UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA

MELALUI MODEL PEMBELAJARAN DEMONSTRASI

PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 2 KAPUNG

KECAMATAN TANGGUNGHARJO KABUPATEN GROBOGAN

TAHUN PELAJARAN 2015/2016

 

Sugito

SD Negeri 2 Kapung Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan

 

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa kelas V pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi Cahaya dan Sifatnya melalui Model Pembelajaran Demonstrasi di SD Negeri 2 Kapung Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2015/2016. Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Model PTK yang digunakan adalah model PTK dari Kemmis dan Mc Taggart yang mencakup empat kegiatan utama yang ada pada setiap siklus adalah: (1) menyusun rencana tindakan (planning), (2) pelaksanaan tindakan (acting), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting). PTK ini menggunakan 2 siklus. Teknik pengumpulan data dengan teknik tes, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik deskriptif komparatif. Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar IPA meningkat setelah penerapan model pembelajaran demonstrasi. Peningkatan dapat terlihat dari nilai rata-rata kelas dan yang pasti yaitu jumlah siswa yang memperoleh nilai di atas KKM yaitu ≥ 70 atau dapat di lihat dari indikator ketuntasan yaitu sebesar ≥ 85%. Nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa dalam kondisi awal yaitu sebesar 52,3, siklus I meningkat menjadi 69,2 dan siklus II lebih meningkat menjadi 80. Jumlah siswa yang belum tuntas dan yang sudah tuntas pun meningkat. Pada kondisi awal ketuntasan hasil belajar IPA hanya 38,5%, pada siklus I naik menjadi 61,5%, dan pada siklus II naik menjadi 100%. Skor minimal pada kondisi awal 45, pada siklus I naik menjadi 50, dan pada siklus II juga naik menjadi 70. Sedangkan skor maksimal pada kondisi awal tetap sama antara kondisi awal, siklus I yaitu 90 dan siklus II yaitu 100.

Kata kunci: Model Pembelajaran Demontrasi, Hasil Belajar IPA

 

Latar Belakang

 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistimatis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam hidup sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

 IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat Sekolah Dasar diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, Lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. embelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiri) untuk menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pengalaman belajar langsung melalui penggunaan dan pengembangan ketrampilan proses dan sikap ilmiah. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.

Uraian di atas oleh peneliti digunakan sebagai dasar untuk menentukan strategi, media, metode dalam pembelajaran IPA di kelas V SD Negeri 2 Kapung Kecamatan Tanggungharjo. Karena pada pembelajaran IPA materi ”Cahaya dan sifat-sifatnya” hasil evaluasinya rendah sehingga tidak mencapai ketuntasan minimal yang telah ditetapkan yaitu nilai 70. Dari 13 orang siswa L: 8, P:5 hanya 8 siswa yang mendapat nilai 70. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis merencanakan untuk melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) untuk meningkatkan hasil belajar siswa sesuai harapan semua pihak. 

LANDASAN TEORI

Hakekat Pembelajaran

Dalam kegiatan pembelajaran, metoda mengajar merupakan salah satu komponen yang harus dilaksanakan. Pada dasarnya metoda mengajar merupakan teknik yang digunakan guru dalam melakukan interaksi dengan siswa pada saat proses pembelajaran. Penggunaan metoda yang tepat dalam mengajar, akan dapat memotivasi dan meningkatkan prestasi belajar siswa (Winataputra, 1997: 44).

Dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar berbagai macam metoda dapat gunakan. Dalam Penelitian Tindakan Kelas ini, metoda yang penulis gunakan adalah metode bervariasi, yaitu metoda tanya jawab, penugasan, ceramah, diskusi dan metoda eksperimen. Dengan penggunaan metoda yang tepat dapat membantu cara berfikir anak, hal ini sesuai pendapat Carol Gestwicki (1995:321) bahwa dalam perkembangan terdapat perubahan yang dapat diramalkan. Anak terlibat langsung dalam praktek pembelajaran IPA.

Dalam pembelajaran IPA jika anak langsung mempraktekkan apa yang sedang dipelajari maka anak akan menemukan langsung pengalaman yang digali melalui proses dalam praktek IPA. Dengan demikian pengalaman tersebut akan tertanam dalam diri anak dan tidak mudah terlupakan.

Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh setelah mengalami aktifitas (Tri Anni, 2004;4 ). Memang betul teori diatas, karena perubahan tingkah laku siswa yang terjadi merupakan bukti telah terjadi proses belajar mengajar, dan ini merupakan hasil belajar yang telah dilakukan.

