PERHITUNGAN SELAMATAN

ORANG MENINGGAL DUNIA

MULAI SATU HARI SAMPAI SERIBU HARI

(ADAT KEBUDAYAAN JAWA)

Soewarso

Dosen Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

ABSTRAK

Bangsa Jawa mempunyai adat kebudayaan tentang selamatan (kenduri = Jawa) orang meninggal dunia mulai meninggalnya satu hari (nyurtanah = Jawa) sampai seribu hari (nyewu dina= Jawa) meninggalnya. Adat kebudayaan ini sudah hampir punah, karena generasi muda bangsa Jawa sudah tidak mengerti lagi. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh globaliasi yang semakin tajam yang mampu mendesak melemahnya adat kebudayaan Jawa. Generasi muda beranggapan kalau menggunakan adat Jawa berarti tidak gaul (modern). Generasi muda sudah kurang memahami adat Jawa apa lagi perhitungan selamatan orang meninggal dunia sama sekali sudah tidak tahu. Untuk mempermudah pemahaman, maka disini diuraikan perhitungan selamatan orang meninggal dunia mulai satu hari sampai seribu hari. Dan untuk mempermudah ingatan perhitungan selamatan, maka perhitungan selamatan mulai satu hari sampai seribu harinya dikemas dalam bentuk tembang Sinom (mocopat)

Kata Kunci :              adat kebudayaan, perhitungan selamatan bangsa Jawa

PENDAHULUAN

Kebudayaan Jawa beraneka ragam jenisnya baik berupa seni tari, seni lukis, seni pahat, seni macapat maupun adat kebiasaan. Tetapi pada masas era globalisasi atau era kesejagadan (Widiarto Tri, 2006: vi) ini generasi muda bangsa Jawa kebanyakan kurang memahami adat kebudayaan Jawa. Kebudayaan berarti keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya (Koentjara ningrat, 1985: 3) Sedangkan adat adalah wujud ideal dari kebudayaan, secara lengkap wujud itu dapat kita sebut adat tata kelakuan, karena adat berfungsi sebagai pengatur kelakuan (Koentjaroningrat, 1985: 11)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa adat adalah bagian ideal dari kebudayaan. Perkembangan informasi dan komunikasi pada era kesejagadan menyebabkan dunia semakin sempit. Cakupannya, bahkan batas – batas budaya Negara akan menghilang. Hal ini akan menimbulkan dampak negatif, bahwa bangsa Jawa akan kehilangan identitas diri karena mengejar globalisasi.

Dalam era globalisasi ini nampaknya ada kecenderungan masyarakat mulai meninggalkan hal – hal yang berbau tradisional dan mengejar hal – hal yang dianggap modern tanpa mengkaji lebih lanjut dampak yang ditimbulkan (Soewarso, 2011: 31) Tradiional yang dimaksud disini adalah perhitungan selamatan orang meninggal dunia muali satu hari (nyur tanah bahasa Jawa) sampai seribu hari.

Dengan mengikuti perkembangan informasi dan komuni-kasi yang ditayangkan dalam media masa berpengaruh besar bagi generasi muda. Mereka menganggap menggunakan bahasa Jawa (adat) sudah ketinggalan jaman, kurang modern atau kurang gaul (Jaya Baya, 2007: 14).

Pengaruh informasi dan komunikasi mengakibatkan ge-nerasi muda mengalami kemerosotan moral. Moral adalah menyangkut apa yang seharusnya atau yang tidak seharusnya dilakukan dalam situasi tertentu apa yang benar dan apa yang salah dalam sebuah tindakan, apa yang baik dan apa yang buruk pada individu yang terlibat di dalamnya (Astiyanto, Heny, 206:2) Rupa – rupaya generasi muda bangsa Jawa sekarang ini tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Mereka beranggapan adat yang tidak sesuai dengan perkem-bangan jaman di anggap buruk. Hal ini membuktikan bahwa mereka sudah kehilangan jati diri (kepribadian) sebagai bangasa Jawa. Kemerosotan jati diri ini karena orang tua atau generasi penduduk kita kurang mensosialisasikan tentang adat tata kelakuan yang berfungsi sebagai pengatur kelakuan kepada generasi muda.

Agar generasi muda bangsa Jawa tidak kehilangan identitas, maka di dalam uraian berikut akan dibahas tentang perhitungan selamatan orang meninggal dunia mulai satu hari sampai seribu hari, penerapan selamatan orang meninggal dunia dan tembang macapat untuk mempermudah perhitungan selamatan orang meninggal dunia.

