UPAYA MENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA
UPAYA MENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA
MELALUI COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD
PADA MATA PELAJARAN IPA MATERI GAYA
DI KELAS V SEMESTER II SDN 1 JAPAH
KECAMATAN JAPAH KABUPATEN BLORA
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Sugiarto
SDN 1 Japah Kecamatan Japah Kabupaten Blora
ABSTRAK
Perjalanan yang berliku-liku dan penuh tantangan semenjak proses terbentuknya sampai pada keadaan sekarang yang menghantarkan IPA sebagai bahan kajian yang menarik. Apalagi akhir-akhir ini ada sekelompok orang yang meragukan eksistensi IPA. Karena banyaknya penyelewengan dan pengkhianatan Pancasila, sehingga pembangunan manusia seutuhnya menjadi terhambat. Dan ada pula yang mempertanyakan keberhasilan pengajaran IPA terhadap moral pelajar khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Penelitian ini berdasarkan permasalahan: (a) Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar IPA dengan diterapkannya pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD (b) Bagaimanakah pengaruh pembelajaran kontekstual model pengajaran Cooperative Learning Tipe STAD terhadap motivasi belajar IPA. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Mengetahui peningkatan prestasi belajar IPA setelah diterapkannya pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD. (b.) Mengetahui pengaruh motivasi belajar IPA setelah diterapkan pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD. (c) Menyempurnakan pelaksanaan pembelajaran IPA. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari 4 tahap, yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas IV tahun pelajaran 2013/2014 Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar. Dari hasil analisis didapatkan bahwa prestasi beljar siswa mengalami peningkatan dari siklus pra sampai siklus II yaitu pra, siklus (38,8%), siklus II (66,7%), siklus II (88,8%). Simpulan dari penelitian ini adalah metode pembelajaran kooperatif dapat berepengaruh positif terhadap prestasi dam motivasi belajar siswa Kelas V serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran IPA.
Kata Kunci: IPA, Cooperative Learning Tipe STAD
PENDAHULUAN
Latar Belakang
IPA diajarkan untuk membekali siswa agar mempunyai Pengetahuan (me–ngetahui berbagai cara) dan Ketrampilan (cara mengerjakan) yang dapat membantu siswa untuk memahami gejala alam secara mendalam.
Dalam mempelajari Ilmu Pengeta–huan Alam bukan hanya penguasaan terha–dap kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep atau prinsip-prinsipnya saja, melainkan juga suatu proses pene–muan.
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menekankan pada pem–berian pengalaman belajar dengan cara melibatkan siswa aktif melakukan percoba–an/demonstrasi/permainan akan sangat bermakna bagi para siswa. Teori belajar mengatakan, bahkan belajar yang efektif harus melalui pengalaman. Belajar melalui pengalaman (learning by doing) dalam bentuk eksplorasi dan manipulasi akan menjadikan sesuatu yang dipelajari diingat untuk waktu lama (long term memory). Dalam penelitian ditemukan bahwa sese–orang akan mengingat dan menggunakan kembali pengetahuan yang diperoleh, apa–bila pengetahuan tersebut dihasilkan dari upaya “mengonstruksi” sendiri (Mc. Nama–ra & Helay, 1995).
Berdasarkan hasil penelitian hasil belajar pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Kelas V Semester II SDN 1 Japah Kecamatan Japah Kabupaten Blora, menunjukkan bahwa hasil belajar siswa masih rendah dalam ulangan harian (nilai rata-rata pada semester I tahun pelajaran 2013/2014 adalah 65 dengan ketuntasan 70%). Hasil penelitian ini diperoleh oleh penulis yang sekaligus sebagai guru kelas V SDN 1 Japah dan juga sebagai peneliti dalam laporan ini. Disamping hasil belajar siswa, pengamatan peneliti atau penulis menunjukkan bahwa kualitas proses belajar mengajar juga masih kurang memadai atau rendah. Beberapa indikator yang menunjukkan rendahnya kualitas proses belajar mengajar antara lain:
1. Masih kurang memadainya sarana dan prasana tempat belajar, khususnya meja-meja dan kursi kelas V untuk belajar diskusi kelompok.
