Tradisi Kadeso Dengan Nilai Gotong – Royong Dalam Masyarakat Desa Randugunting
TRADISI KADESO DENGAN NILAI GOTONG – ROYONG
DALAM MASYARAKAT DESA RANDUGUNTING
KECAMATAN BERGAS KABUPATEN SEMARANG
Menik Indri Lestari
Emy Wuryani
Pendidikan Sejarah – FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
ABSTRAK
Tradisi kadeso merupakan tradisi yang diturunkan oleh leluhur yang masih dilakukan hingga saat ini. Hal itu karena tradisi Kadeso dianggap memberikan keselamatan, dan memupuk kegotong-royongan bagi seluruh warga desa Randugunting, hal inilah yang menarik untuk diteliti. Metode penelitian dilakukan dengan studi kepustakaan, observasi langsung, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat di desa Randugunting masih menjunjung tinggi nilai-nilai kerukunan dan gotong-royong antar warga yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan tradisi Kadeso. Tradisi kegotong-royongan diterapkan dalam bentuk bersama-sama membersihkan lingkungan desa Randugunting, memasak bersama untuk selamatan, dan pendirian panggung untuk pementasan wayang kulit. Pada pelaksanaan Tradisi Kadeso merupakan simbol dari ucapan syukur warga desa untuk keselamatan yang diperoleh warga kepada Yang Maha Kuasa.
Kata kunci: Tradisi Kadeso, Gotong-royong
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan masyarakat yang saat ini sudah modern, sebagian besar masyarakat yang tinggal di kota-kota besar sudah meninggalkan tradisi kegotong-royongan dan kerukunan antar warga sekitar tempat tinggal. Beda halnya dengan masyarakat di daerah pedesaan yang masih memegang dan melaksanakan tradisi ini, kegiatan dalam tradisi Kadeso ini mengandung nilai untuk masyarakat bersosialisasi dengan warga sekitar dan saling bergotong-royong untuk menciptakan kerukunan. Pada umumnya masyarakat Desa Randugunting merupakan pemeluk agama Islam yang patuh dan taat. Namun karena kebudayaan Jawa yang masih mendarah daging, sehingga masih memegang tradisi leluhur dan tidak menutup diri terhadap pengaruh modernisasi dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai salah satu buktinya adalah disekitar Desa Randugunting kini sudah berkembang sebagai daerah industri yang lekat dengan modernisasi.
Fenomena seperti ini sering terjadi pada masyarakat tradisional Jawa, mengingat masyarakat tradisional Jawa masih percaya pada kekuatan di luar diri manusia seperti yang diungkapkan oleh Koentjaraningrat: Orang Jawa percaya kepada suatu kekuatan yang melebihi segala kekuatan dimana saja yang pernah dikenal, yaitu kesakten, kemudian arwah atau roh leluhur, dan mahluk-mahluk halus seperti misalnya memedi, lelembut, tuyul, dhemit, serta jin, dan lain sebagainya yang menempati sekitar tempat tinggal mereka (Koentjoroningrat, 1971: 340). Tradisi Kadeso ini merupakan simbol dari ucapan syukur warga desa untuk keselamatan yang telah diterima, hasil bumi yang diperoleh dengan melimpah.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Desa Randugunting, Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Jenis penelitian yang digunakan adalah Deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan observasi. Sumber data dari hasil wawancara dengan Tetua (Juru Kunci), Kepala Desa, Modin, Ketua RT, dan warga Desa Randugunting. Model analisis yang digunakan yakni analisis interkatif yaitu analisis data dilaksanakan bersamaan dengan proses pengumpulan data (Soetopo, 1998: 87)
KAJIAN PUSTAKA
Menurut Koentjaraningrat (1974: 19), kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Demikian, kebudayaan itu dapat diartikan dengan hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal.
Tradisi atau kebiasaan merupakan suatu gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dan dilakukan secara turun-temurun dimulai dari nenek moyang. Tradisi yang telah membudaya akan menjadi sumber dalam berakhlak dan berbudi pekerti seseorang. Tradisi, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan waktu atau agama yang sama (James Paul Piyoh, 2014: 11-12).
