STUDI ANALISIS KESULITAN BELAJAR MENULIS DAN CARA MENGATASINYA PADA SISWA KELAS II A SDLB NEGERI PATI

 

Fitri Indriani 1)

Joko Siswanto 2)

Diana Endah Handayani 3)

1)Mahasiswa PGSD, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas PGRI Semarang

2) Dosen Universitas PGRI Semarang

3) Dosen Universitas PGRI Semarang

 

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi adanya kesulitan belajar menulis siswa tunanetra di SDLB Negeri Pati. Hasil belajar menulis siswa tunanetra di kelas II A nilai ketuntasan hanya mencapai 50% dari skor Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan yaitu 70.Fokuspenelitian ini adalah kesulitan belajar menulis dan cara mengatasinya pada siswa kelas II A SDLB Negeri Pati. Tujuan penelitian ini adalah: untuk mendeskripsikan kesulitan belajar menulis dan cara mengatasinya pada siswa kelas II A SDLB Negeri Pati. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskripsif. Sumber data pada penelitian ini siswa, guru, dan kepala sekolah. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi, wawancara, dokumentasi, dan trianggulasi gabungan. Keabsahan data dilakukan melalui uji kredibilitas data dengan trianggulasi yaitu hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan deskriptif kualitatif dengan mengumpulkan, menulis, dan menyimpulkan tanggapan dari sumber yang diperoleh, dan penelitian kuantitatif digunakan untuk menghitung data kuisioner yang berupa angka-angka.

Kata Kunci: Studi Analisis, Siswa Tunanetra, Pembelajaran Menulis, Kesulitan Belajar Menulis

 

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah hak setiap warga negara. Sebagian warga negara Indonesia tentunya juga harus memeroleh pendidikan dengan mutu yang baik. Salah satunya adalah anak-anak dengan penyandang kebutuhan khusus. Pemerintah telah mengatur pendidikan bagi anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus. Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 pasal 5 ayat (2), menyatakan bahwa “Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.

Pendidikan bagi anak-anak yang normal terbagi menjadi beberapa tingkatan diantaranya: Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP/SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA), berbeda dengan anak-anak abnormal atau dengan istilah anak yang berkelainan, bagi anak-anak berkelainan disediakan jenjang pendidikan dalam tiga macam lembaga pendidikan, yaitu Sekolah Berkelainan atau Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dan pendidikan terpadu.

Anak berkebutuhan khusus (ABK) perlu diberikan layanan pendidikan, bimbingan serta latihan dari guru dan orang tua untuk memahami kebutuhan dan potensi agar siswa dapat berkembang secara maksimal sesuai kekhususannya. Menurut Suharlina (2010:6) anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan metode, material, pelayanan dan peralatan yang khusus agar dapat mencapai perkembangan yang optimal. Karena anak-anak tersebut belajar dengan kecepatan yang berbeda dan juga dengan cara yang berbeda. Walaupun mereka memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda dengan anak-anak secara umum, mereka harus mendapat perlakuan dan kesempatan yang sama. Hal ini dapat dimulai dengan cara penyebutan terhadap anak dengan kebutuhan khusus tersebut.

Menurut Nugroho (2017:1) anak berkebutuhan khusus (ABK)adalah anak yang mempunyai kelainan atau penyimpangan dari kondisi rata-rataanak normal baik secara fisik, mental,intelektual, sosial maupun emosional.Anak berkebutuhan khusus sebagai anak yang dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya mengalami kelainan atau penyimpangan (fisik, mental, intelektual, sosial, emosional), sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Salah satunya adalah anak tunanetra yang mengenyam pendidikan di Sekolah Luar Biasa (SLB) atau di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB).

Bahasa tulis tidaklah langsung disadari bagi penyandang tunanetra, berbeda dengan orang awas yang dapat mengetahui adanya penggunaan bentuk bahasa tulis di lingkungan sekitarnya melalui penglihatan, sedangkan bahasa tulis pada penyandang tunanetra harus dikenalkan secara terprogram dengan usaha yang disengaja. Kurangnya pengalaman yang berhubungan dengan bahasa tulis ini juga menjadi salah satu sebab tidak terasahnya kemampuan berbahasa melalui tulisan pada penyandang tunanetra.