Pengertian IPA

 Menurut Fowler “IPA adalah pengetahuan alam yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi”. Menurut Sund “IPA adalah sekumpulan pengetahuan dan juga suatu proses”. Pendidikan IPA di sekolah dasar bertujuan agar siswa menguasai pengetahuan, fakta, siswa dalam mempelajari diri dan alam sekitar. Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mencari tahu dan berbuat sehingga mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.Filosofi IPA sebagai cara untuk mencari tahu yang berdasarkan pada observasi. Dengan demikian, pengetahuan dalam IPA merupakan hasil observasi. Kebenaran harus dibuktikan secara empiris berdasarkan observasi atau eksperimen. Pengembangan pembelajaran IPA yang menarik, menyenangkan, layak, sesuai konteks, serta didukung oleh ketersediaan waktu, keahlian, sarana dan prasarana merupakan kegiatan yang tidak mudah untuk dilaksanakan. Seorang guru dituntut memiliki kemampuan dan kreativitas yang cukup agar pembelajaran dimiliki seorang guru adalah tentang pemahaman dan penguasaan terhadap pendekatan pembelajaran. Menurut Susilo (1998) mengemukakan bahwa pendekatan berifat aksiomatis yang menyatakan pendirian, filosofi, dan keyakinan yang berkaitan dengan serangkaian asumsi.

Berdasarkan kurikulum 2004, IPA seharusnya dibelajarkan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup.

Hakikat Pembelajaran IPA

Dalam berbagai sumber dinyatakan bahwa hakikat sains adalah produk, proses, dan penerapannya (teknologi), termasuk sikap dan nilai yang terdapat didalamnya. Produk sains yang terdiri dari fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori dapat dicapai melalui penggunaan proses sains, yaitu melalui metode-metode sains atau metode ilmiah, bekerja ilmiah. Joni mengutip Marzano (1992) bahwa titik pusat hakikat belajar, pengetahuan pemahaman terwujud dalam bentuk pemberian makna oleh siswa kepada pengalaman melalui berbagai keterampilan kognitif di dalam mengolah informasi yang diperolehnya melalui alat indera.

Pada hakikatnya Ilmu Pengetahuan Alam (sains) sangat bermanfaat dalam kehidupan masyarakat melalui teknologi, karena teknologi sangat erat hubungannya dengan bekerja ilmiah. Bekerja ilmiah sesungguhnya adalah perluasan dari metode ilmiah. Di Indonesia metode ilmiah sudah ditekankan dalam IPA sejak kurikulum 1975. Selanjutnya dalam kurikulum 1994, lingkup proses dan konsep diintegrasikan dalam setiap rumusan tujuan pembelajaran (umum) yang harus diukur pencapaiannya.

Mata Pelajaran IPA kelas 5 SD

Menurut Kurikulum Pendidikan Dasar dalam Garis-garis Besar Program Pendidikan (GBPP) kelas V Sekolah Dasar dinyatakan. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains merupakan hasil kegiatan manusia yang berupa pengetahuan, gagasan dan konsep-konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses kegiatan ilmiah antara lain penyelidikan,penyusunan dan pengujian gagasan-gagasan. Lebih lanjut pengertian IPA menurut Fisher (1975) yang dikutip oleh Muh. Amin (1987:3) mengatakan bahwa “Ilmu Pengetahuan Alam adalah salah satukumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematik yang di dalamnya secara umum terbatas..
 Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa IPA (sains) merupakan salah satu kumpulan ilmu pengetahuan yang mempelajari alam semesta, baik ilmu pengetahuan yang mempelajari alam semesta yang bernyawa ataupun yang tak bernyawa dengan jalan mengamati berbagai jenis dan perangkat lingkungan alam serta lingkungan alam buatan. IPA (sains) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematik untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah.Pendidikan Sains di SD bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan Sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (Depdiknas 2004:33). Menurut Sumaji (1998:31), IPA berupaya untuk membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya mengenai alam sekitarnya. Mata pelajaran IPA adalah program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai ilmiah pada siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Sang Pencipta (Depdikbud 1993/1994: 97).

 Pengertian Metode Demonstrasi

Ditinjau dari segi etimologi (bahasa) metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu “methodos”, yang terdiri dari kata ”metha” yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Maka metode mempunyai arti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan guna mencapai apa yang telah ditentukan.

Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Metode dalam sistem pembelajaran memegang peranan yang sangat penting. Keberhasilan implementasi pembelajaran tergantung pada cara guru menggunakan metode pembelajaran. Suatu strategi pembelajaran dapat diimplementasikan melalui penggunaan metode pembelajaran. Metode mengajar adalah cara yang digunakan oleh guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Peranan metode mengajar sebagai alat untuk menciptakan proses belajar dan mengajar. Melalui metode diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan kegiatan mengajar guru. Terciptanya interaksi edukatif ini, guru berperan sebagai penggerak dan pembimbing. Sedangkan siswa berperan sebagai penerima atau yang dibimbing. Proses interaksi ini akan berjalan lebih baik jika siswa banyak aktif dibandingkan dengan guru. Metode mengajar yang baik adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar siswa.

 Menurut Syah (2000: 201) pengertian metode secara harfiah berarti.cara. Dalam pemakian yang umum, metode diartikan sebagai cara melakukan sesuatu kegiatan atau cara-cara melakukan kegiatan dengan menggunakan fakta dan konsep-konsep secara sistematis. Menurut Muzayyin Arifin (1987: 100) pengertian metode adalah cara, bukan langkah atau prosedur. Kata prosedur lebih bersifat teknis administratif atau taksonomis. Seolah-olah mendidik atau mengajar hanya diartikan cara mengandung implikasi mempengaruhi. Maka saling ketergantungan antara pendidik dan anak didik di dalam proses kebersamaan menuju ke arah tujuan tertentu. Pengertian metode demonstrasi menurut Syah (2000: 208) adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan dan urutan melakukan kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan. Menurut Suaedy (2011) metode demonstrasi adalah suatu cara penyampaian materi dengan memperagakan suatu proses atau kegiatan. Metode ini sangat efektif diterapkan untuk menunjukkan proses suatu kegiatan. Metode ini bisanya digabungkan dengan metodeh ceramah dan tanya. Menurut Darajat (1995: 296) metode demonstrasi adalah metode mengajar yang menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana melakukan sesuatu kepada anak didik. Dengan menggunakan metode demonstrasi, guru atau siswa memperlihatkan kepada seluruh anggota kelas mengenai suatu proses,.

Dari uraian dan definisi di atas, dapat dipahami bahwa metode demonstrasi adalah dimana seorang guru memperagakan langsung suatu hal yang kemudian diikuti oleh siswa sehingga ilmu atau keterampilan yang didemonstrasikan lebih bermakna dalam ingatan masing-masing siswa.

Setiap kegiatan yang dilakukan pasti mempunyai tujuan. Begitu juga dengan metode demonstrasi yang berkaitan dengan pendidikan atau pengajaran. Adapun tujuan metode demonstrasi dalam proses belajar mengajar adalah untuk memperjelas pengertian konsep dan memperlihatkan cara melakukan sesuatu atau proses terjadinya sesuatu (Syah, 2000: 208). Menurut Sudjana (2004: 217) tujuan dari metode demonstrasi adalah untuk memperagakan atau mempertunjukkan suatu keterampilan yang akan dipelajari siswa. Pendapat tersebut sejalan dengan Roestiyah yang menyebutkan bahwa tujuan metode demonstrasi adalah untuk memperlihatkan terhadap anak didik bagaimana sesuatu harus terjadi dengan cara yang paling baik. 

Dari berbagai uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari metode demonstrasi adalah untuk menghilangkan verbalisme dalam materi pelajaran, sehingga siswa akan semakin mengerti, memahami dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari terhadap materi yang telah dipelajarinya, sedangkan ditinjau dari sudut tujuan penggunaanya dapat dikatakan bahwa metode demonstrasi bukan merupakan metode yang dapat diimplementasikan dalam proses belajar mengajar secara independen, karena metode demonstrasi merupakan alat bantu untuk memperjelas apaapa yang diuraikan, baik secara verbal maupun secara tekstual.

Kajian yang Relevan

Berdasarkan hasil penelitian Seno tahun 2012 dalam PTK yang berjudul “Upaya Peningkatan prestasi belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Demonstrasi Bagi Siswa Kelas IV SD Kertomulyo 02 Kecamatan Trangkil Kabupaten Pati Pada Semester I Tahun Pelajaran 2011/2012” menyatakan bahwa peningkatan hasil belajar IPA dengan menggunakan model pembelajaran demonstrasi. Hal ini terlihat pada rata-rata kelas pada kondisi awal (prasiklus) 47,60, pada siklus I naik menjadi 66,40. Ini berarti terjadi peningkatan sebesar 18,80 atau 39,49%. Sedangkan rata-rata kelas pada siklus II naik menjadi 73,20. Ini juga terjadi peningkatan 6,80 atau 10,24%. Begitu juga pada ketuntasan belajar, pada kondisi awal 20%, pada siklus I 60%, pada siklus II 80%. Skor minimal pada kondisi awal 30, pada siklus I naik menjadi 40, dan pada siklus II juga naik menjadi 50. Sedangkan skor maksimal pada kondisi awal 80, pada siklus I naik menjadi 90, dan pada siklus II naik menjadi 100. Berdasarkan

