Tradisi Lokal Solo Sebagai Upaya Peningkatan Kesadaran Sejarah Pada Siswa
Pendahuluan
Manusia makluk yang dibekali rasa, cipta, dan karsa sehingga mampu menciptakan kebudayaan untuk menunjang kehidupannya. Kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar (Koentjaraningrat, 2003:72) . Setiap daerah pastinya mempunyai corak yang memperlihatkan ciri khasnya, dan hal ini bisa dilihat dari berbagai bentuk kegiatan sehari-hari masyarakat pendukungnya, hal inilah yang disebut dengan kebudayaan lokal atau kebudayaan daerah. Kebudayaan daerah adalah kebudayaan yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat suatu daerah tertentu. Kebudayaan daerah merupakan kebudayaan asli yang telah lama ada dan berkembang pada suatu daerah tertentu serta diwariskan secara turun temurun kepada generasi berikutnya.
Landasan Teori
Tradisi
Secara etimologi, kata “tradisi” berasal dari bahasa latin “traditio” yang berarti diteruskan atau kebiasaan, tradisi adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian kehidupan sekelompok masyarakat, dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Tradisi merupakan keseluruhan benda material dan gagasan yang berasal dari masa lalu dan sampai sekarang masih ada, tidak dibuang, atau dilupakan. Tradisi adalah pewarisan atau penerusan norma adat istiadat, kaidah, harta, meskipun demikian tradisi tersebut bukanlah sesuatu yang tidak dapat diubah. Menurut Hasan Hanafi (Hakim, 2003:29) mendefinisikan bahwa tradisi merupakan segala warisan masa lampau yang masuk pada kebudayaan sekarang yang berlaku. Hal ini berarti bahwa, tradisi merupakan segala sesuatu yang diwariskan oleh masa lalu tetapi masih berwujud dan berfungsi pada masa sekarang. Tradisi memperlihatkan bagaimana anggota masyarakat berperilaku, baik dalam kehidupan duniawi maupun terhadap hal yang gaib.
Shils (Sztompka, 2007: 74) menyatakan bahwa: tradisi adalah kebijakan turun temurun yang gagasan serta materialnya dapat digunakan orang untuk membangun masa depan, memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup serta keyakinan maupun aturan yang sudah ada, menyediakan simbol identitas kolektif yang memperkuat loyalitas primordial terhadap kelompok, dan berfungsi dalam membantu menyediakan tempat pelarian dari ketidakpuasan dan kekecewaan kehidupan modern.
Tradisi juga merupakan suatu sistem yang menyeluruh, yang terdiri dari cara, aspek dan pemberian arti laku ujaran, laku ritual, dan beberapa jenis laku lainnya dari manusia atau sejumlah manusia yang melakukan tindakan satu dengan yang lain. Unsur terkecil dari sistem tersebut adalah simbol. Simbol meliputi simbol konstitutif (yang berbentuk kepercayaan), simbol penilaian norma, dan sistem ekspresif. Dapat disimpulkan bahwa tradisi adalah kebiasaan, yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat. Dalam tradisi, ada informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi berikutnya baik secara tertulis maupun secara lisan sehingga tradisi ini tidak dapat punah.
Kesadaran Sejarah
Kesadaran sejarah sangat penting diberikan kepada generasi muda karena mereka adalah generasi penerus bangsa yang mempuyai sikap kesadaran sejarah untuk mengamankan, memelihara, mengembangkan, dan mewariskan budaya. Timbulnya kesadaran sejarah pada generasi muda diharapkan dapat menghayati dan menghargai nilai luhur, budaya, jasa para pahlawan dan peninggalan sejarah yang penting siswa dapat menjaga dan melestarikan peninggalan tersebut.