Menurut Albab (2014:5) pembelajaran menulis sangat penting diberikan kepada setiap siswa termasuk siswa tunanetra diberbagai jenjang pendidikan. Pentingnya pembelajaran menulis ini karena dalam dunia pendidikan dan kehidupan sehari-hari seseorang tidak akan bisa lepas dari kegiatan menulis. Melalui tulisan, siswa dapat menyampaikan gagasan, pendapat dan pengalamannya tentang sesuatu hal secara tertulis untuk memberitahu atau mempengaruhi orang lain. Pengalaman menunjukkan bahwa dalam dunia elektronika yang serba canggih ini, seseorang tidak mungkin mencapai kemajuan tanpa kemampuan mengungkapkan pikiran dalam tulisan yang efektif.

Pembelajaran menulis akan bermanfaat bagi siswa tunanetra dalam kehidupannya. Bagi siswa tunanetra sendiri, menulis dapat memperkuat rasa kepercayaan diri. Melalui tulisannya, siswa tunanetra juga dapat menyampaikan pesan kepada orang lain meskipun menulis bagi siswa tunanetra membutuhkan cara yang khusus dan membutuhkan waktu yang lebih lama dari siswa yang awas.

Menurut Adhitya (2016:1) siswa tunanetra adalah bagian dari anak berkebutuhan khusus yang memiliki keterbatasan penglihatan. Pengertian tunanetra secara pedagogis adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatan, berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun sudah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu khusus masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

Ketunanetraan dapat berdampak terhadap berbagai macam aspek, antara lain: aspek kognitif, akademik, perilaku, bahasa, orientasi dan mobilitas. Aspek perkembangan akademik, dampak ketunanetraan memengaruhi kemampuan membaca dan menulis. Siswa menggunakan berbagai media dan alat alternatif untuk membaca dan menulis sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Siswa tunanetra menggunakan huruf braille atau huruf cetak dengan berbagai alternatif ukuran.Meskipun sudah menggunakan huruf braille tentunya siswa masih mengalami kesulitan dalam menulis karena penglihatan yang kurang awas dibandingkan siswa normal.

Hidayati (2016:11) menyatakan bahwa anak tunanetra yang mengalami gangguan penglihatan mengakibatkan kesulitan belajar. Proses belajar anak tunanetra lebih lama dibandingkan anak normal. Hal ini dikarenakan mata memiliki kontribusi sekitar 80%-85% dalam perekaman interaksi anak. Pembentukan konsep pelajaran pada anak akan mengalami keterlambatan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Albab (2014) menunjukkan bahwa pendekatan proses dapat meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa tunanetra. Selain terdapat peningkatan skor hasil menulis, penerapan pendekatan proses telah mampu menciptakan suasana pembelajaran yang aktif dan dinamis; mempermudah siswa mengembangkan ide gagasannya serta menyenangkan siswa karena ada pembagian kerja melalui tahap-tahap menulis. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Pardi (2009) pengajaran dengan menggunakan metode Sibra dan Tusing Braille dapat meningkatkan kemampuan membaca dan menulis pada anak tunanetra kelas kelas VI SD Negeri Inklusi Krandegan 1 Kabupaten Banjarnegara. Pada penelitian ini akan difokuskan pada kesulitan belajar menulis di SDLB Negeri Pati.

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di SDLB Negeri Pati, pembelajaran menulis siswa tunanetra di kelas II A nilai ketuntasan hanya mencapai 50% dari skor Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan yaitu 70. Hasil observasi yang penulis lakukan pada proses pembelajaran menulis permulaan, masih menggunakan metode mendikte.

Berbagai permasalahan kesulitan belajar menulis siswa di SDLB Negeri Pati, maka penulis tertarik untuk melakukan studi mengenai kesulitan belajar menulis dan cara mengatasinya pada siswa kelas II A SDLB Negeri Pati.

Fokuspenelitian ini adalah kesulitan belajar menulis dan cara mengatasinya pada siswa kelas II A SDLB Negeri Pati.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kesulitan belajar menulis dan cara mengatasinya pada siswa kelas II A SDLB Negeri Pati.