2. Masih terbatasnya alat-alat praktikum.
3. Masih rendahnya partisipasi siswa-sis–wa dalam proses belajar mengajar yang ditandai dengan kurang aktifnya siswa dalam setiap kegiatan pembe–lajaran.
4. Motifasi siswa yang masih rendah, ditandai dengan masih banyaknya sis–wa yang masih terlambat, tidak me–ngerjakan tugas, bermain sendiri dalam kelas.
Untuk mengatasi rendahnya kuali–tas proses dan hasil belajar tersebut telah dilakukan upaya perbaikan dengan menerapkan model pembelajaran Kons–truktivisme yaitu pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan memanfaatkan alat peraga apda semester II/genap 2013/2014 dalam bentuk penelitian kelas. Model pem–belajaran kooperatif merupakan interaksi kelompok teman sebaya (Damon dan Phelps, 1989). Pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil; siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang optimal, baik pengalaman individu maupun kelompok (Johnson, 1991). Dari pengertian ini tersirat tiga karakteristik pembelajaran kooperatif yaitu: kelompok kecil, bela–jar/bekerja sama, dan pengalaman belajar. Dalam strategi ini siswa dikelompokkan secara heterogen dengan pola anggota seorang siswa dengan pemahaman tinggi, seorang siswa dengan pemahaman rendah, dan dua siswa dengan pemahaman rata-rata, sehingga akan terjadi interaksi komunikasi diantara anggota kelompok.
Pembelajaran kooperatif merupa–kan model pembelajaran yang didalamnya siswa bekerja bersama-sama untuk menca–pai tujuan khusus atau menyelesaikan sebuah tugas. Dalam pembelajaran ini nampaknya ada komponen-komponen uta–ma dari pembelajaran kooperatif. Pertama, pembelajaran kooperatif mengajak siswa bekerja sama untuk menyelesaikan tugas-tugas, memecahkan masalah, mereview kuis, mengerjakan aktivitas praktikum, me–lengkapi lembar kerja: kedua, pengetahuan siswa dalam kelompok kecil yang hetoro–gen menantang siswa untuk saling mem–bantu, berbagi tugas dan mendukung bela–jar teman lainnya dalam kelompok. Ketiga, adanya saling ketergantungan positif dian–tara anggota kelompok. Keempat, penum–buhan rasa tanggung jawab untuk belajar dan bekerja sama. Kelima, terjadinya pem–rosesan kelompok dalam belajar.
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD disekolah tersebut dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar (nilai rata-rata ulangan harian 77 dengan ketuntasan 80%). Dengan me–nerapkan model pembelajaran kooperatif berangsur-angsur terjadi peningkatan ke–aktifan dan partisipasi, minat belajar dalam proses pembelajaran baik secara individu maupun kelompok sehingga terwujud para–digma pembelajaran dari teacher centered menuju ke students centered.
1) Identifikasi Masalah
Dari hasil penelitian, dapat diidenti–fikasikan masalah yang dihadapi, yaitu:
1) Mengapa nilai ulangan harian siswa kelas V Semester II dalam mata pelajaran IPA pada materi gaya magnet kurang bagus?
2) Apakah saya sebagai guru sekali–gus peneliti sudah menggunakan model pembelajaran yang tepat untuk menyampaikan materi gaya magnet kelas V semester II SDN 1 Japah?
3) Mengapa siswa kurang aktif dalam mengikuti mata pelajaran IPA?
2) Analisis Masalah
Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah terindetifikasi, maka di–tetapkan rumusan masalah sebagai beri–kut: Apakah penggunaan model pembela–jaran kooperatif (cooperatif learning) tipe STAD dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar IPA pada materi gaya magnet siswa kelas V Semester II SDN 1 Japah?
Rumusan Masalah
1. Apakah nelalui Cooperative Learning Tipe Stad daat meningkatkan hasil be–lajar siswa di SDN Japah 1Kecamatan Japah tahun pelajaran 2013/2014?
