengan menghitung peningkatan ketuntasan belajar siswa secara individual jika siswa tersebut mampu mencapai nilai minimal 70 dan ketuntasan klasikal jika siswa yang memperoleh nilai 70 ini jumahnya sebesar 90% dari jumlah seluruh siswa, sedangkan untuk data kualitatif diperoleh dari observasi aktivitas siswa serta guru selama proses pembelajaran berlangsung dengan cara deskriptif.

HASIL-HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada kondisi awal sebelum diadakan tindakan siklus I, hasil belajar masih rendah. Berdasarkan ketuntasan belajar dari 48 siswa sebanyak 29 siswa atau 60% yang mencapai ketuntasan belajar atau mencapai nilai ≥KKM (70), sedangkan 19 siswa atau 40% belum mencapai ketuntasan belajar. Untuk nilai tertinggi pra siklus adalah 92, nilai terendah 44, dengan rata-rata kelas sebesar 73.

Pada tindakan pembelajaran siklus I, peneliti menekankan pada model pembelajaran Jigsaw. Model ini merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) yang dikembangkan oleh Elliot Aronson’s. Model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Pada penerapan model Jigsaw, beberapa anggota dalam satu kelompok bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. Siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan.

Dari paparan tersebut jelaslah bahwa model pembelajaran Jigsaw menekankan pada kerjasama antar siswa dalam kelompok dan peran dari anggota tim ahli sebagai tutor sebaya. Hal ini terkait dengan pendapat dari Hisyam Zaini dalam Widyaiswara (2006: 4) yang mengatakan bahwa: “Metode belajar yang paling baik adalah dengan mengajarkan kepada orang lain. Oleh karena itu, pemilihan model pembelajaran tutor sebaya sebagai strategi pembelajaran akan sangat membantu siswa di dalam mengajarkan materi kepada teman-temannya.“

Dengan menerapkan model pembelajaran Jigsaw, mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar, karena sudah ada kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya. Dengan metode ini, pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat dan dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat.

Dengan tindakan pembelajaran siklus I tersebut, ada kenaikan hasil evaluasi belajar siswa. Jika pada pra siklus tingkat ketuntasan klasikal hanya mencapai 60%, setelah tindakan pembelajaran siklus I tingkat ketuntasan klasikal menjadi 79%. Dengan demikian ada kenaikan persentase sebesar 19%.

Di samping persentase yang meningkat, rata-rata hasil evaluasi belajar siswa juga meningkat. Jika pada pra siklus pembelajaran rata-rata hasil evaluasi belajar siswa 73, setelah perbaikan pembelajaran siklus I meningkat menjadi 79. Dengan demikian ada kenaikan rata-rata hasil evaluasi belajar siswa sebesar 6 poin.

Kenaikan persentase tingkat ketuntasan klasikal dan rata-rata hasil evaluasi belajar siswa membuktikan bahwa tindakan pembelajaran siklus I cukup berhasil. Namun karena persentase ketuntasan klasikal belum mencapai kriteria keberhasilan ≥ 90%, maka tindakan pembelajaran dilanjutkan pada siklus II.

Terhadap 10 siswa yang nilai ulangannya belum mencapai kriteria ketuntasan minimal diberikan program remidial, dengan cara memberikan tugas untuk melakukan pengamatan dan membuat laporan hasil pengamatan sendiri yang dikerjakan di rumah. Disarankan dalam mengerjakan soal di rumah untuk minta bimbingan orang tua, teman, ataupun orang yang dianggap mampu memberikan bimbingan. Nilai dari tugas yang dikerjakan di rumah tersebut digunakan untuk memperbaiki nilai tes formatif setara dengan standar nilai kriteria ketuntasan minimal.

Untuk perbandingan hasil tes pra siklus dan siklus I dapat disajikan dalam tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Hasil Nilai Tes Pra Siklus dan Siklus I

No. Nilai Pra Siklus Siklus I
1 ≥70 29 38
2 60-69 13 10
3 50-59 5 0
4 40-49 1 0
Jumlah 48 48

 

Adapun perbandingan perolehan nilai tertinggi, nilai terendah dan nilai rata-rata antara pra siklus dan siklus I dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan Nilai Tertinggi, Nilai Terendah dan Nilai Rata-Rata antara Pra Siklus dan Siklus I

No Uraian Pra Siklus Siklus I
1 Nilai tertinggi 92 93
2 Nilai Terendah 44 60
3 Nilai Rata-rata 73 79

 

Agar hasil belajar lebih meningkat, pada pembelajaran siklus II peneliti masih memfokuskan pada penerapan model pembelajaran Jigsaw. Namun, untuk lebih memantapkan siswa, guru mengajak membahas hasil diskusi dengan lebih dalam. Selain itu, guru memperbanyak pemberian reinforcement (penguatan positif) pada siswa.

