Perencanaan, Pengembangan dan Evaluasi Pendidikan
PERENCANAAN, PENGEMBANGAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN
Umbu Tagela
Pengajar FKIP-UKSW Salatiga
ABSTRAK
Perencanaan perlu didukung sistem yang lentur/fleksibel agar mampu menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi yang cepat berubah. Bila pengelola pendidikan melakukan kegiatan kependidikan tanpa didahului perencanaan maka tentu tidak dapat ditentukan secara rasional tindakan yang akan dilakukannya dalam orientasi ke masa depan. Oleh karena itu tujuan utama perencanaan pendidikan ialah untuk 1) Menentukan tindakan atau kegiatan yang akan dilakukan yang secara rasional dapat dipertanggung-jawabkan. Artinya kegiatan itu benar-benar didukung oleh data dan berorientasi ke masa depan. 2) Meyakinkan pengelola pendidikan dan masyarakat bahwa apa yang dilakukan tidak serampangan karena didasarkan atas fakta dan melalui pertimbangan yang matang. 3) Menunjukkan kepada publik program yang akan dikerjakan tidak hanya untuk kepentingan siswa tetapi juga untuk masyarakat sekitaran. 4) Mengurangi peluang terjadinya kegiatan kependidikan yang tidak/kurang bermanfaat dalam rangka pencapaian tujuan.Demikian pula pengembangan dan evaluasi pendidikan secara menyeluruh mesti dilakukan secara konprehensif agar tujuan pendidikan tercapai.
Kata Kunci: Perencanaan, pengembangan dan penilaian pendidikan
PENDAHULUAN
Tantangan yang serius bagi sistem pendidikan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah bagaimana menemukan solusi untuk menyiapkan diri dan kemudian mengambil peran yang mangkus (efektif) di dalam arus revolusi ilmu pengetahuan yang telah terjadi. Cara one small step at a time progression tidak lagi dapat ditempuh. Dan yang mesti dilakukan adalah development leap (lompatan katak). Atas dasar itu kita mesti menguasai dan menyikapi perkembangan ilmu dan tehnologi. Saat ini kita sedang berhadapan dengan struktur ekonomi dunia kerja maupun kehidupan sosial yang didominasi oleh komputer dan sibernasi yang manajemennya memerlukan spesialisasi.
Masyarakat industrial dan pasca industrial menuntut kinerja dan responsibility sosial dari pendidikan. Perekonomian masa datang sangat tergantung pada aset utama yaitu ilmu pengetahuan sebagai the premier wealth producing resource. Pada pilahan lain ada trend masyarakat industrial untuk mengembangkan economy of over abundance karena pertimbangan ekonomi dan politik yang pragmatik memiliki banyak implikasi, yang pada akhirnya akan mengancam kelestarian lingkungan hidup, akibat keserakahan akan materi yang tidak mengenal batas, sementara lingkungan dan SDA memiliki keterbatasan. Keserakahan dimaksud mendorong keinginan dan kebutuhan ekonomi, sains dan tehnologi berkembang tanpa peduli pada intervensi norma etik dan konsekuensinya membuat pertumbuhan kekayaan, inovasi tehnologi dan kemajuan ilmu pengetahuan menjadi idola kemakmuran. Atas pijakan yang demikian technocratic materialism menjadi tujuan utama dalam mengejar tingkat kemakmuran dengan profesional advancement sebagai jargonya.
Secara kultural dunia sedang mengalami suatu pergeseran paradigma dari post ideological culture kearah kebudayaan yang berkiblat pada overall plurality. Lembaga pendidikan mempunyai tanggungjawab untuk memerikan (elaboration) perubahan-perubahan itu dan mengembangkan prilaku peserta didiknya untuk berperan secara positif dalam proses transformasi. Dalam tautan yang demikian, Hans Kung (1994) menyebutkan nilai-nilai baru yang lahir karena berubahnya kultur masyarakat, yakni,”(1) ethic-free society kepada suatu ethically responsible society, (2) technocracy ke human technology, (3) an enviromental friendly industry, (4) democracy, which is lived out”.
