SEJARAH KESENIAN REOG DESA NGASINAN

KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN SEMARANG

 

Fitri Lestari

Sunardi

Emy Wuryani

Program Studi S1 Pendidikan Sejarah FKIP UKSW

 

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang sejarah kesenian reog yang ada di daerah-daerah. Tujuan penelitian untuk menjelaskan latarbelakang terbentuknya kesenian reog desa Ngasinan. Padahal dengan belajar dan mengetahui sejarah dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan serta melestarikan kesenian daerah seperti reog. Sejarah kesenian reog tiap daerah tentu berbeda-beda, oleh sebab itu perlu diteliti lebih lanjut. Melalui penelitian sejarah kesenian reog maka akan diketahui latar belakang bagaimana kesenian reog tersebut bisa sampai ada di daerah itu. Penelitian ini berusaha untuk mengetahui bagaimana sejarah dari kesenian reog desa Ngasinan, serta menyadarkan masyarakat bahwa sejarah itu penting untuk diketahui. Metode penelitian yang digunakan adalah heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu reog desa Ngasinan sudah ada sejak tahun 1970an dan masih berkembang sampai sekarang. Di dalam kesenian reog ada nilai-nilai bagi masyarakat khususnya di desa Ngasinan. Keunikan dari sejarah reog Desa Ngasinan yaitu warna kuda kepang yang digunakan oleh para pemain berbeda-beda sesuai dengan peran yang dimainkan oleh pemain tersebut.

Kata Kunci: Sejarah Reog, Kesenian Desa Ngasinan

 

PENDAHULUAN

Indonesia termasuk negara yang mempunyai keberagaman mulai dari suku, bahasa serta budaya yang berbeda-beda seperti halnya kesenian. Kesenian tradisional tidak bisa lepas dari masyarakat yang biasa digunakan untuk mengucapkan syukur karena sudah diberi kemakmuran oleh Tuhan atau hanya sebatas untuk hiburan saja. Kesenian tradisional hidup di tengah-tengah masyarakat dan mempunyai keunikan tersendiri seperti tergantung dari daerah mana kesenian itu berasal. Sejarah kesenian tradisional perlu diteliti karena sangat unik, dari penelitian tersebut bisa diketahui latar belakang kesenian tradisional tersebut dan bagaimana kesenian tradisional bisa bertahan sampai sekarang yang bisa dibilang masyarakat modern apalagi kesenian tradisional yang masih berbau mistis.

Reog merupakan salah satu kesenian tradisional yang berbau mistis karena pemainnya ada yang kerasukan roh halus. Roh halus yang didatangkan menggunakan sesaji berupa kemenyan yang dibakar dan dibacakan doa-doa oleh orang yang dituakan sebelum pementasan dimulai. Dalam pementasan reog kerjasama antar pemain, pemusik dan pawang sangat dibutuhkan supaya menjadi selaras. Kesenian tradisional seperti reog diduga berasal dari kerajaan-kerajaan di Jawa Timur terutama kerajaan Daha. Menurut cerita pada masa itu kuda merupakan kendaraan atau tunggangan utama para ksatria, pangeran dan raja. Peranan para ksatria menjadi kebanggaan bagi warga dan muncul dikalangan rakyat suatu bentuk permainan yang menirukan para ksatria penunggang kuda dari anyaman bambu yang kemudian dikenal dengan sebutan reog. Ada pemain, penabuh gamelan, serta pawang/pelatih.

Kesenian reog merupakan jenis kesenian yang menggabungkan beberapa jenis kesenian seperti musik, tari, bela diri dsb. Keunikan dari reog Desa Ngasinan ini terletak pada cerita yang dipentaskan yaitu antara Menakjinggo dan Damarwulan, kuda kepang yang digunakan setiap pemain berbeda warna sesuai dengan tokoh yang diperankan.

KAJIAN TEORI

Sejarah adalah gambaran tentang peristiwa-peristiwa masa lampau yang dialami oleh manusia, disusun secara ilmiah, meliputi urutan waktu, diberi tafsiran dan analisa kritis, sehingga mudah dimengerti dan dipahami (Hugiono, 1992).

Kesenian adalah salah satu unsur yang menyangga kebudayaan. Ia bekembang menurut kondisi dari kebudayaan itu (Kayam,1981:15).

“Reog” atau “Reyog” berasal dari kata “Riyet” atau kondisi bangunan yang hampir rubuh, dan suara gamelan reog yang bergemuruh itulah yang diidentikkan dengan suara “bata rubuh” (Soertaryo, 1960, Poerwowijoyo, 1985). Reog adalah tarian tradisional di arena terbuka yang berfungsi sebagai hiburan rakyat dan mengandung unsur magis. Penari utama adalah orang berkepala singa dengan hiasan bulu merak, ditambah beberapa penari bertopeng dan berkuda lumping, yang semuanya laki-laki (Syuropati, 2015).

