UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR TEMATIK

TENTANG PENGUKURAN PANJANG SUATU BENDA

MELALUI PEMANFAATAN MEDIA BENDA KONKRET KELAS I

SD NEGERI KARANGMULYO TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Kunarni

SD Negeri Karangmulyo, Kec Juwonoi, Kab. Pati

ABSTRACT

Background problem was lack of interest and motivation of the student learning as well as the lack of interaction and cooperation between teachers and students in learning. The formulation of a problem is “what is the use of concrete objects media can improve student learning outcomes measurement tetnang a body length at class I Burnt Wetan SDN 03 district Juwana Pati?” The purpose of this research is to improve the results of learning math by using concrete objects on student media class I Burnt Wetan SDN 03 District Juwana Pati. Design research is the research action class with the stages of planning, implementation of measures using concrete objects, media observation and reflection. This research consists of a prasiklus cycle I and cycle II, each cycle consists of one times. Data collection techniques using observation, documentation and tests. While the techniques of data analysis using quantitative and qualitative data. The results showed that the percentage of ketuntasan student learning experience a significant improvement after learning repairs done on the evaluation of the prasiklus students who value 75 to the top there are 9 students or 37.5% of 24 students, there is increased I cycle 17 students or 71% of 24 students, cycle II there are 24 students successfully complete or 100%. Thus it can be concluded that by using concrete objects at media learning math can improve learning outcomes in the grade I Burnt Wetan SDN 03 District Juwana Pati. The use of concrete objects enhance the media learning outcomes so that suggested can be applied to other lessons.

Key Words: Concrete, Result Objects Media Learning, Mathematics


PENDAHULUAN

Tugas seorang guru adalah bagai-mana memaksimalkan pembelajaran mate-matika dengan metode dan model pembe-lajaran yang tepat yaitu metode yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan serta perkembangan anak. Diharapkan mata pelajaran matematika kedepannya menjadi mata pelajaran idola bagi siswa. Dismping metode dan model pembelajaran yang tepat media atau alat peraga yang tepat juga sangat berpengaruh terhadap keber-hasilan siswa dalam menerima pelajaran matematika. Higgis dalam Rusefendi (1993:144) mengatakan bahwa keberhasil-an 60% lawan 10% bila menggunakan media dengan tidak menggunakan media.

Penulis sebagai guru sekolah dasar yang bertugas mengajar di kelas 1 tidak lepas dari masalah pembelajaran. Salah satu masalah pembelajaran yang penulis hadapi adalah dalam mata pelajaran matematika tentang satuan panjang khususnya tentang pengenalan panjang suatu benda.

Sebagai guru kelas 1 Sekolah Dasar memegang peranan yang sangat penting dalam bidang pengajaran matema-tika khususnya pada konsep satuan pan-jang. Jika siswa kurang memiliki kemam-puan mengenal satuan panjang pada panjang suatu benda sejak dini maka siswa akan mengalami kesulitan belajar di kemudian hari. Kemampuan mengenal satuan panjang pada panjang suatu benda menjadi dasar yang utama, tidak saja bagi pengajaran matematika sendiri, akan tetapi untuk pembelajaran mata pelajaran yang lain.

Sebagai pelaksana pembelajaran di kelas guru berperan penting sekaligus sebagai pemegang kunci pembelajaran dalam mencerdaskan siswa sebagai sum-ber daya manusia (SDM) yang potensial. Untuk itu guru harus profesional, aktif, kreaktif, dan inofatif peka terhadap perkembangan pendidikan penuh dedikasi dan berkepribadian tinggi. Proses pembe-lajaran yang dilakukan guru hendaknya mengarah kepada pembelajaran yang aktif, inofatif, kreaktif dan menyenangkan (PAIKEM).

Pembelajaran matematika selama ini adalah pembelajaran yang hanya menekankan pada perolehan hasil dan mengabaikan proses, sehingga siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan bentuk soal yang lain. Akibat dari pembelajaran yang hanya menekankan hasil, maka hasil yang dicapai tidak tahan lama atau siswa akan mudah lupa pada materi pembelajaran yang telah diberikan oleh guru.