Era ootonomi daerah telah menggugah para elit politik, birokrat dan tehnokrat daerah untuk secara serius memikirkan keberadaan daerahnya. Salah satu aspek yang menjadi pumpunan adalah aspek pendidikan yang dianggap sebagai institusi penyedia sumber daya manusia berkualitas. Pada zaman ORBA persoalan equality of accsess pendidikan kita belum diikuti oleh equality of survive karena masih tingginya angka drop out. Demikian pula equlity of out put masih berupa keinginan daripada kenyataan. Masalah equality dan equity merupakan masalah laten di negara kita. Persoalan prinsipial yang muncul adalah pemerataan yang bagaimana yang adil bagi semua pihak? Secara material aspek equality telah dicapai, misalnya banyak gedung sekolah, fasilitas belajar, buku-buku tetapi secara kualitas kita belum sampai pada aspek equality dan disisi inilah equity menjadi persoalan yang tak kunjung selesai. Kita baru mampu membuat pemerataan secara fisik material, tapi kita belum mampu membuat pemerataan pelayanan pendidikan yang berkualitas(Barnadib,1988)
Setelah otonomi daerah makin menghablur (kristal), kita baru sadar bahwa SDM yang dihasilkan lewat pendidikan kualitasnya kurang memadai. Kita banyak mencetak Sarjana yang membawa pulang ke daerahnya simbol/gelar kebanggaan semu. Kita kurang memperhatikan pelayanan pendidikan yang berkualitas. Banyak nilai UAN diperjualbelikan. Nilai UAN menjadi simbol kebanggaan sekolah, orang tua, anak didik dan guru. Pendidikan kita telah dihinggapi bentuk perjuangan yang kamulplatif (semu) yang dibungkus rapi dalam selimut gengsi sosial. Kredibilitas guru, sekolah, siswa dan sebagainya hanya dimaknai lewat simbol nilai UAN yang perolehannya kurang jelas. Rasanya lengkaplah carut marut wajah pendidikan kita. Kalau kita masih mengakrabi pola pendidikan model begini, rasa-rasanya kita hanya mampu menjadi tamu di rumah sendiri. Sudah saatnya Pemerintah Daerah mengambil sikap untuk membenahi kualitas pelayanan pendidikan. Setiap daerah dikenal dengan karakteristiknya masing-masing termasuk SDA dan SDM yang terbatas. Kondisi daerah-daerah di Jawa Tengah tidak jauh berbeda. Perbedaannya terletak pada ragam Potensi daerah dan ragam kualitas SDM. Untuk mengatasi persoalan SDM dalam menyongsong Otonomi daerah, mungkin kita perlu belajar pada Singapura, Taiwan atau Korea Selatan. Kualitas SDM di ketiga negara ini cukup baik, walau SDAnya kurang bahkan tidak ada, tapi ketiga negara ini dapat menjadi raksasa ekonomi dunia. Otonomi daerah sulit terlaksana dengan baik, jika pendidikan di daerah kita kurang berorientasi pada kualitas.
Dalam tautan yang demikian, maka sistem pendidikan kita harus mampu mengakomodasi berbagai fenomena empirik, agar bangsa kita tidak ketinggalan dari bangsa lain di dunia.
Atas dasar itu, maka perencanaan pendidikan di daerah mesti diarahkan pada (1) proses belajar yang dirancang dan diarahkan pada pengembangan kapasitas belajar,(2) perlu dilakukan studi tentang perkembangan kognitif anak di daerah agar kurikulum yang disusun sesuai dengan tingkat kognitifnya,(3) proses belajar harus memungkinkan learning how to learn (4) peranan guru adalah membantu, memimpin mendorong dan memberi teladan, bukan lagi sumber tunggal otoritas pengetahuan (5) merancang program sains sedini mungkin mulai dari SD. Para perancang pendidikan di daerah mesti belajar tentang tanggungjawab (learn to take responsibility).
Peranan tradisional guru sebagai sumber tunggal otoritas yang memiliki monopoli embaran (information) dirubah menjadi fasilitator belajar dengan menghadirkan dirinya didalam salingtindak (interaction) pendidikan dengan acuan” tut wuri handayani”. Sayang sekali, dalam penyelenggaraan berbagai program pendidikan sehari-hari, aktualisasi pengalaman belajar yang dihayati oleh peserta didik, masih kurang mencerminkan pergerakan-pergerakan mendasar seperti diutarakan di atas. Secara umum, hampiran (approach) yang digunakan masih lebih menampilkan fungsi sebagai mekanisme penyaringan dan pemilahan, daripada mekanisme pemberian bantuan. Secara tehnis pendidikan masih terselenggarakan sebagai pemberian embaran, yang penguasaannya ditagih melalui tes, ujian yang terutama mempersyaratkan hafalan tentang butir-butir embaran lepas, sehingga nyaris hampa makna. Ujian lebih merupakan tagihan yang memuat tuntutan jangka pendek, dan mengabaikan ketercapaian tujuan-tujuan jangka panjang, seperti kemampuan berpikir kritis, kreatif, kemahirwacaan, hingga kebiasaan bekerja cermat, dan tepat waktu. Pada sisi inilah sebenarnya kita dapat menakar kemaslahatan pendidikan formal
PERENCANAAN PENDIDIKAN
Perencanaan pendidikan diartikan sebagai proses seleksi dari antara berbagai alternatif misi, visi, prosedur, strategi, kebijakan, serta program dalam pengembangan pendidikan guna menjadikan pendidikan lebih efektif, efisien, dan berdaya-guna dalam mengantisipasi/menanggapi tuntutan, kebutuhan, serta pengembangan peserta didik dan masyarakat. Dari definisi ini, terdapat 4 (empat) unsur yang paling penting dalam kegiatan perencanaan pendidikan, yaitu:
- Proses seleksi yang mendasari perencanaan pendidikan. Perencanaan pendidikan tidak merupakan judgemen (pertimbangan) semata-mata tetapi didasari dan melalui prosedur seleksi yang matang dengan menggunakan berbagai instrumen berupa pemikiran, sistematika serta pentelaahan yang akurat dan seksama.
