TARIAN LEGO-LEGO: GERAK PEMANDU HIDUP MASYARAKAT ALOR

 

Jimmy Basthian Koliham

Tri Widiarto

Sunardi

Pendidikan Sejarah-FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

 

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimanakah tarian adat Lego-lego dan makna dari tarian adat Lego-lego di Kabupaten Alor. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi kepustakaan, teknik wawancara, dan observasi langsung di lapangan. Penulis berusaha untuk memperoleh data dan menyimpulkan data berdasarkan literatur yang mendukung masalah penelitian. Di dalam masyarakat Alor sangat kental di bidang tradisi dan budaya yang dilestarikan turun-temurun sampai sekarang. Tradisi dan budaya ini masih ada dan masih dihormati dan diyakini sebagai suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masyarakat. Beragam tradisi dan budaya yang terdapat di Kabupaten Alor salah satunya adalah tarian adat Lego-lego. Tarian adat Lego-lego merupakan tradisi masyarakat Alor dalam menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil alam yang dipanen dan formasi tarian adat yang membentuk lingkaran melambangkan kesatuan dan persatuan yang terdapat di Kabupaten Alor.

Kata Kunci: Tarian Lego-lego, Tradisi, Masyarakat Alor.

Pendahuluan

Indonesia adalah negara yang berkepulauan dan mempunyai kemajemukan dalam berbagai aspek kehidupan. Terpisahkan oleh lautan inilah yang membuat setiap wilayah atau daerah memiliki kebudayaannya masing-masing. Kebudayaan yang dimiliki suatu daerah memiliki perbedaan antara satu pulau dan pulau lainnya. Perbedaan itu dapat berupa bahasa, seni, budaya, suku, ras dan agama. Perbedaan inilah yang menciptakan negara Indonesia sebagai negara kebhinekaan tunggal ika. Alor adalah pulau kecil yang terletak di ujung timur Nusa Tenggara Timur. Meskipun pulau ini kecil namun memiliki banyak bahasa dan budaya yang terdapat dalam pulau ini. Perbedaan selalu ada didalam pulau Alor, namun perbedaan ini bukan suatu penghalang atau suatu kesenjangan yang memisahkan antar individu. Masyarakat Alor memiliki sebuah pegangan atau semboyan Taramiti Tominuku (bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh).

Kebudayaan adalah sebuah kategori sosial. Kebudayaan dipahami sebagai seluruh cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat. Ini adalah pengertian kebudayaan pluralis dan berpotensi demokratis yang telah menjelma menjadi titik perhatian dalm sosiologi dan antropologi dan belakangan ini, dalam pengertian yang lebih lokal, dalam ranah kajian budaya (Chris. J. 2013: 11).

Indonesia adalah bangsa yang majemuk terdiri dari berbagai macam suku dan budaya. Indonesia memiliki beragam budaya dan tradisi yang masih dilaksanakan dan dijaga keberadaannya oleh setiap suku di daerahnya masing-masing. Akhir-akhir ini bangsa Indonesia sebagai bangsa yang dinamis, mengalami tantangan dalam menghadapi globalisasi dan kemajuan teknologi (Widiarto, 2009: 4).

Sampai saat ini masyarakat Alor selalu memegang teguh semboyan “Taramiti Tominuku” dan tarian “Lego-Lego”. Upacara adat ini zaman dulu dikenal sebagai tarian perang, namun sampai sekarang tarian ini digunakan bukan untuk perang tetapi saat penyambutan tamu penting, acara perkawinan, dan panen hasil kebun. Hal ini dilakukan untuk mengucap syukur kepada Tuhan yang menciptakan ini semua. Tradisi ini tidak memandang jenis kelamin, status, agama, budaya, bahasa, suku bahkan ras. Semuanya saling bersatu dalam lingkaran untuk membangun Kabupaten Alor. Keunikan inilah yang perlu dijaga, dipelajari maknanya, dan terus dilestarikan dalam zaman modern dan dunia global untuk menjadi pegangan dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara.

Kajian Pustaka

Makna dari kata kebudayaan ini diartikan sangat luas. Ruang lingkup kebudayaan meliputi segala perbuatan manusia, seperti misalnya cara menghayati kematian dan membuat upacara-upacara untuk menyambut peristiwa itu, demikian juga mengenai kelahiran, seksualitas, cara-cara mengelola makanan, sopan santun saat makan, pertanian, perburuan, cara membuat alat-alat, bala pecah, pakian, cara-cara untuk menghiasi rumah dan badannya (C.A. Van Peursen, 1976: 9).

Soekmono, (1973: 9) menyatakan bahwa kebudayaan adalah hasil usaha manusia untuk mengubah dan memberi bentuk serta susunan baru kepada pemberian Tuhan sesuai dengan kebutuhan jasmani dan rohaninya. Kebudayaan ini adalah sebuah hasil atau karya yang dibuat oleh manusia melalui kegiatannya dalam kesehariannya dalam lingkungan hidupnya. Sama halnya yang dikatakan dalam buku Kuntjaraningrat bahwa kebudayaan ialah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat, yang dijadikan milik manusia dengan belajar (Kuntjaraningrat, 1986:180).