Selama ini penguasaan konsep satuan panjang terutama tentang penge-nalan panjang suatu benda bagi siswa kelas 1 SDN Bakaran Wetan 03 Kecamatan Juwana Kabupaten Pati dilakukan dengan metode penugasan dan latihan, sehingga tingkat ketuntasan jauh dari harapan karena siswa belum begitu paham dalam mengerjakan materi panjang suatu benda.

Berdasarkan hasil tes formatif pelajaran matematika konsep satuan pan-jang terutama tentang pengenalan panjang suatu benda masih banyak siswa belum mencapai KKM dengan target KKM 75. Dari 24 siswa hanya 9 siswa yang mencapai KKM. Siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar sebagian besar belum memahami tentang satuan panjang.

Berdasarkan hasil tes formatif siswa mata pelajaran Matematika tentang pengenalan panjang suatu benda menunjukkan bahwa penguasaan anak terhadap materi pelajaran masih rendah. Dari 24 siswa kelas 1 yang mendapat nilai lebih dari 75 baru 9 anak yang tuntas sedang siswa yang lain nilainnya di bawah 75 belum mengalami belajar tuntas. Dari kejadian di atas penulis mendiskusikan dengan teman sejawat sehingga diperoleh hasil identifikasi sebagai berikut: Situasi pelajaran kurang menarik, karena alat peraga kurang menarik perhatian siswa. Kegiatan pembelajaran masih didominasi oleh guru. Kurang adanya penekanan dalam keterampilan proses (langkah-lang-kah pembelajaran). Siswa tidak dilibatkan dalam berlatih untuk menemukan sendiri.

Melihat hasil tes formatif siswa banyak yang belum tuntas, maka penulis berdiskusi dengan teman sejawat untuk menganalisa masalah-masalah yang terjadi antara lain: Apakah guru sudah menggunakan alat peraga yang menarik? Apakah pembelajaran masih didominasi guru? Apakah guru sudah menjelaskan urutan langkah-langkah pembelajaran matematika dengan baik? Apakah siswa sudah dilibatkan dalam berlatih untuk menemukan sendiri?

Berdasarkan masalah-masalah yang ditemukan selama proses pembelajar-an di kelas 1 SDN Bakaran Wetan 03 Kecamatan Juwana Kabupaten Pati tentang pengukuran panjang suatu benda, maka alternatif pemecahan masalah adalah sebagai berikut: Dalam pembelajaran ketika guru menjelaskan materi pelajaran harus menggunakan alat peraga yang sesuai dengan materi. Dalam pembelajaran guru harus melibatkan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan siswa di lingkungannya. Dalam pembelajaran guru harus menjelaskan urutan langkah-langkah pembelajaran matematika dengan baik. Dalam pembelajaran guru harus memilih metode yang tepat.

Tujuan dalam penelitian ini adalah: Meningkatkan kreatifitas dan keaktifan pada siswa kelas 1 dalam mengikuti pelajaran matematika tentang pengukuran panjang suatu benda. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas 1 tentang pengukuran panjang suatu benda.

Melalui kegiatan penelitian tindak-an kelas diharapkan proses pembelajaran dapat ditingkatkan. Setelah diadakan pene-litian di SD Bakaran Wetan 03 Kecamatan Juwana Kabupaten Pati mata pelajaran matematika diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu: Siswa lebih mudah memahami konsep satuan panjang suatu benda pada pembelajaran matematika. Siswa mendapat pengalaman belajar yang lebih menarik, menyenagkan, sehingga siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika. Mem-bantu guru untuk memperbaiki pembela-jaran. Membantu guru agar dapat berkem-bang secara profesional. Memberi kesem-patan guru untuk berperan aktif dalam mengembangkan pengetahuan dan ke-trampilan sendiri. Meningkatkan profesional guru dalam membina dan membimbing anak didiknya untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan perkembangan. Membuat guru lebih percaya diri. Membantu meningkat-kan mutu pendidikan. Hasil penelitian ini sebagai alternatif model pembelajaran. Membantu sekolah untuk berkembang lebih maju. Prestasi sekolah mudah terca-pai.