PERHITUNGAN SELAMATAN ORANG MENINGGAL DUNIA MULAI SATU HARI SAMPAI SERIBU HARI

Di dalam adat kebudayaan Jawa ada adat perhitungan selamatan orang meninggal dunia mulai satu hari (nyur tanah dalam bahasa Jawa) sampai dengan seribu harinya. Tetapi di dalam era globalisasi ini banyak bangsa Jawa, khususnya generasi muda kurang memahami tradisi selamatan orang meninggal dunia ini Kenyataan ini akan mengurangi nilai kepribadian bangsa Jawa seolah – olah adat ini sudah hilang, apa lagi di daerah perkotaan orang Jawa sudah tidak mengenal lagi.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas penulis akan mengungkap Perhitungan selamatan orang meninggal dunia mulai satu hari (nyurtanah dalam bahasa Jawa) sampai dengan seribu harinya”, supaya dapat dipahami dan dilestarikan oleh generasi muda bangsa Jawa. Kejelasan perhitungan selamatannya sebagai berikut:

  1. Selamatan satu hari (nyurtanah = Jawa) tepat pada hari meninggalnya. Perhitungan selamatannya satu – satu (1/1) tepat pada hari meninggalnya, harinya nomor satu pasaran (Pahing, Pon, Wage, Kliwon, Legi) nomor satu.
  2. Selamatan tiga harinya (nelung dino = Jawa) perhitungan selamatannya tiga – tiga (3/3) artinya harinya nomor tiga dan pasarannya nomor tiga
  3. Selamatan tujuh harinya (pitung dino = Jawa) perhitungan selamatannya tujuh – dua (7/2) artinya harinya nomor tujuh dan pasarannya nomor dua
  4. Selamatan empat puluh harinya (matang puluh = Jawa) perhitungan selamatannya lima – lima (5/5) artinya harinya nomor lima dan pasarannya nomor lima
  5. Selamatan seratus harinya (nyatus dino = Jawa) perhitungan selamatannya dua – lima (2/5) artinya selamatannya harinya jatuh nomor dua pasarannya jatuh nomor lima
  6. Selamatan satu tahunnya (mendhak pisan = Jawa) perhitungan selamatannya empat – empat (4/4) artinya selamatannya harinya jatuh nomor empat dan pasarannya juga jatuh nomor empat
  7. Selamatan dua tahunnya (mendak pindho = Jawa) perhitungan selamatannya biasanya jatuh tepat pada hari meninggal dunianya, pasarannya dan bulannya.
  8. Selamatan seribu harinya (nyewu dino = Jawa) perhitungan selamatannya bulannya mundur dua bulan dari bulan meninggalnya, harinya nomor enam dan pasarannya nomor lima (nem sarma siduro = Jawa dinane nomor 6 pasaran nomor 5, sasine mundur loro (Soemodidjo jo, 1980 ; 231)

PENERAPAN SELAMATAN ORANG MENINGGAL DUNIA

Menurut adat kebudayaan/tradisi bangsa Jawa selamatan orang meninggal dunia dilakukan mulai meningalnya satu hari (nyur tanah = Jawa) sampai dengan meninggalnya sudah seribu hari (nyewu dino = Jawa) bahkan orang yang mampu setiap delapan tahun diperingati (dikoli = Jawa).

Sebagai contoh penerapan selamatan orang meninggal dunia, misalnya orang bernama Sasmito meninggal hari Rabu Pahing, bulan Sawal, selamatan dan perlengkapannya (uba rampene Jawa) sebagai berikut:

  1. Selamatan satu harinya (nyur tanah = Jawa) Sasmito tepat hari meninggalnya satu – satu (1/1) Rebo Pahing, perlengkapan (uborampe = Jawa) yang harus disiapkan.

1) Tumpeng Rasul/tumpeng agung

Tumpeng ini dibuat dari beras kurang lebih 8 kg beras dimasak diberi rempah – rempah kelapa diparut (santan) dan garam. Kalau sudah masak dibentuk tumpeng besar, lauk pauknya adalah satu ingkung ayam, sayur sambel goring, krupuk merah sepiring, mentho sepiring, rempeyek sepiring, tempe goring sepiring dan lalapan berupa bawang merah, kul, cabe merah, mentimun, kedelai hitam, rambak dsb. Dilengkapi juga dengan bunga setaman (Kembang setaman = Jawa) satu gelas maksudnya tumpeng rasul untuk mendoakan Nabi Muhammad SAW supaya diterima disisi Allah, diampuni segala dosanya. Bunga setaman untuk caos dahar (mendoakan) Ibu Siti Fatimah yang dimakamkan di Mekah, supaya arwahnya diterima disisi Allah dan diampuni segala dosanya.