2. Apakah melalui Cooperative Learning Tipe Stad dapat meningkatkan belajar mata pelajaran IPA tentang gaya pada siswa kelas V di SDN 1 Japah Keca–matan Japah tahun pelajaran 2013/ 2014?
Pemecahan Masalah
Cara Pemecahan Masalah
KAJIAN PUSTAKA
Kajian Teori
1. Teori Konstruktivisme
Teori Konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan menstrasformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan struktur kognitif yang sudah ada dan menye–suaikannya apabila tidak sesuai (Slavin, 1994). Bagi siswa agar benar-benar mema–hami dan menerapkan pengetahuan, maka mereka harus memecahkan masalah, me–nemukan sendiri segala sesuatu untuk dirinya, dan berusaha dengan ide-idenya.
Salah satu prinsip yang paling penting dalam teori Konstruktivisme adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Peranan penting guru adalah menyediakan suatu suasana dimana siswa dapat mem–bangun sendiri pengetahuannya di dalam benaknya. Guru dapat memberikan tahap-tahap yang membawa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang menemukan atau mendapat–kan catatan siswa sendiri yang menemukan atau mendaptkan pemahaman tersebut (Slavin, 1994).
2. Teori Mengajar
Mengajar, dapat diartikan sebagai penciptaan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan terdiri dari komponen-komponen yang saling mempengaruhi antara lain Kompetensi Dasar yang diingin–kan atau dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang akan memainkan peran sertanya dalam hubungan sosial tertentu, bentuk kegiatan yang akan dila–kukan, serta sarana dan prasarana yang tersedia. Komponen-komponen pada sis–tem ini saling mempengaruhi serta ber–variasi sehingga setiap peristiwa belajar mengajar memiliki “profil” tertentu. Ma–sing-masing profil sistem lingkungan bela–jar mengakibatkan tercapainya tujuan-tuju–an belajar yang berbeda.
3. STAD (Student Teams Achieve-ment Division).
Ada empat tipe yang biasa diguna-kan oleh guru dalam pembelajaran ko-operatif (Abdurrahman dan Bintoro, 2000 dalam Nurhadi, 2003), yakni salah satunya adalah tipe STAD (Student Teams Achieve-ment Division). Tipe STAD dikembangkan oleh Robert Stavin dan kawan-kawannya dari Universitas John Hopkins. Tipe ini dipandang yang paling sederhana dan paling langsung dari pendidikan pembela-jaran kooperatif.
Langkah-langkah model pembela-jaran kooperatif tipe STAD adalah:
a. Para siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, 6 kelompok masing-masing kelompok mempunyai anggota yang heterogen baik laki-laki dan perem-puan.
b. Guru menyampaikan materi pelajaran.
c. Guru membagikan materi pada ma-sing-masing kelompok pada laki-laki dan saling membantu untuk menguasai materi pelajaran melalui tanya jawab dan diskusi antar sesama anggota kelompok.
d. Selanjutnya masing-masing kelompok mempresentasikan kedepan kelas di-wakili satu anak (pelapor)
e. Selanjutnya tanggapan dari masing-masing kelompok.
f. Selanjutnya guru memberi tanggapan dan penegasan dan tiap kelompok diberi skor atas penguasaan materi ke-pada siswa secara individu atau kelom-pok yang mendapat skor tertinggi di beri penghargaan.
g. Kesimpulan pelaksanaan tipe stad me-lalui tahapan sebagai berikut.
1). Penjelasan materi
2). Diskusi kerja kelompok
3). Validasi oleh guru
4). Evaluasi
5). Menentukan nilai individu dan ke-lompok
6). Penghargaan individu atau kelom-pok
4. Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif (cooperatif learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang bermuara pada pendekatan konstruktivisme. Model pembe–lajaran kooperatif siswa belajar bersama, saling menumbangkan pikiran dan bertang–gung jawab terhadap pencapaian hasil be–lajar secara individu dan kelompok (Slavin, 1991). Model pembelajaran ini berpan–dangan bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-kon–sep yang sulit apabila mereka saling mendiskusikan konsep-konsep tersebut de–ngan teman sebayanya (Slavin, 1994).