Selamatan adalah suatu upacara makan bersama makanan yang telah diberi doa sebelum dibagi-bagikan. Selamatan itu tidak terpisahkan dari pandangan alam pikiran partisipasi tersebut di atas, dan erat hubungannya dengan kepercayaan kepada unsur-unsur kekuatan sakti maupun mahluk-mahluk halus tadi. Sebab hampir semua selamatan ditujukan untuk memperoleh keselamatan hidup dengan tidak adanya gangguan-gangguan apapun (Koentjaraningrat 1971: 340)
Simbol adalah sesuatu hal atau keadaan yang merupakan perantara pemahaman terhadap objek. Simbol atau Lambang juga bisa diartikan sebagai suatu hal atau keadaan yang memimpin pemahaman si subjek pada objek (Budiono Herusatoto, 2008: 17-18). Gotongroyong adalah kerja keras dan kerja sama suka rela dalam kehidupan bersama. Dalam kehidupan bersama, masyarakat melakukan gotongroyong bekerja keras menghadapi berbagai permasalahan bersama (Panjaitan, 2013: 80)
PEMBAHASAN
Keadaan Geografis Desa Randugunting
Desa Randugunting terletak di Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Wilayah Desa Randugunting sebagian besar didominasi oleh daerah pemukiman karena letaknya yang cukup strategis, yaitu jalur utama Semarang – Solo – Yogyakarta dan merupakan kawasan padat industri. Data kependudukan tahun 2016, luas wilayah Desa Randugunting ± 1,08 Km². Desa Randugunting memiliki 851 kepala keluarga yang terdiri dari IV RW dan di dalamnya ada jumlah keseluruhan penduduk sebanyak 7.879 jiwa, 25 orang bekerja sebagai petani serta berkebun, dan karyawan swasta sebanyak 1004 orang.
Sejarah Singkat
Kadeso berasal dari kata sedekah deso atau sedekah bumi, dan dapat disebut merti desa. Karena lidah orang jawa menyebut sedekah desa menjadi Kadeso. Merupakan sebuah acara yang ditujukan sebagai ungkap ucapan syukur terhadap bumi dan sang pencipta yang telah memberikan hasil panen yang melimpah dan keselamatan bagi warga desa. Dari jaman dahulu sudah diadakan kadeso mulai dari lurah yang pertama. Warga tidak dapat meninggalkan sedekah desa karena dipercaya nantinya akan menyebabkan musibah.
Prosesi kadeso pada zaman dahulu dan sekarang masih tetap sama tetapi juga ada sedikit perubahan kerena sudah tersisihkan oleh perkembangan zaman. Pada zaman dahulu kadeso diadakan setelah panen yang setiap tahun tidak sama pelaksanaannya dalam penanggalan Jawa, tetapi saat ini kadeso dilaksanakan rutin setiap tahun pada penanggalan Jawa yang sama
Prosesi dan Pelaksanaan
Tahap Persiapan dan Pelaksanaan
Tiga bulan sebelum acara Tradisi Kadeso, diadakan pertemuan untuk musyawarah dan membentuk panitia acara kadeso. Pertemuan tersebut antara lurah, perangkat desa, dan perwakilan dari warga yang merupakan ketua Rukun Tetangga (RT) dan ketua Rukun Warga (RW). Kemudian ketua RT dan ketua RW bertugas mensosialisasikan kepada warga melalui pertemuan rutin agar mempersiapkan kadeso serta warga juga diminta untuk mendukung acara kadeso. (wawancara Suparno dan Antonius Suprih, 15 Oktober 2017)
Seminggu sebelum pelaksanaan Tradisi Kadeso, dilakukan kegiatan bersih-bersih desa secara bersama-sama. Kemudian sehari sebelum pelaksanaan tradisi kadeso, panitia dibantu oleh warga kemudian menyiapkan tempat untuk selamatan dan membuat panggung untuk pertunjukan wayang kulit di balai Desa Randugunting. Warga juga mulai menyiapkan ambengan (terbuat dari nasi putih yang berbentuk kerucut dan lauk pauk) dalam persiapan ada warga yang saling membantu dan memasak bersama untuk selamatan. Biasanya persiapan memasak ini dilakukan pada malam hari atau pagi dini hari sebelum selamatan dimulai. Kemudian ambengan beserta lauk pauk disusun dan diletakkan dalam sebuah wadah bernama besek.
