Peran Veteran Salatiga Pada Pertempuran Palagan Ambarawa
PERAN VETERAN SALATIGA TERHADAP
USAHA MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA (1945-1950)
PADA PERTEMPURAN PALAGAN AMBARAWA
Amanda Widyasari
SMA Kristen Kanaan Jakarta
ABSTRAK
Mencapai kondisi “merdeka yang seutuhnya†bagi bangsa Indonesia tidak semudah membalikkan tangan. Merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 bukan berarti Indonesia bebas dari bangsa lain yang ingin merebut kembali Indonesia. Tahun 1945-1950 adalah masa yang berat bagi Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Banyak pahlawan yang gugur dalam perang yang berlangsung. Tak hanya peran pahlawan nasional, pejuang veteran juga berperan dalam perang-perang tersebut, misalnya pada Pertempuran Palagan Ambarawa. Salatiga juga mempunyai beberapa tokoh veteran yang kurang disorot media dan masyarakat dengan kondisi yang sederhana. Sebagai generasi muda Indonesia warisi semangat juang dan jadikan Indonesia menjadi negara yang disegani dunia.
Kata Kunci: peran veteran, Pertempuran Palagan
Latar Belakang Masalah
Selama kurang lebih 350 tahun dijajah oleh kolonialisme Belanda dan tiga setengah tahun berada di bawah kekuasaan Jepang, Indonesia berjaya dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Merdeka dari para penjajah. Tetapi bukan berarti tugas selesai sampai detik itu. 17 Agustus 1945 bukan merupakan akhir dari perjuangan bangsa Indonesia melainkan awal dari perjuangan berat bangsa Indonesia demi kesejahteraan bangsa dan negara. Indonesia masih diincar oleh Belanda dan Jepang setelah merdeka. Masa-masa dimana Indonesia masih merintis negara baru tetapi Indonesia juga masih harus melawan bangsa lain yang ingin menguasai kembali Indonesia.
Lima tahun pertama Indonesia merdeka masih banyak terjadi perjuangan bangsa Indonesia demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia, baik perjuangan fisik maupun perjuangan diplomasi. Para penjajah terdahulu masih terus berusaha untuk merebut kembali Indonesia. Mulai dari Jepang, Belanda, dan sekutu. Peristiwa-peristiwa penting dalam upaya penegakan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia di antaranya yang merupakan perjuangan bersenjata adalah Pertempuran Lima Hari di Semarang, Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, Pertempuran Ambarawa, Medan Area, Bandung Lautan Api, Perundingan Linggarjati, Agresi Militer Belanda, dan sampai pada akhirnya Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949 sebagai negara serikat.
Peran masyarakat dalam usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia sangat besar. Banyak tentara-tentara dan rakyat yang menjadi korban. Pahlawan adalah nama atau penghargaan yang diberikan kepada mereka yang berjuang saat itu. Di Salatiga meskipun kota kecil ternyata mempunyai peran dalam kemerdekaan Indonesia, misalnya Adi Sucipto, Yos Sudarso dan Brigjen Sudiharto. Tak ketinggalan dengan pejuang-pejuang veteran Salatiga yang ikut berperang. Sayangnya, generasi muda masa kini kurang mengetahui siapa pejuang veteran dari Salatiga setidaknya satu pejuang saja. Di Salatiga mempunyai banyak pahlawan dengan pengalaman unik saat berjuang dulu yang sebaiknya diketahui oleh masyarakat terutama generasi muda agar mereka bisa belajar dari pejuang tersebut.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan
Untuk mengungkapkan dan mengetahui siapa pejuang veteran di Salatiga yang berperan dalam usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia (1945-1950).
b. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dipertimbangkan sebagai:
· Wawasan untuk mengetahui bahwa Salatiga mempunyai pejuang-pejuang veteran pada masa 1945-1950 untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
· Wawasan untuk mengetahui bagaimana kehidupan veteran Salatiga pada masa lalu dan sekarang.
· Memotivasi generasi penerus bangsa untuk menghormati jasa para pahlawan dengan membangun Indonesia menjadi negara yang maju dan disegani oleh dunia.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipakai adalah wawancara. Penulis datang langsung ke tempat kediaman narasumber dan melakukan proses wawancara langsung dengan narasumber. Sehingga karya ilmiah ini merupakan karya ilmiah kualitatif.
Pertempuran Palagan Ambarawa
Veteran Salatiga yang diwawancarai (narasumber) dulu bertugas di sekitar daerah Salatiga khususnya di Ambarawa pada sekitar peristiwa Palagan Ambarawa.
Pertempuran Palagan Ambarawa terjadi karena peristiwa yang dimulai dari insiden di Magelang. Sesudah mendaratnya Brigade Artileri dari Divisi India ke-23, di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945 oleh pihak RI, mereka diperkenankan untuk mengurusi tawanan perang yang berada di penjara Ambarawa dan Magelang. Ternyata mereka diboncengi oleh orang-orang NICA, yang kemudian dipersenjatai para bekas tawanan itu. Pertempuran awal terjadi di desa Jambu dan Ngipik di bawah pimpinan Letkol Sarbini dan Suryosumpeno. Pada tanggal 23 November 1945 berlangsung pertempuran dengan pasukan sekutu yang bertahan di kompleks Gereja dan perkuburan Belanda. Akhirnya pada 15 Desembernpasukan Indonesia berhasil menghalau sekutu ke Semarang. Peristiwa itu dikenal dengan nama “Palagan Ambarawa.â€
Veteran Salatiga
Istilah “veteran†dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 1994 mempunyai pengertian bekas prajurit (pasukan perang, pejuang). Banyak di berbagai daerah yang terdapat veteran-veteran yang berperan dalam kemerdekaan maupun usaha mempertahankan kemerdekaan. Di Salatiga juga mempunyai beberapa veteran yang meskipun usianya sudah sangat tua tapi para pejuang ini masih ingat benar bagaimana pernah berjuang demi Indonesia. Tetapi sekarang dapat ditemui masyarakat yang tidak mengetahui veteran Salatiga dan bahkan mereka dari Salatiga.