Beberapa hal yang perlu diperhati–kan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif adalah:
a. Bentuk kelompok (jumlah anggota ke–lompok, tingkat kemampuan anggota kelompok)
b. Konsep dan sub konsep yang akan di–ajarkan
c. Tugas yang harus dilakukan siswa (misalnya LKS)
d. Tujuan pembelajaran yang ingin dica–pai
e. Keterampilan dan strategi yang dilatih–kan, dan
f. Metode evaluasi yang digunakan
Pada penerapan model pembela–jaran kooperatif siswa dibagi dalam kelom–pok-kelompok tertentu. Dalam model pembelajaran ini siswa diberi kesempatan bekerja sama untuk menyelesaikan masa–lah, untuk mencapai tujuan. Dalam model pembelajaran ini nampaknya ada kom–ponen-komponen utama dari pembelajaran kooperatif merupakan bagian intregal dari setiap model pembelajaran kooperatif. Pertama, pembelajaran kooperatif meng–ajak siswa bekerja sama untuk menyele–saikan tugas-tugas, memecahkan masalah, menjawab pertanyaan, melengkapi lembar kerja. Kedua, pengaturan siswa untuk sa–ling membantu, berbagi tugas, dan mendu–kung belajar teman lainnya dalam kelom–pok. Ketiga, adanya saling ketrgantungan positif diantara anggoa kelompok. Ke–empat, penumbuhan rasa tanggung jawab untuk belajar dan bekerja sama. Kelima, terjadinya pemrosesan kelompok dalam belajar.
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan keefektifan kelompok dan menghambat keefektifan kerja kelompok. Menurut Brown, Collins, dan Duguid (1989), faktor-faktor penting yang mempe–ngaruhi keberhasilan belajar kelompok adalah:
1) Pemecahan masalah kolektif
2) Peran-peran majemuk tampilan
3) Strategi konfontasi dan salah konsep, dan
4) Penyediaan ketrampilan-ketrampilan kerja kolaboratif.
Pandangan-pandangan tersebut kadang-kadang menimbulkan salah konsep yang butuh untuk dikonfrontasikan. Namun, adanya pertentangan-pertentang–an tersebut dapat meningkatkan perkem–bangan kognitif (Forman, Coedle, Carr dan Geogoirus, 1991).
Namun, perlu diperhatikan bahwa anggota kelompok tidak selalu bekerja sama dengan baik. Salomon dan Globerson (1989) memberikan berbagai efek yang dapat merintanngi keefektifan kelompok, yaitu: a) efek penunggang bebas (the free rider effect), b) Peran-peran majemuk tampilan, c) Strategi konfrontasi dan salah konsep, dan d) Penyediaan ketrampilan-ketrampilan kerja kolaboratif. Pandangan-pandangan tersebut kadang-kadang me–nimbulkan salah konsep yang butuh untuk dikonfrontasikan. Namun, adanya perten–tangan-pertentangan tersebut dapat me–ningkatkan perkembangan kognitif (For–man, Cordle, Carr, dan Gregorius, 1991).
