UPACARA ADAT MERUBA DI DUSUN SENGKUANG

DESA BENUA KRIO KECAMATAN HULU SUNGAI

KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

(Kajian Sosiologi Antopologi)

 

Valentinus Suhendra

Tri Widiarto

Progdi Sejarah FKIP-UKSW

 

ABSTRAK

Indonesia adalah negara yang kaya dengan budaya, salah satunya Upacara Adat Meruba yang ada di Kalimantan Barat. Khususnya di Dususn Sengkuang, Desa Benua Krio, Kec. Hulu sungai, Kab. Ketapang Kal-Bar. Di tempat ini Upacara Adat Meruba adalah sesuatu yang “wajib” dilaksanakan setiap tahunnya pada tanggal 25 juni. Upacara Meruba sangat menarik untuk di ikuti karena dianggap sakral dan tidak ada di tempat lain. Pokok permasalahan penelitian ini adalah bangaimana berjalannya Upacara Adat Meruba di Dusun Sengkuang dan perkembangannya di masyarakat Sengkuang itu sendiri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, teori ritual untuk mengetahui pelaksanaan Upacra Adat Meruba. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data memecahkan setiap masalah yang ditemukakn dalam penelitian ini dan untuk mengetahui keberadaan Upacara Adat Meruba pada masyarakat Sengkuang Kecamatan Hulu Sungai Provinsi Kalimantan Barat. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa adanya pergeseran kebudayaan setempat terhadap perkembangan zaman, terlihat pada keyakinan masyarakat yang semakin hari semakin berkurang terhadap Upacara Adat Meruba tersebut.

Kata Kunci: Plaksanaan Upacara Adat Meruba dan perkembangannya.

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Kebudayaan merupakan suatu kebudayaan dan manusia yang tidak bisa dipisahkan karena kebudayaan pada hakekatnya adalah manusia. Kita dapat memahami sesuatu individu di luar kebudayaan yang telah dihidupkan oleh individu, dengan demikian hendaklah kebudayaan di lihat dalam posisi antar manusia, akan tetapi juga sebagai gerak dari manusia itu sendiri ( UU. Hamidi, 2005: 24 ).

Dalam hal ini kebudayaan erat hubungannya antara kebudayaan dengan masyarakat dinyatakan dalam kalimat, “masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan, sehingga tidak ada masyarakat yang tidak menghasilkan kebudayaan. Sebaliknya tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah dan pelakunya”. Kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari beberapa pendapat di atas bisa kita ambil kesimpulan bahwa Kebudayaan adalah sesuatu yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan dan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi, sosial, religi, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat (Selo Soemardjan, 1980: 30).

Berbicara tentang Budaya Dayak, Kalimantan adalah rumpun Budaya Dayak yang memiliki beragam suku, dengan beragamnya suku-suku yang ada di Kalimantan maka dapat di jumpai bermacam-macam adat istiadat, tradisi, dan kesenian yang ada dan sampai pada saat sekarang masih tetap di lestarikan. Namun tradisi yang dimiliki setiap daerah tidak terlepas dari norma-norma, nilai dan hukum yang berlaku.

Rumusan Masalah

Banyak hal yang terkandung dalam Upacara Adat Maruba yang perlu dikaji lebih mendalam dan ditinjau dari aspek kebudayaan. Dari latar belakang yang di jelaskan dapat diambil beberapa identifikasi masalah yang sekaligus menjadi batasan masalah. Bagaimanakah keberadaan Upara Adat Meruba dan pelaksanannya pada masyarakat Sengkuang Kecamatan Hulu Sungai Provinsi Kalimantan Barat.

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data memecahkan setiap masalah yang ditemukakn dalam penelitian ini. Secara khusus, penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui keberadaan Upacara Adat Meruba pada masyarakat Sengkuang Kecamatan Hulu Sungai Provinsi Kalimantan Barat.

LANDASAN TEORI

Konsep Ritual

Ritual adalah suatu hal yang berhubungan terhadap keyakinan dan kepercayaan spritual dengan suatu tujuan tertentu. Ritual juga disebut hal ihwal tatacara dalam upacara keagamaan. (Situmoran, 2004: 175 ).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Ritual dapat diartikan sebagai peranan yang dilakukan oleh komunitas berdasarkan suatu agama, adat-istiadat, kepercayaan, atau prinsip, dalam rangka pemenuhan kebutuhan akan ajaran atau nilai-nilai budaya dan spritual yang diwariskan turun-temurun oleh nenek moyang mereka. (Purba dan Pasaribu, 2004: 134).