METODE PENELITIAN

Heuristik

Penulis mengumpulkan sumber dari Perpustakaan Daerah Kota Salatiga, Perpustakaan UKSW, Perpustakaan Daerah Kabupaten Semarang, Desa Ngasinan. Sumber Primer: Wawancara.

Kritik Sumber

Penulis memeriksa sumber-sumber dengan membandingkan sumber yang didapat dari beberapa narasumber dengan menguji keaslian data yang diperoleh, apakah sumber yang didapatkan tersebut memang benar atau ada yang salah. Penulis juga melakukan proses kritik dengan cara wawancara simultan. Wawancara simultan adalah hasil dari wawancara beberapa sumber untuk membandingkan hasil wawancara yang terkadang mengalami kekurangan.

Interpretasi

Penulis menafsirkan fakta yang ditemukan kemudian menyusun hubungan antar fakta yang telah diteliti kemudian menguraikannya sesuai dengan tema penelitian. Dalam tahap ini tidak semua sumber/fakta sejarah dapat dimasukkan, namun harus dipilih mana yang relevan dan mana yang tidak relevan.

Historiografi

Penulis membuat tulisan sejarah agar data yang diperoleh tidak hanya dalam bentuk ingatan sehingga mudah dilupakan tetapi menjadi tulisan yang bisa dibaca oleh banyak orang dan akan tersimpan.

 

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Desa Ngasinan

Kondisi Geografis

Desa Ngasinan terletak di Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah.Luas wilayah Desa Ngasinan 217 Ha, yang terletak pada 7,2301 LS dan 110,38 BT dan terletak pada ketinggian 450 m dpl. Desa Ngasinan terdiri dari 6 dusun yaitu dusun Kemasan, Karanganyar, Ngasinan, Malangan, Banjaran, dan Gumul. Desa Ngasinan cukup jauh dari Kecamatan Susukan sekitar 10 km. Batas wilayah dibagian utara berbatasan dengan Medayu, selatan berbatasan dengan Koripan, barat berbatasan dengan Ketanggi sedangkan bagian timur berbatasan dengan Muncar. Desa Ngasinan cukup subur maka dari itu sebagian untuk pemukiman dan sebagiannya lagi untuk pertanian.

Keadaan Sosial dan Ekonomi

Masyarakat Desa Ngasinan masih mengandalkan pertanian karena wilayahnya yang sebagian besar berupa sawah dan akses airnya juga mudah, namun bukan hanya sebagai bertani padi saja warga juga ada yang menjadi buruh pabrik Damatek. Jika ada salah satu warga yang sedang membangun rumah maka semua warga khususnya laki-laki akan bergotong royong membantu membangun rumah tersebut sedangkan ibu-ibu akan memasak supaya setelah selesai gotong royong mereka akan makan bersama. Gotong royong bukan hanya saat membangun rumah saja melainkan dalam banyak hal seperti membersihkan jalan setiap sebulan sekali, syukuran atau pada saat ada hajatan.Pada tahun 1970an Tingkat pendidikan rata-rata masyarakat Desa Ngasinan tamat Sekolah Dasar (SD) ada juga yang lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) namun itu hanya 1 atau 2 orang saja. Kehidupan masyarakat masih sulit karena pendapatan yang kecil hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan dan tidak adanya bantuan dari Pemerintah.

Kesenian Reog

Asal Mula Kesenian Reog

Kesenian reog sudah ada sejak tahun 1970an dan masih ada sampai saat ini. Reog merupakan salah satu kesenian tradisional yang berbau mistis karena pemainnya ada yang kerasukan roh halus. Roh halus yang didatangkan menggunakan sesaji berupa kemenyan yang dibakar dan dibacakan doa-doa oleh orang yang dituakan sebelum pementasan dimulai. Dalam pementasan reog kerjasama antar pemain, pemusik dan pawang sangat dibutuhkan supaya menjadi selaras. Kesenian tradisional seperti reog diduga berasal dari kerajaan-kerajaan di Jawa Timur terutama kerajaan Daha. Menurut cerita pada masa itu kuda merupakan kendaraan atau tunggangan utama para ksatria, pangeran dan raja. Peranan para ksatria menjadi kebanggaan bagi warga dan muncul dikalangan rakyat suatu bentuk permainan yang menirukan para ksatria penunggang kuda dari anyaman bambu yang kemudian dikenal dengan sebutan reog. Ada pemain, penabuh gamelan, pawang/pelatih.

