SEJARAH TRANSMIGRASI DI DUSUN PURWOSARI DESA SUATANG KECAMATAN PASIR BELENGKONG KABUPATEN PASER KALIMANTAN TIMUR (SEBUAH KAJIAN SOSIAL EKONOMI)

 

Sulastriningsih
Emy Wuryani

Sunardi

Pendidikan Sejarah – FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

 

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejarah transmigrasi, usaha sosial ekonomi yang dilakukan para transmigran di Dusun Purwosari, Desa Suatang, Kecamatan Pasir Belengkong, Kalimantan Timur agar dapat bertahan hidup di wilayah transmigrasi. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode sejarah dengan menggunakan pendekatan multidimensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa transmigrasi di Dusun Purwosari yang dilaksanakan pada tahun 1995-1996 dengan memberangkatkan sebanyak 100 Kepala Keluarga yang berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Barat. Mereka mengikuti program transmigrasi dengan tujuan memperbaiki taraf hidup yang lebih baik. Mata pencaharian masyarakat transmigran yaitu dengan bercocok tanam, berdagang sayur, membuka toko kelontong dan menjadi karyawan di PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) XIII. Saat ini kehidupan ekonomi masyarakat transmigran di Dusun Purwosari lebih baik. Mereka telah memiliki lahan lebih dari dua hektar serta dapat menyekolahkan anak-anaknya hingga perguruan tinggi.

Kata Kunci: Transmigrasi, Transmigran, Kehidupan Sosial Ekonomi

ABSTRACT

This research was conducted to determine the history of transmigration, the socio-economic effort carried out by the transmigrants at Purwosari, Suatang Village, Pasir Belengkong Sub-district, West Borneo in order to survive in the transmigration area. Historical method using a multidimensional approach is used in this research. The result showed that transmigration held on Purwosari in 1995-1996, by sending 100 families from Central Java and West Java. They joined the transmigration program with the aim of improving better standard of living. Their livelihoods are farming, trading, opening grocery stores, and becoming employees at PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIII. Now, the transmigrants in Purwosari have better economic life. They also have more than two hectares of land and they can send their children to colleges.

Key Words: transmigration, transmigrant, socio-economic life.

 

PENDAHULUAN

Transmigrasi merupakan salah satu program pemerintah dalam pembangunan nasional. Adapun tujuan transmigrasi yaitu meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dengan mengadakan pemindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain, ditujukan untuk pembangunan perekonomian dalam segala lapangan (Hardjosudarmo, 1965: 128).

Penyelenggaraan transmigrasi di Indonesia berawal dari zaman pemerintah Hindia Belanda yaitu pada tahun 1905 ditandai dengan penempatan pertama sebanyak 155 Kepala Keluarga (KK) dari wilayah Kedu Jawa Tengah ke Gedong Tataan Provinsi Lampung. Pada awalnya tujuan transmigrasi adalah untuk mengurangi kepadatan penduduk di pulau Jawa. Namun sejak masa Orde Baru, program Pelita II, tujuan transmigrasi tidak semata untuk pemerataan penduduk tetapi juga dalam rangka pemenuhan tenaga kerja untuk melaksanakan pembangunan berbagai proyek di daerah-daerah yang kekurangan sumber daya manusia. (Direktorat Jenderal Penyiapan Kawasan Dan Pembangunan Permukiman Transmigrasi, 2015:4-5).

Pada umumnya orang-orang mau berpindah dari Pulau Jawa ke wilayah transmigrasi didorong oleh faktor ekonomi. Salah satu wilayah yang menjadi tempat transmigrasi penduduk Jawa adalah Kalimantan Timur. Dusun Purwosari merupakan salah satu wilayah transmigrasi yang terletak di Desa Suatang, Kecamatan Pasir Belengkong, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Transmigrasi di Dusun Purwosari dilakukan pada tahun 1995-1996 dengan penempatan sebanyak 100 Kepala Keluarga yang berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Dengan melakukan transmigrasi, para transmigran harus menjalani kehidupan yang benar-benar baru dan berbeda dengan kehidupan mereka di wilayah asal. Dengan perubahan yang terjadi tersebut, mereka perlu melakukan suatu proses adaptasi agar dapat bertahan di lingkungan yang baru. Untuk itu peneliti berusaha mengetahui usaha yang dilakukan oleh para transmigran supaya dapat bertahan hidup di wilayah transmigrasi.

