PENDIDIKAN SEKS BAGI REMAJA SEBAGAI PONDASI KEHIDUPAN MENUJU KEDEWASAAN

 

Kingkin Boedi Prasetijo

Guru Biologi di SMP Kristen Kanaan Jakarta

 

ABSTRAK

Minimnya pengetahuan remaja tentang seks membuat mereka mencari tahu melalui banyak cara yang tidak selalu menemukan jawaban yang benar. Akibatnya berbagai perilaku (kebiasaan) menyimpang muncul dalam kehidupan remaja yang menimbulkan kegelisahan masyarakat. Pendidikan seks diperlukan bagi remaja agar mereka mendapatkan pengetahuan yang benar sehingga mereka dapat tumbuh secara normal dan berguna.

Kata Kunci: Pendidikan seks

 

Latar belakang

Sebagai guru Biologi yang mengajar di sekolah menengah pertama membuat penulis harus berhubungan dengan siswa-siswa (remaja) yang sedang dalam masa pertumbuhan secara seksual. Siswa yang belum matang atau bahkan belum tahu apa-apa tentang perkembangan yang sedang terjadi pada diri mereka. Dalam berbagai kesempatan, penulis mencoba ngobrol dengan siswa secara kelompok gender (kelompok siswa laki-laki dan perempuan secara terpisah) mengenai pengetahuan mereka tentang seks. Topik yang kami bahas misalnya tentang menstruasi, mimpi basah, kebiasaan melihat kontek pornografi atau bahkan film porno dan dampaknya terhadap perilaku mereka.

Dari hasil obrolan ringan tersebut penulis menyimpulkan bahwa:

1.     Sebagian besar siswa perempuan memiliki pengetahuan yang sangat minim terhadap perkembangan mereka sendiri. Banyak yang belum mengerti apa itu menstruasi, bahkan banyak yang memiliki pengetahuan yang salah tentang hal tersebut.

2.     Sebaliknya, siswa laki-laki sebagian besar sudah lebih paham dengan perkembangan yang terjadi pada mereka. Kebiasaan mereka melihat film porno atau kontek pornografi membuat mereka memiliki pikiran lebih dewasa dari usianya.

3.     Orang tua sebagai peletak dasar utama bagi pendidikan seks bagi anak, belum melakukan perannya dengan benar.

Kenyataan tersebut membuat penulis ingin membantu membangun pondasi pendidikan seks bagi siswa agar siswa sekolah Kristen Kanaan dapat tumbuh secara normal dan tidak mencari / mendapatkan informasi yang salah tentang seks.

Siswa sekolah menengah pertama memiliki rentang usia 12 – 15 tahun yang masuk dalam kelompok usia remaja. Remaja (pubertas) menurut Sri Rumini dan Siti Sundari dalam buku Perkembangan anak dan remaja (2004: 54) adalah masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa. Siswa pada usia remaja ini berusaha secara total menemukan satu identitas , berupa perwujudan orientasi seksual, yang tercermin dalam hasrat seksual, emosional, romantis dan atraksi kasih sayang kepada anggota jenis kelamin yang sama atau berbeda (Sudarwan Danim, 2010: 85).

“ Berapa banyak di antara anda yang mendapatkan pengajaran seks yang sehat, yang berpusat pada nilai-nilai dari orang tua anda sewaktu anda tumbuh menjadi dewasa?”

Jim Burns (Teaching Your Children Healthy Sexuality)

Pertanyaan tersebut merupakan salah satu pertanyaan yang penulis ajukan kepada siswa, apa yang orang tua mu ajarankan tentang seks? Dan sebagian besar siswa memberi jawaban yang menyiratkan ketidakpedulian orang tua mereka terhadap perkembangan seksual anak-anaknya. Padahal pendidikan seks yang sehat (positif) dan berpusat pada nilai-nilai yang mereka terima dari rumah, semakin jauh dari pergaulan bebas (Jim Burns, 2010: 10).