Penelitian Sunoto Tahun 2011 dalam PTK yang berjudul ”Penerapan metode demonstrasi untuk meningkatkan aktifitas dan hasil belajar materi listrik siswa kelas VI” menyatakan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif model stad (1) dapat diterapkan dengan baik dalam pembelajaran IPA, (2) dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa dari 33kurang baik pada siklus I menjadi baik pada siklus II, (3) dapat meningkatkan hasil belajar siswa yaitu nilai rata-rata kelas dari 69,31 pada siklus I menjadi 81,45 pada siklus II dan siswa yang berhasil dari 29,16% pada siklus I menjadi 87,5% pada siklus II mata pelajaran IPA untuk materi listrik siswa kelas VI di SDN Sukoreno I Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan ini adalah penelitian tindakan kelas. Menurut Kemmis dan Taggart (dalam Sunardi 2012: 36) prosedur penelitian terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, melakukan tindakan, observasi, dan refleksi. Refleksi dalam tiap siklus, dan akan berulang kembali pada siklus–siklus berikutnya. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik tes, observasi, dan dokumen. Data yang terkumpul dianalisis dengan teknik deskriptif komparatif, yaitu membandingkan nilai tes kondisi awal, nilai tes setelah siklus 1 dan nilai tes setelah siklus 2.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Prasiklus

 Penelitian dilakukan di kelas 5 SD Negeri 2 Kapung pada semester II tahun pelajaran 2015/2016. Berdasarkan hasil ulangan pada semester 1 terlihat dari nilai hasil belajar IPA yang telah dilakukan di mana sebagian besar siswa memperoleh nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=70). Diperoleh data hasil pembelajaran sebelum dilakukan tindakan pembelajaran yang dilakukan oleh penulis yang terdapat dalam tabel 4.1.

Tabel 4.1. Destribusi Frekuensi Nilai Mata Pelajaran IPA Prasiklus

No

Nilai

Frekuensi

Persentase

Keterangan

1.

90-100

1

7,7 %

Tuntas

2.

80-89

2

15,4 %

Tuntas

3.

70-79

2

15,4 %

Tuntas

4.

 < 69

8

61,5 %

Tidak Tuntas

 

Total

13

100 %

 

 

Rata-rata

52,3

 

 

 

Nilai Tertinggi

90

 

 

 

Nilai Terendah

45

 

 

 

            Berdasarkan gambar 4.1 dapat dilihat jumlah siswa yang tuntas dan tidak tuntas. Jumlah siswa yang tuntas terdapat 8 siswa dengan persentase sebesar 61,5%. Sedangkan jumlah siswa yang tidak tuntas adalah 5 siswa dengan persentase sebesar 38,5%.

 

Deskripsi Siklus II

Refleksi dan analisis hasil pemberian angket dan tes pada Siklus I diperoleh: Pada siklus I yang memperoleh nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal 70 ada 5 siswa atau 38,5%, sedangkan 8 siswa atau 61,5% telah memperoleh nilai ≥ KKM. Pada siklus II ketuntasan belajar siswa dapat diketahui bahwa tidak ada siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM 70, semua siswa sudah mencapai ketuntasan minimal yaitu 13 siswa dengan persentase 100%. Sehingga penulis menyimpulkan bahwa penelitian ini dapat dikatakan berhasil karena siswa yang mencapai KKM > 85% dan terjadi peningkatan baik dari hasil

belajar, observasi kinerja guru maupun aktivitas siswa, dari siklus I ke siklus II.

Hasil belajar IPA pada siklus 1 diambil dari hasil tes evaluasi yang berbentuk pilihan ganda. Tes evaluasi dilaksanakan pada akhir siklus 1 yaitu pada pertemuan 2. Hasil tes evaluasi ini memberikan gambaran hasil belajar siswa. Dari nilai yang diperoleh pada siklus 1 masih terdapat beberapa siswa yang nilainya belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu ≤ 70.