Sejarah merupakan cerita tentang pengalaman kolektif suatu komunitas atau nasion di masa lampau. Pada pribadi pengalaman membentuk kepribadian seseorang dan sekaligus menentukan identitasnya. Proses serupa terjadi pada kolektivitas, yakni pengalaman kolektifnya atau sejarahnyalah yang membentuk kepribadian nasional dan sekaligus identitas nasionalnya. Bangsa yang tidak mengenal sejarahnya dapat diibaratkan seorang individu yang telah kehilangan memorinya, ialah orang yang pikun atau sakit jiwa, maka dia kehilangan kepribadian atau identitasnya (Kartodirdjo, 1993: 50) . Dengan demikian kesadaran sejarah merupakan kondisi kejiwaan yang menunjukkan tingkat penghayatan pada makna dan hakekat sejarah bagi masa kini dan bagi masa yang akan datang, menyadari dasar pokok bagi berfungsinya makna sejarah dalam proses pendidikan.
Menurut Suyatno Kartodirdjo (1989: 1-7) , kesadaran sejarah pada manusia sangat penting artinya bagi pembinaan budaya bangsa. Kesadaran sejarah dalam konteks ini bukan hanya sekedar memperluas pengatahuan, melainkan harus diarahkan pula kepada kesadaran penghayatan nilai-nilai budaya yang relevan dengan usaha pengembangan kebudayaan itu sendiri. Kesadaran sejarah dalam konteks pembinaan budaya bangsa dalam pembangkitan kesadaran bahwa bangsa itu merupakan suatu kesatuan sosial yang terwujud melalui suatu proses sejarah, yang akhirnya mempersatukan sejumlah nasion kecil dalam suatu nasion besar yaitu bangsa.
Metode Penelitian
Lokasi Penelitian
Jenis dan strategi penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip Lexy J. Moloeng (2006: 4) yang dimaksud penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan karya ilmiah dengan menggunakan atau meneliti data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati terhadap status kelompok manusia, suatu objek, atau suatu kelompok kebudayaan. Menurut H.B. Sutopo (2006: 40) , penelitian deskripsi nenekankan penyajian data dengan deskripsi kalimat yang rinci, lengkap, dan mendalam yang menggambarkan situasi yang sebenarnya dari objek yang diteliti.
Jenis dan Sumber Data
Menurut Sidi Gazalba (1981: 88) , sumber data sejarah dapat diklasifikasikan menjadi: (1) sumber tertulis, yaitu sumber yang berupa tulisan, (2) sumber lisan, yaitu sumber yang berupa cerita yang berkembang dalam suatu masyarakat, (3) sumber benda atau visual, yaitu semua warisan masa lalu yang berbentuk dan berupa. Sumber data yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini meliputi: informan atau nara sumber; peristiwa, yaitu sikap generasi muda dalam mengambil makna dari cerita rakyat, serta Arsip dan Dokumen. Sumber tertulis primer berupa dokumen-dokumen, data atau informasi yang dikumpulkan serta dikaji dalam penelitian berupa data kualitatif yang digali dari berbagai sumber, dirumuskan secara rinci berkaitan dengan jenisnya, apa dan siapa yang secara langsung berkaitan dengan jenis informasi (Sutopo, 2006: 180) .
Teknik Pengumpulan Data
Wawancara mendalam (in-depth interviewing)
Wawancara dilakukan dengan tidak terstruktur secara ketat, tujuan utamanya untuk bisa menyajikan konstruksi saat ini dalam suatu konteks mengenai para pribadi, peristiwa, aktivitas, motivasi, tanggapan, dan bentuk keterlibatan. Wawancara jenis ini bersifat lentur dan terbuka, tidak dalam situasi formal, dan bisa dilakukan berulang pada informan yang sama (Sutopo, 2006: 69) .
Observasi langsung
Observasi bertujuan untuk menggali data dari sumber yang berupa peristiwa, aktivitas, tempat serta benda. Peneliti berperan hanya sebagai pengamat pasif, peneliti hanya mendatangi lokasi, tetapi sama sekali tidak berperan sebagai apapun selain sebagai pengamat pasif, namun peneliti benar-benar hadir dalam konteksnya. Peneliti mengamati dan menggali informasi mengenai perilaku dan kondisi lingkungan penelitian menurut kondisi yang sebenarnya (Sutopo, 20006; 76) .