2) Ambengan asahan lauk pauknya seperti nomor satu hanya tidak memakai ingkung ayam, bunga setaman dan lalapan. Tujuannya supaya orang yang mening-gal dunia dengan sah diterima Allah berada disurga.

3) Tumpeng pungkur, caranya membuat tumpeng satu dibelah jadi dua selanjutnya disusun jadi satu lagi dalam bentuk berungkur – ungkuran. Lauk pauknya seperti nomor dua tetapi ditambah panggang ikan ayam. Tujuannya bahwa orang yang meninggalkan dunia sudah ikhlas meninggalkan alam di dunia dan mulai hidup diakhirat diterima oleh Allah dan dimaafkan segala kesalahannya.

4) Ambengan golong jumlahnya ada 14 butir (pitung jodho = Jawa) lauk pauknya seperti nomor dua diatas. Tujuannya antara lain:

(1) Memohon kepada Gusti Allah supaya orang yang meninggal dunia diberi ampunan oleh Allah dan diterima hidup di surga

(2) Memohon kepada Kanjeng Nabi Adam dan Ibu Hawa supaya keluarga yang ditinggalkan di doakan selalu selamat bahagia

(3) Memohon kepada Kyai Danyang dan Nyai Da-nyang dikampungnya bisa membantu kesela-matan keluarga yang ditinggal meninggal dunia

(4) Memohon kepada Gusti Allah supaya keluarga yang ditinggal meninggal dunia selalu selamat bahagia

(5) Memohon kepada Gusti Allah supaya harta benda keluarga yang ditinggal meninggal dunia selalu selamat tidak ada gangguan dari orang jahat

5) Ambengan nasi janah, jumlahnya lima piring, tujuannya…

(1) Untuk menjelaskan (janahe = Jawa) bahwa orang yang meninggal dunia sudah ikhlas meninggalkan alam dunia dan mulai hidup baru di alam akhirat

(2) Untuk menjelaskan (janahe = Jawa) bahwa orang yang membuatkan ling lahat (kubur) selalu selamat tidak ada gangguan sesuatupun berkat rahmat dari Allah

(3) Untuk menjelaskan (janahe = Jawa) saudaranya yang lima (sedulur papat kelima pancer = Jawa) orang yang meninggal dunia tadi dapat bersama – sama menemani hidup diakhirat/surga.

6) Tumpeng sayuran (tumpeng janganan = Jawa) tujuannya supaya keluarga yang ditinggal meninggal dunia selalu diberi keselamatan oleh Gusti Allah.

7) Ambengan jajanan pasar (tukon pasar) yang berupa pisang dua sisir (setangkep = Jawa) yang dilengkapi dengan bermacam – macam makanan yang dibeli dipasar (jajanan pasar = Jawa) Tujuannya untuk menyelamati (nylameti = Jawa) hari yang jumlahnya tujuh (Senin Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, Sabtu dan Minggu) dan pasaran yang jumlahnya lima (Pon, Wage, Kliwon, Legi, Pahing), supaya keluarga yang ditinggalkan meninggal dunia kalau pergi kemana – mana selalu selamat berkat rohmat Gusti Allah.

8) Jenang merah dan putih (abang putih = Jawa) yang berupa bubur dari beras yang diberi warna merah satu piring dan bubur yang warna putih satu piring Tujuannya untuk mendoakan roh dari sang ibu (lambangnya bubur merah/dan ruh dari ayah (lambangnya bubur putih) dari keluarga yang ditinggal meninggal dunia tetap selamat bahagia (wawan cara pribadi dengan tokoh masyarakat Cipto Sumarto tanggal 10 Oktober 2013 dan Sukarno tanggal 15 Oktober 2013

  1. Selamatan 3 harinya orang yang meninggal dunia Sasmito hari Rabu, Pahing. Perhitungan harinya nomor 3 yaitu Jum’at dan pasaran nomor 3 yaitu Pahing, Pon, Wa-ge. Jadi tiga harinya selamatannya Jatuh hari Jum’at Wage, perlengkapan selamatannya seperti: tumpeng Ra-sul, ambengan asahan, golong, apem, jajanan pasar, tumpeng janganan, jenang merah dan putih lauk pauknya adalah ingkung ayam, bermacam – macam gorengan, sayur sambel goreng.
  2. Selamatan tujuh harinya (pitung dinan = Jawa)