Koentjaraningrat (1974:19) mendefinisikan kebudayaan sebagai sebuah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan didasarkan pada penalaran, kesengajaan dan pandangan hidup orangnya. Kebudayaan memiliki sifat-sifat dan gejala-gejala dinamika, karena kebudayaan peka terhadap perubahan. Kebudayaan memang berubah-ubah dari generasi ke generasi. Kebudayaan generasi nenek moyang berbagi dengan kebudayaan sekarang.

Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kampung adat Takpala, Desa Lembur Barat, Kecamatan Alor Tengah Utara dan kampung adat Kabola, Desa Kopidil, Kecamatan Kabola, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Jenis penelitian yang digunakan adalah Deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan observasi. Sumber data wawancara dengan juru kunci ialah Yhan D. Lobang, Martinus Kafelkai, Ayub, Andryas A.H. Libang dan masyarakat Takpala dan Kabola.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Gambaran Umum Kampung Adat Kabola dan Takpala

Kabola dan Takpala merupakan dua wilayah yang dinobatkan pemerintah Kabupaten Alor sebagai kampung wisata adat tradisional. Kedua kampung adat ini memiliki letak yang strategis dan berada di ketinggian atau dataran tinggi. Kampung adat Takpala berada di desa Lembur Barat, Kecamatan Alor Tengah Utara dan kampung adat Kabola terletak di Kecamatan Kabola.

Kampung adat Takpala memiliki 14 Kepala Keluarga yang mendiami wilayah tersebut dengan luas wilayah 164 x 20 m2 (Martinus Kafelkai, 27 April 2018). Kampung adat Kabola terletak di desa Kopidil dan bertetangga dengan desa Alila Selatan dan desa Lawahing. Kampung adat Kabola memiliki 24 Kepala Keluarga sekaligus membentuk satu kelompok usaha pariwisata di area kampung adat (Yan Djaha Lobang, 23 April 2018).

Pengertian dan Pemahaman Tentang Tarian Adat Lego-Lego Di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur

Tarian lego-lego adalah seni tari tradisional yang terdapat di pulau Alor. Tarian ini sangat melekat dalam diri seluruh masyarakat asli Alor. Lego-lego merupakan tarian perang yang diberlakukan untuk zaman dulu, namun di era sekarang tarian ini dilakukan bukan untuk berperang lagi. Lego-lego diberlakukan untuk upacara adat, penyambutan tamu penting, acara perkawinan, dan syukur kepada Tuhan atas hasil panen atau hasil alam.

Tarian ini dimainkan secara masal oleh pria dan wanita sambil bergandengan tangan dan berputar mengelilingi sebuah mesbah yang disakralkan. Tarian lego-lego tidak memerlukakn persembahan atau sesaji yang tiletakan pada mesbah untuk diberikan saat prosesinya terjadi. Tarian ini cukup membentuk formasi bulat yang mengelilingi mesbah sambil bernyanyi dan berbalas-balasan pantun.

Prosesi Pelaksanaan Tarian Lego-Lego

Pelaksanaan tarian adat Lego-lego dimainkan sangat sederhana tanpa harus mempersiapkan berbagai hal. Prosesi ini dimainkan cukup dengan menyiapkan alat musiknya seperti tambur dan gong. Kedua alat musik ini dimainkan secara teratur sehingga menghasilkan bunyi-bunyian yang teratur utuk para penari malakukan tarian adat lego-lego sambil bernyanyi dan berbalas-balasan pantun dan mengelilingi mesbah. Prosesi tarian ini bisa dilakukan di berbagai wilayah di Alor tanpa harus di lakukan di kampung adat, karena tarian ini sudah mengalir arti atau maknanya dalam setiap darah masyarakat Alor.

Prosesi tarian lego-lego bisa dilihat di acara penjemputan tamu penting, acara nikah, atau pesta adat lainnya tanpa harus mengelilingi mesbah, karena mesbah hanya terdapat pada kampung adat seperti kampung adat Takpala dan kampung adat Kabola. Ketika prosesi terjadi diluar kampung adat maka terpenting adalah sebuah lingkaran dan gandengan tangan sambil bernyanyi dan berbalas-balasan pantun yang diperlukan untuk saling bersatu dan bersekutu untuk Kabupaten Alor kedepannya. Prosesi tarian adat ini dimainkan hingga mencapai satu hari penuh bahkan melebihinya tergantung kesepakatan bersama masyarakat.