Pendidikan seks yang diberikan oleh orang tua yang berdasarkan pada nilai-nilai keimanan kepada Tuhan akan menjadi pondasi (dasar) bagi kehidupan anak menuju kedewasaan. Seks bukan hal yang kotor, seks itu indah jika dilihat dari sudut pandang keimanan yang benar.

Pembahasan

Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik (1 Korintus 15: 33), cuplikan nats Alkitab tersebut mengingatkan fenomena pergaulan yang terjadi pada remaja jaman ini. Jaman memang sudah berubah, katanya sekarang jaman now, dimana kebebasan menjadi segala-galanya. Termasuk kebebasan berekspresi secara seksual. Melihat remaja berjalan bergandengan tangan, mengelus atau mencium pipi, berpelukan di depan umum itu biasa. Tidak ada lagi rasa malu. Mereka akan malu kalau seusia mereka belum punya pacar. Di jaman penulis sekolah di SMP, jangankan dipegang, dibilang “ saya suka kamu” saja sudah menjadikan hubungan pertemanan retak. Malu dan marah…

Mengapa remaja jaman sekarang lebih terbuka dalam beraktifitas seksual?

Perkembangan teknologi yang tidak terbendung memberikan kesempatan yang sangat luas bagi setiap orang termasuk remaja untuk mengakses internet tanpa batas. Semua situs dapat diakses tanpa ada syarat khusus tak terkecuali situs-situs porno yang berkeliaran dengan sangat nyaman di internet. Situs tersebut secara konsisten mempengaruh pola pikir dan perilaku remaja yang bisa berdampak pada penyimpangan perilaku yang tidak baik. Remaja cenderung meniru apa yang mereka lihat apalagi jika yang dilihat adalah tokoh-tokoh yang mereka kagumi, seperti bintang film korea atau penyanyi pujaan.

Pengetahuan tentang seks yang diperoleh dengan cara yang salah seperti dari teman pergaulan atau internet tanpa pengawalan dari orang tua dapat mengarahkan anak pada perilaku atau pandangan yang salah tentang seks yang berdampak dalam kehidupan kedewasaan mereka kelak di kemudian hari. Pandangan yang salah tentang seksualitas menyebabkan menurunnya moral dan nilai yang dipegang remaja dan masyarakat sehingga menimbulkan masalah yang sulit diuraikan dalam dunia pendidikan seperti kasus pelecehan seksual, pemerkosaan, hamil diluar nikah dan perdagangan manusia sebagai obyek seksual yang terjadi bahkan dikalangan anak sekolah dasar dan tidak jarang hal itu terjadi di lingkungan sekolah. Miris..tetapi itulah fakta yang ada.

Diperlukan tindakan nyata untuk dapat memperbaiki keadaan memprihatinkan ini secepat mungkin. Pertanyaannya siapa sebenanya yang bertanggungjawab terhadap pendidikan seks anak?

Pendidikan seks yang utama seharusnya menjadi tanggung jawab orang tua sebagai guru utama dan pertama dalam keluarga. Orang tua adalah individu dewasa pertama yang dimiliki oleh anak dan hidup bergaul secara erat dengan ikatan batin yang kuat dengan anak. Hubungan yang baik antara orang tua dan anak akan memberikan kesempatan untuk berbagi dan belajar bersama sehingga terjalin komunikasi yang baik. Seharusnya orang tua mengajarkan kepada anak pengenalan akan seks yang benar secara bertahap dan sistematis. Orang tua tidak boleh malu mengajarkan tentang seks dan jangan mengajarkan istilah seks yang salah dengan alasan memperhalus bahasa yang pada kenyataannya malah menyebabkan kesalahan presepsi terhadap seks itu sendiri. Misalnya orang tua mengajarkan kepada anak istilah “burung” untuk mengatakan penis, atau “ telur” untuk mengatakan testes/ buah pelir. Pengajaran istilah dan pengertian yang salah pada perkembangannya sering menjadi bahan guyonan murahan yang membangun pandangan negatif anak tentang alat kelamin atau seks secara luas.