KAJIAN TEORI

Siswa Tunanetra

Siswa tunanetra adalah siswa yang mengalamikelainan atau gangguan fungsi penglihatan, yang dinyatakan dengan tingkat ketajaman penglihatan atauvisus sentralis di atas 20/200 (Fitria, 2013:17). Secara pedagogis siswa tunanetra membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajarnyadi sekolah. Siswa tunannetra dalam penelitian ini adalah siswa kelas IIA SDLB Negeri Pati yang mengalami kesulitan belajar menulis.

Pembelajaran Menulis Bagi Siswa Tunanetra

Pembelajaran menulis bagi tunanetra merupakan serangkaian kegiatan yang kompleks dan membutuhkan teknik alternatif khusus untuk menyampaikan gagasan menggunakan simbol-simbol huruf braille agar dapat dipahami pembacanya (Albab, 2014:28). Pembelajaran menulis dilakukan siswa tunanetra kelas IIA di SDLB Negeri Pati

 

 

 

Kesulitan Belajar Menulis Siswa Tunanetra

Kesulitan belajar menulis sering disebut disgrafia. Kesulitan belajar menulis yang berat disebut agrafia (Pardi, 2009:11). Penelitian ini mengupas masalah kesulitan menulis bagi tunanetra kelas IIA di SDLB Negeri Pati dan cara untuk mengatasinya

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel. Teknik pengumpulan data dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian (Sugiyono, 2013:15).

Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) SDLB Negeri Pati pada bulan September 2019. Penelitian melibatkan siswa Sekolah Dasar Luar Biasa Kelas IIA, guru mata pelajaran, dan kepala sekolah.

Sumber data primer pada penelitian ini adalah data utama tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan kesulitan belajar menulis dan cara mengatasinya pada siswa kelas IIA SDLB Negeri Pati.

Sumber data sekunder yaitu sumber data tambahan yang berisi informasi yang ada hubungannya dengan objek penelitian. Data sekunder ini diperoleh dari dokumen wawancara guru mata pelajaran, dokumen wawancara kepala sekolah dan siswa SDLB Negeri Pati.

Data yang terdapat dalam penelitian ini berupa hasil studi kesulitan belajar menulis dan cara mengatasinya pada siswa kelas IIASDLB Negeri Pati.

Instrumen dalam penelitian kualitatif dapat berupa tes, pedoman wawancara, pedoman observasi, dan kuisioner Sugiyono (2013:305). Peneliti menggunakan lembar respon siswa, lembar pengamatan guru dan lembar wawancara guru dan siswa sebagai instrumen studi kesulitan belajar menulis dan cara mengatasinya pada siswa kelas IIA SDLB Negeri Pati.

Pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta (participan observation), wawancara mendalam (in depth interview) dan dokumentasi (Sugiyono, 2013:309). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara, dokumentasi, dan trianggulasi gabungan. Pada penelitian ini, trianggulasi digunakan sebagai pengujian kredibilitas untuk mengecek data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.

Analisis data pada penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif dengan mengumpulkan, menulis, dan menyimpulkan tanggapan dari sumber yang diperoleh penulis dengan cara melakukan wawancara langsung dan penelitian kuantitatif digunakan untuk menghitung data kuisioner/angket yang berupa angka-angka.

Tahap penelitian yang dilakukan, meliputi: studi pendahuluan; pengumpulan data kesulitan belajar menulis dan cara mengatasinya: (1) observasi, (2) kuisioner, (3) wawancara; analisis data studi kesulitan belajar menulis dan cara mengatasinya pada siswa kelas II A SDLB Negeri Pati; dan simpulan.

HASIL PENELITIAN

Hasil angket respon siswa diperoleh rata-rata persentase sebesar 71% dalam kategori baik. Hasil angket respon siswa tertinggi diperoleh persentase sebesar 85% dalam kategori sangat baik, sedangkan persentase terendah diperoleh sebesar 54% dalam kategori cukup.Hasil angket respon siswa tiap item diperoleh persentase tertinggi sebesar 100% dalam kategori sangat baik, yaitu item 2 “Saya mempunyai kesulitan dalam belajar menulis”, item 3 “Saya senang jika guru membantu saya dalam belajar menulis”, item 6 “Saya mempunyai kesulitan dalam menuliskan nama panggilan saya sendiri”, item 8 “Saya kesulitan dalam menulis beberapa huruf”, dan item 13 “Saya dapat menulis pada garis yang tepat menggunakan reglet”. Sedangkan persentase yang terendah diperoleh sebesar 20% dalam kategori tidak baik, yaitu terdapat pada item 9 “Saya dapat menuliskan huruf-huruf dengan benar”.