KAJIAN TEORI

Secara harfiah transmigrasi (Latin: trans – seberang, migrare – pindah) adalah program yang dibuat oleh pemerintah Indonesia. Program transmigrasi di Indonesia bertujuan untuk memindahkan penduduk dari suatu daerah yang padat penduduk/kota ke daerah lain/desa di dalam wilayah Indonesia, sedangkan penduduk yang melakukan transmigrasi disebut transmigran. (Direktorat Jenderal Penyiapan Kawasan Dan Pembangunan Permukiman Transmigrasi, 2015:1)

Transmigrasi adalah pemindahan penduduk dari Jawa yang padat penduduknya ke Luar Jawa yang kurang padat penduduknya, dan mempunyai berbagai tujuan, diantaranya: mengurangi penduduk di Jawa, menambah pembangunan daerah-daerah yang kekurangan penduduk, pertimbangan-pertimbangan strategis, usaha mempercepat proses asimilasi dan sebagainya. (Hardjosudarmo, 1965:26)

Transmigrasi ialah perpindahan, dalam hal ini memindahkan orang dari daerah yang padat ke daerah yang jarang penduduknya dalam rangka kebijaksanaan nasional untuk tercapainya penyebaran penduduk yang lebih seimbang. (Heeren, 1979:6)

Transmigrasi ada dua bentuk yang pertama adalah transmigrasi umum dan yang kedua Transmigrasi swakarsa. Transmigrasi umum adalah transmigrasi yang dilaksanakan dengan biaya pemerintah sepenuhnya. Sedangkan transmigrasi swakarsa ditanggung oleh transmigran yang bersangkutan, atau oleh pihak lain, perorangan atau yayasan yang bergerak dalam bidang perpindahan pemukiman penduduk. Tetapi, tanah tetap menjadi tanggungan pemerintah. Apabila ada orang perorangan atau yayasan yang melaksanakan pemindahan tanpa bantuan pemerintah sama sekali, dan melalui prosedur perpindahan biasa, maka proses ini tidak termasuk kategori transmigrasi. (Prawiro, 1979:119)

 

METODE PENELITIAN

Metodologi atau science of methods ialah ilmu yang membicarakan jalan. Metode sejarah ialah petunjuk teknis tentang bahan, kritik, interpretasi, dan penyajian sejarah untuk memperoleh pengetahuan tertentu. (Kuntowijoyo, 2003:xix). Penelitian dilaksanakan di Dusun Purwosari, Desa Suatang, Kecamatan Pasir Belengkong, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Penelitian ini menggunakan pendekatan multidimensional dengan tahapan penelitian sebagai berikut: (1) Heuristik, (2) Kritik sumber, (3) Interpretasi, (4) Penulisan. (Hamid dan Madjid, 2011: 42).

Tahap pertama yaitu heuristik. Sumber utama berupa dokumen surat-surat transmigrasi dari Departemen Transmigrasi, Gubernur Kalimantan Timur, Kantor Wilayah Provinsi Kalimantan Timur, serta Pemerintah Kabupaten Paser yang terdapat di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Paser dan dokumen pribadi milik Mantan Kepala Desa Suatang. Selain itu peneliti juga melakukan wawancara dengan 15 warga yang mengikuti transmigrasi di Dusun Purwosari, serta wawancara kepada kepala desa yang menjabat saat program transmigrasi dilaksanakan. Selain sumber diatas, sumber sekunder diperoleh dari Perpustakaan Universitas Kristen Satya Wacana-Salatiga (UKSW) berupa buku-buku, jurnal, skripsi dan artikel yang berkaitan dengan judul penelitian digunakan sebagai penunjang dalam penelitian ini. Setelah sumber didapatkan, maka dilakukan kritik sumber untuk mendapatkan kredibilitas dan otentitas sumber. Setelah melalui tahap kritik, maka perlu dilakukan interpretasi. Dalam tahap ini, penulis menafsirkan kembali sumber yang telah didapat apakah sumber dapat dipercaya atau tidak. Tahap akhir dalam penelitian sejarah adalah tahapan penulisan. Sumber-sumber yang telah ditemukan dirangkai menjadi sebuah cerita yang menarik sekaligus ilmiah.