Mengkaji dokumen dan arsip (content analysis)
Dokumen tertulis dan arsip merupakan sumber data yang sering memiliki posisi penting dalam penelitian kualitatif. Menurut Yin (dalam Sutopo, 2006) , content analysis merupakan cara untuk menemukan beragam hal sesuai dengan kebutuhan dan tujuan penelitiannya. content analysis dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari dokumen dan arsip, serta sumber yang diambil adalah yang mendukung penelitian.
Teknik Cuplikan
Cuplikan merupakan pemilihan dan pembatasan jumlah serta jenis dari sumber data yang akan digunakan dalam penelitian, teknik cuplikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Teknik purposive sampling memiliki kecenderungan peneliti untuk memilih informan yaitu informan yang mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam serta dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap dan cenderung mewakili informasinya (Sutopo, 20006: 64) .
Validitas Data
Menurut Sutopo (2006: 91) , data yang telah berhasil digali dilapangan kemudian dikumpulkan dan dicatat dalam kegiatan penelitian, harus diusahakan bukan hanya untuk kedalam dan kemantapannya tetapi juga bagi kemantapan dan kebenarannya. Untuk memperoleh kemantapan data, penelitian ini menggunakan teknik trianggulasi data yang berupa: trianggulasi sumber, teori, dan metode, yaitu teknik pengambilan data yang didasari pola fikir fenomenologi yang bersifat multi perspektif, artinya untuk menarik simpulan yang mantap diperlukan tidak hanya pada satu cara pandang.
Teknik Analisis
Pada penelitian kualitif, proses analisis dilakukan sejak awal bersamaan dengan proses pengumpulan data. Teknik analisis dalam penelitian ini bersifat induktif yaitu teknik analisis yang tidak dimaksudkan untuk membuktikan suatu prediksi atau hipotesis penelitian, tetapi simpulan yang dihasilkan terbentuk dari data yang dikumpulkan. Analisis induktif yang digunakan adalah teknik analisis interaktif, dengan analisis interaktif maka setiap unit data yang diperoleh dari beragam sumber data, selalu diinteraksikan atau dibandingkan dengan unit data yang lain untuk menemukan beragam hal yang diperlukan sesuai dengan tujuan penelitiannya (Sutopo, 2006: 107) .
HASIL PENELITIAN
Tradisi lokal merupakan usaha untuk menemukan kebenaran yang didasarkan pada fakta-fakta atau gejala-gejala yang berlaku secara spesifik dalam sebuah budaya masyarakat tertentu. Upaya pengembangan pendidikan dengan pembelajaran sejarah yang berbasis tradisi dan kearifan lokal tidak akan terlaksana dengan baik tanpa peran serta masyarakat secara optimal. Tradisi lokal mengandung banyak sekali keteladanan dan kebijaksanaan hidup. Pembelajaran pendidikan sejarah hal utama yang ingin dicapai dari seorang tenaga pendidik adalah penanaman karakter siswa agar siswa mempunyai sikap sadar sejarah dalam membentuk sikap nasionalisme terhadap bangsanya. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional bangsa Indonesia. Dalam membentuk identitas nasional bangsa pada diri siswa perlu adanya penguatan nilai-nilai tradisi lokal yang tumbuh dan berkemban pada diri siswa terutama materi-materi yang terdapat dalam sejarah lokal di sekitar daerah mereka.