KAJIAN PUSTAKA

Pembelajaran tematik adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menghu-bungkan, merakit atau menggabungkan sejumlah konsep dari berbagai mata pelajaran yang beranjak dari suatu tema tertentu sebagai pusat perhatian (center of interest) yang digunakan untuk memahami gejala-gejala dan konsep lain, baik yang berasal dari mata pelajaran yang bersangkutan maupun dari mata pelajaran lainnya untuk mengembangkan pengetahu-an dan keterampilan siswa secara simultan.

Pembelajaran tematik disebut juga pembelajaran terpadu yang dilandasi oleh landasan filosofis, landasan psikologis dan landasan praktis. Landasan filosofis menjadi landasan utama yang melandasi aspek-aspek lainnya. Perumusan tujuan dan materi pembelajaran terpada pada dasarnya bergantung pada pertimbangan-pertimbangan filosofis. Pandangan filosofis yang berbeda akan mempengaruhi dan mendorong pelaksanaan pembelajaran terpadu yang berbeda pula. Landasan psikologis berkaitan dengan kondisi-kondisi nyata yang pada umumnya terjadi dalam proses pembelajaran saat ini, sehingga harus mendapat perhatian dalam pelaksanaan pembelajaran terpadu.

Dalam melaksanakan pembelajaran tematik di SD, guru harus memiliki kemam-puan yang optimal, baik kemampuan kognitif, sikap dan keterampilan. Dalam melaksanakan pembelajaran tematik guru SD juga harus menguasai dengan baik keterampilan membuka dan menutup pelajaran, karena dalam pembelajaran tematik semua aktifitas belajar yang dilakukan siswa dari awal sampai akhir harus memiliki makna (meaningful learning).

Melalui pembelajaran tematik, sis-wa mengalami proses pembelajaran yang mencakup jalinan materi dari 5 mata pelajaran yaitu mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, Pengetahuan Alam, Pengetahuan Sosial dan Seni Budaya. Pada pembelajaran tematik guru membimbing siswa secara individual maupun klasikal untuk mencurahkan gagasan mengenai topik yang akan dipelajari (proses eksplorasi) melalui tema yang diangkat dari kehidupan sehari-hari sehingga menarik untuk memicu minat belajar siswa. Tujuan dari tema adalah memahami berbagai mata pelajaran, konsep, keterampilan yang dapat dijadikan alat dan wahana untuk mempelajari dan menjelajahi tema yang dipelajari (Hilda K. & Margaretha S.Y., 2007).

Pendekatan holistik atau terpadu dalam pembelajaran, diilhami oleh psikologi Gestalt yang dipelopori oleh Werteimer, Koffa dan Kohler. Aplikasi pendekatan holistik menurut Woolfolle, A. (1993) dalam pembelajaran di Sekolah Dasar, adalah sebagai berikut: Wawasan pengetahuan yang mendalam (insight). Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning). Prilaku bertujuan (purposive behavior). Prinsip ruang hidup 9life space). Transfer dalam pembelajaran.

Sesuai dengan perkembangan fisik dan mental siswa SD kelas 1, 2 dan 3, pembelajaran pada tahap ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: berpusat pada siswa, memberikan pengalaman langsung pada siswa, pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas, menjasikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran bersifat fleksibel, hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai minat dan kebutuhan siswa (Hilda K. & Margaretha S.Y 2007).

Hilda K. & Margaretha S.Y (2007) juga mengungkapkan pembelajaran tema-tik memiliki kekuatan diantaranya penga-laman dan kegiatan belajar yang relefan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa, menyenagkan karena bertolak dari kebutuhan dan minat siswa, hasil belajar akan bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna, mengem-bangkan keterampilan berpikir siswa de-ngan permasalahan yang dihadapi dan menumbuh kembangkan keterampilan sosi-al dalam bekerjasama, bertoleransi, berko-munikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.

Menurut Piaget, siswa usia SD (7-11 tahun) perkembangan berpikirnya berada pada tahap operasional konkret. Anak pada tahap ini memerlukan pengala-man fisik seperti memanipulasi benda-benda konkret untuk membentuk penga-laman logika berpikirnya. Pada tahap ini siswa sudah dapat berpikir logis tetapi masih memerlukan benda-benda konkrit (nyata) yang dapat diotak-atik sesuai keinginanmu sehingga dapat memahami konsep-konsep abstrak. Kegiatan ini dapat membantu perkembangan intelektualnya. Proses pembelajaran dengan memberi kesempatan pada siswa untuk memanipu-lasi benda konkret dan mengeksplorasi informasi (hand on activities) sangat pen-ting untuk membantu proses berfikir.