PEMBAHASAN

Kondisi Geografis Dusun Purwosari

Dusun Purwosari merupakan salah satu wilayah transmigrasi yang terletak di Desa Suatang, Kecamatan Pasir Belengkong, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Sebelum diberi nama Dusun Purwosari, tahun 1994 pemukiman transmigrasi ini diberi nama Transabangdep oleh Departemen Transmigrasi, hingga akhirnya setelah 3 tahun kemudian warga sepakat untuk memberi nama Dusun Purwosari yang berasal dari kata “purwo” yang memiliki arti “tegal/kebun” dan “sari” yang berarti “ramai” dengan harapan agar warga di dusun ini rukun dan damai. Dusun Purwosari memiliki luas wilayah kurang lebih 115 Ha yang terbagi menjadi lima jalur, yakni jalur 1,2,3,4 dan 5 yang terdiri dari empat Rukun Tetangga (RT) mencakup RT 08, 09, 10, dan 11. Pembagian wilayah RT dilakukan oleh Kepala Desa Suatang dengan masyarakat transmigran pada bulan Maret Tahun 1996, di balai desa yang saat itu dijadikan sebagai Kantor Transmigrasi. Karena jalur 1 penduduknya hanya lima KK, akhirnya wilayah tersebut dijadikan satu RT dengan jalur 2. Setelah pembagian wilayah selesai, warga kemudian mengadakan musyawarah untuk pemilihan ketua RT yang dipercaya dapat memimpin mereka dengan baik.

Dusun Purwosari berbatasan dengan: Sebelah Utara terdapat perkebunan sawit PTPN XIII, Sebelah Selatan: Perumahan karyawan PTPN XIII, Sebelah Timur: perkebunan sawit warga, Sebelah Barat: perkebunan sawit warga. Jalan dari Dusun Purwosari ke ibukota kecamatan berjarak ± 12 Km dengan waktu tempuh ± 20 menit, sedangkan jalan dari Dusun Purwosari ke ibukota kabupaten berjarak ± 30 Km dengan waktu tempuh ± 45 menit.

Berdasarkan data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Paser, data kependudukan pada tahun 1996 di Dusun Purwosari terdiri dari 100 Kepala Keluarga dan jumlah penduduknya 320 jiwa. Rata-rata pendidikan para transmigran yaitu SD dan SMP. Kepercayaan yang dianut mayoritas muslim sebanyak 96 Kepala Keluarga, Kristen sebanyak 4 Kepala Keluarga. Pada tahun 2014 jumlah penduduk transmigrasi di Dusun Purwosari mengalami penurunan karena adanya perpindahan, pernikahan, kelahiran dan kematian. Berdasarkan data dari Kantor Desa Suatang, penduduk transmigrasi di Dusun Purwosari berjumlah 52 Kepala Keluarga dengan jumlah penduduknya 218 jiwa. Rata-rata pendidikan mengalami peningkatan dengan jumlah lulusan SD 45 orang, SMP 57 orang, SMA/K 65 orang, S1 19 orang, S2 1 orang. Mayoritas mata pencaharian masyarakat transmigran di Dusun Purwosari yaitu pekebun kelapa sawit, sedangkan minoritas mata pencaharian mereka yaitu peternak (sapi, kambing, dan ayam), pedagang sayur, toko kelontong, dan karyawan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIII.