Namun, perlu diperhatikan bahwa anggota kelompok tidak selalu bekerja sama dengan baik. Salomon dan Globerson (1989) memberikan berbagai efek yang dapat merintangi keefektifan kelompok, yaitu 1) Efek penunggang bebas (the free rider effect), 2) efek pengisap (the status differential effect), dan 4) efek geng pada tugas (the ganging up on the task effect). Efek penunggang bebas terjadi bila se–orang anggota kelompok memperkenankan anggota kelompok lainnya mengerjakan pekerjaan. Penanggang bebas lebih tampak dalam kelompok besar dan kurang tampak ketika semua anggota kelompok diminta untuk berpartisipasi. Efek pengisap sejenis dengan efek penunggang bebas, tetapi dalam hal ini anggota yang berkemampuan tinggi tidak ingin diman–faatkan oleh anggota lainnya. Efek perbe–daan status terjadi jika anggota yang ber–status sosial tinggi mengendalikan, sedang–kan efek geng pada tugas terjadi jika anggota-anggota kelompok memutuskan bahwa mereka ingin menghindari kerja dan memberikan sedikit usaha dalam rangka menyelesaikan tugas. Agar kondisi dalam pembelajaran kooperatif agar benar-benar berjalan dengan baik, maka guru harus memahami lima unsur dasar yang ada alam pembelajaran kooperatif agar benar-benar berjalan dengan baik, maka guru harus memahami lima unsur dasar yang ada dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: a) Saling ketergantungan positif (po–sitive interdependence). Siswa harus mera–sa bahwa mereka tergantung secara positif dan saling terikat antar sesama anggota kelompok; b) Interaksi langsung (face-to-face interaction) antar siswa. Hasil bela–jar yang terbaik dapat diperoleh dengan cara adanya komunikasi verbal antar siswa yang didukung saling ketergantungan positif. Belajar kooperatif membutuhkan siswa untuk bertatap muka satu dengan lainnya dan berinteraksi langsung. Selain itu siswa juga harus mengembangkan ketrampilan berkomunikasi secara aktif; c) pertangungjawaban individu (individu–al accountability). Agar supaya dapat menyumbang, mendukung, dan membantu satu sama lain, setiap siswa harus me–nguasai materi ajar. Dengan demikian seti–ap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari materi dan bertang–gungjawab pula terhadap hasil belajar kelompok. Dengan cara ini prestasi setiap siswa dapat dimaksimalkan. Karena belajar kooperatif mirip dengan belajar tuntas maka guru perlu mengetahui kemampuan siswa secara individu; d) Ketrampilan berinteraksi antar individu dan kelom–pok. Ketrampilan sosial sangat penting dalam belajar kooperatif dan harus diajarkan kepada siswa; e) Keefektifan proses kelompok (group processing). Siswa memproses keefektifan kelompok belajar mereka dengan cara menjelaskan tindakan mana yang dapat menyumbang belajar dan mana yang tidak dan membuat keputusan terhadap tindakan yang bisa dilanjutkan atau yang perlu diubah, proses ini meliputi umpan balik, refleksi, dan peningkatan kualitas kerja.
Dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif ada tiga tahap yang dilakukan oleh guru, yaitu persiapan, proses belajar dan evaluasi. Dalam tahap persiapan mencakup beberapa kegiatan yaitu, a) menentukan tujuan belajar, b) membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok, dengan memperhatikan variasi kemampuan akademik dan jenis kelamin, c) menjelaskan tugas (tugas akademik dan tugas sosial), d) menyusun saling ketergantungan positif. Dalam tahap proses belajar mengajar mencakup dua kegiatan yaitu, a) membantu siswa dalam menyelesaikan tugas dan b) membantu siswa bekerja secara kooperatif. Evaluasi dilakukan dalam dua aspek, yaitu a) evaluasi hasil belajar untuk mengetahui pencapaian tujuan belajar, dan b) evaluasi ketrampilan kooperatif yang bertujuan untuk menemukan seberapa baik siswa bekerja sebagai suatu kelompok.
Berdasarkan ketiga tahapan yang telah diuraikan di atas, maka pelaksanaan pembelajaran kooperatif dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah 1. Pendahuluan: Menetapkan dan menjelaskan tujuan pembela–jaran.
a. Menjelaskan kepada siswa proses kooperatif yang akan digunakan, tujuan pembelajaran, dan meng–kaitkannya dengan pengetahuan awal siswa.
b. Menetapkan tingkah laku dan in–teraksi antara siswa yang diharap–kan.
Langkah 2. Penyajian Informasi (Garis be–sar materi pelajaran)
a. Menyajikan informasi/konsep kunci secara verbal atau dalam bentuk hand out.