Pengertian Ritual adalah sistem aktifitas atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan (Koentjaraningrat ,1990: 190).

Teori Ritual

Ritual kebudayaan merupakan kegiatan-kegiatan rutin yang dilakukan oleh kelompok masyarakat. Ritual Budaya sebagai urutan-urutan tindakan yang terstandarisasi yang secara periodik diulang, memberikan arti dan meliputi penggunaan simbol-simbol budaya (Mowen, 1995: 45).

Ritual adalah serangkaian kegiatan stereotip yang melibatkan gerak-gerik, kata-kata, dan benda-benda yang digelar di suatu tempat dan dirancang untuk mempengaruhi entitas atau kekuatan alam demi kepentingan dan tujuan pelakunya. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa karakteristik kunci semua Ritual adalah perilaku yang berulang yang tidak memiliki dampak langsung seperti teknologi. Simbol Ritual berkaitan dengan nilai-nilai, norma-norma, kepercayaan-kepercayaan, sentimen-sentimen, peran-peran dan hubungan-hubungan sosial dalam sistem budaya dari komunitas penyelenggara Ritual, yang dapat dijabarkan sesuai dengan konteksnya (Helman,1984:123).

Dalam Wikipedia mengemukakan Ritual merupakan serangakaian kegiatan yang dilaksanakan terutama untuk tujuan simbolis. Ritual dilaksanakan berdasarkan suatu agama atau bisa juga berdasarkan tradisi dari suatu komunitas tertentu. kegiatan-kegiatan dalam Ritual biasanya sudah diatur atau ditentukan, dan tidak dapat dilaksanakan secara sembarangan.

Teori Pelaksanaan Ritual

Pelaksanaan adalah suatu hal yang berlangsung dalam rangkaian kegiatan tertentu yang berhubungan dengan tempat, ruang, waktu yang diselenggarakan, pemimpin, perlengkapan dalam kegiatan tersebut ( Vandem, 2009: 12 ).

Menurut Kamus Bahasa Indonesia Pelaksanaan yang terdiri dari kata pelaksa-an yang diberi imbuhan pe- dan akhiran an yang artinya proses, cara, melaksanakan perbuatan ( 2002: 351 ). Lanjutan dari Kamus Besar Bahasa Indonesia mengemukakan pelaksanaan adalah laku, perbuatan, menjalankan atau melakukan sesuatu

Dalam setiap tradisi sering dijumpai upacara-upacara dan bentuk Ritual lainnya sebagai pengiring kehidupan pada suatu daerah. Dimana peristiwa kehidupan biasanya telah berlangsung dengan upacara-upacara, setiap upacara akan meliputi ruang, waktu dan tempat pelaksanaan, teks (pesan-pesan upacara), pelaku dan peserta upacara (UU Hamidi, 2009: 21-22).

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Diskriptif dengan data kualitatif. Penulis menggunakan metode diskriptif dengan data kualitatif karena penelitian dilakukan dengan pendekatan terhadap objek kajian yang diteliti. Dengan metode penelitian ini supaya mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik. Metode dalam penelitian ini juga sesuai dengan masalah dan tujuan yang ingin dicapai. Selain itu, juga memberi kemudahan bagi peneliti dalam menjalankan proses penelitian yang akan dijalankan dilapangan.

Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang banyak berada di lapangan, peneliti kebanyakan berurusan dengan fenomena atau gejala sosial. Fenomena itu perlu di dekati oleh peneliti dengan terlibat langsung pada situasi real, tidak cukup meminta bantuan orang atau sebatas mendengar penuturan secara jarak jauh. Penelitian ini pada dasarnya dengan partisipasi langsung kepada objek yang di teliti, sesuai dengan pendekatan etnografi. Penelitian etnografi (budaya) merupakan metode penelitian yang banyak dilakukan dalam bidang antropologi terutama yang berhubungan dengan setting budaya masyarakat dalam bentuk cara berprilaku, cara hidup, adat berprilaku sosial.

Dalam penelitian ini, adapun lokasi yang menjadi tempat penelitian adalah di Dusun Sengkuang Kecamatan Hulu Sungai Provinsi Kalimantan Barat. Lokasi ini dipilih oleh penulis sebagai tempat penelitian, karena lokasi ini adalah tempat tinggal penulis. Sehingga bisa mempermudah penulis dalam memperoleh data, tidak memakan biaya yang mahal terutama dalam hal transfortasi dan bisa lebih mudah berintraksi dengan masyarakat setempat. 