Sejarah Transmigrasi di Dusun Purwosari

Transmigrasi merupakan salah satu program pada masa pemerintahan Orde Baru dalam pembangunan nasional. Adapun tujuan transmigrasi yaitu meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Proses transmigrasi Jawa ke Kalimantan Timur berawal dari penyuluhan di Desa Kebowan, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah dan Desa Sumber Sari, Kecamatan Ciparai, Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada bulan September-Desember tahun 1995. Penyuluhan ini dilakukan oleh Departemen Transmigrasi kepada calon transmigran tentang daerah transmigrasi sebagai tempat tujuan untuk tempat tinggal dan bercocok tanam. Para transmigran yang setuju mengikuti transmigrasi ke Kalimantan Timur, memiliki tujuan untuk peningkatan hidup yang lebih baik.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Ketransmigrasian, telah diatur syarat-syarat menjadi Transmigran, yaitu: 1) Warga Negara Indonesia, 2) Berkeluarga, 3) Berusia antara 18 sampai dengan 50 tahun, 4) Belum pernah bertransmigrasi, 5) Memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), 6) Memiliki Kartu Keluarga (KK) 7) Berbadan sehat, 8) Memiliki keterampilan sesuai dengan kebutuhan untuk mengembangkan potensi sumber daya yang tersedia di lokasi tujuan, 9) Lulus seleksi (Direktorat Jenderal Penyiapan Kawasan Dan Pembangunan Permukiman Transmigrasi, 2015:9)

Dusun Purwosari merupakan salah satu wilayah yang dipilih untuk dijadikan pemukiman transmigrasi. Oleh sebab itu dilaksanakan kegiatan penyiapan lahan berupa pembukaan lahan seluas 115 Ha dan pembuatan bangunan rumah transmigrasi sebanyak 100 unit serta fasilitas umum lainnya. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Desember 1995, sebagai kontraktor pelaksana adalah PT. Budi Mulia Ind. Samarinda dan Supervisi yang mengawasi kegiatan tersebut adalah CV. Patria Paramita Samarinda. (Surat Departemen Transmigrasi, nomor: B-577/W19-D-TU/VII/1995)

Setelah penyiapan lahan selesai digarap, Departemen Transmigrasi memberangkatkan rombongan transmigrasi dari Jawa Tengah dan Jawa Barat sejumlah 100 KK dan diberangkatkan secara bertahap. Rombongan yang berasal dari Jawa Barat diberangkatkan terlebih dahulu sebanyak 50 KK pada akhir Desember 1995. Mereka dikumpulkan di penampungan yang ada di Bandung selama 1 minggu, dan diberangkatkan melalui pelabuhan Surabaya menuju Kalimantan Timur dengan menggunakan kapal tujuan pelabuhan Tanah Merah, sampai di Dusun Purwosari pada awal Ramadhan atau 22 Januari 1996.

Kemudian tanggal 29 Desember 1995 rencana akan diberangkatkan lagi sebanyak 50 KK dari Jawa Tengah dengan perkiraan sampai di Pelabuhan Tanah Merah pada tanggal 1 atau 2 Januari 1996. Namun karena adanya penundaan keberangkatan, warga diberangkatkan pada bulan Februari 1996 dan sampai di Dusun Purwosari pada hari terakhir Ramadhan atau 20 Februari 1996.

Dalam pasal 28 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1973 mengenai pembagian tanah/jatah para transmigran berbunyi sebagai berikut:

1.      Transmigran petani berhak memperoleh tanah sedikitnya dua hektar yang penggunaannya dibagi sebagai berikut:

a.     0,25 hektar dipergunakan untuk rumah dan pekarangan.

b.     1,75 hektar dipergunakan untuk lahan pangan dan lahan usaha.

