UPAYA MENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA

MELALUI COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD

PADA MATA PELAJARAN IPA MATERI GAYA DI KELAS V

SEMESTER II SDN 1 JAPAH KECAMATAN JAPAH KABUPATEN BLORA TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Sugiarto

SDN 1 Japah Kecamatan Japah Kabupaten Blora

ABSTRAK

Perjalanan yang berliku-liku dan penuh tantangan semenjak proses terbentuknya sampai pada keadaan sekarang yang menghantarkan IPA sebagai bahan kajian yang menarik. Apalagi akhir-akhir ini ada sekelompok orang yang meragukan eksistensi IPA. Karena banyaknya penyelewengan dan pengkhianatan Pancasila, sehingga pembangunan manusia seutuhnya menjadi terhambat. Dan ada pula yang mempertanyakan keberhasilan pengajaran IPA terhadap moral pelajar khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Penelitian ini berdasarkan permasalahan: (a) Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar IPA dengan diterapkannya pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD (b) Bagaimanakah pengaruh pembelajaran kontekstual model pengajaran Cooperative Learning Tipe STAD terhadap motivasi belajar IPA. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Mengetahui peningkatan prestasi belajar IPA setelah diterapkannya pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD. (b.) Mengetahui pengaruh motivasi belajar IPA setelah diterapkan pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD. (c) Menyempurnakan pelaksanaan pembelajaran IPA. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari 4 tahap, yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas IV tahun pelajaran 2014/2015 Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar. Dari hasil analisis didapatkan bahwa prestasi beljar siswa mengalami peningkatan dari siklus pra sampai siklus II yaitu pra, siklus (38,8%), siklus II (66,7%), siklus II (88,8%). Simpulan dari penelitian ini adalah metode pembelajaran kooperatif dapat berepengaruh positif terhadap prestasi dam motivasi belajar siswa Kelas V serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran IPA.

Kata Kunci: IPA, Cooperative Learning Tipe STAD


PENDAHULUAN

Latar Belakang

IPA diajarkan untuk membekali siswa agar mempunyai Pengetahuan (me-ngetahui berbagai cara) dan Ketrampilan (cara mengerjakan) yang dapat membantu siswa untuk memahami gejala alam secara mendalam.

Dalam mempelajari Ilmu Pengeta-huan Alam bukan hanya penguasaan terhadap kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep atau prinsip-prinsipnya saja, melainkan juga suatu proses penemuan.

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menekankan pada pemberian pengalaman belajar dengan cara melibatkan siswa aktif melakukan percobaan/demonstrasi/permainan akan sangat bermakna bagi para siswa. Teori belajar mengatakan, bahkan belajar yang efektif harus melalui pengalaman. Belajar melalui pengalaman (learning by doing) dalam bentuk eksplorasi dan manipulasi akan menjadikan sesuatu yang dipelajari diingat untuk waktu lama (long term memory). Dalam penelitian ditemukan bahwa seseorang akan mengingat dan menggunakan kembali pengetahuan yang diperoleh, apabila pengetahuan tersebut dihasilkan dari upaya “mengonstruksi” sendiri (Mc. Namara & Helay, 1995).

Berdasarkan hasil penelitian hasil belajar pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Kelas V Semester II SDN 1 Japah Kecamatan Japah Kabupaten Blora, menunjukkan bahwa hasil belajar siswa masih rendah dalam ulangan harian (nilai rata-rata pada semester I tahun pelajaran 2014/2015 adalah 65 dengan ketuntasan 70%). Hasil penelitian ini diperoleh oleh penulis yang sekaligus sebagai guru kelas V SDN 1 Japah dan juga sebagai peneliti dalam laporan ini. Disamping hasil belajar siswa, pengamatan peneliti atau penulis menunjukkan bahwa kualitas proses belajar mengajar juga masih kurang memadai atau rendah. Beberapa indikator yang menunjukkan rendahnya kualitas proses belajar mengajar antara lain:

1. Masih kurang memadainya sarana dan prasana tempat belajar, khususnya meja-meja dan kursi kelas V untuk belajar diskusi kelompok.

