PERBEDAAN EFEKTIVITAS PENERAPAN

MODEL PROBLEM SOLVING BERBANTUAN TEORI POLYA

TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN SOAL CERITA MATEMATIKA KELAS IV SD NEGERI GUGUS KANIGORO SALATIGA

Agus Ari Wibisono,

Yosaphat Haris Nusarastriya

Program Studi PGSD FKIP- Universitas Kristen Satya Wacana

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat hasil belajar kemampuan pemecahan masalah matematika pada kelas 4 SD Negeri Gugus Kanigoro dalam pembelajaran menggunakan model Problem Solving berbantuan teori Polya dengan pembelajaran Konvensional. Subjek Penelitian ini adalah siswa kelas 4A SD Negeri Gendongan 01 sebagai kelompok kontrol, dan kelas 4B SD Negeri Gendongan 01 sebagai kelompok Eksperimen. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari Problem Solving berbantuan teori Polya dan Konvensional sebagai variabel bebas dan kemampuan pemecahan masalah soal cerita matematika sebagai variabel terikat. Pengumpulan data dilakukan menggunakan instrumen pilihan ganda berupa soal cerita dan lembar observasi. Teknik analisis data hasil penelitian ini menggunakan teknik deskriptif dan teknik statistik Independent Sample T-test. Berdasarkan uji Independent Sample T-Test yang telah dilakukan terhadap skor posttest kelompok kontrol dan kelompok eksperimen diperoleh hasil signifikansi/probabilitas 0,000 < 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini dapat dimaknai bahwa terdapat perbedaan rerata antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Perbedaan yang signifikan terlihat dari rerata dua sampel penelitian, dimana rerata skor pada penerapan model pembelajaran Problem Solving berbantuan teori Polya sebesar 82,33, sedangkan pada pembelajaran konvensional sebesar 67,22. Maknanya adalah bahwa perlakuan pembelajaran dengan model Problem Solving berbantuan teori Polya memberikan dampak pada kemampuan pemecahan soal cerita matematika yang lebih tinggi secara signifikan daripada model pembelajaran konvensional.

Kata kunci: Problem Solving, Polya, Pembelajaran Konvensional,Pemecahan Soal Cerita, Bilangan Bulat, Efektifitas.

PENDAHULUAN

Dalam standar isi, mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dalam berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan dalam bekerjasama. Hamzah dan Muhlisarini (2014:49), menjelaskan bahwa “menguasai matematika tidak hanya dilihat dari unitnya saja seperti aritmatika, akan tetapi ada yang lebih luas yaitu menguasai dan terampil menyelesaikan masalah dengan tahapan-tahapan tertentu”. Penguasaan yang dilakukan bukan hanya sekedar siswa dapat mengerjakan soal dengan informasi yang telah diterimanya, namun diharapkan siswa dapat menguasai dan terampil dalam memecahkan masalah-masalah dengan cara mereka sendiri. Jadi belajar bukan hanya sekedar menghafal saja, namun lebih kepada bagaimana siswa dapat memecahkan permasalahan tersebut dengan keratifitas mereka sendiri.

Lebih lanjut, Muhsetyo (2009: 126) berpendapat bahwa pembelajaran matematika adalah proses memberi pengalaman belajar kepada peserta didik melalui berbagai kegiatan yang sudah terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi matematika yang dipelajarinya.