Kesenian reog merupakan jenis kesenian yang menggabungkan beberapa jenis kesenian seperti musik, tari, bela diri dsb. Awal mula reog yang ada di desa Ngasinan terdiri dari tiga desa yaitu Jaten, Malangan dan Ketanggi tetapi tidak lama terpecah dan masing-masing mendirikan kesenian sendiri-sendiri tetapi cirinya masih sama karena dari awal terbentuk memang sama. Peralatan reog yang digunakan masih sederhana yaitu berupa kendang, jaran kepang, dan bende. Pemain musik hanya terdiri dari 5 orang yaitu bende 4 orang dan kendang 1 orang, anggotanya semua laki-laki, yang menyanyikan lagu adalah pemain itu sendiri. Lagu yang dinyanyikan adalah lagu yang dibuat khusus untuk menceritakan peperangan yang terjadi, lagu yang dinyanyikan seperti sinom dan pangkur. Tarian reog menceritakan tentang peperangan antara Arya Penangsang dan Sutawijaya, kuda kepang yang digunakan juga mempunyai ciri khas seperti warna merah digunakan oleh Arya Penangsang sedangkan warna putih digunakan oleh Sutawijaya. Arya Penangsang adalah raja Adipati Jipang yang memerintah pada pertengahan abad ke-15. Sutawijaya adalah pendiri sekaligus raja pertama Kesultanan Mataram. Dalam pementasan selain kuda kepang merah(angkara murka/kejahatan) dan putih(suci budinya/kebaikan) ada juga yang berwarna kuning(pembuat masalah) diibaratkan mego dan hitam(kerukunan dan mengayomi) diibaratkan mendung. Latihan dilakukan sebanyak 3 kali dan hanya pada saat akan pentas, senjata yang digunakan untuk perang adalah parang yang dibuat dari belahan bambu. Saat pementasan ada kalanya pemain tidak mengalami kesurupan dan pementasan kemudian dihentikan begitu saja, hanya mempertunjukkan tarian yang ada dalam cerita.

Pemain yang kerasukan roh halus biasanya hanya 1 orang yang menggunakan reog warna merah yaitu Arya Penangsang, yang lain biasanya tidak kerasukan. Pemain yang kerasukan hanya lari keluar arena pementasan dan tiba-tiba tidak sadarkan diri kemudian pemain tersebut akan dibawa masuk ke ruangan yang sudah disediakan dan disadarkan dengan bacaan doa-doa dari pawang. Mitosnya jika dalam pembuatan kuda reog posisi kuda reog dimiringkan maka posisi orang yang kerasukan pada saat tidak sadarkan diri juga dalam posisi miring tetapi jika dalam pembuatan kuda reog dalam posisi terlentang maka pemain yang kerasukan pada saat tidak sadarkan diri juga dalam posisi terlentang. Dalam pembuatan reog dikenal istilah babat pacling yaitu memotong bambu langsung putus dan langsung dibelah menjadi 4 kemudian bambu tersebut dibuat kuda kepang. Ciri khas Kuda Kepang yang digunakan ekornya berbentuk bulat. Pada malam tanggal 1 bulan Suro reog dimandikan di tempat khusus yang sudah disediakan sebelumnya seperti sungai Warak yang dianggap keramat oleh masyarakat setempat.

Kesenian reog sering dipentaskan pada bulan Suro atau tahun baru nasional. Pertunjukkan reog biasanya berlangsung pada siang hari sekitar pukul 13.00 WIB dan malam hari sekitar pukul 20.00 WIB serta digelar ditempat yang luas seperti halaman rumah atau lapangan. Puncak acara pertunjukan biasanya dimeriahkan dengan pemain yang kerasukan roh halus karena pemain yang kerasukan akan mengamuk dan berlarian kesana kemari sebelum tidak sadarkan diri. Pakaian yang digunakan masih sederhana berupa celana pendek, ikat kepala, keris, selendang dan angklong. Keris menggambarkan senjata yang digunakan untuk perang sedangkan selendang yang diikatkan disamping pinggang diibaratkan usus. Sesaji yang disajikan antara lain: kelapa muda, ayam panggang, kemenyan yang dibakar dan bunga mawar yang dimasukkan kedalam wadah berisi air. Sesaji tersebut adalah persembahan yang bertujuan untuk mengundang roh-roh halus agar pementasan berjalan dengan baik serta supaya para pemain dapat kerasukan roh halus tersebut, karena dalam pementasan kesenian reog hal yang menarik adalah para pemain yang kerasukan tersebut. Dalam perkembangannya sesaji yang digunakan sekarang bertambah seperti padi, buah-buahan, pohon pisang yang masih muda dan semprong.