2. Masih terbatasnya alat-alat praktikum.

3. Masih rendahnya partisipasi siswa-siswa dalam proses belajar mengajar yang ditandai dengan kurang aktifnya siswa dalam setiap kegiatan pembelajaran.

4. Motifasi siswa yang masih rendah, ditandai dengan masih banyaknya siswa yang masih terlambat, tidak mengerjakan tugas, bermain sendiri dalam kelas.

Untuk mengatasi rendahnya kualitas proses dan hasil belajar tersebut telah dilakukan upaya perbaikan dengan menerapkan model pembelajaran Kon-struktivisme yaitu pembelajaran cooperatif learning tipe STAD dengan memanfaatkan alat peraga apda semester II/genap 2014/2015 dalam bentuk penelitian kelas. Model pembelajaran kooperatif merupakan interaksi kelompok teman sebaya (Damon dan Phelps, 1989). Pembelajaran koopera-tif adalah kegiatan belajar mengajar dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil; siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang optimal, baik pengalaman individu maupun kelompok (Johnson, 1991). Dari pengertian ini tersirat tiga karakteristik pembelajaran kooperatif yaitu: kelompok kecil, belajar/bekerja sama, dan pengalaman belajar. Dalam strategi ini siswa dikelompokkan secara heterogen dengan pola anggota seorang siswa dengan pemahaman tinggi, seorang siswa dengan pemahaman rendah, dan dua siswa dengan pemahaman rata-rata, sehingga akan terjadi interaksi komunikasi diantara anggota kelompok.

Pembelajaran kooperatif merupa-kan model pembelajaran yang didalamnya siswa bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan khusus atau menyelesai-kan sebuah tugas. Dalam pembelajaran ini nampaknya ada komponen-komponen utama dari pembelajaran kooperatif. Perta-ma, pembelajaran kooperatif mengajak siswa bekerja sama untuk menyelesaikan tugas-tugas, memecahkan masalah, mereview kuis, mengerjakan aktivitas praktikum, melengkapi lembar kerja: kedua, pengetahuan siswa dalam kelompok kecil yang hetorogen menantang siswa untuk saling membantu, berbagi tugas dan mendukung belajar teman lainnya dalam kelompok. Ketiga, adanya saling ketergan-tungan positif diantara anggota kelompok. Keempat, penumbuhan rasa tanggung jawab untuk belajar dan bekerja sama. Kelima, terjadinya pemrosesan kelompok dalam belajar.

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD disekolah tersebut dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar (nilai rata-rata ulangan harian 77 dengan ketuntasan 80%). Dengan menerapkan model pembelajaran koopera-tif berangsur-angsur terjadi peningkatan keaktifan dan partisipasi, minat belajar dalam proses pembelajaran baik secara individu maupun kelompok sehingga terwujud paradigma pembelajaran dari teacher centered menuju ke students centered.

Identifikasi Masalah

Dari hasil penelitian, dapat diidenti-fikasikan masalah yang dihadapi, yaitu:

1) Mengapa nilai ulangan harian siswa kelas V Semester II dalam mata pelajaran IPA pada materi gaya magnet kurang bagus?

2) Apakah saya sebagai guru sekaligus peneliti sudah menggunakan model pembelajaran yang tepat untuk menyampaikan materi gaya magnet kelas V semester II SDN 1 Japah ?

3) Mengapa siswa kurang aktif dalam mengikuti mata pelajaran IPA?

Analisis Masalah

Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah terindetifikasi, maka ditetapkan rumusan masalah sebagai berikut: Apakah penggunaan model pem-belajaran kooperatif (cooperatif learning) tipe STAD dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar IPA pada materi gaya magnet siswa kelas V Semester II SDN 1 Japah

Rumusan Masalah

1. Apakah nelalui Cooperative Learning Tipe Stad daat meningkatkan hasil belajar siswa di SDN Japah 1Kecama-tan Japah tahun pelajaran 2014/2015 ?

2. Apakah melalui Cooperative Learning Tipe Stad dapat meningkatkan belajar mata pelajaran IPA tentang gaya pqada siswa kelas V semester II di SDN 1 Japah Kecamatan Japah tahun pelajaran 2014/2015 ?