Salah satu kompetensi yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan pemecahan masalah. Soedjadi seperti dikutip dalam Abbas (2000: 2) berpendapat bahwa melalui pembelajaran matematika diharapkan dapat ditumbuhkannya kemampuan yang lebih bermanfaat untuk mengatasi masalah yang akan terjadi di masa mendatang. Kemampuan tersebut salah satunya adalah kemampuan pemecahan masalah. Mendukung pendapat Soedjadi tersebut, Ruseffendi seperti yang dikutip dalam Abbas (2000: 2) menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah sangat penting, tidak hanya bagi mereka yang kelak akan mendalami matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya, baik dalam bidang studi lain maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam proses pembelajaran matematika, upaya untuk melatih dan mengembangkan kemampuan penyelesaian masalah disajikan dengan menggunakan soal cerita. Berdasarkan hasil pengamatan atau obseravasi ditempat pada bulan Oktober tahun 2016 pada saat melaksanakan PPL di kelas IV SD Negeri Gendongan 01 Kecamatan Tingkir Kota Salatiga, masih banyak siswa yang kesulitan dalam memecahkan masalah soal cerita dikarenakan siswa kurang memahami jenis soal ini. siswa mengalami kesulitan memecahkan soal yang tidak terdapat didalam rumus. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh model pembelajaran yang digunakan oleh guru, yaitu metode konvensional dimana guru menyampaikan materi dengan ceramah dan contoh penyelesaian soal kemudian dilanjutkan dengan latihan soal dan penugasan. Penggunaan model konvensional untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah tentu kurang efektif. Karena pembelajaran yang terkait dengan pemecahan masalah seharusnya dirancang sedemikian rupa sehingga mampu merangsang siswa untuk dapat berpikir dan mendorong menggunakan pikirannya secara sadar untuk memecahkan masalah. Salah satu model pembelajaran yang sesuai adalah model pembelajaran Problem Solving.

Ahmad Sabri (2007: 58) berpendapat bahwa metode Problem Solving atau metode pemecahan masalah bukan hanya sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya dimulai dari mencari data sampai kepada menarik kesimpulan. Problem Solving atau pemecahan masalah merupakan rangkaian aktifitas pembelajaran yang menekankan pada suatu proses penyelesaian masalah secara ilmiah. Model pembelajaran Problem Solving ini tidak mengharap siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian untuk meghafal materi pelajaran akan tetapi dengan menggunakan model Problem Solving inilah siswa bisa aktif berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya dapat menyimpulkan. Menurut Tabrani Rusyan (2008:5) kelebihan yang dimiliki oleh Model pembelajaran Problem Solving adalah mampu melatih peserta didik untuk berfikir secara sistematis dan menghubungkannya dengan masalah-masalah lainnya. Menurut Miftahul Huda (2007:204) Langkah-langkah model pembelajaran Problem Solving adalah sebagai berikut: Tahab pertama (Clues), Tahap kedua (Game Plan), Tahap ketiga (Solve), Tahap keempat (reflect)

Salah satu model Problem Solving adalah teori belajar Polya. George Polya dalam bukunya How To Solve It (1973: xvi) memperkenalkan 4 langkah dalam penyelesaian masalah yang disebut heuristik. Heuristik adalah suatu langkah-langkah umum yang memadu pemecahan masalah dalam solusi masalah. 4 langkah tesebut, yaitu: 1) Memahami Masalah, 2) Merencanakan Pemecahan, 3) Melaksanakan rencana, 4) Mengecek atau menguji kembali.

Keampuhan model Problem Solving berbantuan teori Polya telah dibuktikan oleh beberapa peneliti terdahulu. Diantaranya yaitu I Pt Eka Sugiantara, Ni Wyn Arini, I Dw Kade Tastra (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Strategi Pemecahan Masalah Berbasis Teori Polya terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa strategi pemecahan masalah berbasis teori Polya berpengaruh terhadap hasil belajar matematika. Faiz Amali, Komariah, Umar dalam penelitiannya yang berjudul “Perbedaan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa antara Pembelajaran yang Menggunakan Model Creative Problem Solving dengan Konvensional”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model CPS dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model konvensional. Naftali Tahir, Ronaldo Kho, Matius Pai’pinan (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Berbasis Pendekatan Saintifik Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Topik Program Linear di Kelas XI Sma YPPK Asisi Sentani Kabupaten Jayapura Ditinjau Dari Motivasi Belajar”. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa materi program linier dapat diajarkan dengan model pembelajaran problem solving berbasis pendekatan saintifik atau model pembelajaran problem solving saja.

Pemecahan masalah matematika pada siswa kelas IV SD Negeri Gugus Kanigoro salatiga masih tergolong rendah. Padahal hakikat matematika diharapkan siswa dapat menguasai dan terampil dalam memecahkan masalah-masalah dengan cara mereka sendiri. Sehingga model pembelajaran Problem Solving adalah model yang sesuai untuk meningkatkan pemecahan masalah pada mata pelajaran matematika. Karena dalam problem solving pemecahan masalah siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui soal cerita.