- Proses pengembangan pendidikan dalam artian perencanaan pendidikan merupakan jembatan antara pemahaman pada posisi kita kini dan posisi kita di masa datang yang diharapkan akan lebih baik. Jadi perencanaan pendidikan dilakukan dalam upaya melakukan perubahan ke arah lebih baik sebagai segi dinamis perencanaan pendidikan.
- Prinsip pemberdayaan dalam pendidikan. Perencanaan pendidikan tidak hanya memperhatikan efektivitas dan efisiensi tetapi diperlukannya pemberdayaan semua segi pendidikan.
- Prinsip keseimbangan dalam pendidikan. Perencanaan pendidikan tidak hanya bermaksud menanggapi kebutuhan, tuntutan serta pengembangan peserta didik tetapi juga masyarakat sekitaran.
Perencanaan perlu didukung sistem yang lentur/fleksibel agar mampu menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi yang cepat berubah. Bila pengelola pendidikan melakukan kegiatan kependidikan tanpa didahului perencanaan maka tentu tidak dapat ditentukan secara rasional tindakan yang akan dilakukannya dalam orientasi ke masa depan. Oleh karena itu tujuan utama perencanaan pendidikan ialah untuk 1) Menentukan tindakan atau kegiatan yang akan dilakukan yang secara rasional dapat dipertanggung-jawabkan. Artinya kegiatan itu benar-benar didukung oleh data dan berorientasi ke masa depan. 2) Meyakinkan pengelola pendidikan dan masyarakat bahwa apa yang dilakukan tidak serampangan karena didasarkan atas fakta dan melalui pertimbangan yang matang. 3) Menunjukkan kepada publik program yang akan dikerjakan tidak hanya untuk kepentingan siswa tetapi juga untuk masyarakat sekitaran. 4) Mengurangi peluang terjadinya kegiatan kependidikan yang tidak/kurang bermanfaat dalam rangka pencapaian tujuan.
Di balik manfaat tersebut, kegiatan perencanaan juga mempunyai beberapa kelemahan sebagai berikut:
- Pekerjaan yang tercakup dalam perencanaan dapat berlebihan dibanding dengan kontribusi nyatanya.
- Perencanaan cenderung menunda kegiatan.
- Perencanaan berpeluang terlalu membatasi manajemen untuk berinisiatif dan berinovasi.
- Kadang-kadang hasil yang paling didapatkan oleh penyelesaian situasi individual dan penanganan tiap masalah pada saat masalah tersebut terjadi.
- Ada rencana-rencana yang implementasinya diselenggarakan dengan cara-cara yang tidak konsisten.
Implementasi perencanaan pendidikan memunculkan kelemahan. Meski demikian, bila perencanaan pendidikan disusun selentur mungkin, kelemahan itu dapat dikurangi. Mengingat manfaat perencanaan pendidikan masih jauh lebih banyak daripada kelemahan yang mungkin ditemukan kemudian, betatapun perencanaan pendidikan tetap perlu dilakukan.
Dalam merumuskan kegiatan perencanaan pendidikan, perencana melalui beberapa tahap sebagai berikut.
Tahap Pertama: Menetapkan visi, misi, dan tujuan. Perencanaan dimulai dengan penetapan tentang cita-cita, keinginan, atau kebutuhan lembaga, departemen, atau organisasi kependidikan. Dengan rumusan visi, misi, dan tujuan yang jelas para pengelola akan memanfaatkan sumber daya secara efektif.
Tahap Kedua: Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan sekarang. Setelah merumuskan tujuan yang hendak dicapai, perencana perlu memahami sumber daya yang tersedia, kemudahan yang dapat diperoleh sebagai kekuatan, serta kelemahan sekarang.
Tahap Ketiga: Mengidentifikasi hambatan dan ancaman yang akan dapat dialami sehingga diperlukan prediksi sejauh mana perencana dapat mengatasi hambatan dan mengantisipasi ancaman berdasarkan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Semuanya ini dibutuhkan dalam pengembangan program atau rencana pada tahap berikutnya.
Tahap Keempat: Pengembangan berbagai alternatif program atau rencana, seleksi alternatif program untuk menetapkan program yang dianggap paling memungkinkan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
Sehubungan dengan tahap perencanaan ini, Soenarya (2000) mengemukakan dalam proses perencanaan ada empat kegiatan utama, yaitu:
1) Memformulasikan tujuan. 2) Merumuskan strategi, kebijaksanaan dan perincian rencana untuk mencapai tujuan. 3) Membentuk organisasi untuk melaksanakan keputusan. 4) Membahas hasil dan umpan balik untuk dijadikan bahan penyusunan rencana selanjutnya.
Menurut Ackoff, perencanaan dibedakan atas dua tingkat, yakni perencanaan tingkat strategis mencakup tujuan sedang perencanaan tingkat taktis mencakup alat, sumber dan keorganisasian. Perencanaan yang digunakan di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional dimulai dari kegiatan analisis keadaan kini dan perkiraan keadaan yang akan datang, perumusan tujuan yang akan dicapai, proses analisis dan diagnosis, pengembangan alternatif pemecahan masalah, proses pengambilan keputusan, penentuan kebijakan, penentuan program dan prioritas, perhitungan anggaran, perumusan, penyusunan rincian, melaksanakan, evaluasi dan revisi rencana.