Berdasarkan hasil respon siswa, terdapat kesulitan belajar menulis yang dialami siswa tunanetra di SDLB Negeri Pati. Siswa mengalami kesulitan menulis nama panggilannya sendiri. Siswa juga mempunyai kesulitan dalam menulis beberapa huruf. Hasil angket respon siswa sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada siswa tunanetra di SDLB Negeri Pati.

Hasil wawancara kepada siswa di SDLB Negeri Pati, terdapat kesulitan belajar menulis yang dialami oleh beberapa siswa diantaranya: 1) siswa kesulitan dalam memegang pensil; 2) siswa kesulitan dalam menuliskan nama panggilannya sendiri; 3) siswa kesulitan dalam menuliskan huruf; 4) siswa kesulitan dalam menyalin kata-kata dari papan tulis ke reglet; dan 5) siswa kesulitan menulis menggunakan reglet.

Kesulitan belajar menulis yang dialami siswa kelas II A SDLB Negeri Pati juga sesuai dengan hasil wawancara guru bahwa terdapat beberapa siswa yang kesulitan dalam pembelajaran menulis. Siswa kesulitan dalam memegang atau menggunakan pensil. Cara yang digunakan guru ketika siswa mengalami kesulitan memegang atau menggunakan pensil dengan melatih siswa terus menerus dan melatih siswa dengan sabar. Siswa juga mengalami kesulitan dalam menuliskan nama panggilannya sendiri ketika menggunakan huruf-huruf yang memiliki bentuk hampir sama. Cara yang digunakan guru dengan melatih terus menerus dan memberikan contoh, sehingga siswa tunanetra dapat mencontoh dan menuliskan namanya sendiri. Kesulitan siswa dalam menuliskan huruf yaitu masih belum bisa membedakan beberapa huruf yang memiliki bentuk hampir sama. Strategi yang dilakukan guru dengan mengulang terus menerus dalam menulis huruf yang bentuknya hampir sama sehingga siswa akan terbiasa dan mengetahui perbedaannya. Kesulitan siswa dalam menyalin kata-kata dari papan tulis ke reglet yaitu pada waktu yang dibutuhkan siswa. Menyalin kata-kata dari papan tulis ke reglet bagi siswa tunanetra membutuhkan waktu yang cukup lama. Cara yang dapat guru lakukan dengan melatih terus menerus. Siswa juga mengalami kesulitan dalam memasang reglet sendiri, sehingga guru terus melatih siswa untuk memasang reglet sendiri.

Menurut Kemendikbud (2018:32) hambatan yang dimiliki anak tunanetra adalah keterbatasan dalam memperoleh pengalaman, mobilitas, dan interaksi sosial. Kebutuhan khusus dalam pendidikan meliputi program orientasi mobilitas, braille, dan teknologi asitif.

Hasil wawancara kepada sekolah di SDLB Negeri Patimenunjukkan bahwa kesulitan yang sering dihadapi siswa tunanetra dalam belajar menulis terletak pada orientasi dan mobilitas. Strategi yang dapat digunakan yaitu guru harus sering memperkenalkan siswa pada lingkungannya.Kendala yang sering dihadapi bagi siswa tunanetra dalam menggunakan pensil yaitu tingkat kepekaan siswa. Strategi yang dapat digunakan oleh guru dengan memberikan latihan secara intensif. Siswa tunanetra di SDLB Negeri Pati sudah dapat menuliskan nama panggilannya sendiri, akan tetapi masih terdapat kesulitan dalam menuliskan huruf yang memiliki bentuk hampir sama. Strategi yang dapat digunakan oleh guru dengan cara dilatih terus menerus sampai siswa berhasil menuliskan nama panggilannya sendiri. Kesulitan yang dihadapi dalam menuliskan huruf bagi siswa tunanetra di SDLB Negeri Pati yaitu masih keliru menggunakan huruf yang memiliki bentuk hampir sama. Strategi yang digunakan dengan cara melatih terus menerus. Kesulitan siswa tunanetra dalam menyalin kata-kata dari papan tulis ke reglet terletak pada waktu yang digunakan. Siswa yang memiliki kebutuhan khusus perlu waktu lebih lama dalam menyalin. Cara yang dapat dilakukan guru mengatasi kesulitan siswa dalam menyalin kata-kata dengan latihan secara intensif. Kesulitan siswa dalam menulis pada reglet terletak pada kepekaannya, karena dalam menulis siswa harus menggunakan rasa. Cara yang dapat dilakukan oleh guru yaitu dengan melatih terus menerus.