Sumber data dalam penelitian ini berupa wawancara, pengamatan lansung, buku-buku yang relevan, dokumen-dokumen, serta tempat diadakanya Upacara Adat Meruba.

Teknik keabsahan data adalah teknik yang digunakan penulis dalam penelitian untuk memperoleh data yang benar-benar abash. Seperti yang diungkapkan oleh dalam bukunya Metode Penelitian Kualitatif (Moleong, 2002:178), yang mengungkapkan bahwa pemeriksaan keabsahan data dapat dilakukan melalui tiga unsur yaitu sumber, metode dan teori.

Untuk memperoleh simpulan yang benar, data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi, selanjutnya adalah mengorganisir catatan lapangan berdasarkan catatan-catatan khusus secara lengkap untuk dianalisi. Dalam menganalisis data penelitian menggunakan tiga komponen yaitu, Reduksi data, Sajian Data, dan Penarikan Kesimpilan atau verifikasi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Letak Geografis

Dusun Sengkuang Desa Benua Krio termasuk wilayah Kecamatan Hulu Sungai, Kabupaten Ketapang, yang termasuk daerah dataran rendah dan dibatasi oleh perbukitan dengan batas-batas sebangai berikut:

Sebelah Timur                           : Desa Menyumbung

Sebelah Barat                            : Dusun sepanggang

Desa Benua Krio terletak disebelah Timur ibu kota Kabupaten Ketapang dengan jarak tempuh 284, 4 km, serta berjarak 1 km dari ibu kota Kecamatan Hulu Sungai. Untuk mencapai Dusun Benua Krio ini, dapat ditempuh dengan menggunakan roda dua, roda empat dan menggunakan moda transportasi air yakni motor kelotok atau speed boot.

Kira-kira waktu yang ditempuh dari ibu kota Kabupaten Ketapang menuju desa Benua Krio sekitar 8 jam 20 menit, dikarenakan jalan yang dileawati masih banyak yang belum teraspal jadi jarak tempuh perjalanan sangat lama untuk menuju Dusun Sengkuang Desa Benua Krio (Suardi. G).

Kepercayaan dan Adat Istiadat Masyarakat Dusun Sengkuang

Pengaruh Agama Nasrani

Raja Tungkat Rakyat ke-1 sampai ke Raja Tungkat Rakyat ke-49 masih menyakini kepercayaan leluhur. Agama mulai dikenal setelah Raja Tungkat Rakyat ke-50 Raja Poncin. Beliu ini mulai mengenali Agama Katholik sebangai agama yang dipeluknya. Karena agama ini dianggap sangat akrab dan tidak membatsi atau menyekat apalagi melarang kepercayaan leluhur. Agama ini tampaknya cocok dan bias diterima dalam kehidupan adat istiadat masyarakat Laman Sembilan Domong Sepuluh. Agama ini dianggap cukup mampu mengiringi dan mendampingi masyarakat adat. Makanya setelah Raja Tungkat Rakyat atau Raja Hulu Aik diserahkan kepada adiknya Singa Bansa. Raja Tungkat Rakyat ke-51 ini juga memeluk agama Katholik.

Jadi salah, kalau ada pengamat atau ada orang yang mengatakan kalau seseorang yang menjadi Raja Tungkat Raky atau Raja Hulu Aik harus meninggalkan agama itu, akan tetapi menurut Raja Singa Bansa kalau agama itu justru melengkapi apa yang telah ada. Menurut beliau asalnya dari Tuhan, sedangkan Adat dan Kramat juga berasal dari Tuhan, hanya saja cara datang atau cara hadirnya dimuka bumi ini berbeda-beda. Kini kelurga raja Raja Singa Bansa dan seluruh masyarakat dusun sengkuang memeluk agama Katholik. Mereka juga mengamalkan kenyakinan dan kepercayaan agamnya itu, dan tentunya tidak akan akan meninggalkan Adat dan Istiadat yang diwarisi nenek moyang terlebih dahulu (Singa Bansa).

Adat Istiadat

Benda Peninggalan Keramat

Benda-benda peninggalan keramat Raja Tungkat Rakyat yang masih ada sampai sekarang ini yakni, Tungkat Rakyat, Bosi Koling, Pinggan Pemali, Damar Penyangkak, Telaga Tujuh Bidadari, Keramat Nibung Sebelas, Lingga Butuh Sengkumang, Lelabi Putih, Pancor Kramat, dan Keramat Botong Serumpun.