Kedudukan sistem pendidikan tidak lepas dari dinamika kekuatan sosial. Saling hubung dan saling bergantung antar sistem pendidikan dengan berbagai sistem kehidupan lainnya tidak dapat dihindarkan. Dinamika kekuatan sosial yang mengelilingi sistem pendidikan merupakan faktor dinamika yang mempengaruhi dan sekaligus merupakan faktor yang dipengaruhi hasil dan proses pendidikan. Faktor tersebut merupakan kekuatan dinamisator sistem pendidikan, walaupun faktor tersebut pada gradasi tertentu dapat merupakan kendala dalam proses pendidikan. Saling hubung dan saling bergantung faktor lingkungan sistem pendidikan terjadi mulai dari masukan, proses, dan keluaran sistem pendidikan.
Pada tingkat proses belajar mengajar tiap faktor eksternal yang mempengaruhi sistem pendidikan perlu ditelaah secara sistemis, analitis, dan sistematis. Cara penelaahan faktor-faktor eksternal sistem pendidikan dilakukan melalui metode yang memiliki ketiga karakteristik tersebut. Metode tersebut adalah pendekatan sistem. Pendekatan sistem sebagai metode digunakan untuk memecahkan masalah di semua bidang kehidupan, mulai dari tingkat yang paling sederhana sampai pada tingkat yang paling kompleks seperti sistem pendidikan. Sistem pendidikan merupakan sistem yang produktif yang memproses masukan peserta didik menjadi keluaran berupa lulusan sistem pendidikan yang berbeda sikap, pengetahuan, dan keterampilannya ketika memasuki satuan pendidikan. Sebagai sistem yang berproduksi, sistem pendidikan memerlukan pengarahan agar hasil yang dicapai sistem pendidikan sesuai dengan tujuan yang dirumuskan.
Perencanaan pendidikan merupakan proses rasional dalam perumusan kebijaksanaan instrumen dan teknik dalam penentuan prioritas dan bagian integral dari perencanaan pembangunan sosial ekonomi bangsa serta jembatan penghubung antara aspirasi peserta didik, orang tua, masyarakat dan pemerintah dalam mencapai tujuan pendidikan.
Untuk menghubungkan dan menjembatani aspirasi itu, perencanaan pendidikan dilakukan melalui beberapa pendekatan. Terdapat tiga pendekatan yaitu pendekatan berdasarkan permintaan masyarakat terhadap pendidikan, pendekatan berdasarkan kebutuhan tenaga kerja dan pendekatan berdasarkan “nilai baik”.
Ketiga pendekatan tersebut bersifat parsial, cocok pada situasi, kondisi, dan waktu yang berlainan seperti sekarang, situasi di berbagai aspek kehidupan barangkali sudah jauh berbeda karena berbagai sebab telah mengalami perubahan, sudah saatnya ketiga pendekatan itu disempurnakan, dilengkapi atau dimodifikasi dengan cara mengembangkan model pendekatan perencanaan sistem pendidikan yang baru yang lebih bersifat menyeluruh dan terpadu.
Karakteristik model kerangka perencanaan pendidikan berdasarkan pendekatan sistem adalah: 1) Proses perencanaan bersifat terbuka, faktor lingkungan termasuk yang diperhitungkan ditujukan untuk melakukan perubahan internal dan eksternal dan mengarah pada penyesuaian sistem dengan lingkungannya. 2) Kemajuan sistem ditujukan untuk mengadakan perubahan terhadap yang ada dan seharusnya ada. 3) Permasalahan didekati secara normatif dan mengacu ke masa depan. 4) Pemilihan alternatif berada di tingkat pengambilan keputusan. 5) Bersifat futuristik. 6) Bersifat akomodatif. 7) Pemecahan masalah didekati secara sistemik, analitik dan sistematik. 8) Norma penilaian rencana dan keputusan ditelakpuh melalui proses sosialisasi.
Didasarkan pada uraian tersebut, berikut disajikan kerangka dasar model sistem pendidikan, substansi dan aspek-aspek sistem pendidikan, kerangka model perencanaan pendidikan terpadu, model-model perencanaan pendidikan yang meliputi aspek, kuantitatif, kualitatif, levansi efisiensi dan kerangka model perencanaan kuantitatif sistem pendidikan di Indonesia yang sekaligus akan dijadikan contoh penerapannya dalam perencanaan sistem pendidikan di Indonesia.
- Kerangka Dasar Model Sistem: Kerangka dasar model sistem pendidikan terdiri atas masukan berupa calon peserta didik, masukan instrumental, yaitu sumber daya pendidikan, masukan lingkungan meliputi aspek kehidupan bangsa, proses mengubah masukan (peserta didik) menjadi keluaran. Dalam sistem pendidikan, peserta didik diproses melalui proses belajar mengajar yang ditunjang sumber daya pendidikan. Mengingat sistem pendidikan merupakan sistem terbuka yang berada pada lingkungan, masukan dari lingkungan luar sistem pendidikan perlu diperhatikan. Walaupun masukan itu tidak seluruhnya berkait langsung dengan proses sistem pendidikan, namun interaksi, interrelasi, dan dinamika aspek kehidupan di luar lingkungan sistem pendidikan berdampak luas terhadap sistem pendidikan.