Penggunaan metode dan model pembelajaran yang digunakan untuk men-jelaskan konsep dan prosedur matematika belum sepenuhnya dapat menarik minat siswa untuk belajar dan menyukai matema-tika. Oleh sebab itu metode dan model pembelajaran yang menyangkut strategi dalam pembelajaran sangat penting bagi siswa dalam meningkatkan hasil belajar matematika. Untuk itu penggunaan metode dan model pembelajarannya harus sesuai dengan konsep yang ditanamkan serta karakteristik siswa.

Model-model matematika sebagai interprestasi dari sistem yang matematika dapat digunakan untuk mengatasi persoal-an-persoalan dunia nyata. Manfaat lain yang menonjol adalah dengan matematika dapat membentuk pola pikir seseorang yang mempelajarinya menjadi pola pikir matematis yang sistematisgis, kritis dan penuh kecermatan. Matematika bagi siswa SD berguna untuk kepentingan hidup dalam lingkungannya, untuk mengembang-kan pola pikirnya, dan untuk mempelajari ilmu-ilmu yang selanjutnya.

Oleh karena itu guru sebagai petugas profesional, sebagai seorang pendidik dalam memberikan pelajaran matematika harus dapat dimengerti oleh para siswa dengan baik, maka seyogyanya mengajarkan matematika itu harus diberikan kepada siswa yang sudah siap untuk dapat menerimanya dan menggunakan berbagai metode, media, model, model dalam pembelajaran, hingga pada akhirnya anak tertarik untuk belajar matematika, hasil belajarnya meningkat dan pada akhirnya siswa cerdas matema-tika.

Matematika berasal dari bahasa Yunani ‘Mathein atau Manthenein’ yang artinya mempelajari, namun diduga kata itu erat pula hubungannya dengan kata sansekerta medha atau widya yang artinya kepandaian, ketahuan, atau intelegensi (Nasution, 1980, h.12)

Ruseffendi (1989, h.23), bahwa matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi aksioma-aksioma dan dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut deduktif. Berdasarkan pendapat ahli tersebut sebagai pengetahu-an matematika mempunyai ciri-ciri khusus antara lain abstrak, deduktif, konsesten dan logis.

Pengertian matematika sekolah Erman Suherman (1993:134) mengemuka-kan bahwa matematika sekolah merupakan bagian matematika yang diberikan untuk dipelajari oleh siswa sekolah (formal) yaitu SD, SLTP, dan SLTA. Menurut Soedjadi (1995:1) matematika sekolah adalah bagian atau unsur dari matematika yang dipilih antara lain dengan pertimbangan atau berorientasi pada pendidikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa matematika sekolah adalah matematika yang dipilah-pilah dan disesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual siswa, serta digunakan sebagai salah satu sarana untuk mengembangkan kemampuan berpikir bagi para siswa.

Menurut Soedjadi (2000:13) mate-matika memiliki karakteristik: Memiliki objek kajian abstrak. Bertumpu pada kesepakatan. Berpola pikir dedukatif. Memiliki simbol yang kosong arti. Memperhatikan semesta pembicaraan dan Konsisten dalam sistemnya.

Matematika menurut Feudental (1991:1) adalah: Mathematic is human actifity sehingga pendidik harus diberi kesempatan untuk melakukan aktifitas matematika. Mathematic must be connected to reality sehingga matematika harus dekat dengan anak dan dikaitkan dengan situasi kehidupan sehari-hari.

Klein (1972:221) mencatat bahwa “Kini terdapat delapan puluh cabang dalam matematika, satuan panjang suatu bendapun akan turut terdapat hampir semua cabang besar matematika.

Lain dengan pendapat Johnson dan Mklebustm (1967:244) matematika adalah simbolis yang berfungsi praktisnya meng-ekspresikan hubungan-hubungan kuantita-tif dan keruangan yang berfungsi teoritis untuk memudahkan berfikir.