KAJIAN PUSTAKA

Teori Konstruktivisme

Teori Konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan menstrasformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan struktur kognitif yang sudah ada dan menyesuaikannya apabila tidak sesuai (Slavin, 1994). Bagi siswa agar benar-benar memahami dan menerapkan pengetahuan, maka mereka harus memecahkan masalah, menemukan sendiri segala sesuatu untuk dirinya, dan berusaha dengan ide-idenya.

Salah satu prinsip yang paling penting dalam teori Konstruktivisme adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Peranan penting guru adalah menyediakan suatu suasana dimana siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya di dalam benaknya. Guru dapat memberikan tahap-tahap yang membawa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang menemukan atau mendapatkan catatan siswa sendiri yang menemukan atau mendaptkan pemahaman tersebut (Slavin, 1994).

Teori Mengajar

Mengajar, dapat diartikan sebagai penciptaan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan terdiri dari komponen-komponen yang saling mempengaruhi antara lain Kompetensi Dasar yang diinginkan atau dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang akan memainkan peran sertanya dalam hubungan sosial tertentu, bentuk kegiatan yang akan dilakukan, serta sarana dan prasarana yang tersedia. Komponen-komponen pada sistem ini saling mempengaruhi serta bervariasi sehingga setiap peristiwa belajar mengajar memiliki “profil” tertentu. Masing-masing profil sistem lingkungan belajar mengakibatkan tercapainya tujuan-tujuan belajar yang berbeda.

STAD (Student Teams Achievement Division).

Ada empat tipe yang biasa digunakan oleh guru dalam pembelajaran kooperatif (Abdurrahman dan Bintoro, 2000 dalam Nurhadi, 2003), yakni salah satunya adalah tipe STAD (Student Teams Achievement Division). Tipe STAD dikembangkan oleh Robert Stavin dan kawan-kawannya dari Universitas John Hopkins. Tipe ini dipandang yang paling sederhana dan paling langsung dari pendidikan pembelajaran kooperatif.

Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah:

a. Para siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, 6 kelompok masing-masing kelompok mempunyai anggota yang heterogen baik laki-laki dan perempuan.

b. Guru menyampaikan materi pelajaran.

c. Guru membagikan materi pada masing-masing kelompok pada laki-laki dan saling membantu untuk menguasai materi pelajaran melalui tanya jawab dan diskusi antar sesama anggota kelompok.

d. Selanjutnya masing-masing kelompok mempresentasikan kedepan kelas diwakili satu anak (pelapor)

e. Selanjutnya tanggapan dari masing-masing kelompok.

f. Selanjutnya guru memberi tanggapan dan penegasan dan tiap kelompok diberi skor atas penguasaan materi kepada siswa secara individu atau kelompok yang mendapat skor tertinggi di beri penghargaan.

g. Kesimpulan pelaksanaan tipe stad melalui tahapan sebagai berikut.

1). Penjelasan materi

2). Diskusi kerja kelompok

3). Validasi oleh guru

4). Evaluasi

5). Menentukan nilai individu dan kelompok

6). Penghargaan individu atau kelompok

Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif (cooperatif learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang bermuara pada pendekatan konstruktivisme. Model pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama, saling menumbangkan pikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar secara individu dan kelompok (Slavin, 1991). Model pembelajaran ini berpandangan bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka saling mendiskusikan konsep-konsep tersebut dengan teman sebayanya (Slavin, 1994).

Beberapa hal yang perlu diperhati-kan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif adalah:

a. Bentuk kelompok (jumlah anggota kelompok, tingkat kemampuan anggota kelompok)

b. Konsep dan sub konsep yang akan diajarkan

c. Tugas yang harus dilakukan siswa (misalnya LKS)

d. Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai

e. Keterampilan dan strategi yang dilatihkan, dan

f. Metode evaluasi yang digunakan

Pada penerapan model pembela-jaran kooperatif siswa dibagi dalam kelompok-kelompok tertentu. Dalam model pembelajaran ini siswa diberi kesempatan bekerja sama untuk menyelesaikan masalah, untuk mencapai tujuan. Dalam model pembelajaran ini nampaknya ada komponen-komponen utama dari pembe-lajaran kooperatif merupakan bagian intregal dari setiap model pembelajaran kooperatif. Pertama, pembelajaran kooperatif mengajak siswa bekerja sama untuk menyelesaikan tugas-tugas, meme-cahkan masalah, menjawab pertanyaan, melengkapi lembar kerja. Kedua, pengaturan siswa untuk saling membantu, berbagi tugas, dan mendukung belajar teman lainnya dalam kelompok. Ketiga, adanya saling ketrgantungan positif diantara anggoa kelompok. Keempat, penumbuhan rasa tanggung jawab untuk belajar dan bekerja sama. Kelima, terjadinya pemrosesan kelompok dalam belajar.