Salah seorang veteran yang ada di Salatiga bernama Bapak Tukiman, berusia 83 tahun. Beliau tinggal di daerah Ngawen bersama istrinya di sebuah rumah sederhana. Beliau masih ingat bagaimana dulu dia berperang melawan Belanda dan sekutu di Belanda. Istrinya, Ibu Wagiyem, ikut bercerita mengenai situasi saat suaminya bertugas. Mungkin Bapak Tukiman ini baru sedikit yang mengetahui siapa beliau dan apa perannya dalam usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Beliau tinggal di Ngawen, Kelurahan Mangunsari, Salatiga. Lahir di Salatiga pada tahun 1927 silam. Sekarang beliau tinggal dengan bahagia bersama istrinya, Wagiyem, 76 tahun. Keahlian yang dimiliki adalah sebagai montir mobil. Pangkat terakhirnya adalah Prajurit Dua anggota regu seksi II.
Bapak Tukiman bergabung dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada tahun 1945, saat itu beliau masih berusia 18 tahun, untuk mengahadapi musuh di Semarang-Ambarawa pada tanggal 25 Agustus 1945 sampai 31 Desember 1945 di bawah pimpinan Wahyu Rohadi.
Berlanjut tahun 1946 di bawah pimpinan Wahyu Rohadi berperang melawan Belanda di Pudak Payung, Semarang Selatan pada tanggal 1 Januari 1946 sampai 31 desember 1946. Saat itu BKR berubah menjadi Tentara Rakyat Indonesia (TRI). Masih bergabung dalam TRI, pada 1 Januari 1947 berperang lagi melawan Belanda di Srondol, Semarang Selatan. 27 Agustus 1947 sampai 31 Desember 1947 berperang melawan Belanda yang telah menduduki Ambarawa. Saat itu TRI berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Tahun 1948 di bawah pimpinan Mayor Sutarno, Bapak Tukiman bertugas di Kudus untuk menghadapi Belanda.
Dan untuk yang terakhir kalinya beliau melawan Belanda di Solo pada tahun 1949 di bawah pimpinan Mayor Supardi. 1 Januari 1950 Bapak Tukiman kembali ke masyarakat.
Banyak suka duka yang dialami oleh Bapak Tukiman. Di satu sisi beliau bangga karena sudah berhasil melawan penjajah dan Indonesia menjadi negara yang benar-benar merdeka, bisa mengatur negara sendiri tanpa campur tangan pihak lain. Tapi di satu sisi, jika melihat atau mengingat kembali perjuangan masa lalu, beliau merinding. Kenangan pahit harus bersembunyi di hutan-hutan dan makan apa yang ada bahkan mungkin tidak bergizi. Yang paling sedih adalah saat meninggalkan istri dan anaknya di rumah. Rasa rindu dan khawatir selalu menghantuinya. Tapi beliau menjadi semangat untuk berperang karena tahu istri dan anaknya menunggu di rumah.
Ibu Wagiyem juga tak ketinggalan menceritakan saat ditinggal suami. Khawatir pasti selalu ada apalagi ditinggal perang. Bu Wagiyem takut kalau terjadi apa-apa dengan suaminya. Tapi apa yang bisa diperbuat oleh Bu Wagiyem. Di rumah, hanya bisa berdoa dan memberi dukungan agar suaminya baik-baik saja.
Masa tua ini mereka habiskan bersama-sama dalam sebuh rumah yang sangat sederhana. Anaknya sudah dewasa dan tinggal di luar kota bersama keluarganya sendiri. Meskipun dalam kondisi yang sederhana, Pak Tukiman beserta istri bahagia bisa menghabiskan sisa hidup mereka. Saat itu, kondisi Bu Wagiyem sudah menurun. Beliau tidak bisa banyak bergerak sehingga hanya duduk di kursi saja. Pak Tukiman tetap setia menjaga istrinya.
Apa yang nilai yang dapat ambil sebagai generasi muda penerus bangsa adalah semangat yang dimiliki oleh Pak Tukiman. Beliau tetap berjuang demi negara meskipun harus meninggalkan keluarganya. Kita yang berjiwa muda harus mewarisi semangatnya untuk membangun bangsa agar bangsa Indonesia semakin maju dan menjadi negara yang disegani di dunia. Ini pesan yang disampaikan oleh Pak Tukiman kepada penerus bangsa ini.
Penutup
Kesimpulan
1. Seorang veteran dari Salatiga (Bapak Tukiman) adalah pejuang yang dulu ikut dalam usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia 1945-1950 khususnya pada daerah Ambarawa.
2. Kehidupan Bapak Tukiman sebagai mantan pejuang terbilang sangat sederhana dan kurang diperhatikan oleh pemerintah dan masyarakat sekitar.
Saran
1. Perlu upaya atau usaha pemerintah Salatiga untuk lebih memperhatikan pejuang-pejuang veteran yang tinggal di Salatiga dengan memberikan apresiasi misalnya ikut menghadiri dalam upacara Kemerdekaan RI setiap tanggal 17 Agustus di Lapangan Pancasila sebagai tamu undangan.
2. Selain pemerintah, masyarakat juga bisa memberikan apresiasi dengan memberikan rasa hormat kepada beliau sebagai pejuang Salatiga.
Daftar Pustaka
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. 1984. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: PT. Balai Pustaka.
Kamus Besar