Langkah 3. Mengatur siswa ke dalam ke–lompok belajar
a. Mengatur kelompok-kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa secara heterogen berdasarkan kemampu–an intelektual dan jenis kelamin. Dalam setiap kelompok harus ada siswa dengan tingakt intelektual tinggi, sedang dan rendah.
b. Mengatur peran setiap anggota kelompok dalam kelompoknya.
Langkah 4. Membantu siswa bekerja dan belajar dalam kelompok.
Langkah 5. Memberikan tes/kuis
a. Tes/Kuis diberikan secara individu dan tidak diperknankan untuk sa–ling bekerja sama. Penilaian dilaku–kan oleh guru/fasilitator dan skor peningkatan kelompok di dasarkan atas skor individu.
Langkah 6. Memberikan penghargaan pa–da kelompok
a. Penghargaan untuk kleompok bisa berupa benda, status, sanjung–an/pujian dan sebagainya.
Temuan Hasil Penelitian
Dari hasil pengamatan nilai ulang–an harian dari 18 siswa kelas V SDN 1 Japah , rata-rata nilai ulangan harian masih < 75. hal ini dikarenakan karena guru dan siswa dalam proses pembelajaran masih kurang dalam mempersiapkan semua ke–lengkapan perangkat dalam pembelajaran baik itu sumber dan alat pembelajaran, metode, model dan sebagianya.
Para siswa kebanyakan masih sulit untuk menerima penjelasan dari guru yang bersifat informasi saja dan selanjutnya hanya diberikan tugas secara individu, se–hingga jika keadaan ini bila dikembangkan terus-menerus siswa akan sulit untuk memahami konsep dan hasil belajar menjadi buruk.
Melihat keadaan tersebut diatas maka guru sekaligus sebagai peneliti dengan bantuan untuk menjadi pengamat yang sekaligus sebagai komentator setiap tindakan yang dilakukan peneliti mulai dari Rencana Pembelajaran, Persiapan, Kegiat–an Awal, Inti dan akhir. Dari hasil peng–amatan teman sejawat ini maka peneliti melakukan pelaksanaan tindakan yaitu penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua tahapan atau dua siklus.
Hasil dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini yang dilakukan di kelas ini yang dilakukan di kelas V SDN 1 Japah memberikan manfaat bagi perorangan/ institusi sebagai berikut; bagi guru dengan penelitian tindakan kelas ini guru secara berangsur-angsur dapat menemukan strategi dan teknik pembelajaran yang ber–variasi. Bagi siswa, dapat membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajar secara berkelompok.
PELAKSANAAN PERBAIKAN PEMBELA-JARAN
Subjek Penelitian
1. Lokasi
Penelitian ini dilakukan di kelas V semester II SDN 1 Japah Kecamatan Japah Kabupaten Blora tahun pelajaran 2013/ 2014.
2. Waktu
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Siklus I dilaksanakan tanggal 2 Februari 2014 dan Siklus II dilaksanakan tanggal 25 Februari 2014.
3. Mata Pelajaran
Penelitian ini dilakukan pada waktu pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan tema tentang Gaya Magnet kelas V semester II di SDN 1 Japah Kecamatan Japah Kabupaten Blora tahun pelajaran 2013/2014.
4. Kelas dan Karakteristik Siswa
Penelitian dilakukan di Kelas IV dimana jumlah siswa terdiri dari 18 siswa dengan perbandingan 12 putri dan 6 putra dengan karakteristik siswa mayoritas kehi–dupan dari kalangan Petani dengan tingkat kemampuan ekonomi dan kepandaian sis–wa rata-rata kurang.
Sumber Data
Data Penelitian Tindakan Kelas ini diambil atau dikumpulkan melalui guru kelas yaitu peneliti sendiri dan siswa IV semester II tahun 2013/2014 SDN 1 Japah Kecamatan Japah Kabupaten Blora.
Jenis Data
Jenis data penelitian ini meliputi:
a. Data kualitatif
Data kualitatif adalah data yang diambil dari hasil observasi tentang kegiatan pembelajaran guru dan keaktifan belajar siswa dalam mengikuti materi pembelajaran.
b. Data kuantitatif
Data kuantitatif adalah data yang sifatnya terukur yang dinyatakan dengan angka-angka. Data diambil dari hasil belajar siswa yang berhubungan dengan materi pembelajaran IPA.