Membangun jati diri bangsa melalui pendidikan berwawasan tradisi lokal kearifan lokal (localgenius) pada dasarnya dapat dipandang sebagai landasan bagi pembentukan jati diri bangsa secara nasional. Tradisi dan kearifan lokal itulah yang membuat suatu budaya bangsa memiliki akar. Budaya etnik lokal seringkali berfungsi sebagai sumber atau acuan bagi penciptaan-penciptaan baru, misalnya dalam bahasa, seni, tata masyarakat, teknologi, yang kemudian ditampilkan dalam perikehidupan lintas budaya. Motivasi menggali tradisi lokal sebagai isu sentral secara umum adalah untuk mencari dan akhirnya, jika dikehendaki, menetapkan identitas bangsa, yang mungkin hilang karena proses persilangan dialektis atau karena akulturasi dan transformasi yang telah, sedang, dan akan terus terjadi sebagai sesuatu yang tak terelakkan.
Generasi muda harus selalu terkontrol kehidupan sosialnya agar mereka mampu mengikuti perkembangan zaman yang tidak kebablasan dan mempunyai kebebasan yang bertanggung jawab berdasarkan nilai dan prinsip kehidupan. Pendidikan yang berdasarkan nilai-nilai hidup dapat tercermin dalam pendidikan karakter, dimana proses pendewasaan individu dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Generasi muda harus mampu menempatkan pendidikan karakter sebagai suatu kekuatan bangsa, maka kebijakan dan implementasi pendidikan harus berbasis karakter dalam rangka membangun bangsa ini.
Generasi muda perlu belajar pada nilai-nilai tradisi lokal yang didalamnya terdapat kearifan lokal sebagai dasar bersikap dan berperilaku. Budaya dan tradisi lokal inilah yang membentuk jati diri bangsa hingga menjadikan bangsa ini berkarakter. Era globalisasi yang tidak mungkin kita elakkan harus dihadapi dengan secara bijak, generasi muda harus berpegang teguh pada kearifan lokal agar tercipta masyarakat yang aman dan damai serta berkepribadian. Upaya menemukan identitas bangsa yang baru atas dasar tradisi dan kearifan lokal merupakan hal yang penting demi penyatuan kebudayaan bangsa atas dasar identitas sejumlah etnik yang ada di Indonesia.
Tradisi lokal yang berkembang pada masyarakat memiliki kekuatan yang mampu mengontrol, membentuk dan mencetak individu, sehingga dalam membentuk karakter manusia paling tepat menggunakan pendekatan budaya. Manusia sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial, menganut sebuah tatanan atau sistem yang menjadi landasan kehidupan masyarakat. Sebagai individu, manusia memiliki karakter, sedangkan sebagai makhluk sosial dituntut bertindak sesuai etika dan moral yang berlaku. Tradisi lokal merupakan bagian terdalam dari diri manusia yang mempengaruhi tingkah laku, baik sebagai individu ataupun sebagai makhluk sosial.
Generasi muda hidup dalam masyarakat yang semakin plural yang rawan akan konflik, semakin banyak perbedaan, maka potensi konflik semakin besar, inilah pentingnya tradisi lokal dalam membina dan memupuk karakter generasi muda agar tidak tergerus zaman. Tradisi lokal mampu membuat tingkah laku manusia menjadi baik dan dilaksanakan dengan penuh kesadaran. Tradisi lokal tidak dapat dilepaskan dalam upaya mencetak generasi yang bertanggung jawab dan membentuk kondisi masyarakat yang sejahtera.
Perubahan yang diakibatkan oleh perkembangan sains dan tekhnologi tersebut seakan membentuk masyarakat yang konsumtif dan penuh ketergantungan, selain itu pula perubahan tingkah laku dan cara pandang pun tidak luput dari pengaruh perkembangannya. Salah satu hal positif yang dapat kita rasakan yakni, mudahnya akses informasi dan proses administratif yang selalu ditawarkan oleh perkembangan tekhnologi tersebut dan hal-hal lain yang berhubungan dengan akses kemudahan dalam beraktifitas yang disebabkan oleh tekhnologi yang semakin canggih. Disamping itu, terdapat dampak negative yang telah dilahirkan oleh perkembangan sains dan teknologi.