Orang yang meninggal dunia (Sasmito) hari Rabu, Pahing. Perhitungan harinya nomor tujuh yaitu Rabu,, Kamis, Jum’at, Sabtu, Minggu, Senin, Selasa, pasarannya nomor dua yaitu Pahing, Pon. Jadi selamatannya tujuh harinya jatuh pada hari Selasa Pon perlengkapan selamatannya seperti selamatan tiga hari.

  1. Selamatan empat puluh harinya Sasmito yang meninggal dunia hari Rabu, Pahing perhitungan harinya nomor lima, yaitu Rabu,, Kamis, Jum’at Sabtu, Minggu, pasarannya nomor lima yaitu Pahing, Pon, Wage, Kliwon, Legi, jadi selamatan empat puluh harinya jatuh pada hari , perlengkapan selamatannya seperti selamatan tiga harinya.
  2. Selamatan seratus harinya (nyatus) Sasmito yang meninggal dunia hari Rabu, Pahing perhitungan harinya nomor dua, yaitu Rabu, Kamis, perhitungan pasarannya nomor lima yaitu Pahing, Pon, Wage, Kliwon, Legi jadi selamatan seratus harinya jatuh pada hari Kamis Legi, perlengkapan selamatannya seperti selamatan tiga harinya.
  3. Selamatan satu tahun (mendak pisan = Jawa) Sasmito yang meninggal dunia hari Rabu, Pahing, perhitungan harinya nomor empat yaitu Rabu,, Kamis, Jum’at, Sabtu, pasarannya nomor empat, yaitu Pahing, Pon, Wage, Kliwon, jadi selamatan satu tahunnya jatuh hari Sabtu Kliwon, perlengkapan selamatannya seperti selamatan tiga harinya.
  4. Selamatan dua tahun (mendak pindo = Jawa) Sasmito yang meninggal dunia Rabu Pahing bulan Sawal, biasanya dijatuhkan pada hari dan bulan Sasmito meninggal dunia. Jadi selamatannya dua tahunnya jatuh pada hari Rabu, Pahing bulan Sawal. Perlengkapan selamatannya seperti selamatan tiga harinya.
  5. Selamatan seribu hari (nyewu = Jawa) Sasmito yang meninggal dunia Rabu, Pahing bulan Sawal perhitungan bulannya mundur dua bulan dari meninggalnya, harinya nomor enam pasarannya nomor lima (nem sarmo siduro= Jawa) bulannya mundur dua bulan berarti dari Sawal, Puasa, Ruwah hari nomor enam, yaitu Rabu, Kamis, Jum’at Sabtu, Minggu, Senin pasarannya nomor lima yaitu, Pahing, Pon, Wage, Kliwon, Legi. Jadi selamatannya jatuh pada bulan Ruwah hari Senin Legi. Perlengkapan selamatannya seperti selamatan tiga harinya (Wawancara Pribadi dengan Cipto Sumarto, tanggal 10 Oktober 2013 dan Sukarno, tanggal 15 Oktober 2013)

Penerapan hal tersebut diatas sebagai contoh bagi bangsa Jawa baik golongan tua maupun golongan muda yang perlu dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari – hari. Dengan demikian maka warisan adat budaya Jawa tidak akan punah dan sekaligus jati diri/ kepribadian bangsa Jawa dapat kita lestarikan sepanjang jaman.

Untuk mempermudah penerapan perhitungan selamatan orang meninggal dunia dibawah ini penulis kemukakan table perhitungan selamatan mulai selamatan satu hari (nyurtanah = Jawa) sampai dengan seribu harinya (nyewu dino = Jawa) sebanyak 35 hari lengkap nama hari dan pasarannya (Somodidjojo, 1980: 231)