Hasil pengamatan guru dalam pembelajaran menulis di SDLB Negeri Pati diperoleh rata-rata persentase sebesar 83% dalam kategori sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan guru dalam mengajar menulis di SDLB Negeri Pati sangat baik. Guru memberikan pembelajaran menulis kepada siswa tunanetra dan memberikan strategi menulis. Guru mengajari siswa dalam memegang pensil dengan benar dan memberikan strategi bagi siswa yang mengalami kesulitan memegang pensil. Guru mengajari siswa dalam menuliskan namanya sendiri dan memberikan strategi bagi siswa yang mengalami kesulitan. Guru mengajari siswa dalam menulis huruf-huruf dan memberikan strategi bagi yang kesulitan menulis. Guru tidak memberikan contoh dalam menyalin kata-kata dari papan tulis ke reglet dan tidak memberikan strategi bagi siswa tunanetra. Guru mengajari siswa tunanetra dalam menulis pada garis yang tepat di reglet dan membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam menulis.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di SDLB Negeri Pati, kesulitan belajar menulis siswa tunanetra kelas II A, antara lain: 1) siswa kesulitan dalam memegang pensil; 2) siswa kesulitan dalam menuliskan nama panggilannya sendiri; 3) siswa kesulitan dalam menuliskan huruf; 4) siswa kesulitan dalam menyalin kata-kata dari papan tulis ke reglet; dan 5) siswa kesulitan menulis menggunakan reglet.

Cara mengatasi kesulitan siswa menggunakan pensil dengan cara melatihterus menerus dengan intensif. Cara mengatasi kesulitan siswa menuliskan nama panggilannya sendiri dengan memberikan contoh, sehingga siswa dapat mencontoh dan menuliskan namanya sendiri. Cara mengatasi kesulitan siswa menuliskan huruf dengan cara mengulang terus menerus menulis huruf yang bentuknya hampir sama, siswa akan terbiasa dan mengetahui perbedaannya.Cara mengatasi kesulitan siswa menyalin kata-kata dari papan tulis ke reglet dengan melatih terus menerus karena menyalin kata-kata dari papan tulis ke reglet bagi siswa tunanetra membutuhkan waktu yang cukup lama. Cara mengatasi kesulitan menulis pada garis reglet dengan meraba dengan urut dan ditiru.

DAFTAR PUSTAKA

Adhitya, Gigih. 2016. Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Huruf Braille Melalui Metode Scramble Pada Siswa Tunanetra Kelas 1 SLB A YPTN Mataram. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Albab, Ulul. 2014. Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Melalui Pendekatan Proses Pada Siswa Tunanetra Kelas 5A Sekolah Dasar di SLB A Yaketunis Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang Republik IndonesiaNo. 20 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

Fitria, Yenni. 2013. Analisis Pembelajaran Bahasa Indonesia Pada Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri Kota Bengkulu. Bengkulu: Universitas Bengkulu.

Hidayati, Alvi. 2016. Analisis Kesulitan Belajar Siswa Tunanetra Kelas VIII dalam Menyelesaikan Soal Sudut dan Segitiga di SMPLB Negeri Bondowoso. Jember: Universitas Jember.

Nugroho, Kristiawan. 2017. Gaya Hidup yang Memengaruhi Kesehatan Anak Berkebutuhan Khusus di SLB Negeri Salatiga. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah. Vol.2, No.2 tahun 2017.

Pardi. 2009. Peningkatan Kemampuan Membaca dan Menulis Braille dengan Metode Tulisan Singkat dan Singkatan Braille Siswa Kelas VI Semester 1 Tahun Pelajaran 2009/2010 SD Negeri Inklusi Krandegan 1 Kabupaten Banjarnegara. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Suharlina. 2010. Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Seri Bahan dan Media Pembelajaran Calon Pelatih PAUD.