Penanaman nilai-nilai kearifan lokal melalui tradisi lokal dapat memberikan dampak yang positif terhadap sifat anak yang memiliki kesadaran sejarah anak usia dini sampai pada generasi muda yang bisa membawa anak meraih sebuah kesuskseannya. Karakter yang dimiliki oleh anak mencerminkan perilaku yang baik, anak mampu berperilaku jujur, tegas, dapat menghormati dan menghargai orang lain, dan memiliki rasa malu yang tinggi, sebagaimana yang diajarkan oleh orang tua mereka. Dengan penanaman karakter melalui tradisi lokal dan cerita rakyat yang berkembang di masyarakat, hal tersebut bisa dilihat dari kepribadian dari anak-anak yang mampu mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, menjadi anak yang sadar akan kerja keras para pahlawan. Karakter yang terbentuk dari pola asuhan mereka telah mengantarkan anak-anak mereka menjadi manusia yang beradab, berbudi luhur dan berkepribadian baik. Diharapkan perilaku yang ditunjukan sangat baik yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari mereka sehingga mereka dianggap keluarga terpadang dan sangat dihargai oleh anggota masyarakat lainnya dan mampu berinteaksi dengan baik saat berinteraksi dengan masyarakat luas.
Kebudayaan daerah tercermin kedalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah Indonesia yang mana setiap daerah memiliki ciri khas adat dan tradisi yang berbeda (Koentjaraningrat, 2003:89) . Wujud kebudayaan terbagi menjadi 3, yaitu ; (1) Kesatuan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dan peraturan; (2) sistem social yaitu aktivitas serta tindakan berpola yang dilakukan manusia dalam suatu masyarakat tertentu; (3) material sistem (artefak) misalnya kesatuan benda-benda hasil karya manusia yang bisa dilihat dan diraba.
Dunia pendidikan perlu dipacu untuk secara terencana dan terarah melahirkan manusia-manusia budaya yang sadar, terdidik, dan berkualitas (Tilaar, 2002: 98) . Tidak bisa dimungkiri masih banyak generasi muda di Indonesia yang tidak mengenal potensi serta kekayaan alam dan budaya di daerahnya masing-masing. Dengan memasukkan pembelajaran berbasis kearifan lokal, maka generasi muda akan mengenal lebih dekat dan detail tentang kebudayaan Indonesia pada umumnya dan akan lebih peduli terhadap kebudayaan daerah di sekitanya. Kearifan lokal ini juga dapat digunakan sebagai modal untuk membentuk karakter luhur bangsa yang telah sejak dulu dimiliki.
Tradisi merupakan salah satu unsur budaya yang mengikat kuat bagi sekelompok masyarakat tertentu. Masyakarat akan hidup berdampingan meski setiap daerah mempunyai adat dan tradisi sendiri-sendiri. Semakin berkembangnya peradaban masyarakat, ternyata tradisi lokal ini masih terus dilestarikan dan dilaksanakan oleh masyarakat pendukungnya. Mereka yang melestarikan tradisi yang telah ada, bahkan akan disesuaikan dengan perkembangan zaman tanpa merusak nilai dan makna tradisi tersebut. Mengacu pada kriteria kearifan lokal dan kebijaksanaan tersebut, kita bisa melakukan kontrol agar tradisi itu tetap dilakukan dalam koridor kearifan lokal yang sesungguhnya. Sehingga kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara akan selalu berjalan beriringan dan harmonis dengan beragam keunikan khas masing-masing daerah.