Konon dahulu Kramat Bosi Koling Tungkat Rakyat adalah seperti, Keris, Bosi Kuning, Piring dan Kotak benda-benda berasal dari Bila’ sudah berubah menjadi sebuah Keris Besi kuning, Kebambang sudah berubah menjadi sebuah Peti, dan Tanah Cekung sudah berubah menjadi sebuah Piring, Tongkat Rakyat, dan Api Damar. Sesuai Lamat yang diberikan Raja Tungkat Rakyat harus menjaga dan memilihara ketiga benda keramat tersebut secara turun temurun. Keris Boai Koling, keramat tersebut tidak boleh dilihat termasuk oleh Pang Ukir Mpu Gremeng sekalipun pada zamanya. Bila melanggar laranagn tersebut maka mata akan mengalami kebutaan, bila mengintip atau melirik dengan satu mata maka satu mata yang melihat akan menjadi buta, yang menjaga benda tersebut melalui upacara adat dinobatkan menjadi Raja Tungkat Rakyat.

Pembahasan

Menurut Singa Bansa, Keris Keramat Bosi Koling dahulu kala bentuknya jauh lebih besar dari yang sekarang. Karena semakin tahun ke tahun, keris itu semakin mengecil. Semakin banyak kesalahan masyarakat adat, benda keramat inipun ikut menyusut. Konon ceritanya bila keris keramat Bosi Koling ini menyusut habis, maka berakhirlah keberadaan dunia ini. Perlambang sebangai tanda dari Ranying Hatala kepada masyarakat adat Dayak melalui Raja Tungkat Rakyat atau kini dikenal Raja Ulu Aik.

Agar Keris Keramat Bosi Koling tidak habis, maka setiap tahunnya harus diadakan Upacara Meruba yang pada saat ini diadakan pada setiap tanggal 25 Juni. Dalam Upacara Meruba terdiri dari beberapa ritual yang diantaranya , Tapa., Penghormatan Kepada Keramat-keramat Tungkat Rakyat dan Raja, Membersihkan Kramat Bosi Koling Tungkat Rakyat, Mandi Tolak Bala, Minum dengan Tanduk Kerbau.

PENUTUP

Simpulan

Upacara tersebut digunakan sebagai upacara ritual ucapan syukur yang diberikan Ranying Hatala atau Tuhan atas berkat panen dan di berikan yang juga kesehatan selama satru tahun dan memberikan minyak atau memandikan benda pusaka berupa Bosi Koling Tungkat Rakyat, yang di percayai masyarakat setempat sebangai penyangga langit. Kini hanya warisan Upacara Adat Meruaba yang sanggup merangkul kerabat-kerabat setianya setriap tahunnya. Hadir sebagai sesosok Raja Hulu Aik di Kabupaten Ketapang saat Upacara Adat Meruba, yang membuka mata setiap orang yang ada di tanah Dayak. Inilah raja Dayak yang kini hanya sebangai simbol pemersatu adat Dayak ketika Upacara Adat Meruba Berlansung.

Saran

Kepada masyarakat Dusun Sengkuang agar dapat terus mempertahankan dan melestarikan Upacara Meruba yang merupakan warisan leluhur dan warisan budaya bangsa. Untuk Penjabat Pemerintah Kabupaten Ketapang agar dapat lebih serius melestarikan Upacara Meruba sebangai kebudayaan daerah. Bantuan berupa dana dalam setiap kengiatan, akan lebih baik untuk mencapai tujuan tersebut, supaya generasi muda Dusun Sengkuang untuk lebih menghargai dan melestarikan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam Upacara Meruba yang ada di daerahnya. Khususnya kepada para pengajar mata pelajaran sejarah terutama yang berada di Kecamatan Hulu Sungai Kabupaten Ketapang agar dapat memamfaatkan hasil penelitian ini sebangai pelajaran muatan lokal.

DAFTAR PUSTAKA

 Hamidy, U.U. 2010. Toponomi Riau, Pekan Baru: Jagat Melayu Di Riau.

_____. 2001. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembina dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Maleong, Lexy A. 1998. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: P.T. Gramedia

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: P.T. Rineka Cipta.

Subagyo, Joko. 2006. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Muhadjir, Neong. 1998. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: P.T Remaja Rosdakarya.

Koentjoroningrat. 1987. Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Koencoro. 2006. Teknik Analisi Data Penelitian Kualitatif. Bandung P.T. Gramedia