2.     Transmigran bukan petani berhak memperoleh tanah sedikitnya seluas 0,25 hektar yang dipergunakan untuk rumah dan pekarangan. (Pemerintah Indonesia, 1973:5)

Adapun pelaksanaan pembagian jatah tanah transmigrasi dilakukan dengan cara undian yang dihadiri oleh Kepala Pemerintah Daerah Tingkat I, Kepala Kantor Wilayah Departemen Transmigrasi dan PPH Kalimantan Timur. Dengan cara undian ini diharapkan tidak akan terjadi kericuhan dalam pelaksanaan pembagian tanah.

Fasilitas dan bantuan yang diberikan Pemerintah kepada transmigran berupa: 1 unit rumah dengan ukuran 6×6 meter, tanah seluas 2 Ha meliputi lahan pekarangan seluas 0,25 Ha, lahan usaha I seluas 0,75 merupakan lahan pangan untuk ditanami sayuran, padi, dan palawija (singkong, jagung, ubi dan lain-lain). Sedangkan lahan Usaha II seluas 1 Ha dijadikan sebagai lahan usaha, seperti: kopi, karet, dan kelapa sawit. Bantuan bibit-bibit tanaman tersebut diberikan oleh Dinas Pertanian. Dalam pembukaan lahan masyarakat bergotong royong agar proses pembukaan lahan menjadi lebih cepat dan mudah, karena lahan yang dibuka cukup luas sehingga akan membutuhkan waktu yang sangat lama jika dilakukan oleh warga sendiri. Selain itu, gotong royong juga dapat mempererat tali persaudaraan antar masyarakat transmigran.

Pada awal kedatangannya masyarakat transmigran dijamin kehidupannya oleh pemerintah dengan memberikan bantuan makanan yang sudah matang selama satu bulan. Setiap warga mengambil bantuan makanan ke balai desa yang saat itu berfungsi sebagai kantor transmigrasi. Contoh bantuan makanan yang diberikan oleh Departemen Transmigrasi yaitu: nasi, sayur, dan lauk, jatah makan tiga kali sehari dengan menu makanan yang berbeda setiap hari. Setelah satu bulan diberi bantuan makanan siap saji, masyarakat transmigran kemudian diberi jatah hidup untuk diolah sendiri selama satu tahun, terdiri dari uang pesangon, pakaian, beras, ikan asin, garam, gula pasir, minyak goring, minyak tanah, sabun cuci, alat masak dan makan (panci, wajan, piring, gelas, sendok dan lain-lain), tempat tidur, alat pertanian (cangkul, arit, parang, sekop, dan lain-lain) dan bibit tanaman pangan dan buah-buahan yaitu (padi, jagung, sawo, salak, durian, rambutan, jeruk), perkebunan (karet, kopi, kelapa, sengon, jati, gaharu, kelapa sawit) dan gaduhan ternak.

Tantangan masyarakat transmigran saat berada di wilayah baru adalah proses adaptasi, yaitu dengan menyesuaikan diri pada lingkungan yang baru maupun dengan masyarakatnya. Proses adaptasi yang dilakukan oleh para transmigran sangat baik, mereka mampu bertahan dengan kondisi lingkungan yang serba terbatas dan masyarakat lokal yang berbeda bahasa dan kebudayaan. Contoh adaptasi yang dilakukan masyarakat transmigran yaitu menjalin silaturahmi dengan cara datang maupun saling membantu dalam acara-acara yang diadakan oleh penduduk lokal maupun masyarakat transmigran, misalnya: pernikahan, kelahiran, kematian dan lain-lain. Dari hubungan sosial tersebut dapat tercipta kesejahteraan dan kerukunan antar masyarakat transmigran dan penduduk lokal, sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial.

Usaha Ekonomi Masyarakat Transmigran di Dusun Purwosari

Program transmigrasi di Dusun Purwosari tidak lepas dari harapan peningkatan taraf hidup yang lebih baik, namun dalam hal ini masyarakat harus bekerja keras demi terciptanya harapan tersebut. Masyarakat yang memilih bertahan hidup di wilayah transmigrasi mengatakan bahwa di daerah asalnya, mereka tidak memiliki lahan maupun rumah sendiri, bahkan pekerjaan mereka serabutan, ada yang menjadi petani, buruh pabrik, maupun pedagang. Sedangkan di wilayah transmigrasi mereka diberi rumah dan lahan oleh pemerintah. Mereka hanya perlu merawat dan memanfaatkan lahan yang diberi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.