Ketuntasan yang diperoleh siswa dapat dilihat dari daftar perolehan nilai pada siklus 1 dan disajikan pada tabel berikut:

Tabel 4.6

Distribusi Frekuensi Nilai IPA

Kelas V SDN 2 Kapung Tahun Pelajaran 2015/2016 Siklus 1

No

Nilai

Frekuensi

Persentase (%)

Keterangan

1.

90-100

1

7,7 %

 Tuntas

2.

80-89

3

23,1 %

 Tuntas

3.

70-79

4

30,8 %

Tuntas

4.

60-69

3

23,1%

Tidak Tuntas

5.

50- 59

2

15,3 %

Tidak Tuntas

Total Jumlah

13

100

100 %

Rata – rata

69,2

Nilai Tertinggi

100

Nilai Terendah

50

 

Berdasarkan tabel 4.6 distribusi frekuensi tersebut tampak ada peningkatan hasil belajar siswa. Rentang nilai 90-100 pada refleksi awal 1, pada siklus I ada 1 siswa atau 7,7 %. Rentang nilai 80-89 semula hanya 2 siswa kini menjadi 3 siswa (23,1 %). Rentang nilai 70-79 juga mengalami kenaikan semula hanya 2 siswa kini menjadi 4 (30,8 %). Rentang nilai 60-69 mengalami kenaikan semula 2 siswa kini hanya 3 siswa ( 23,1%. Rentang nilai 50-59 semula 1 siswa kini 2 siswa. Bahkan, rentang nilai di bawah 50 semula ada 5 siswa kini tidak ditemukan lagi. 

Jumlah siswa yang belum tuntas nilai IPA adalah 5 siswa dengan persentase 38,5%, sedangkan siswa yang sudah mencapai ketuntasan nilai IPA adalah 8 siswa dengan persentase 61.5%. Dengan demikian ada peningkatan dari kondisi awal sebelum ada tindakan perbaikan dengan metode demonstrasi dengan kondisi akhir setelah adanya tindakan perbaikan dengan metode demonstrasi.. Sehingga peneliti mengadakan tindak lanjut pada siklus 2.

 

Deskripsi Siklus 2

                        Berdasarkan hasil pengamatan terhadap guru dan siswa terjadi peningkatan yang cukup baik dibandingkan pada siklus 1 akibat dari penggunaan metode demonstrasi dalam pembelajaran IPA. Berikut hasil belajar IPA siklus 2:

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Nilai IPA

Kelas V SDN 2 Kapung Tahun Pelajaran 2015/2016 Siklus 2

No

Nilai

Frekuensi

Persentase (%)

Keterangan

1.

40-49

2.

50-59

3.

60-69

 

4.

70-79

6

46,1

Tuntas

5.

 80-89

4

30,8

Tuntas

6.

90 – 100

3

23,1

Tuntas

Total Jumlah

13

100

Rata – rata

80

Nilai tertinggi

100

Nilai terendah

70

 

 

 

Berdasarkan tabel 4.7 distribusi frekuensi tersebut rentang nilai 90-100 pada siklus I ada 1 siswa kini menjadi 3 siswa atau sekitar 13,3 %. Rentang nilai 80-89 semula 3 siswa kini menjadi 4 siswa ( 30,1 %). Rentang nilai 70-79 semula 4 siswa kini menjadi 6 siswa (46,1 %). Rentang nilai 60-69 yang semula 3 siswa kini 0 % siswa. Bahkan, rentang nilai 50-59 semula 2 siswa kini tidak ada.

Pembahasan Hasil Penelitian

 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan hasil belajar IPA materi Cahaya Dan Sifatnya dengan model demontrasi terbukti memberikan peningkatan hasil belajar siswa yang memuaskan. Pembelajaran dengan teknik ini berjalan lebih efektif dan bermakna. Pembeljaran tersebut jelas akan mempengaruhi kualitas belajar yang optimal, sehingga siswa memiliki daya serap terhadap belajarannya yang tinggi pula dan pada akhirnya hasil belajar siswa pada pelajaran IPA materi cahaya menjadi lebih optimal.

Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.8 peningkatan hasil belajar pada prasiklus, siklus 1 dan siklus 2 sebagai berikut:

 

Tabel 4.8 Peningkatan hasil Belajar IPA

Siswa Kelas V SDN 2 Kapung Tahun Pelajaran 2015/2016 Prasiklus, Siklus 1 dan 2

No.

Kondisi

 Tuntas

(%)

 Belum Tuntas

 (%)

1.

Prasiklus

5

38,5%

8

61,5%

2.