- Substansi dan Aspek Perencanaan Sistem Pendidikan: Substansi perencanaan sistem pendidikan meliputi tiga tuntutan atau permintaan terhadap sistem pendidikan, yaitu permintaan masyarakat terhadap pendidikan yang berwujud berapa besar atau jumlah secara kuantitatif (social demand), permintaan agar hasil pendidikan bermutu dan relevan secara proporsional dengan kebutuhan tenaga kerja dan sistem pendidikan dituntut agar dilaksanakan secara efisien yang dapat memberikan “nilai balik” (rate of return) antara sumber daya yang digunakan sistem pendidikan dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh dari hasil pendidikan, baik individu maupun masyarakat. Pangkal tolak, landasan teoretik, dan tuntutan yang diharapkan dari tiap substansi perencanaan sistem pendidikan itu berbeda dengan sifat ketiga substansi terdahulu. Ketiga substansi perencanaan sistem pendidikan itu berkait erat dengan empat aspek sistem pendidikan yang terdiri atas aspek kuantitas, kualitas, relevansi, dan efisiensi. Keempat aspek ini berada di sekeliling ketiga substansi perencanaan di atas.
- Kerangka Model Perencanaan Sistem Pendidikan Terpadu: Didasarkan pada konsep dasar sistem pendidikan, substansi dan aspek perencanaan sistem pendidikan, berikut uraian kerangka model perencanaan sistem pendidikan terpadu. Dalam kerangka Gambar berikut, peserta didik adalah masukan utama yang diproses dalam kaitan dengan tiga aspek perencanaan pendidikan, yaitu kuantitas, relevansi dan mutu pendidikan. Hasil proses sistem pendidikan ditujukan untuk menghasilkan sejumlah lulusan secara proporsional (aspek kuantitatif) dengan kualitas tertentu (aspek kualitas) yang relevan dengan berbagai kebutuhan. Salah satu jembatan penghubung antara kualitas lulusan dengan proporsi kuantitas lulusan adalah kebutuhan tenaga kerja di berbagai sektor formal maupun informal. Proporsi kebutuhan tenaga kerja dijembatani melalui mekanisme elastisitas kesempatan kerja. Dalam proses sistem pendidikan, diperlukan masukan instrumental, berupa sumber daya pendidikan yang mencakup kurikulum/program pengajaran, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, biaya operasional pendidikan dan tenaga non kependidikan. Proses pendidikan ditunjang/dipengaruhi lingkungan fisik dan sosial di luar sistem pendidikan. Lingkungan fisik dan sosial adalah aspek kehidupan bangsa di bidang kependudukan, lingkungan hidup mencakup pemukiman, agama, ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, iptek, globalisasi informasi, sistem administrasi pemerintahan, birokrasi, serta stabilisasi politik dan keamanan.
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
Untuk mengantisipasi deraan arus globalisasi maka pendidikan perlu dikembangkan sesuai Standar Nasional pendidikan (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005), yang adalah kriteria minimal implementasi Sistem Pendidikan Nasional meliputi komponen berikut:
- Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.
- Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
- Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
- Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental serta pendidikan dalam jabatan.
- Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
- Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, propinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
- Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
- Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
Kriteria ini menjadi acuan dasar penyelenggara satuan pendidikan dan sebagai kriteria minimal penyelenggaraan pendidikan. Kriteria penyelenggaraan pendidikan dijadikan pedoman untuk mewujudkan:
1) Pendidikan yang berisi muatan yang seimbang dan holistik. 2) Proses pembelajaran yang demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas dan dialogis. 3) Hasil pendidikan yang bermutu dan terukur. 4).Berkembangnya profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan. 5) Tersedianya sarana dan prasarana belajar yang memungkinkan berkembangnya potensi peserta didik secara optimal. 6) Berkembangnya pengelolaan pendidikan yang memberdayakan satuan pendidikan. 7) Terlaksananya evaluasi, akreditasi dan sertifikasi yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan.
Standar Nasional Pendidikan diharapkan juga dapat memacu pengelola, penyelenggara dan satuan pendidikan agar meningkatkan kinerja dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu. Selain itu, Standar Nasional Pendidikan juga dimaksudkan sebagai perangkat untuk mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional.
Standar Nasional Pendidikan untuk jalur pendidikan nonformal mengatur hal-hal pokok dengan maksud memberi keleluasaan pada tiap satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal yang karakteristiknya tidak terstruktur untuk mengembangkan programnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Penyelenggaraan pendidikan jalur informal yang menjadi kewenangan keluarga dan masyarakat didorong dan diberi keleluasaan dalam mengembangkan program pendidikan sesuai dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, Standar Nasional Pendidikan pada jalur pendidikan informal mengatur pengakuan kompetensi peserta didik saja.
Untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan dilakukan evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi. Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi: Standar Isi, Proses, Kompetensi Lulusan, Pendidik Dan Tenaga Kependidikan, Sarana dan Prasarana, Pengelolaan, Pembiayaan dan Penilaian Pendidikan.
Standar Isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar Isi memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik. Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas Kelompok Mata Pelajaran:
1) Agama dan Akhlak Mulia. 2) Kewarganegaraan dan Kepribadian. 3) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 4) Estetika. 5) Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan.