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan keefektifan kelompok dan menghambat keefektifan kerja kelompok. Menurut Brown, Collins, dan Duguid (1989), faktor-faktor penting yang mempe-ngaruhi keberhasilan belajar kelompok adalah:

1) Pemecahan masalah kolektif

2) Peran-peran majemuk tampilan

3) Strategi konfontasi dan salah konsep, dan

4) Penyediaan ketrampilan-ketrampilan kerja kolaboratif.

Pandangan-pandangan tersebut kadang-kadang menimbulkan salah konsep yang butuh untuk dikonfrontasikan. Namun, adanya pertentangan-pertentang-an tersebut dapat meningkatkan perkem-bangan kognitif (Forman, Coedle, Carr dan Geogoirus, 1991).

Namun, perlu diperhatikan bahwa anggota kelompok tidak selalu bekerja sama dengan baik. Salomon dan Globerson (1989) memberikan berbagai efek yang dapat merintanngi keefektifan kelompok, yaitu: a) efek penunggang bebas (the free rider effect), b) Peran-peran majemuk tampilan, c) Strategi konfrontasi dan salah konsep, dan d) Penyediaan ketrampilan-ketrampilan kerja kolaboratif. Pandangan-pandangan tersebut kadang-kadang menimbulkan salah konsep yang butuh untuk dikonfrontasikan. Namun, adanya pertentangan-pertentangan tersebut dapat meningkatkan perkembangan kognitif (Forman, Cordle, Carr, dan Gregorius, 1991).

Namun, perlu diperhatikan bahwa anggota kelompok tidak selalu bekerja sama dengan baik. Salomon dan Globerson (1989) memberikan berbagai efek yang dapat merintangi keefektifan kelompok, yaitu 1) Efek penunggang bebas (the free rider effect), 2) efek pengisap (the status differential effect), dan 4) efek geng pada tugas (the ganging up on the task effect). Efek penunggang bebas terjadi bila seorang anggota kelompok memperkenan-kan anggota kelompok lainnya mengerja-kan pekerjaan. Penanggang bebas lebih tampak dalam kelompok besar dan kurang tampak ketika semua anggota kelompok diminta untuk berpartisipasi. Efek pengisap sejenis dengan efek penunggang bebas, tetapi dalam hal ini anggota yang berkemampuan tinggi tidak ingin dimanfaatkan oleh anggota lainnya. Efek perbedaan status terjadi jika anggota yang berstatus sosial tinggi mengendalikan, sedangkan efek geng pada tugas terjadi jika anggota-anggota kelompok memutuskan bahwa mereka ingin menghindari kerja dan memberikan sedikit usaha dalam rangka menyelesaikan tugas. Agar kondisi dalam pembelajaran koopera-tif agar benar-benar berjalan dengan baik, maka guru harus memahami lima unsur dasar yang ada alam pembelajaran kooperatif agar benar-benar berjalan dengan baik, maka guru harus memahami lima unsur dasar yang ada dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: a) Saling ketergantungan positif (positive interdependence). Siswa harus merasa bahwa mereka tergantung secara positif dan saling terikat antar sesama anggota kelompok; b) Interaksi langsung (face-to-face interaction) antar siswa. Hasil belajar yang terbaik dapat diperoleh dengan cara adanya komunikasi verbal antar siswa yang didukung saling ketergantungan positif. Belajar kooperatif membutuhkan siswa untuk bertatap muka satu dengan lainnya dan berinteraksi langsung. Selain itu siswa juga harus mengembangkan ketrampilan berkomunikasi secara aktif; c) pertangungjawaban individu (individual accountability). Agar supaya dapat menyumbang, mendukung, dan membantu satu sama lain, setiap siswa harus menguasai materi ajar. Dengan demikian setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari materi dan bertanggungjawab pula terhadap hasil belajar kelompok. Dengan cara ini prestasi setiap siswa dapat dimaksimalkan. Karena belajar kooperatif mirip dengan belajar tuntas maka guru perlu mengetahui kemampuan siswa secara individu; d) Ketrampilan berin-teraksi antar individu dan kelompok. Ketrampilan sosial sangat penting dalam belajar kooperatif dan harus diajarkan kepada siswa; e) Keefektifan proses kelompok (group processing). Siswa memproses keefektifan kelompok belajar mereka dengan cara menjelaskan tindakan mana yang dapat menyumbang belajar dan mana yang tidak dan membuat keputusan terhadap tindakan yang bisa dilanjutkan atau yang perlu diubah, proses ini meliputi umpan balik, refleksi, dan peningkatan kualitas kerja.

Dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif ada tiga tahap yang dilakukan oleh guru, yaitu persiapan, proses belajar dan evaluasi. Dalam tahap persiapan mencakup beberapa kegiatan yaitu, a) menentukan tujuan belajar, b) membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok, dengan memperhatikan variasi kemampuan akademik dan jenis kelamin, c) menjelaskan tugas (tugas akademik dan tugas sosial), d) menyusun saling ketergantungan positif. Dalam tahap proses belajar mengajar mencakup dua kegiatan yaitu, a) membantu siswa dalam menyelesaikan tugas dan b) membantu siswa bekerja secara kooperatif. Evaluasi dilakukan dalam dua aspek, yaitu a) evaluasi hasil belajar untuk mengetahui pencapaian tujuan belajar, dan b) evaluasi ketrampilan kooperatif yang bertujuan untuk menemukan seberapa baik siswa bekerja sebagai suatu kelompok.

Temuan Hasil Penelitian

Dari hasil pengamatan nilai ulang-an harian dari 18 siswa kelas V SDN 1 Japah, rata-rata nilai ulangan harian masih < 75. hal ini dikarenakan karena guru dan siswa dalam proses pembelajaran masih kurang dalam mempersiapkan semua kelengkapan perangkat dalam pembelajar-an baik itu sumber dan alat pembelajaran, metode, model dan sebagianya.

Para siswa kebanyakan masih sulit untuk menerima penjelasan dari guru yang bersifat informasi saja dan selanjutnya hanya diberikan tugas secara individu, sehingga jika keadaan ini bila dikembang-kan terus-menerus siswa akan sulit untuk memahami konsep dan hasil belajar menjadi buruk.

Melihat keadaan tersebut diatas maka guru sekaligus sebagai peneliti dengan bantuan untuk menjadi pengamat yang sekaligus sebagai komentator setiap tindakan yang dilakukan peneliti mulai dari Rencana Pembelajaran, Persiapan, Kegiatamn Awal, Inti dan akhir. Dari hasil pengamatan teman sejawat ini maka peneliti melakukan pelaksanaan tindakan yaitu penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua tahapan atau dua siklus.

Hasil dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini yang dilakukan di kelas ini yang dilakukan di kelas V SDN 1 Japah memberikan manfaat bagi perorang-an/institusi sebagai berikut; bagi guru dengan penelitian tindakan kelas ini guru secara berangsur-angsur dapat menemu-kan strategi dan teknik pembelajaran yang bervariasi. Bagi siswa, dapat membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajar secara berkelompok.

PELAKSANAAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN

Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kelas V semester II SDN 1 Japah Kecamatan Japah Kabupaten Blora tahun pelajaran 2014/ 2015.

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Siklus I dilaksanakan tanggal 2 Januari 2015 dan Siklus II dilaksanakan tanggal 30 April 2015.

Penelitian ini dilakukan pada waktu pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan tema tentang Gaya Magnet kelas V semester II di SDN 1 Japah Kecamatan Japah Kabupaten Blora tahun pelajaran 2014/2015.

Penelitian dilakukan di Kelas IV dimana jumlah siswa terdiri dari 18 siswa dengan perbandingan 12 putri dan 6 putra dengan karakteristik siswa mayoritas kehidupan dari kalangan Petani dengan tingkat kemampuan ekonomi dan kepandaian siswa rata-rata kurang.