Mata pencaharian masyarakat transmigran yaitu dengan bercocok tanam, mulai dari menanam padi gunung, menanam sayur (bayam, kangkung, cabe, dan lain-lain), berdagang sayur, membuka toko kelontong dan menjadi karyawan di PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) XIII serta mulai membuka lahan perkebunan kelapa sawit sendiri. Pada tahun 1997 warga gagal panen padi karena kemarau panjang, sehingga Departemen Transmigrasi memberikan bantuan sembako lagi selama 6 bulan dengan harapan, masyarakat dapat bertahan hidup hingga panen padi berikutnya.

Dalam bidang pertanian, masyarakat transmigran di Dusun Purwosari rata-rata merupakan petani kelapa sawit dan sayuran. Pada bidang peternakan, banyak yang berternak sapi gaduhan. Sapi gaduhan merupakan sapi bantuan dari Dinas Peternakan, setiap KK diberi dua ekor sapi, yang nantinya mereka harus mengembalikan dua anak sapi kepada Dinas Peternakan. Dinas Peternakan tidak memberi batasan jangka waktu pengembalian ternak. Kemudian induk sapi dapat menjadi hak milik warga. Selain sapi gaduhan, warga juga berternak kambingdan ayam kampung, hibah dari Dinas Peternakan Kabupaten Paser masing-masing dua ekor (sepasang). Hasil ternak biasanya dijual kepada sesama warga maupun untuk dikonsumsi sendiri.

 Setelah mengikuti program transmigrasi, masyarakat merasa sangat terbantu karena kehidupan mereka di wilayah transmigrasi menjadi lebih baik dari sebelumnya. Bahkan saat ini mereka dapat memiliki lahan lebih dari dua hektar. Mereka yang dahulunya hidup serba terbatas, saat ini sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dari hasil panen kelapa sawit dan sayuran. Selain penghasilan dan lahan yang bertambah, warga juga dapat menyekolahkan anak-anak mereka hingga perguruan tinggi.

Usaha Sosial Masyarakat Transmigran di Dusun Purwosari

Letak geografis suatu daerah dapat mempengaruhi corak kehidupan sosial budaya masyarakat. Hal ini karena adanya keharusan masyarakat untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi daerahnya dalam usaha mencari keharmonisan hidup, baik dalam bidang ekonorni, sosial budaya maupun bidang kehidupan lain. Begitu pula transmigran di Dusun Purwosari, secara geografis terletak di wilayah yang di sekelilingnya masih terdapat hutan, sehingga masyarakat transmigran harus bekerja keras untuk menebang hutan dan membersihkan akar sisa tebangan pohon yang ada di sekelilingnya dijadikan lahan pertanian dan perkebunan.

Program transmigrasi ini secara tidak langsung membentuk suatu tatanan sosial yang baik, baik dalam segi ekonomi, sosial, politik, budaya bahkan dalam hal struktur sosial. Kondisi yang baru tersebut tentu mendorong adanya interaksi antara masyarakat transmigrasi Jawa dengan penduduk lokal. Interaksi antara masyarakat transmigran dan penduduk lokal juga menciptakan rasa saling menghormati dan mengakui keberadaan masing-masing etnis sehingga dapat terjadi kawin campur antara masyarakat transmigran dengan penduduk lokal.

Usaha masyarakat transmigran sejak kedatangannya di Dusun Purwosari tidaklah mudah. Contohnya: pada awal kedatangan masyarakat Jawa Barat, penduduk lokal masih belum menerima, bahkan masyarakat transmigran dilarang melewati jalan yang dibuat oleh penduduk lokal. Kemudian masyarakat transmigran mencoba melakukan pendekatan dengan berbagi bibit sayur dan tanaman, bertukar pikiran tentang cara bercocok tanam, dan sikap penduduk Jawa yang ramah mengakibatkan penduduk lokal mau menerima dengan baik.