Menurut Reyut.et al (1998:4) matematika adalah: Studi pola dan hu-bungan (studi of pattern and relationship) dengan demikian masing-masing topik itu saling berjalinan satu dengan lain mem-bentuknya. Cara berfikir (way of thingking) yaitu memberikan strategi untuk mengatur, menganalisa dan mensintesa data atau semua yang ditemui dalam masalah sehari-hari. Suatu seni (an art) yaitu ditandai dengan adanya urutan dan konsistensi internal. Sebagai bahasa (a language) dipergunakan secara hati-hati dan didefinisikan dalam term dan symbol yang akan meningkatkan kemampuan untuk berkomunikasi akan sains, keadaan kehidupan riil, dan matematika itu sendiri. Sebagai alat (a tool) yang dipergunakan oleh setiap orang manghadapi kehidupan sehari-hari.

Demikian juga pendapat Sir Isaac Newton (1663:1772), sejarah matematika adalah berupa penyelidikan terhadap asal muasal temuan baru didalam matematika, didalam ruang lingkup yang lebih sempit berupa penyelidikan terhadap metode dan rotasi matematika baku di masa silam.

Ahmad (1994:13) menyatakan bahwa “Matematika” salah satu ilmu dasar dalam kehidupan sehari-hari berguna untuk memahami dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dewasa ini.

Lerner (1998:430) bahwa matema-tika sebagai bahasa simbolis yang merupakan bahasa unoversal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas.

Dari beberapa pandangan tersebut dapat dikatakan bahwa matematika adalah suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif sehingga kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya yang mudah diterima sehingga keterkaitan antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas kurikulum 2004 Departemen Pendidikan Nasional (2004:24).

Menurut Gagne media sebagai sumber berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Heinich, Mlenda, Rssel (1996:8) menyatakan bahwa “A medium (plural media is a channel of communi-cation, example, include, film, television program, computer, and intrutor”). Media adalah saluran komunikasi termasuk film, televisi, diagram materi, cetak dan intruktur.

Kata media itu sendiri berasal dari bahasa Latin Medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Tapi secara lebih khusus pengertian media dalam proses pembelajaran diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis, atau elektronik untuk menangkap, memproses dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Media juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat terdorong terlibat dalam proses pembelajaran.

Dengan menggunakan alat peraga dalam pembelajaran matematika siswa dapat memahami setiap konsep abstrak dalam matematika. Pemahaman siswa akan melekat dan tahan lama dalam pikirannya. Karena matematika bukan untuk dihafalkan tetapi dipahami, untuk itu dibutuhkan alat peraga.

Metode demonstrasi merupakan metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik yang sebenarnya maupun yang tiruan. Sebagai metode penyajian, demonstrasi tidak terlepas dari penjelasan secara lisan oleh guru. Walaupun dalam proses demonstrasi peran siswa hanya sekedar memperhatikan, akan tetapi demonstrasi dapat menyajikan bahan pelajaran lebih konkret. Dalam strategi pembelajaran ekspositori dan inkuiri.

Langkah-langkah pelaksanaan de-monstrasi: Mulailah demonstrasi dengan kegiatan-kgiatan yang merangsang siswa untuk berfikir, misalnya melalui pertannya-an-pertanyaan yang mengandung teka-teki sehingga mendorong siswa untuk tertarik memperhatikan demonstrasi. Ciptakan suasana yang menyejukkan dengan meng-hindari suasana yang menegangkan. Yakin-kan bahwa semua siswa mengikuti jalan-nya demonstrasi dengan memperhatikan reaksi seluruh siswa. Berikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif memikirkan lebih lanjut sesuai dengan apa yan gdilihat dari proses demonstrasi itu.

Langkah mengakhiri demonstrasi. Apabila demonstrasi selesai dilakukan, proses pembelajaran perlu diakhiri dengan memberikan tugas-tugas tertentu yang ada kaitannya dengan pelaksanaan demonstrasi dan proses pencapaian tujuan pembelajar-an. Hal ini diperlukan untuk menyakinkan apakah siswa memahami proses de-monstrasi itu atau tidak. Selain membe-rikan tugas yang relevan, ada baiknya guru dan siswa melakukan evaluasi bersama tentang jalannya proses demonstrasi itu untuk perbaikan selanjutnya.