Tradisi Kadeso dilaksanakan setahun sekali dan pasti setiap tahun diadakan, tepatnya pada bulan Ruwah dalam kalender Jawa, Sabtu Pon, Minggu Wage dalam penanggalan Jawa. Tradisi ini diadakan pada penanggalan Jawa diatas dikarenakan hari tersebut merupakan hari bersejarah bagi kepala desa yang pada 2006 lalu mencalonkan menjadi lurah. Penanggalan tersebut menjadi pengingat peristiwa pencalonan lurah dan sebagai simbol ucapan syukur karena telah mendapatkan mandat sebagai lurah dan juga selamatan bagi desa. Pada tahun ini tradisi Kadeso dilaksanakan pada 13 Mei 2017. (wawancara Susiarto, 12 Oktober 2017)
Prosesi tradisi
a. Selamatan
Pada Sabtu (Pon) pagi tanggal 13 Mei 2017 warga desa berbondong-bondong menuju balai desa untuk dilaksanakan selamatan oleh seluruh warga Desa Randugunting. Saat selamatan warga membawa ambengan (nasi putih yang berbentuk kerucut yang berisi berbagai lauk pauk) untuk dibagikan dan dimakan bersama. Kemudian itu akan didoakan terebih dahulu oleh seorang modin menggunakan doa-doa secara Islam. Doa ini bertujuan untuk mengucapkan terimakasih dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena sudah memberikan perlindungan dan memberikan berkah kepada warga desa. Kegiatan makan bersama dan berbagi lauk pauk ini bertujuan menumbuhkan rasa kebersamaan dan kerukunan antar warga. (wawancara Teguh, 13 Oktober 2017)
b. Wayang Kulit
Pemilihan kesenian wayang kulit dalam tradisi Kadeso karena penggunakan wayang kulit bertujuan sebagai pelestarian dari kebudayaan Jawa dan sebagai hiburan bagi warga. Sebelum hiburan wayang kulit dilakukan, terlebih dahulu bagi dalang dan rombongan pendukung wayang kulit seperti sinden, pelawak, dan pemain karawitan diajak ke “punden†oleh tetua (juru kunci) dari desa Randugunting untuk meminta restu kepada leluhur desa atau orang-orang biasa menyebut dengan danyang, agar proses pertunjukan tidak ada suatu gangguan apapun demi kelancaran pertunjukan wayang kulit.
Dalam pelaksanaan pagelaran wayang kulit tersebut terdapat sesaji yang didoakan oleh seorang modin dan diletakkan di atas panggung pementasan wayang kulit. Barulah setelah itu wayang kulit dapat dimulai pertunjukkannya. Ada dua proses penampilan wayang kulit, yang pertama dilaksanakan pada siang hari dan ditampilkan oleh asisten dalang atau juga dalang cadangan lain. Kemudian pada malam hari wayang kulit ditampilkan Dengan dalang Ki Daryono Klelur sebagai dalang utama dan mengangkat lakon kitab Jitabsara yang menceritakan tentang sebuah kitab yang berisi tentang siapa saja yang nantinya akan gugur dalam perang Baratayuda. Di tengah-tengah acara pertunjukan wayang kulit dimeriahkan pula oleh Percil dan Yudo yang merupakan grup pelawak untuk menghibur warga yang sedang menyaksikan. (wawancara Budiharto, 22 Oktober 2017)
Simbol Sesaji
Dalam Tradisi Kadeso tidak melupakan penggunaan sesaji sebagai syarat bagi pelaksanaannya, adapun simbol sesajinya sebagai berikut: (1) Kendi yang diisi air, mempunyai makna adem atau suasana yang sejuk dan diharapkan diberi rejeki yang lancar; (2) Rokok, mempunyai makna dalam hal mengingatkan manusia akan berkurangnya umur dan kematian; (3) Telur dan beras, mempunyai makna agar diberikan keberkahan dan hasil yang melimpah dari hasil bekerja warga desa; (4) Ayam panggang Jawa, dimaksudkan sebagai persembahan untuk para arwah leluhur dan penunggu desa yang mempunyai makna agar selalu dijaga keselamatan dan ketentraman desa; (5) Asam jawa dan gula jawa, mempunyai makna agar jangan berputus asa dalam menjalani kehidupan dan tetap bekerja keras nantinya juga akan mendapat kebahagiaan dalam hidup; (6) Klowoh atau uang, mempunyai makna untuk melengkapi jika terdapat kekurangan dalam sesaji; (7) Pisang raja temen yang sudah masak setangkep, meyimbolkan harapan akan persatuan dan kerukunan antar warga masyarakat; (8) Tukon pasar atau