Sumber Data

Data Penelitian Tindakan Kelas ini diambil atau dikumpulkan melalui guru kelas yaitu peneliti sendiri dan siswa IV semester II tahun 2014/2015 SDN 1 Japah Kecamatan Japah Kabupaten Blora.

Jenis Data

Jenis data penelitian ini meliputi:

a.   Data kualitatif

Data kualitatif adalah data yang diambil dari hasil observasi tentang kegiatan pembelajaran guru dan keaktifan belajar siswa dalam mengikuti materi pembelajaran.

b.   Data kuantitatif

Data kuantitatif adalah data yang sifatnya terukur yang dinyatakan dengan angka-angka. Data diambil dari hasil belajar siswa yang berhubungan dengan materi pembelajaran IPA.

Peningkatan hasil tes formatif perbaikan pembelajaran IPA Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

PRA SIKLUS

Siklus I

Siklus I I

Nilai rata- rata

Jumlah siswa

Persen tase

Nilai rata- rata

Jumlah siswa

Persen tase

Nilai rata-rata

Jumlah siswa

Persen tase

Tnts

Blm

Tnts

Blm

Tnts

Blm

71,1

7

11

38,8

74,4

12

6

66,7

85,5

16

2

88,8

Dari ketiga tabel dan grafik di atas menunjukkan adanya peningkatan hasil tes formatif siswa. Pra Siklus nilai rata-rata hanya 71,1 Siklus I mengalami peningkatan menjadi 74,4 dan Siklus II mengalami peningkatan lagi menjadi 85,5. Ini menunjukkan hasil tes formatif yang maksimal. Demikian juga tingkat ketuntasan prestasi belajar dari Pra Siklus hanya 38,8%, Siklus I menjadi 67,7%% dan Siklus II 88,8%. Ini menunjukkan bahwa setelah diadakan perbaikan pembelajaran siswa semakin memahami materi yang disampaikan oleh guru. Ini terbukti adanya peningkatan nilai hasil tes formatif, serta ketuntasan belajar siswa pada setiap siklusnya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkat-kan kualitas proses belajar mengajar pelajaran IPA siswa kelas V SD Negeri 1 Japah.

Beberapa indikator terjadinya peningkatan kualitas proses belajar mengajar tersebut adalah:

a) Keterlibatan siswa dalam diskusi kelompok maupun diskusi kelas.

b) Peningkatan kerja sama dalam kelompok dan tidak tampak sikap individual.

2. Penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkat-kan kualitas hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 1 Japah.

3. Pemberian lembar kerja tiap kelompok ternyata dapat meningkatkan pema-haman siswa terhadap konsep materi gaya magnet.

4. Pujian atau penguatan ternyata mampu meningkatkan hasil belajar.

Saran

Beberapa saran yang diajukan terkait dengan hasil pembelajaran (kesimpulan) diatas adalah:

1. Perlu dilakukan penelitian tindakan sejenis untuk tentang gaya mata pelajaran yang lain atau menerapkan model pembelajaran yang lain atau menerapkan model pembelajaran yang paling cocok untuk materi terkait.

2. Guru lebih kreatif dalam memberikan latihan-latihan pada lembar kerja pada setiap proses kegiatan belajar meng-ajar.

3. Dalam memberikan pujian atau pe-nguatan, guru harus melihat situasi atau kondisi yang terjadi pada kegiatan belajar mengajar sehingga dapat menumbuhkan kompetensi antar siswa khususnya dalam prestasi

DAFTAR PUSTAKA

Johson, D.W., dan Johnson, R.T., 1989. Cooperative and Competitive: Theory and Researc. Edina, WN: Interaction Book Co.

Lundgren, L., 1994. Cooperative Learning in the Science Classroom. New York: MC. Millan/MC. Graw – Hill.

Slavin, Robert E. 1995. Cooperative Learning. Masscochusets: Allyn and Bacon Publisher.

Sulistyorini, Sri. 1999. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Mata Pelajaran IPA. Lembaran Ilmu Pengetahuan. No. 1- tahun XXVIII-1999-11-19. Semarang: IKIP Semarang.

Winata Putra, Udin. S. [et.al]. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.