Sebagai suatu metode pembelajar-an demonstrasi memiliki beberapa kelebih-an diantaranya: Melalui metode demon-strasi terjadinya verbalisme akan dapat dihindari, sebab siswa disuruh lansung memperhatikan bahan pelajaran yang dijelaskan. Proses pembelajaran akan lebih menarik, sebab siswa tak hanya mendengar tetapi juga melihat peristiwa yang terjadi. Dengan cara mengamati langsung siswa akan memiliki kesempatan untuk membandingkan antara teori dan kenyataan. Dengan demikian siswa akan lebih menyakini kebenaran materi pembelajaran.

Disamping beberapa kelebihan, metode demonstrasi juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya: Metode demonstrasi memerlukan persiapan yang lebih matang, sebab tanpa persiapan yang memadai demonstrasi bisa gagal sehingga dapat menyebabkan metode ini tidak efektif lagi. Bahkan sering terjadi untuk menghasilkan pertunjukan suatu proses tertentu, guru harus beberapa kali mencobanya terlebih dahulu, sehingga dapat memakan waktu yang banyak. Demonstrasi memerlukan peralatan, ba-han-bahan dan tempat yang memadai yang berarti penggunaan metode ini memerlukan pembiayaan yang lebih mahal dibandingkan dengan ceramah. Demon-strasi memerlukan kemampuan dan kete-rampilan guru yang khusus, sehingga guru dituntut untuk bekerja lebih profesional.

Pada kegiatan pembelajaran awal, guru tidak menggunakan media benda konkret, ternyata hasil belajar siswa rendah, karena siswa kurang aktif dalam pembelajaran. Untuk itu guru berupaya melakukan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas dengan meng-gunakan Media Benda Konkret. Akibatnya keaktifan dan hasil belajar rendah.

Dengan menerapkan pembelajaran dengan menggunakan media benda konkrit, diharapkan keaktifan, minat belajar, serta hasil belajarnya menjadi meningkat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari tabel pemelajaran awal sam-pai perbaikan pembelajaran siklus II pada mata pelajaran Matematika pada siswa kelas I semester I tentang satuan panjang suatu benda di SD Negeri Bakaran Wetan 03 Kecamatan Juwana Kabupaten Pati, dapat disajikan pada tabel 4.7 berikut.

No

Ketuntasan

Pra Siklus

Siklus I

Siklus II

Jumlah

%

Jumlah

%

Jumlah

%

1

Tuntas

12

52

16

69

22

96

2

Belum Tuntas

11

48

7

39

1

4

3

Nilai rata -rata

68

69

90

Berdasarkan table 4.10 dapat kita lihat bahwa pada Pra Siklus hanya 52% siswa yang meraih ketuntasan, 69 % pada siklus I dan pada Siklus II sebanyak 96% hal ini menunjukkan bahwa peningkatan yang signifikan apabila kita menggunakan metode dan cara belajar yang tepat sehingga siswa dapat belajar dengan semangat dan meraih prestasi yang kita harapkan.

Pada nilai rata – rata juga mengalami peningkatan yang signifikan, nilai rata – rata pada pembelajaran awal 68, pada siklus I mengalami peningkatan yaitu 69 dan pada perbaikan pembelajaran siklus II menjadi 96. Perbaikan pembelajaran cukup pada siklus II tidak perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya karena tuntas dari 23 siswa ada 22 siswa atau 96% hanya 1 siswa atau 4% yang belum tuntas termasuk siswa yang lamban belajarnya.

Peningkatan nilai rata – rata mata pelajaran Matematika dengan materi satuan ukuran panjang suatu benda kelas I semester I di SD Negeri Bakaran Wetan 03 Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, bahwa sebelum perbaikan pembelajaran nilai rata – rata 68, pada perbaikan siklus I nilai rata – rata 69 kenaikan nilai rata – rata 1. Pada perbaikan pembelajaran siklus II nilai rata – rata 96, kenaikan nilai rata – rata dari perbaikan pembelajaran siklus I ke perbaikan siklus II yaitu 30.

Pembelajaran awal (Pra Siklus) aktivitas guru sudah baik akan tetapi masih ditemukan kekurangan sebagai berikut: Guru belum memanfaatkan alat peraga secara maksimal. Guru belum memilih model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi. Pembelajaran atau pentyampaian materi masih didominasi oleh guru. Guru belum memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya , sehingga masih ada peserta didik yang belum jelas tetapi sudah diberikan post test. Motivasi yang diberikan pada siswa belum maksimal.