Siklus 1

8

 61,8%

5

38,5%

3.

Siklus 2

13

100%

 

Pada kondisi prasiklus jumlah siswa yang tuntas ada 5 siswa, sedangkan yang tidak tuntas ada 8 siswa. Peneliti kemudian melaksanakan tindakan perbaikan dengan metode demonstrasi pada siklus 1 dan siklus 2. Hasil belajar IPA siklus 1, siswa yang tuntas 8, sedangkan yang tidak tuntas 5 siswa. Terjadi peningkatan jumlah siswa ketuntasan hasil belajarnya meningkat dari kondisi prasiklus ke siklus 1. Pada siklus 2 jumlah siswa yang tuntas semakin menunjukkan peningkatan yaitu 13 siswa atau seluruh siswa mencapai ketuntasan.

Peneliti memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terjadi saat prasiklus, kemudian perbaikan diimplementasikan pada siklus 1. Begitu pula perbaikan pada siklus 1 digunakan untuk diterapkan pada siklus 2. Hasilnya adalah prestasi belajar siswa dari kondisi prasiklus, meningkat pada siklus 1 dan siklus 2.

Untuk itulah pembelajaran IPA dengan model pembelajaran demonstrasi terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dikarenakan model pembelajaran demonstrasi sesuai dengan karakter pembelajaran IPA yang pada dasarnya siswa harus mengalami dan mengikuti sendiri prosesnya. Siswa memperoleh pengarahan dari guru tentang pembelajaran dengan model demonstrasi. Kemudian bersama-sama merumuskan masalah dan merumuskan hipotesis guna memecahkan masalah. Kemudian siswa mengumpulkan data, ketika data sudah terkumpul, diuji dengan hipotesis yang telah dirumuskan, dan ketika hipotesis yang dirumuskan sudah terjawab, lalu ditariklah kesimpulan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa “Penggunaan model pembelajaran Demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SD Negeri 2 Kapung Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2015/2016”. Hal ini terlihat pada rata-rata kelas pada prasiklus 52,3, naik pada siklus I menjadi 69,2 dan lebioh meningkat lagi pada siklus II menjadi 80. Begitu juga pada ketuntasan belajar, pada kondisi prasiklus 38,5%, meningkat pada siklus I 61,5%, dan meningkat pada siklus II 100%.

Saran

Ada beberapa saran kepada semua pihak yang sekiranya akan dapat bermanfaat bagi sekolah, terutama SD Negeri 2 KapungTanggungharjo sebagai berikut:

a.     Hendaknya guru menerapkan metode demonstrasi agar dapat menumbuhkan semangat kerja sama antar siswa, serta meningkatkan motivasi dan daya tarik siswa siswa terhadap pembelajaran terutama pada mata pelajaran IPA

b.     Sebelum melakukan pembelajaran dengan metode demonstrasi sebaiknya guru membuat rencana serta mempersiapkan segala sesuatu yang menunjang proses pembelajaran agar guru dapat menerapkan metode demonstrasi

c.     Penerapan metode demonstrasi akan menjadi bahan kepustakaan pembelajaran di sekolah.

d.     Penulis sebaiknya mengembangkan dan mencoba mengimplementasikan ilmu yang diperoleh dalam perkuliahan agar dapar memberikan pengetahuan dan pengalaman tentang penggunaan model pembelajaran dalam proses belajar mengajar.

DAFTAR PUSTAKA

Anissatul Mufarokah. 2009. Strategi Belajar Mengajar, (Yogyakarta: Teras).

Armai Arif. 2002 pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Bina Aksara.

Azwar, S. 2008. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Sigma Alpha.

Darmodjo, Hendro dan Kaligis, Jenny R.E. 1992. Pendidikan IPA 2. Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.

Daryanto. 2010. Media Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media.

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamalik, Oemar. 2011. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Hamdani. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Pustaka Setia.

Herawati, Media Pembelajaran Jogjakarta

Ismail. 2008. Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM. Semarang:RaSial Mwdia Grup. 

Nana Sudjana. 1995. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. (Bandung: Sinar Baru Algensindo).

Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme

Syaiful Bahri Djamarah, dkk. 2006. Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta: Rineka Cipta).

Sunardi. 2012. Penelitian Tindakan Kelas. Salatiga; Widyasari Press.

Triana, Belajar dan Pembelajaran Jakarta

Wina Sanjaya. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. (Jakarta: Kencana Prenada Media).

W.J.S, Poerwadarminta. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: balai Pustaka.