jajanan pasar, yaitu aneka macam makanan kecil, jadah, jenang, rengginang melambangkan suatu tekat yang matang dari masyarakat untuk menyelenggarakan tradisi Kadeso; (9) Daun alang-alang mempunyai makna dalam menyelenggarakan tradisi tersebut tidak mendapat halangan apapun, Daun dadap serep mempunyai makna harapan masyarakat hatinya berpikiran jernih tidak dipengaruhi nafsu amarah dan menciptakan kerukunan bagi masyarakat; (10) Tumpeng kecil atau nasi putih yang dibentuk kerucut kecil, mempunyai makna hubungan manusia dengan Yang Maha Kuasa dengan harapan kehidupan manusia menjadi sejahtera; (11) Kembang menyan atau bunga menyan, bau wangi yang dihasilkan bunga menyan dimaksudkan agar mengusir roh jahat yang akan mengganggu keselamatan warga desa; (12) Degan ijo atau kelapa muda hijau, mempunyai makna agar masyarakat mendapatkan manfaat yang berguna bagi kehidupan setelah diadakannya tradisi tersebut. (wawancara Ramadhan, 22 Oktober 2017)
Nilai Gotong-royong
Sikap gotong-royong antar warga desa Randugunting dapat dilihat melalui: (1) Membersihkan lingkungan sekitar desa secara bersama-sama untuk menjaga kebersihan desa; (2) Saat memasak, beberapa warga bersama-sama memasak lauk pauk yang nantinya digunakan dalam selamatan. Kegiatan ini juga termasuk memudahkan bagi warga yang sibuk bekerja karena tidak sempat menyiapkan ambengan atau nasi putih berbentuk kerucut yang berisi lauk pauk yang diperlukan ketika selamatan; (3) Mendirikan tenda dan mempersiapkan panggung wayang kulit yang digunakan selamatan dan pertunjukan wayang kulit oleh panitia dan ada beberapa warga yang membantu.
KESIMPULAN
Dari penelitian tradisi Kadeso di Desa Randugunting Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang, dapat ditarik kesimpulan bahwa Proses pelaksanaan Tradisi Kadeso dilaksanakan di Balai Desa Randugunting. Tradisi tersebut dilaksanakan setiap tahun sekali pada Sabtu Pon, Minggu Wage di Bulan Ruwah menurut penanggalan Jawa yang bertepatan dengan hari pencalonan kepala desa yang menjabat sekarang. Prosesi tradisi tersebut diawali selamatan oleh warga desa di balai desa Randugunting dengan membawa nasi putih berbentuk kerucut dan lauk pauk atau ambengan untuk dimakan bersama. Selesai selamatan, panitia dan dibantu beberapa orang warga mendirikan tenda dan mempersiapkan panggung wayang kulit. Kemudian setelah mempersiapkan panggung wayang kulit, barulah sesaji yang sudah didoakan oleh modin ditempatkan di dekat jajaran wayang yang telah ditata rapi. Pada siang hari sebelum pagelaran wayang kulit dilaksanakan, dalang berserta rombongan pemain pagelaran wayang kulit terlebih dahulu ziarah ke makam leluhur desa yang bertujuan untuk meminta izin agar diberi kelancaran dalam pertunjukan dengan diantar oleh juru kunci. pagelaran wayang kulit dilakukan dua kali, yaitu pada siang hari dan malam hari. Pada siang hari pagelaran dilakukan oleh asisten dalang dan pada malam hari oleh dalang utama.
Pelaksanaan Tradisi Kadeso berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat dalam hal gotong-royong yang dapat dilihat dalam kegiatan membersihkan lingkungan desa, memasak makanan yang akan digunakan dalam selamatan, dan pendirian panggung wayang kulit.
DAFTAR PUSTAKA
Pustaka
Herusatoto, Budiono. 2008. Simbolisme Jawa. Yogyakarta: Ombak
James Paul Piyoh. 2014. Upacara Adat Babore. Salatiga: Widyasari press.
Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan mentalitet dan pembangunan. Jakarta: PT Gramedia.
_____________. 1971. Manusia dan kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan
Sutopo, H.B. 1998. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Panjaitan, Merphin. 2013. Dari Gotongroyong ke Pancasila. Jakarta: Jala Permata Aksara.
Arsip Desa
Arsip Desa Randugunting Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang berupa data kependudukan tahun 2016.