Hal yang membedakan dengan penelitian yang sebelumnya adalah penelitian ini menggunakan model Problem Solving berbantuan teori Polya dan variabel yang diteliti adalah kemampuan pemecahan masalah soal cerita. Dengan langkah-langkah teori Polya yaitu: 1) Memahami Masalah, 2) Merencanakan Pemecahan, 3) Melaksanakan rencana, 4) Mengecek atau menguji kembali. Dengan begitu siswa akan lebih mudah dalam memecahkan masalah pada soal cerita.

Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui secara pasti kemampuan pemecahan masalah pada soal cerita Matematika menggunakan model Problem Solving dengan teori belajar Polya lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan hasil pembelajaran menggunakan model Konvensional.

Manfaat teoritis adalah sabagai pendukung teori tentang model pembelajaran Problem Solving dengan teori Polya. Manfaat praktis adalah untuk memberikan panduan berupa data bagi guru untuk memilih model pembelajaran yang paling baik untuk mencapai tujuan pembelajaran.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental jenis Quasi

Experimental atau eksperimen semu. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Posttest-Only Control Desain. Dalam desain ini, akan ada dua kelompok. Kelompok pertama diberi perlakuan (X) dan kelompok kedua tidak diberi perlakuan. Kelompok yang diberi perlakuan disebut Kelompok Eksperimeen dan kelompok yang tidak diberi perlakuan disebut Kelompok Kontrol. Adapun desain penelitian ini dapat digambarkan dengan tabel berikut:

Tabel 1 Posttest-Only Control Desain

Kelompok

Perlakuan

Posttest

Eksperimen

X

O2

Kontol

O4

Sugiyono (2009: 112)

Keterangan:

X = Treatment/perlakuan yang diberikan

O2 = Hasil pengukuran kelompok yang diberikan perlakuan

O4 = Hasil pengukuran kelompok yang tidak diberi perlakuan

Penelitian dilakukan di SD Negeri pada Gugus Kanigoro, Kota Salatiga. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu varibel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Variabel bebas (independent) merupakan variabel yang menjadi sebab terhadap berubahnya variabel terikat (dependent). Pada penelitian ini, variabel bebas (X) adalah penerapan model Problem Solving berbantuan teori Polya dan konvensional, sementara kemampuan pemecahan soal cerita matematika sebagai variabel terikat (Y).

Populasi dalam penelitian ini meliputi seluruh siswa kelas 4 di SD Negeri Gugus Kanigoro. Sampel yang diambil adalah kelompok eksperimen (18 siswa) dan kelompok kontrol (18 siswa) yang berasal dari kelas 4 SDN Gendongan 01.

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik tes dan non tes. Teknik tes berupa tes tertulis dan teknik non tes berupa observasi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar soal cerita matematika berupa pilihan ganda dan lembar obeservasi yang terdiri dari lembar observasi aktivitas guru dan lembar observasi aktivitas siswa dalam menerapkan model pembelajaran Problem Solving berbantuan teori Polya.

Instrumen berupa soal cerita dalam bentuk pilihan ganda sebanyak 10 soal yang telah diuji reliabilitasnya sebesar 0,850. Angka koefisien reliabilitas Alpha ini berada pada kategori reliable. Hasil uji validitas item ke-10 soal tersebut bergerak antara 0,310 sampai dengan 0,729.

Penilaian untuk setiap butir soal tes menggunakan rubrik penilaian kemampuan masalah sebagai berikut:

Tabel 2 Rubrik Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah

No

Kriteria

Respon terhadap soal/masalah

Skor

1

Memahami Masalah

Ada upaya mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan, tetapi masih belum tepat

1

Dapat mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan untuk memperoleh baian dari penyelesaian tetapi masih kurang lengkap

2

Identifikasi unsur lengkap dan benar

3

2

Merencanakan Penyelesaian

Strategi yang dibuat kurang relevan dan mengarah pada jawaban yang salah

1

Strategi yang dibuat sudah tepat

2

3

Menyelesaikan Masalah

Ada penyelesaian tapi masih salah

1

Ada penyelesaian masalah, tetapi masih terdapat kekeliruan dalam perhitungan

2

Penyelesaian masalah sudah tepat

3

4

Melakukan Pengecekan

Kesimpulan yang diberikan tidak tepat

1

Kesimpulan sudah tepat

2

Keterangan:

· Skor = 0, jika tidak ada respon atau jawaban kosong untuk setiap indikator yang dinilai.