Satu bulan kemudian pada saat kedatangan masyarakat transmigran dari Jawa Tengah, masyarakat transmigran sudah diterima dengan baik. Namun tidak jarang juga ada masyarakat yang sulit untuk beradaptasi, baik dengan lingkungan alam, penduduk lokal, maupun masyarakat transmigran sehingga mereka memilih untuk kembali ke kampung halaman dan menjual rumah dan lahan transmigrasi miliknya kepada tetangga maupun keluarganya di Jawa yang tertarik untuk memperbaiki taraf hidup di Kalimantan.Rumah dan lahan dijual dengan harga kisaran Rp. 1.500.000 sampai Rp. 2.000.000.

Agar terjalin hubungan yang baik antar masyarakat, setiap hari Minggu warga di Dusun Purwosari melakukan gotong royong dilingkungan RT masing-masing. Mereka biasanya membersihkan parit, memperbaiki jalan yang rusak, dan membersihkan rumput disekitar jalan. Untuk warga yang tidak mengikuti kegiatan gotong royong biasanya akan didenda sebesar Rp. 50.000-Rp. 100.000 tergantung kebijakan RT masing-masing dan uang denda tersebut diberikan kepada Ketua RT untuk dijadikan kas RT. Selain itu, setiap RT mengadakan pertemuan (kumpulan) yang dilakukan rutin setiap satu bulan sekali di rumah warga secara bergiliran. Pertemuan biasanya membahas tentang rencana perbaikan jalan, keamanan lingkungan, kebersihan, kerukunan dan lain-lain.

Dalam kehidupan antara masyarakat transmigran dengan penduduk lokal terjalin dengan baik dan saling menghomati. Ha1 ini dibuktikan dalam acara-acara hajatan di Desa Suatang baik yang diselenggarakan oleh penduduk lokal maupun masyarakat transmigran, seperti pemikahan, khitanan, selamatan hamil tujuh bulanan atau kelahiran dan apabila ada warga yang meninggal mereka tetap saling membantu dengan memberikan sumbangan berupa uang maupun sembilan bahan pokok (sembako) seperti: beras, minyak, gula, teh, mie instan, dan sebagainya. Selain itu, masyarakat transmigran dan penduduk lokal di Desa Suatang sering mengadakan kegiatan keagamaan seperti yasinan, tahlilan danperingatan hari-hari besar keagamaan lainnya. Masyarakat juga rutin mengadakan pengajian yang diisi dengan ceramah tokoh agama dan dilaksanakan setiap bulan di masjid yang berbeda (giliran).

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat transmigran menggunakan bahasa Jawa dan Sunda. Para transmigran juga membawa dan mengenalkan kesenian Jawa ke wilayah transmigrasi seperti Kuda Lumping, tarian-tarian dari Jawa Tengah seperti: Cantang Balung, Tari Gambyong, Tari Bondan, dan Prajuritan, Campursari, serta Wayang Kulit. Kesenian tersebut biasanya diselenggarakan dalam acara pernikahan, khitanan, serta memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia. Penduduk lokal dengan senang hati menyaksikan pertunjukan kesenian Jawa terutama kesenian Kuda Lumping. Dengan adanya pertunjukan kesenian tersebut, diharapkan dapat melestarikan kebudayaan Jawa walaupun mereka sudah menetap di wilayah transmigrasi. Selain kesenian, masyarakat transmigran juga tetap memegang teguh adat istiadat yang dimiliki.