Makna Tarian Adat Lego-Lego

Makna upacara tarian adat lego-lego di Kabupaten Alor , Nusa Tenggara Timur merupakan sebuah tarian dipergunakan pada zaman dulu sebagai tarian untuk berperang melawan musuh. Perkembangan zaman mulai terjadi dan tarian adat lego-lego dipergunakan sebagai tarian ucapan syukur atas hasil panen, tarian penjemput tamu penting daerah, dan acara perkawinan. Tarian dimainkan dengan membentuk formasi bulat dan saling bergandengan tangan baik pria, wanita, dan anak-anak. Formasi bulat dan bergandengan tangan sambil memegang semboyan “Taramiti Tominuku” inilah melambangkan kehidupan masyarakat Alor yang saling mecintai dan mengasihi sesama bahkan masyarakat yang berkunjung ke pulau Alor.

Gerak Pemandu Hidup Masyarakat Alor Dalam Tarian Lego-Lego

Kehidupan masyarakat Kabupaten Alor diwarnai sikap solidaritas antar umat manusia seperti halnya yang tertuang dalam sila ke-2 pancasila “ Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Masyarakat Kabupaten Alor mempunyai tarian lego-lego dan semboyan “Taramiti Tominuku” sebagai panutan dalam berkehidupan. Gerakan lego-lego yang membentuk formasi bulat dan saling bergandengan tangan dan melakukan gerakan kaki yang berkombinasi satu sama lainnya. Tarian ini melambangkan kerukunan hidup di pulau Alor.

Pulau Alor yang kecil tetapi memiliki banyak perbedaan baik dalam budaya, bahasa, suku, dan agama. Kemajemukan ini tidak membuat masyarakat Alor saling bermusuhan, tetapi kemajemukan ini dimanfaatkan masyarakat Alor sebagai keindahan dalam berkehidupan dan bersatu dalam budaya tarian lego-lego yang melambangkan kehidupan masyarakat Alor itu saling berdampingan, saling menolong, saling bergandengan tangan untuk kemajuan daerah Alor.

Pelestarian Tarian Lego-Lego

Pelestarian budaya tarian lego-lego dibutuhkan pemahaman yang mendalam dan mengahyati setiap nilai yang tersirat dalam setiap gerakan tarian tersebut sehingga mempermudah melestarikan budaya ini kepada generasi penerus terutama anak-anak. Kepada setiap orang tua hendaknya menceritakan budaya tarian ini dan menjelaskan arti yang tersirat dalam gerakan tarian dengan detail kepada anak. Moderenisasi semakin berkembang pesat dan mempengarui kehidupan manusia. Nilai-nilai tarian lego-lego harus tetap dilestarikan dan dijaga dengan cara mewariskan kepada generasi muda masyarakat Alor. Cara inilah yang dapat menjaga dan terus melestarikan budaya tarian lego-lego di zaman modern.

Simpulan

Berdasarkan hasil kajian penulisan tentang “Tarian Lego-Lego: Gerak Pemandu Hidup Masyarakat Alor” maka dapat diperoleh simpulan sebagai berikut:

Tarian lego-lego adalah sebuah seni tari khas yang dimiliki oleh masyarakat Alor. Tarian lego-lego adalah sebuah tarian zaman dulu yang masyarakat Alor pergunakan sebelum berpergian untuk berperang, dengan maksud untuk membakar semangat masyarakat untuk semangat dalam medan perang. Pergeseran zaman terjadi dan moderenisasi yang semakin pesat sehingga tarian ini bukan untuk berperang tetapi sebagai ucapan syukur atas berkat yang diberikan oleh Tuhan. Tarian juga dipergunakan sebagai tarian penjemputan tamu penting daerah, pernikahan, dan upacara adat lainnya. Tarian lego-lego yang identik dengan formasi bulat dan saling bergandengan tangan diyakini masyarakat Alor bahwa perbedaan itu adalah anugerah Tuhan yang diberikan dan mari bergandengan tangan, bersatu didalam perbedaan untuk membangan Kabupaten Alor.

Tarian lego-lego juga mengandung makna dan nilai-nilai gotong royong yang tersirat dalam setiap gerakan tarian yang melambangakn kesatuan dan persatuan. Masyarakat Alor yang hidup dalam perbedaan baik suku, budaya, agama, dan bahasa menyatukan semua perbedaan itu dalam sebuah tarian adat lego-lego. Masyarakat Alor meyakini bahwa ketiaka melakukan tarian adat lego-lego dan membentuk formasi bulat sambil berpegangan tangan, bernyanyi dan berbalas-balasan pantun disinilah letak persatuan dan kesatuan dalam masyarakat yang harus saling bersatu dan hidup mencintai satu sama lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Van Peursen, C.A. 1976. Strategi Kebudayaan. Jakarta: BPK GunungMulia.

Widiarto, Tri. 2009. Psikologi Lintas Budaya Indonesia. Salatiga: Widya Sari Press.

Koentjaraningrat, 1977. Manusia Dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta. Djambatan.

Chris, J. 2013. Culture Studi Kebudayaan. Yogyakarta. Pustaka Pelajar

Soekmono, 1987. Pengantar sejarah kebudayaan indonesia. Yogyakarta: Kanisius

Koentjaraningrat. 1986. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI Press