· Skor minimal = 0, Skor maksimal = 10 dengan skala 0 s.d 100

· Nilai =

Teknik analisis data hasil penelitian dianalisis dengan teknik deskriptif dan teknik statistik Independent Samples T-Test. Teknik statistik Independent Samples T-Test dilakukan jika memenuhi uji prasyarat: a) uji normalitas, b) uji homogenitas. Independent Samples T-Test dapat digunakan untuk menguji signifikasi perbedaan mean antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Komparasi Hasil Posttest

Tabel Komparasi Hasil Posttest Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen

Pengukuran

Rerata Skor (mean) Kelompok

Ket. Selisih

Kelompok Kontrol

Kelompok Eksperimen

Posttest

67,22

82,33

15,11

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui adanya perbedaan skor rata-rata Posttest kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Perbedaan tersebut dapat diketahui dari selisih skor rata-rata antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Pada hasil Posttest, selisih skor antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen adalah 15,11, dimana rata-rata skor kelompok eksperimen lebih unggul dari rata-rata kelompok kontrol.

Untuk memperjelas komparasi hasil Posttest antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol di atas, maka disajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut.

Hasil Uji Independent Sample-Test

Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui data berasal dari distribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas data dilakukan dengan bantuan uji Kolmogorov-Smirnov, dengan dasar pengambilan keputusan; jika nilai signifikansi/probabilitas < 0,05, maka data berdistribusi tidak normal. Apabila nilai signifikansi/probabilitas>0,05, maka data berdistribusi normal. Berdasarkan hasil uji diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-tailed) uji Kolmogorov-Smirnov Z hasil posttest kelompok eksperimen adalah 0,945. Sedangkan hasil posttest kelompok kontrol adalah 0,318. Bila dirumuskan sebuah hipotesis H0 adalah sebuah sampel yang berasal dari populasi berdistribusi normal dan Ha adalah sampel yang tidak berasal dari populasi berdistribusi normal, maka dapat diputuskan jika probabilitas < nilai a (0,05) H0 ditolak, jika sebaliknya maka H0 diterima. Artinya dapat disimpulkan bahwa persebaran data hasil posttest kelompok kontrol dan kelompok eksperimen tersebut berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Berdasarkan hasil Test of Homogeneity of Variances signifikansi/probabilitas nilai pengukuran akhir menunjukkan angka 0,267. Bila dirumuskan sebuah hipotesis H0 adalah variansi data pada tiap kelompok sama (homogen) dan Ha adalah variansi data pada tiap kelompok tidak sama (tidak homogen), maka dapat diputuskan jika probabilitas < nilai α (0,05) H0 ditolak, jika sebaliknya maka H0 diterima. Oleh karena nilai signifikansi/probabilitas data adalah sebesar 0,267, dimana 0,267 > 0,05 maka H0 diterima. Artinya dapat dikatakan bahwa skor posttest kelompok kontrol dan kelompok eksperimen adalah homogen. Melihat skor signifikansi/probabilitas pengukuran akhir kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, dapat disimpulkan bahwa data skor posttest kelompok kontrol dan kelompok eksperimen memiliki varian data yang homogen atau sama.

Setelah uji normalitas dan homogenitas terpenuhi dilanjutkan uji Independent Samples T-Test. Uji Independent Samples T-Test ini dilakukan untuk menguji signifikansi perbedaan mean antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Berikut hasil uji Independent Samples T-Test.