Dengan tindakan pembelajaran siklus II tersebut, pada akhirnya hasil belajar siswa dapat meningkat secara signifikan. Peningkatan tersebut dapat dikemukakan bahwa jika pada pembelajaran siklus I tingkat ketuntasan klasikal baru mencapai 79%, setelah perbaikan pembelajaran siklus II naik menjadi 100%. Dengan demikian ada kenaikan persentase sebesar 21%. Untuk perbandingan hasil siklus I dan siklus II dapat dilihat dalam tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Hasil Nilai Tes Siklus I dan Siklus II

No. Nilai Siklus I Siklus II
1 ≥70 38 48
2 60-69 10 0
3 50-59 0 0
4 40-49 0 0
Jumlah 48 48

 

Di samping meningkatnya persentase tingkat ketuntasan klasikal, rata-rata hasil evaluasi belajar siswa juga meningkat. Jika pada tindakan pembelajaran siklus I rata-rata hasil evaluasi belajar siswa sebesar 79, setelah perbaikan pembelajaran siklus II meningkat menjadi 88. Dengan demikian ada kenaikan rata-rata hasil evaluasi belajar siswa sebesar 9 poin. Adapun perbandingan perolehan nilai tertinggi, nilai terendah dan nilai rata-rata antara siklus I dan siklus II dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Perbandingan Nilai Tertinggi, Nilai Terendah dan Nilai Rata-Rata antara Siklus I dan Siklus II

No Uraian Siklus I Siklus II
1 Nilai tertinggi 93 100
2 Nilai Terendah 60 73
3 Nilai Rata-rata 79 88

 

Dari analisis data, sesuai dengan indikator kinerja yang ditentukan dalam penelitian ini, bahwa penelitian ini berhasil jika mencapai hal-hal sebagai berikut:

  1. sebanyak 90% siswa atau 41 siswa lebih dari jumlah keseluruhan 45 siswa dapat mencapai ketuntasan belajar. Yang mana siswa harus memperoleh nilai ≥ 70, yakni nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) mata pelajaran Bahasa Indonesia yang telah ditetapkan di awal tahun pelajaran 2018/2019;
  2. nilai rata-rata kelas lebih besar dari KKM dan;
  3. aktivitas siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia meningkat setelah diterapkannya model pembelajaran Jigsaw.

Dengan melihat kriteria tersebut, penelitian sampai dengan siklus II ini dapat dikatakan berhasil karena hasilnya mencapai kriteria yang ditentukan. Kenaikan persentase tingkat ketuntasan klasikal dan rata-rata hasil evaluasi belajar siswa membuktikan bahwa tindakan pembelajaran siklus siklus I maupun siklus II dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan persentase tingkat ketuntasan klasikal mencapai kriteria ketuntasan ≥ 90%, maka tindakan pembelajaran selesai pada siklus II.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran Jigsaw ternyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia materi Laporan Hasil Pengamatan dan Kunjungan pada Kelas V SD Negeri 1 Jatiharjo Tahun Pelajaran 2018/2019. Peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat dari hasil ketuntasan belajar siswa pada pra siklus, setelah tindakan pembelajaran siklus I dan setelah tindakan siklus II. Yang mana pada saat pra siklus, siswa yang tuntas sebanyak 29 siswa dari 48 siswa atau (60%), setelah tindakan pembelajaran siklus I yang tuntas sebanyak 38 siswa dari 48 siswa atau (79%). Selanjutnya, dari hasil tindakan pembelajaran siklus II semua siswa dapat mencapai ketuntasan belajar atau (100%).

DAFTAR PUSTAKA

Andayani [et. Al], 2007. Pemantapan Kemampuan Profesional. Universitas Terbuka, Jakarta.

Karim, dkk., 1996. Pendidikan Matematika I. Depdikbud, Jakarta.

Kementriandiknas: 2010. Modul BBM Suplemen BERMUTU. Jakarta: Dirjen PMPTK

Prasetyo, 2002. Strategi Belajar Mengajar. Salatiga: Widyasari Press.

Puji Santosa, dkk., 2005. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Suciati, dkk., 2005. Belajar & Pembelajaran 2. Jakarta: Universitas Terbuka..

Supriyono, Agus. 2010. Cooperative Learning, Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yoggyakarta: Pustaka Pelajar.

Wardani, I.G.A.K., dkk., 2004. Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Terbuka, Jakarta.

Widdiharto, Rochadi. 2004. Model-model Pembelajaran Matematika. Yoggyakarta: PPPG.