Kedekatan relasi antara orang tua dengan anak akan memudahkan orang tua mengajarkan dasar-dasar kehidupan seksualitas yang benar. Orang tua perempuan (ibu/ mama) harus dapat menjelaskan dengan benar tentang menstruasi dan bagaimana seorang remaja perempuan seharusnya bersikap jika sudah memasuki masa pubertas. Remaja perempuan harus ditekankan tentang menghargai dirinya sendiri untuk mendapatkan penghargaan dari orang lain. Menghargai tubuhnya sebagai anugerah Tuhan yang harus dijaga secara bertanggung jawab. Menghargai tubuh kita antara lain dengan berpakaian sopan yang tidak mengundang perhatian lawan jenis. Orang tua laki-laki (bapak/ ayah/ papa) harus dapat menjelaskan dengan benar tentang perubahan fisik dan seksual anak laki-lakinya, bagaimana remaja laki-laki belajar menghargai lawan jenisnya. Penghargaan terhadap lawan jenis perlu ditekankan kepada remaja laki-laki, agar kelak kemudian hari mereka bisa menghargai pasangan mereka. Penghargaan yang baik dari orang tua (baca bapak kepada ibu atau sebaliknya), akan memberikan teladan yang baik bagi anak-anaknya.

Pondasi yang diletakkan orang tua tentang seks sebagai sesuatu yang indah, kudus yang diciptakan Allah untuk dasar kehidupan sebuah keluarga (Kejadian 2: 18-25) akan menetapkan standar kehidupan seksualitas yang benar sehingga mereka dapat menghargai diri sendiri. Prinsip kekudusan adalah normal, sehat dan berpusat kepada Tuhan (Jim burns, 2010: 30). Masalahnya, banyak orang tua tidak peduli prinsip kekudusan dalam perkembangan kehidupan seksualitas anak-anaknya. Orang tua jaman sekarang tidak lagi memegang pengajaran seksualitas yang mereka dapatkan dari pendahulu mereka atau mungkin dulu mereka juga tidak mendapatkan pendidikan seksualitas yang benar. Orang tua malah sangat bangga ketika anak gadisnya didekati anak laki-laki bahkan dengan mudahnya memberi kepercayaan kepada mereka untuk melakukan apa pun tanpa pengawasan yang bertanggung jawab. kebebasan pun diberikan orang tua kepada anak dan pasangannya. Jika orang tua tidak lagi peduli siapa yang harus membantu memberikan pondasi itu?  

Sekolah mempunyai kesempatan untuk melakukan pendampingan pengajaran tentang seksualitas kepada remaja melalui pembelajaran formal, diskusi (seminar) atau pembimbingan pastoral. Pembelajaran dapat dilakukan melalui pelajaran IPA atau bimbingan konseling yang harus dilakukan secara berkesinambungan dan terstruktur. Pembinaan yang dilakukan secara berkelompok menurut gender, minat atau pun kesukaan dapat membantu memperbaiki pola berpikir dan perilaku remaja. Pembinaan haruslah dilakukan dengan hati terbuka dan bersahabat, tidak menghakimi akan lebih bisa diterima oleh remaja. Penulis mencoba melakukan pendekatan dengan ngobrol secara santai untuk mendapatkan masukan dan memberi masukan kepada remaja (siswa) tentang kehidupan seksualitas yang benar. Tanggung jawab ini perlu diambil oleh sekolah agar pandangan yang salah tentang seksualitas pada remaja dapat diluruskan.

 Diperlukan kerja sama antara orang tua dan sekolah untuk memperkuat pondasi kehidupan seksualitas anak yang benar sehingga anak dapat tumbuh secara normal dan menghargai seks sebagai anugerah Tuhan yang harus dijaga.

Simpulan

Pendidikan seks pada remaja yang dilakukan orang tua dan sekolah yang diajarkan dengan benar akan membentuk dasar yang baik dalam kedewasaan seksual.

Daftar pustaka:

Sri Rumini dan Siti Sundari. 2004. Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Renika Cipta.

Sudarwan Danim. 2010. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Alfabeta.

Jim Burns. 2010. Teaching Your Children Healthy Sexuality. Jakarta. Visi Anugerah Indonesia