TEMBANG MACAPAT UNTUK MEMPERMUDAH PERHI-TUNGAN SELAMATAN ORANG MENINGGAL DUNIA

Untuk mempermudah ingatan perhitungan selamatan orang meninggal dunia mulai satu harinya (nyur tanah = Jawa) sampai dengan seribu harinya (nyewu dino = Jawa) dapatlah penulis kemas dalam tembang macapat. Tembang adalah pembentukan bahasa dengan menggunakan aturan tertentu yang membacanya (ucapannya) harus dilagukan dengan suara yang indah (Padmo Soekotjo, 1960; 20, Soewarso, 2008 ; 119) Tembang yang biasanya dipakai di dalam kesusteraan Jawa ada 15 macam yang disebut tembang macapat. Tembang macapat tersebut adalah Kinanthi, Pucung, Asmorodono, Mijil, Mas Kumambang, Pangkur, Sinom, Dhandang Gulo, Durma, Gambuh, Wirangrong, Balabak, Jurudemung, Megatruk dan Giriso (Padnosoekarso Tjo, 1958 ; 222, Soewarso, 2005: 17)

Diantaranya tembang macapat tersebut diatas yang akan digunakan adalah tembang Sinom untuk membuat tembang sinom harus memahami g uru gatra, guru wilangan, guru lagu adalah ketentuan yang menunjukkan banyaknya baris da dalam satu bait (sepada = Jawa) guru wilangan adalah banyaknya sukukata dalam satu baris, guru lagu adalah jatuhnya suara dalam setiap akhir kalimat dalam satu baris (satu gatra = Jawa) Soewarso, 2008, 120)

Tembang Sinoman guru gatranya ada sembilan baris guru wilangan dan guru lagunya adalah 8a, 8i, 8i, 7i, 8u, 7a, 8i, 12a (Padmo soekotjo, 1958; 28)

Tembang sinom untuk mempermudah perhitungan selamatan orang meninggal dunia yang dilengkapi dengan titi laras (notase) dan kata – kata (cakepan = Jawa) yang bermakna sebagai berikut:

KESIMPULAN

Adat kebudayaan Jawa warisan nenek moyang kita yang berupa “Perhitungan selamatan orang meninggal dunia mulai satu hari sampai seribu hari yang sekarang sudah hampir punah perlu kita lestarikan keberadaannya. Kalau adat kebudayaan Jawa ini punah berarti bangsa Jawa akan kehilangan jati dirinya (Kepribadiannya).

Kelestarian adat kebudayaan Jawa ini akan dapat memperkaya kebudayaan Jawa pada khususnya, dan kebudayaan Indonesia pada umumnya. Selamatan (kenduri = Jawa) terhadap orang yang meninggal dunia, bagi bangsa Jawa berarti mendoakan semoga arwahnya diterima di sisi Allah dan segala dosanya dimaafkan Nya. Tidak ada jeleknya kita mendoakan arwah orang yang telah meninggal dunia sebagai balas jasa kepada orang yang telah memelihara dan membesarkan kita menjadi orang yang berguna di dalam hidup bermasyarakat. Untuk mempermudah mengingat perhitungan selamatan orang meninggal dunia, penulis kemas dalam bentuk tembang Sinom (Mocopat). Dengan memahami dan melagukan (nembang = Jawa) tembang Sinom ini maka generasi muda bangsa Jawa akan ingat melakukan selamatan bagi orang tuanya para leluhurnya sebagai balas budi jasanya.

DAFTAR PUSTAKA

Astiyanto, Heniy.2005. Filsafat Jawa Menggali butir – butir kearifan lokal. Yogyakarta: Warta Pustaka

Jayabaya Prabul Gendrayana. 2007. Jayabaya Basa Jawa. Surabaya: PT. Jayabaya Prabu Gendrayana

Koentjaraningrat. 1985. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia.

Mahadewa, Soemodidjojo, 1980. Kitab Primbon Betaljemur Adam Makna, Ngayogyakarta: Soemodidjojo Mahadewa.

Padmo Soekotjo, S. 1960. Ngengrengan Kasusastraan Djawa II. Jogjakarta: Hien Hoo Sing.

Soewarso, dkk. 2005. Tuntunan Nyinau Bahasa Jawi Ing Pawiyatan Luhur. Salatiga: Widyasari

Soewarso, 2008. Pembelajaran IPS Melalui Pendekatan Tembang Macapat (Kebudayaan Jawa) Mampu memberi Motivasi Siswa Tertarik Pada Pendidikan IPS. Jurna Ilmu Pengetahuan Sosial terakreditasi Nasional. Jember: Jurusan Pend. IPS FKIP Universitas Jember.

Wawancara Pribadi dengan Cipto Sumarto (Tokoh Masyarakat) Pada tanggal 10 Oktober 2013.

Wawancara Pribadi dengan Sukarno (Tokoh Masyarakat) pada tanggal 15 Oktober 2013.