Setelah melakukan refleksi pembe-lajaran awal (pra siklus) peneliti melakukan perbaikan sebagai tindak lanjut tahap refleksi.

Perbaikan pembelajaran pada siklus 1 yaitu menekankan perbaikan metode dan media pembelajaran yaitu menggunakan media benda kongkrit .

Aktivitas guru pada siklus 1 mengalami peningkatan, peningkatan ini tampak pada: Sudah dimanfaatkan alat peraga secara maksimal. Pemilihan model dan metode yang tepat. Diberikannya motivasi dan kesempatan siswa untuk bertanya. Akan tetapi guru masih banyak menjelaskan materi dan jika guru terlalu lama dalam menjelaskan materi maka anak cepat bosan bahkan tidak didengarkan . Sehingga pada tahap refleksi siklus 1 aktivitas guru perlu diperbaiki yaitu dalam menjelaskan materi sebaiknya secara singkat.

Aktivitas guru pada siklus 2 semakin meningkat hal ini tampak pada semakin berkurangnya intensitas guru dalam menjelaskan materi . Jadi guru lebih banyak melakukan pembimbingan pada peserta didik.

Aktivitas peserta didik pada pem-belajaran awal (Pra Siklus) tergolong kriteria sedang karena masih ditemukan kekurangan sebagai berikut: Peserta didik kurang antusias dalam mengikuti pembela-jaran. Keaktifan dalam mengajukan dan menjawab pertanyaan kurang. Kedisiplinan kurang hal ini tampak pada perilaku saat pembelajaran yang masih ditemukan keributan.

Setelah melakukan refleksi pembe-lajaran awal (pra siklus) peneliti melakukan perbaikan aktivitas peserta didik yaitu mendorong siswa untuk aktif dalam melakukan eksperimen secara kelompok dan selalu memberikan pertanyaan agar siswa berani mengungkapkan pendapat serta menanamkan kedisiplinan pada setiap peserta didik.

Aktivitas peserta didik pada siklus 1 mengalami peningkatan, peningkatan ini tampak pada: Peserta didik antusias dan aktif dalam melakukan eksperimen. Keaktifan sudah tampak mengajukan dan menjawab pertanyaan dari guru, bahkan ada yang sudah berani mengungkapkan pendapat. Tidak ditemukan keributan yang berarti dalam kelas namun kelas tampak hidup dalam beraktivitas.

Akan tetapi ditemukan keributan dalam kelompok yaitu masing – masing kelompok ingin melakukan eksperimen lebih dahulu sehingga membuat suasana kelas ramai. Dari masalah tersebut peneliti melakukan perbaikan dalam pembagian urutan melakukan presentase yaitu dengan membuat nomor undian sehingga anak akan tertarik dan mematuhi aturan serta bertanggung jawab.

Aktivitas peserta didik pada siklus 2 semakin meningkat hal ini tampak pada suasana kelas yang kondusif , peserta didik aktif dalam melakukan diskusi dan mampu menyelesaikan soal tepat waktu.

Pelaksanaan Pembelajaran pada pembelajaran awal (Pra Siklus) tergolong kriteria sedang karena masih ditemukan kekurangan sebagai berikut: Tidak adanya kesesuaian antara materi dengan model dan metode yang dipakai. Pembelajaran belum memenuhi kriteria PAIKEM (pem-belajaran aktif, inovtif, komunikatif, dan menyenangkan. Belum adanya hubungan timbal balik antara guru dan peserta didik.

Setelah melakukan refleksi pembe-lajaran awal (Pra Siklus) peneliti melakukan perbaikan pelaksanaan pembelajaran PKn yaitu dengan melaksanakan pembelajaran PAIKEM.