Independent Samples T-Test

Group Statistics

Kelompok

N

Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

Skor

kelompok eksperimen

18

82.3333

7.42809

1.75082

kelompok kontrol

18

67.2222

10.17815

2.39901

Independent Samples Test

Levene’s Test for Equality of Variances

t-test for Equality of Means

F

Sig.

t

df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower

Upper

Skor

Equal variances assumed

1.274

.267

5.088

34

.000

15.11111

2.96995

9.07544

21.14678

Equal variances not assumed

5.088

31.107

.000

15.11111

2.96995

9.05470

21.16753

Dasar pengambilan keputusan pada uji Independent Samples T-Test adalah jika nilai signifikansi atau Sig. (2-tailed) > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Jika nilai signifikansi atau Sig. (2-tailed) > 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak. Berdasarkan tabel hasil uji Independent Samples T-Test dapat diketahui bahwa Sig. (2-tailed) menunjukkan angka 0,000, dimana 0,000 < 0,05, maka sesuai dengan dasar pengambilan keputusan dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini dapat dimaknai bahwa terdapat perbedaan rerata antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Hasil Uji Hipotesis

Hasil uji hipotesis didasarkan pada hasil uji Independent Samples T-Test skor posttest kelompok kontrol dan eksperimen. Hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini adalah:

1. Ho: μ1 = μ2 artinya kemampuan pemecahan masalah matematika menggunakan model pembelajaran Problem Solving berantuan teori Polya tidak lebih tinggi secara signifikan dibandinkan dengan hasil pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional.

2. Ha: μ1 ≠ μ2 artinya kemampuan pemecahan masalah matematika menggunakan model pembelajaran Problem Solving berantuan teori Polya lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan hasil pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional.

Berdasarkan uji Independent Samples T-Test yang telah dilakukan terhadap nilai posttest kelompok kontrol dan kelompok eksperimen diperoleh hasil signifikansi/probabilitas (2-tailed) 0,000 atau < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika yang signifikan pada siswa kelas IV SDN Gendongan 01 dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional dan Problem Solving berbantuan teori Polya.

Pembahasan Hasil Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah pada soal cerita matematika menggunakan Problem Solving berbantuan teori Polya lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional pada kelas IV SD Negeri Gugus Kanigoro. Hasil uji hipotesis menggunakan teknik Independent Sample T-Test diperoleh probabilitas 0,000. Oleh karena nilai probabilitas lebih kecil dari nilai Alpha (a= 0,05), maka H0 ditolak dan Ha diterima. Berdasarkan nilai probabilitas tersebut, dapat diartikan bahwa kemampuan pemecahan masalah pada soal cerita matematika menggunakan Problem Solving berbantuan teori Polya lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional.

Temuan bahwa kemampuan pemecahan masalah pada soal cerita matematika menggunakan Problem Solving berbantuan teori Polya lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional didukung oleh perbedaan rerata masing-masing kelompok. Rerata skor pada penerapan model pembelajaran Problem Solving berbantuan teori Polya sebesar 82,33, sedangkan rerata skor pada penerapan model konvensional sebesar 67,22. Hal ini membuktikan bahwa Problem Solving berbantuan teori Polya memberikan dampak berbeda dan lebih tinggi daripada model pembelajaran konvensional.

Keampuhan model pembelajaran Problem Solving berbantuan teori Polya memberikan pengaruh yang lebih tinggi terhadap kemampuan pemecahan masalah pada soal cerita matematika dibandingkan dengan mengguakan model pembelajaran konvensional. Seperti yang diungkapkan oleh Tabrani Rusyan (2008: 5) yang berpendapat bahwa pembelajaran dengan model Problem Solving berbantuan teori Polya dianggap unggul untuk mengasah kemampuan pemecahan masalah pada soal cerita matematika karena; pertama, memungkinkan menghubungkan pengajaran dengan kehidupan sehari-hari; kedua, merangsang kemampuan intelektual dan daya pikir peserta didik, karena dalam berfikir menggunakan model Problem Solving mereka melatih membiasakan peserta didik untuk menghadapi dan memecahkan masalah secara cermat; ketiga, mampu melatih peserta didik untuk berfikir secara sistematis dan menghubungkannya dengan masalah-masalah lainnya; keempat, menyorot permasalahan dari berbagai segi.