Peningkatan hasil tes formatif perbaikan pembelajaran IPA Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
PRA SIKLUS |
Siklus I |
Siklus I I |
|||||||||
Nilai rata- rata |
Jumlah siswa |
Persen tase |
Nilai rata- rata |
Jumlah siswa |
Persen tase |
Nilai rata-rata |
Jumlah siswa |
Persen tase |
|||
Tnts |
Blm |
Tnts |
Blm |
Tnts |
Blm |
||||||
71,1 |
7 |
11 |
38,8 |
74,4 |
12 |
6 |
66,7 |
85,5 |
16 |
2 |
88,8 |
Dari ketiga tabel dan grafik di atas menunjukkan adanya peningkatan hasil tes formatif siswa. Pra Siklus nilai rata-rata hanya 71,1 Siklus I mengalami peningkatan menjadi 74,4 dan Siklus II mengalami pe-ningkatan lagi menjadi 85,5. Ini menunjuk-kan hasil tes formatif yang maksimal. Demikian juga tingkat ketuntasan prestasi belajar dari Pra Siklus hanya 38,8%, Siklus I menjadi 67,7%% dan Siklus II 88,8%. Ini menunjukkan bahwa setelah diadakan perbaikan pembelajaran siswa semakin memahami materi yang disampaikan oleh guru. Ini terbukti adanya peningkatan nilai hasil tes formatif, serta ketuntasan belajar siswa pada setiap siklusnya.
Untuk lebih jelasnya penulis menunjukkan dalam bentuk grafik sebagai berikut:
Perbandingan Belajar Pra Siklus, Siklus I, Siklus II
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Penggunaan model pembelajaran ko–operatif tipe STAD dapat meningkatkan kualitas proses belajar mengajar pela–jaran IPA siswa kelas V SD Negeri 1 Japah. Beberapa indikator terjadinya peningkatan kualitas proses belajar mengajar tersebut adalah:
a) Keterlibatan siswa dalam diskusi kelompok maupun diskusi kelas.
b) Peningkatan kerja sama dalam kelompok dan tidak tampak sikap individual.
2. Penggunaan metode pembelajaran ko–operatif tipe STAD dapat meningkatkan kualitas hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 1 Japah.
3. Pemberian lembar kerja tiap kelompok ternyata dapat meningkatkan pema–haman siswa terhadap konsep materi gaya magnet.
4. Pujian atau penguatan ternyata mam–pu meningkatkan hasil belajar.
Saran
Beberapa saran yang diajukan terkait dengan hasil pembelajaran (kesim–pulan) diatas adalah:
1. Perlu dilakukan penelitian tindakan se–jenis untuk tentang gaya mata pela–jaran yang lain atau menerapkan mo–del pembelajaran yang lain atau me–nerapkan model pembelajaran yang paling cocok untuk materi terkait.
2. Guru lebih kreatif dalam memberikan latihan-latihan pada lembar kerja pada setiap proses kegiatan belajar meng–ajar.
3. Dalam memberikan pujian atau pe–nguatan, guru harus melihat situasi atau kondisi yang terjadi pada kegiatan belajar mengajar sehingga dapat me–numbuhkan kompetensi antar siswa khususnya dalam prestasi.
DAFTAR PUSTAKA
Johson, D.W., dan Johnson, R.T., 1989. Cooperative and Competitive: Theory and Researc. Edina, WN: Interaction Book Co.
Lundgren, L., 1994. Cooperative Learning in the Science Classroom. New York: MC. Millan/MC. Graw – Hill.
Slavin, Robert E. 1995. Cooperative Learning. Masscochusets: Allyn and Bacon Publisher.
Sulistyorini, Sri. 1999. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Mata Pelajaran IPA. Lembaran Ilmu Pengetahuan. No. 1- tahun XXVIII-1999-11-19. Semarang: IKIP Semarang.
Winata Putra, Udin. S. [et.al]. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.