Tradisi lokal yang berakar dari kearifan lokal suatu daerah tentunya harus dilestarikan agar tidak terjadi perpecahan bangsa. Pada era globalisasi, kecanggihan teknologi, dan kemudahan mengakses informasi tentunya ada dampak buruk dan negatifnya. Sehingga kita perlu menghadapai era globalisasi ini dengan arif dan bijaksana. Era globalisasi dimana kehidupan antar bangsa hampir terlihat tanpa batas, maka perlu adanya kearifan lokal yang mampu menumbuhkan rasa cinta tanah air sehingga masyarakat Indonesia mampu menyaring adat budaya asing yang tidak sesuai dengan kearifan lokal masyarakat Indonesia. Perlu ditekankan cerita rakyat setiap masyarakat Indonesia terutama generasi muda agar mereka mencintai tanah air dan memiliki karakter yang sesuai dengan kebribadian bangsa dan tidak terpengaruh budaya luar yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, serta tidak mudah terpecah belah.
Menumbuhkan kesadaran sejarah kepada generasi milenial harus dilakukan dengan caracara yang kreatif dan inovatif agar mudah diterima. Sebelum mempersoalkan cara dan strategi pembelajarannya, sesungguhnya ada persoalan lain yang harus menjadi perhatian bersama yaitu bahan ajar dan sumber referensi yang dijadikan rujukan. Kita sering dihadapkan pada persoalan sejarah controversial terutama sejarah kontemporer yang berbeda dengan buku ajar di sekolah. Antara sejarah yang diingat, sejarah yang dibuat, dan sejarah yang ditemukan seringkali tumpang tindih dan muncul ke permukaan secara bersamaan (Warto, Disampaikan dalam acara Diskusi Sejarah dengan tema “Internalisasi Nilai-Nilai Sejarah sebagai Upaya Meningkatkan Rasa Nasionalisme dan Sadar Sejarah kepada Generasi Muda”, pada Rabu 20 September 2017 di FIS UNY Yogyakarta) .
Sikap nasionalisme generasi muda saat ini terutama pada siswa ini mulai berkurang. Sementara di dalam praktik langsung masyarakat kurangnya antusias generasi muda. Hal ini terluhat saat upacara peringatan HUT Kemerdekaan RI banyak tidak diikuti para generasi muda Indonesia. Kadang kala, kurangnya aroma kemerdekaan itu bukan saja terasa di sekolah melainkan di kampus juga begitu terasa kurangnya spirit nasionalisme generasi muda Indonesia. Tindakan konkret lain adalah dimana merupakan pengaruh globalisasi yang membawa dampak buruk terhadap nasionalisme (Jurnal UNY “Istoria”, Volume 12 No 1 September 2016).
Referensi
Daniah. “Kearifan Lokal (Local Wisdom) Sebagai Basis Pendidikankarakter”. Jurnal Ar-Raniry.ac.id. Volume 2 tahun 2020
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.
Sartono Kartodirdjo. (1993) . “Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah”. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
________________. (1992) . Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
________________. (1989) . “Fungsi Sejarah dalam Pembangunan Nasional”, dalam Historika No.1 Tahun I. Surakarta: Program Pasca Sarjana Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Jakarta KPK Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Jurnal UNY “Istoria”, Volume 12 No 1 September 2016
Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi (Edisi Revisi) . Jakarta: Rineka Cipta.
Oka Agus Kurniawan Shavab. “Ngarumat Tradisi, Ngamumule Sajarah: Penguatan Karakter Siswa Melalui Kearifan Lokal Tradisi Misalin Di Cimaragas”. HISTORIA: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah, 3 (2) . 2020
Peraturan Presiden Nomor 87 tahun 2017 tentang Penguatan pendidikan Karakter
Piotr Stztompka. 2007. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta; Persada.
Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Setiadi, dkk. (2006) . Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana.
Tilaar,H.A.R. (2004) . Paradigma Baru Pendidikan Nasional.cetakan kedua. Jakarta: Rineka Cipta.
Warto, Disampaikan dalam acara Diskusi Sejarah dengan tema “Internalisasi Nilai-Nilai Sejarah sebagai Upaya Meningkatkan Rasa Nasionalisme dan Sadar Sejarah kepada Generasi Muda”, pada Rabu 20 September 2017 di FIS UNY Yogyakarta