Keberhasilan penerapan model pembelajaran pembelajaran Problem Solving berbantuan teori Polya sejalan dengan kerangka pikir yang telah disusun pada BAB II. Melalui pembelajaran menggunakan model Problem Solving berbantuan teori Polya pada mata pelajaran Matematika, siswa diharapkan memiliki kemampuan pemecahan masalah pada soal cerita matematika tentang penjumlahan dua bilangan positif, penjumlahan bilangan positif dan bilangan negatif, pengurangan dua bilangan positif, pengurangan bilangan positif dan bilangan negatif, penjumlahan dan pengurangan bilangan positif dan negatif. Proses pembelajaran menggunakan Problem Solving berbantuan teori Polya ini terdiri dari 4 langkah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh I Pt Eka Sugiantara, Ni Wyn Arini, I Dw Kade Tastra (2014), yang dalam penelitiannya menunjukkan bahwa strategi pemecahan masalah berbasis teori Polya berpengaruh terhadap hasil belajar matematika. Lebih lanjut Faiz Amali, Komariah, Umar, dalam penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model CPS dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model konvensional. Demikian pula dengan Naftali Tahir, Ronaldo Kho, Matius Pai’pinan (2015), hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa materi program linier dapat diajarkan dengan model pembelajaran problem solving berbasis pendekatan saintifik atau model pembelajaran problem solving saja.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah pada soal cerita pada pembelajaran Matematika dengan menggunakan model pembelajaran Problem Solving berbantuan teori Polya lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan pembelajaran yang mengguankan model pembelajaran Konvensional. Hal ini didasarkan pada hasil uji hipotesis yang menunjukkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima. Berdasarkan uji Independent Sample T-Test yang telah dilakukan terhadap skor posttest kelompok kontrol dan kelompok eksperimen diperoleh hasil signifikansi/probabilitas 0,000 < 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya terdapat perbedaan hasil belajar Matematika berupa kemampuan pemecahan masalah pada soal cerita yang signifikan pada siswa kelas 4 SD Negeri Gugus Kanigoro dalam pembelajaran menggunakan model Problem Solving berbantuan teori Polya dan Konvensional. Perbedaan hasil belajar berupa kemampuan pemecahan masalah pada soal cerita pada pembelajaran Matematika yang signifikan pada siswa kelas 4 SD Negeri Gugus Kanigoro dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran Problem Solving berbantuan teori Polya dan konvensional didukung oleh rerata dari dua sampel dimana rerata hasil belajar pada penerappan model pembelajaran Problem Solving berbantuan teori Polya sebesar 82,33 sedangkan rerata hasil belajar pada penerappan model pembelajaran Konvensional sebesar 67,22. Maknanya bahwa perbedaan rerata hasil belajar dan signifikansi perlakuan membuktikan bahwa model pembelajaran Problem solving berbantuan teori Polya memberikan dampak berbeda dan lebih tinggi dari pada pembelajaran Konvensional.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, N. 2000. Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction) dalam Pembelajran Matematika SMU. Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo.

Ahmad, Susanto. (2013). Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Aneka Cipta: Jakarta.

Azwar, S., 2011. Sikap dan Perilaku. Dalam: Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. 2nd ed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 3-22.

Hamzah, Ali dan Muhlisarini.2014.perencanaan dan strategi pembelajaran matematika.jakarta:pt raja gravindo persada.

Huda, Miftahul. 2014. Model Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

I Pt Eka Sugiantara, Ni Wyn Arini, I Dw Kade Tastra.2014. Pengaruh Strategi Pemecahan Masalah Berbasis Teori Polya terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V. Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD. 2 (1)

Muhsetyo Gatot, dkk. 2009. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Naftali Tahir, Ronaldo Kho, Matius Pai’pinan.2015. Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Berbasis Pendekatan Saintifik Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Topik Program Linear di Kelas XI Sma YPPK Asisi Sentani Kabupaten Jayapura Ditinjau Dari Motivasi Belajar. Jurnal Ilmiah Matematika dan Pembelajarannya. 1 (2)

Polya, George. 1985. How To Solve It 2nd ed. New Jersey: Princeton
University Press

Rusyan, A. Tabrani dan Wasmin. 2008. Etos Kerja dalam Meningkatkan Produktivitas Kinerja Guru. Jakarta: PT. Inti Media Cipta Nusntara.

Sabri, Ahmad, 2007. Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching. Ciputat; Quantum Teaching.

Sugiyono. 2006. “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D”. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Sugiyono.(2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: ALFABETA.


Â