Kedalaman muatan kurikulum pada tiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi pada tiap tingkat dan/atau semester sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. Kompetensi terdiri atas Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
Kalender pendidikan/kalender akademik mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur. Hari libur dapat berbentuk jeda tengah semester selama-lamanya satu minggu dan jeda antar semester. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, perkembangan fisik dan psikologis peserta didik. Dalam proses pembelajaran pendidik memberi teladan. Tiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar. Pelaksanaan proses pembelajaran harus memperhatikan jumlah maksimal peserta didik per kelas dan beban mengajar maksimal per pendidik, rasio maksimal buku teks pelajaran tiap peserta didik, dan rasio maksimal jumlah peserta didik tiap pendidik. Pelaksanaan proses pembelajaran dilakukan dengan mengembangkan budaya membaca dan menulis.
Penilaian hasil pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai. Teknik penilaian dapat berupa tes tertulis, observasi, tes praktek dan penugasan perseorangan atau kelompok. Untuk mata pelajaran selain kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, teknik penilaian observasi secara individual sekurangnya dilaksanakan satu kali dalam satu semester.
Pengawasan proses pembelajaran meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan. Standar perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Standar kompetensi lulusan meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran/kelompok mata pelajaran dan mata kuliah/kelompok mata kuliah. Kompetensi lulusan untuk mata pelajaran bahasa menekankan pada kemampuan membaca dan menulis yang sesuai dengan jenjang pendidikan. Kompetensi lulusan mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Profesional dan Kompetensi Sosial.
Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/atau sertifikat keahlian tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan. Pendidik pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum Diploma Empat (D-IV) atau Sarjana (S1) latar belakang pendidikan tinggi di bidang Pendidikan Anak Usia Dini, kependidikan lain atau Psikolog; dan sertifikat profesi guru untuk PAUD. Pendidik pada SD memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum Diploma Empat (D-IV) atau Sarjana (S1) latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan SD, kependidikan lain, atau Psikologi dan sertifikat profesi guru untuk SD.
Tiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Selanjutnya tiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat olahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Standar keragaman jenis peralatan laboratorium IPA, laboratorium bahasa, laboratorium komputer, dan peralatan pembelajaran lain pada satuan pendidikan dinyatakan dalam daftar yang berisi jenis minimal peralatan yang harus tersedia. Standar jumlah peralatan dinyatakan dalam rasio minimal jumlah peralatan per peserta didik.
Standar buku perpustakaan dinyatakan dalam jumlah judul dan jenis buku di perpustakaan satuan pendidikan. Tiap jumlah buku teks pelajaran di perpustakaan dinyatakan dalam rasio minimal jumlah buku teks pelajaran untuk set mata pelajaran di perpustakaan satuan pendidikan untuk tiap peserta didik. Kelayakan isi, bahasa, penyajian dan kegrafikaan buku teks pelajaran dinilai BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Standar sumber belajar lainnya untuk tiap satuan pendidikan dinyatakan dalam rasio jumlah sumber belajar terhadap peserta didik sesuai dengan jenis sumber belajar dan karakteristik satuan pendidikan.
Lahan bangunan satuan pendidikan, lahan praktek, lahan prasarana penunjang dan lahan pertamanan untuk menjadikan satuan pendidikan sebagai lingkungan yang secara ekologis nyaman dan sehat. Standar lahan satuan pendidikan dinyatakan dalam rasio luas lahan per peserta didik. Standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan letak lahan satuan pendidikan di dalam klaster satuan pendidikan sejenis dan sejenjang, serta letak lahan satuan pendidikan di dalam klaster satuan pendidikan yang menjadi pengumpan masukan peserta didik. Standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan jarak tempuh maksimal yang dilalui peserta didik untuk menjangkau satuan pendidikan tersebut. Standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan keamanan, kenyamanan dan kesehatan lingkungan. Standar rasio luas ruang kelas per peserta didik dirumuskan BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Standar kualitas bangunan minimal pada satuan pendidikan dasar dan menengah adalah kelas B. Pada daerah rawan gempa bumi atau tanahnya labil, bangunan harus memenuhi ketentuan standar bangunan tahan gempa. Standar kualitas bangunan mengacu pada ketetapan menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum. Satuan pendidikan yang memiliki peserta didik, pendidik, dan/atau tenaga kependidikan yang memerlukan layanan khusus wajib menyediakan akses ke sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kriteria penyediaan akses sarana dan prasarana dikembangkan BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan menjadi tanggungjawab satuan pendidikan yang bersangkutan. Pemeliharaan dilakukan secara berkala dan berkesinambungan dengan memperhatikan masa pakai. Pengaturan masa pakai ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan dan akuntabilitas.
PENILAIAN PENDIDIKAN
Penilaian pendidikan dilakukan melalui pengawasan satuan pendidikan meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan. Pemantauan dilakukan oleh pimpinan satuan pendidikan dan komite sekolah atau bentuk lain dari lembaga perwakilan pihak yang berkepentingan secara teratur dan berkesinambungan untuk menilai efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas satuan pendidikan. Supervisi yang meliputi supervisi manajerial dan akademik dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh pengawas atau penilik satuan pendidikan dan kepala satuan pendidikan. Pelaporan dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan dan pengawas atau penilik satuan pendidikan.
Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, laporan pendidik ditujukan kepada pimpinan satuan pendidikan dan orang tua/wali peserta didik, berisi hasil evaluasi dan penilaian dilakukan sekurangnya tiap akhir semester. Laporan oleh tenaga kependidikan ditujukan kepada pimpinan satuan pendidikan, berisi pelaksanaan teknis dari tugas tiap dan dilakukan sekurangnya tiap akhir semester. Untuk pendidikan dasar dan menengah, laporan oleh pimpinan satuan pendidikan ditujukan kepada komite sekolah dan pihak-pihak lain yang berkepentingan, yang berisi hasil evaluasi dan dilakukan sekurangnya tiap akhir semester. Untuk pendidikan dasar, menengah, dan non formal laporan oleh pengawas atau penilik satuan pendidikan ditujukan kepada Bupati/Walikota melalui Dinas Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan dan satuan pendidikan yang bersangkutan. Untuk pendidikan dasar dan menengah keagamaan, laporan oleh pengawas satuan pendidikan ditujukan kepada Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota dan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pemerintah Daerah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program: 1) Wajib belajar.
2) Peningkatan Angka Partisipasi Pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah. 3) Penuntasan Pemberantasan Buta Aksara. 4) Penjaminan mutu pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat. 5) Peningkatan status guru sebagai profesi. 6) Akreditasi pendidikan. 7) Peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat. 8) Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan.
Pemerintah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan Program Wajib Belajar, peningkatan Angka Partisipasi Pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah dan tinggi; penuntasan Pemberantasan Buta Aksara, penjaminan mutu pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah dan masyarakat, peningkatan status guru sebagai profesi, peningkatan mutu dosen, standarisasi pendidikan, akreditasi pendidikan, peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan lokal, nasional, dan global, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan dan Penjaminan mutu pendidikan nasional. Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan sekurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.
Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan SDM dan modal kerja tetap. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang dikeluarkan peserta didik untuk mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Biaya operasi satuan pendidikan meliputi gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, bahan/peralatan pendidikan habis pakai dan biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak dan asuransi. Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasar usulan BSNP.
Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: Penilaian hasil belajar oleh pendidik, penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dan penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester dan ulangan kenaikan kelas. Penilaian digunakan untuk menilai pencapaian kompetensi peserta didik, bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar dan memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik serta ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.
Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi diukur melalui ulangan, penugasan dan/atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran estetika dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan ekspresi psikomotorik peserta didik. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan psikomotorik dan afeksi peserta didik dan ulangan dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik. Untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah BSNP menerbitkan panduan penilaian untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, kelompok mata pelajaran estetika dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran. Penilaian hasil belajar untuk semua mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan merupakan penilaian akhir untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Penilaian akhir mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik. Penilaian hasil belajar untuk semua mata pelajaran pada kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui ujian sekolah untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
Penilaian hasil belajar bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional. Ujian nasional dilakukan secara obyektif, berkeadilan dan akuntabel. Ujian nasional diadakan sekurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya dua kali dalam satu tahun pelajaran.
Pemerintah menugaskan BSNP untuk menyelenggarakan ujian nasional yang diikuti peserta didik pada tiap satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar dan menengah dan jalur nonformal kesetaraan. Dalam penyelenggaraan ujian nasional BSNP bekerja sama dengan instansi terkait di lingkungan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan satuan pendidikan. Ketentuan ujian nasional diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk: 1) Pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan. 2) Dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya. 3) Penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan. 4) Pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Tiap peserta didik jalur formal pendidikan dasar dan menengah dan pendidikan jalur nonformal kesetaraan berhak mengikuti ujian nasional dan berhak mengulanginya sepanjang belum dinyatakan lulus dari satuan pendidikan. Tiap peserta didik wajib mengikuti satu kali ujian nasional tanpa dipungut biaya. Peserta didik pendidikan informal dapat mengikuti ujian nasional setelah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh BSNP. Peserta ujian nasional memperoleh surat keterangan hasil ujian nasional yang diterbitkan oleh satuan pendidikan penyelenggara Ujian Nasional. Di SD, Ujian Nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika dan IPA.
Kriteria kelulusan ujian nasional dikembangkan BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah: 1) Menyelesaikan seluruh program pembelajaran. 2) Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh kelompok mata pelajaran: agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, estetika dan jasmani, olah raga dan kesehatan. 3) Lulus ujian sekolah untuk ilmu pengetahuan dan teknologi.
4) Lulus Ujian Nasional.
Kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan ditetapkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan kriteria yang dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
KESIMPULAN
Perencanaan perlu didukung sistem yang lentur/fleksibel agar mampu menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi yang cepat berubah. Bila pengelola pendidikan melakukan kegiatan kependidikan tanpa didahului perencanaan maka tentu tidak dapat ditentukan secara rasional tindakan yang akan dilakukannya dalam orientasi ke masa depan. Oleh karena itu tujuan utama perencanaan pendidikan ialah untuk 1) Menentukan tindakan atau kegiatan yang akan dilakukan yang secara rasional dapat dipertanggung-jawabkan. Artinya kegiatan itu benar-benar didukung oleh data dan berorientasi ke masa depan. 2) Meyakinkan pengelola pendidikan dan masyarakat bahwa apa yang dilakukan tidak serampangan karena didasarkan atas fakta dan melalui pertimbangan yang matang. 3) Menunjukkan kepada publik program yang akan dikerjakan tidak hanya untuk kepentingan siswa tetapi juga untuk masyarakat sekitaran. 4) Mengurangi peluang terjadinya kegiatan kependidikan yang tidak/kurang bermanfaat dalam rangka pencapaian tujuan.
Demikian pula dalam pengembangan, maka kriteria ini menjadi acuan dasar penyelenggara satuan pendidikan dan sebagai kriteria minimal penyelenggaraan pendidikan. Kriteria penyelenggaraan pendidikan dijadikan pedoman untuk mewujudkan: 1) Pendidikan yang berisi muatan yang seimbang dan holistik. 2) Proses pembelajaran yang demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas dan dialogis. 3) Hasil pendidikan yang bermutu dan terukur. 4).Berkembangnya profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan. 5) Tersedianya sarana dan prasarana belajar yang memungkinkan berkembangnya potensi peserta didik secara optimal. 6) Berkembangnya pengelolaan pendidikan yang memberdayakan satuan pendidikan. 7) Terlaksananya evaluasi, akreditasi dan sertifikasi yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan.
Penilaian pendidikan dilakukan melalui pengawasan satuan pendidikan meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan. Pemantauan dilakukan oleh pimpinan satuan pendidikan dan komite sekolah atau bentuk lain dari lembaga perwakilan pihak yang berkepentingan secara teratur dan berkesinambungan untuk menilai efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas satuan pendidikan. Supervisi yang meliputi supervisi manajerial dan akademik dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh pengawas atau penilik satuan pendidikan dan kepala satuan pendidikan. Pelaporan dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan dan pengawas atau penilik satuan pendidikan
KEPUSTAKAAN
Ackoff, james, 1972, Publick Policy Making<New York; Holt, Reinhart and Wilston
Barnadib.Imam, 1988, Kearah Perspektif Baru Pendidikan, Jakarta, Depdikbud
Bangkhart, Frank W, Trull, Albert. Jr, 1973, Educational Planning, The Macmillan Company, New York ;
Chesswas, J. D ; 1969, Metodologies Of Educational Planning For Developing Countries, Unesco, Paris
Djamaluddin, M. Arief, 1982, Sistem Perencanaan, Pembuatan Program dan Anggaran, Jakarta: Ghalia Indonesia ;
- C. Ruscoe, 1982, Kondisi Untuk Keberhasilan Perencanaan Pendidikan (terjemahan Ny. U. S. Hardjolukito), Bhatara Karya Aksara, Jakarta ;
- Mohamad Fabry Gaffor, 1987, Perencanaan Pendidikan Teori Dan Metodologi, Proyek Pengembangan LPTK Depdikbud, Jakarta
Kung, Hans, 1994, Global Responsibility, In search of a new world Ethic, New York, The crossroad Publishers.
Naisbit J & Aburdane P, 1990, Megatrends 2000, New York, William Morrow and CO,Inc.
Padilla,C.R, 1987, Christian higher Education in Kingdom Perspective, dalam Critique and challenge of Christian Higher Education.III.Kok, Kampen Netherlands.
Toffler.A, 1990, Powership Knowledge, Wealth and Violence the edge of the 2 ist century,New York, Bantam Books.
Toisuta, Willi, 1989, Pendidikan Guru Abad XXI. Makalah tidak diterbitkan.
——————, 1995, Dimensi-Dimensi Perencanaan Pendidikan Dalam Era Globalisasi. Dalam Bulletin LPPPK Sinode.No.16, Februari.
Umbu Tagela, 2000a Investasi SDM Melalui Pendidikan Model Rate Of Return. Dalam Majalah Dian ekonomi.Vol.VI.No.1, Maret.
——————-, 2000b, Mengantisipasi Otonomi Daerah. Dalam Majalah Kritis. Vol.XII.No.3. Maret.
Siagian.Sondang, 1978, Filsafat Administrasi, Jakarta, Gunung Agung.
Soewadji.L, 1987, Kepala Sekolah Tugas dan Tanggung Jawab, Semarang, Satya Wacana Press.
Glueck, 1980, Strategyk Planning, New Jersey, Engiwood Cliffs.
Lembaga Administrasi Negara, 1999, Pengembangan Kegiatan dan Indikator Kinerja, Jakarta, LAN.
Soedijarto, 1993, Memantapkan sistem Pendidikan Nasional, Gramedia, Jakarta ;
Surachmad Winarno, 1999, Sistem Pendidikan Harus dirombak, Kompas, 24 Mei 1999
- Raka Joni, 1991, Potret Pendidikan Masa Kini dan Prospek Masa Mendatang (Ceramah Hari Pendidikan Nasional, FKIP UKSW Salatiga, 7 Mei 1991).