KESIMPULAN

Transmigrasi yang dilaksanakan pada zaman Orde Baru terbukti bermanfaat sejak kedatangannya dari tahun 1995 sampai tahun 2018. Transmigrasi di Dusun Purwosari, Desa Suatang, Kecamatan Pasir Belengkong, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur merupakan program transmigrasi yang digolongkan dalam jenis transmigrasi umum. Transmigrasi di Dusun Purwosari dilaksanakan tahun 1995-1996, dengan penempatan sebanyak 100 Kepala Keluarga yang berasal dari Jawa Barat dan Jawa Tengah diberangkatkan secara bertahap. Rombongan yang berasal dari Jawa Barat diberangkatkan terlebih dahulu sebanyak 50 KK pada akhir Desember 1995. Sedangkan rombongan dari Jawa Tengah diberangkatkan pada bulan Februari 1996. Fasilitas dan bantuan yang diberikan oleh Pemerintah adalah 1 unit rumah dengan ukuran 6×6 meter, tanah seluas 2 Ha. Pelaksanaan pembagian jatah tanah transmigrasi dilakukan dengan cara undian yang dihadiri oleh Kepala Pemerintah Daerah Tingkat I dan Kepala Kantor Wilayah Departemen Transmigrasi dan PPH Kalimantan Timur. Dengan cara undian ini diharapkan tidak akan terjadi kericuhan dalam pelaksanaan pembagian tanah. Sebab para transmigran merasa cara tersebut memuaskan dan tidak membeda-bedakan baik berdasarkan asal, suku, dan sebagainya. Untuk mempertahankan hidup, para transmigran melakukan:

1.    Usaha Ekonomi, meliputi: a) Menanam padi gunung, palawija (singkong, jagung, ubi dan lain-lain), sayuran (sawi, cabe, bayam, kangkung dan lain-lain), hasil pertanian ini dijual kepada sesama warga maupun dikonsumsi sendiri, b) Menjadi karyawan di PT. Perkebunan Nusantara XIII dan membuka perkebunan kelapa sawit, c) Merawat ternak pemberian Dinas Peternakan berupa sapi, kambing dan ayam, dan d) Membuka toko kelontong

2.    Usaha Sosial: a) Gotong royong membersihkan lingkungan dan memperbaiki jalan yang rusak di Dusun Purwosari setiap hari minggu. b) Mengadakan pertemuan (kumpulan) di masing-masing RT yang rutin dilaksanakan setiap satu bulan sekali di rumah warga secara bergiliran. c) Menjalin hubungan dengan penduduk lokal dengan kegiatan keagamaan seperti menggelar acara pengajian, yasinan, tahlilan dan peringatan hari-hari besar keagamaan. d) Menjalin silaturahmi dengan cara datang maupun saling membantu dalam acara-acara yang diadakan oleh penduduk lokal maupun masyarakat transmigran, seperti: pernikahan, kelahiran, kematian dan lain-lain. e) Kawin campur antara masyarakat transmigran dan penduduk lokal.

DAFTAR PUSTAKA

Dokumen/Arsip

Pemerintah Indonesia. 1973. Undang-undang No. 42 Tahun 1973 Tentang Penyelenggaraan Transmigrasi. Lembaran Negara RI Tahun 1973, No. 5. Sekretariat Negara. Jakarta.

Surat Kantor Departemen Transmigrasi. Pemberitahuan Kegiatan Penyiapan Transmigrasi di Suatang Bulu. Nomor: B-577/W19-D-TU/VII/1995.

Surat Kantor Departemen Transmigrasi. Pemberitahuan Kedatangan Rombongan Transmigrasi.Nomor: B-1010/W.19-D/XII/1995

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Ketransmigrasian.

Pustaka

Direktorat Jenderal Penyiapan Kawasan Dan Pembangunan Permukiman Transmigrasi. 2015. Transmigrasi Masa Doeloe, Kini dan Harapan Kedepan.

Hamid, Abd Rahman dan Muhammad Saleh Madjid. 2011. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Hardjosudarmo, Soedigdo. 1965. Kebijaksanaan Transmigrasi Dalam Rangka Pembangunan Masyarakat Desa di Indonesia. Jakarta: Bhatara.

Heeren, H.J. 1979. Transmigrasi di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.

Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Prawiro, Ruslan H. 1979. Kependudukan (Teori, Fakta & Masalah). Bandung: Penerbit Alumni.