Pawang berjumlah lebih dari lima orang dan bertugas untuk berjaga di pinggir arena pementasan karena pada saat itu belum ada pagar jadi jika ada pemain yang kemasukan roh halus tidak akan mengganggu penonton, serta membantu menggotong pemain tersebut ke ruangan yang sudah disediakaan kemudian menyadarkan pemain tersebut. Selain bertugas berjaga di pinggir arena pementasan pawang juga bertugas menyadarkan pemain yang kerasukan. Orang yang menyadarkan pemain tidak boleh sembarang orang karena harus menggunakan doa khusus, selain menggunakan doa-doa, pemain juga diberi minum air kelapa agar tak sadarkan diri yang kemudian digotong keluar arena pementasan untuk disadarkan lebih lanjut. Pemain yang kerasukan setelah sadar tidak akan ingat apa saja yang terjadi pada saat kerasukan dan hanya meninggalkan pegal-pegal serta rasa letih. Dalam penyadaran ada dua cara yang pertama dengan mengambil bunga yang ada di air sesaji lalu dibasuhkan ke muka pemain dan yang kedua dengan berbisik ke telinga pemain yang intinya mengucapkan kata “jangan ganggu (sebut nama pemain yang kerasukan tersebut)”.

Nilai-nilai Kesenian Reog Bagi Masyarakat

Nilai Kedisiplinan

Kesenian reog mengajarkan masyarakat dalam mencapai sesuatu pasti ada proses yang dilalui, selama melalui proses tersebut kedisiplinan sangat penting contohnya untuk penari reog sendiri jika tidak disiplin dalam latihan maka mereka tidak bisa menampilkan pertunjukkan dengan baik.

Nilai Pendidikan

Dalam pementasan kesenian reog selain sebagai hiburan juga ada nilai positif yang dapat diambil, seperti mengajarkan para pemuda untuk berkegiatan yang positif seperti mengikuti organisasi reog, belajar menari dan belajar gamelan. Selain untuk mengisi waktu luang juga bisa membantu menunjukkan bahwa para pemuda juga bisa berkarya melalui kesenian reog. Dengan melibatkan para pemuda maka kesenian reog akan mudah dilestarikan dari generasi ke generasi, serta menambah pengetahuan sejarah tentang tokoh-tokoh yang dipentaskan dalam kesenian reog.

Nilai Hiburan

Masyarakat yang menyaksikan pertunjukkan reog akan terhibur dengan tarian atau cerita yang dipentaskan, bukan hanya tarian dan ceritanya saja tetapi juga jika ada pemain yang kerasukan maka itu akan menjadi daya tarik bagi penonton karena pemain tersebut akan berlarian kesana kemari dan mengamuk. Bagi warga yang biasanya sibuk bekerja maka pertunjukan reog ini menjadi penghibur disaat lelah setelah bekerja.

Nilai Kerukunan

Setiap pementasan kesenian reog, warga sekitar akan datang untuk menyaksikan kesenian tersebut. Pada saat warga bertemu maka mereka akan saling tegur sapa satu sama lain, selain itu warga juga membantu menjaga ketertiban di area pementasan agar pementasan berjalan dengan baik. Dengan adanya kerukunan antar warga maka kesenian reog akan tetap terjaga sampai di zaman modern ini.

 

 

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh data bahwa kesenian reog desa Ngasinan sudah ada sejak tahun 1970an dan masih bertahan sampai sekarang. Dalam pementasan kesenian reog desa Ngasinan ada cerita yang ditampilkan seperti peperangan antara Sutawijaya dan Aryapenangsang.

Saran

Pemerintah khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata harus lebih memeperhatikan kesenian-kesenian daerah seperti reog agar dapat berkembang ditengah-tengah zaman yang modern ini. Masyarakat agar lebih mengenal dan melestarikan kesenian daerah agar tetap berkembang.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Dudung. 2007. Metodologi Penelitian Sejarah. Yogyakarta: AR- RUZZ MEDIA

Gilbert dalam buku Abdurahman, Dudung. 2007. Metodologi Penelitian Sejarah. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA

Hartono. 1980. Reyog Ponorogo. Jakarta: Balai Pustaka

Hugiono dan Poerwantana. 1992. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: PT Rineka Cipta

Kayam, Umar. 1981. Seni, Tradisi Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan

Lisbijanto, Herry. 2013. Reog Ponorogo. Yogyakarta: Graha Ilmu

Renier dalam buku Abdurahman, Dudung. 2007. Metodologi Penelitian Sejarah. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA

Soertaryo dan Poerwowijoyo dalam buku Fauzanafi, Muhammad.Zamzam. 2005. Reog Ponorogo Menari di antara Dominasi dan Keragaman. Yogyakarta: Kepel Press

Syuropati, A.Mohammad. 2015. Kamus Pintar Kawruh Jawa. Yogyakarta: IN AzNA Books