Pelaksanaan Pembelajaran pada siklus 1 mengalami peningkatan, pening-katan ini tampak pada: Pelaksanaan pembelajaran menerapkan metode koope-ratif yaitu pelaksanaan pembelajaran dibagi secara kelompok yang anggotanya hetero-gen melalui penerapan media benda kongret Penerapan Pelaksanaan pembela-jaran Paikem. Menciptakan pembelajaran yang dinamis dan bermakna sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran ada hu-bungan timbal balik. Menerapkan pembe-lajaran tematik yang terpadu dan holistik (utuh)

Akan tetapi pada siklus 1 masih ditemukan kendala yaitu pembelajaran paikem menuntut kesediaan sarana dan prasarana dan kerja sama yang baik antara semua pihak. Dari masalah tersebut peneliti kemudian mengadakan pengamat-an langsung terhadap alat peraga yang ada disekitar siswa sehingga diharapkan pem-belajaran lebih menyenangkan.

Pelaksanaan pembelajaran Mate-matika pada siklus 2 semakin meningkat .hal ini tampak pada suasana pembelajaran yang aktif inovatif, kreatif dan menyenangkan serta anak memperoleh pengalaman baru yang tidak terlupakan. Sehingga pembelajaran sudah berhasil dan tidak perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya.

SIMPULAN DAN SARAN

Setelah melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada mata pelajaran matematika dalam dua siklus dapat diambil kesimpulan: Pembelajaran matematika dengan menggunakan media benda konkret dalam suatu pembelajaran mampu mengubah sikap dan tingkah laku siswa menjadi senang dalam mengikuti pelajaran. Penggunaan metode demonstrasi dan penggunaan media benda konkret akan memudahkan siswa untuk menemukan sendiri hasil penyelesaian soal tentang satuan panjang pada suatu benda. Kegiatan pembelajaran matematika di dalam kelas akan lebih menarik dan terkesan pada siswa apabila guru mampu memilih, menentukan dan menampilkan media yang sesuai. Siswa diberi kesempatan dan terlibat aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran dengan cara memberikan latihan soal dengan metode permainan. Pemberian latihan yang berulang-ulang dan soal yang bervariasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa tentang satuan panjang suatu benda. Kegiatan pembelajaran dengan cara kerja kelompok dalam kelompok-kelompok kecil, dimana pada tiap kelompok terdiri dari siswa-siswa dari berbagai tingkat kemam-puan dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang satuan panjang suatu benda.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka diajukan beberapa saran agar dapat digunakan sebagai acuan peningkat-an mutu pendidikan, khususnya di sekolah dasar sebagai berikut: Guru hendaknya menggunakan alat peraga yang menarik perhatian siswa dan dapat membantu siswa untuk memahami materi pelajaran agar pembelajaran tidak membosankan. Guru hendaknya menciptakan suasana kelas yang menyenangkan dalam pembela-jaran, sehingga siswa dapat belajar secara optimal. Guru hendaknya terbiasa untuk melakukan introspeksi terhadap hasil pembelajaran yang sudah dilaksanakan dan setiap merencanakan perbaikan. Guru sebaiknya dalam menyampaikan materi pembelajaran matematika menekankan pa-da ketrampilan proses. Dalam setiap pembelajaran guru hendaknya selalu me-motivasi siswa untuk menyukai pelajaran matematika.

DAFTAR PUSTAKA

Suherman, Erman, 1993. Pembelajaran Matematika. Jakarta: Reja Grafindo Persada.

Depdikbud, 1994. Metode-metode Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud.

Lie, Paulus, 2002. Penggunaan Alat Peraga. Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana Indonesia.

Winataputra, Udin, 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka.

I.G.A.K Wardhani, dkk, 2006. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Universitas Terbuka.

BNSP, 2006. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SD. Jakarta.

Nur Akhsin, Heny Kusumawati, 2006. Matematika Kelas I. Jakarta: Cempaka Putih

Hera Lestari Mikarsa, dkk, 2007. Pendidikan anak di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Andayani, dkk, 2007. Pemantapan Kemampuan Profesional. Jakarta: Universitas Terbuka.

Gatot Muhsetyo, dkk, 2007. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka

Wardani, I.G.A.K. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka.

Khalid, M, 2006. Pelajaran Matematika. Jakarta: Erlanga.

Djaelani, Haryono, 2008, Matematika kelas I BSE. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Mukti, Aji, Nur Akhsin 2010. Panduan Matematika SD. Klaten Intan Pariwara.

 

Taufik, Agus, dkk, 2010. Pendidikan Anak SD. Jakarta: Universitas Terbuka.