UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

PADA MATERI TEOREMA PYTHAGORAS

MELALUI MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW)

PESERTA DIDIK KELAS VIII B SMPN 4 BAE KUDUS

SEMESTER GASAL TAHUN PELAJARAN 2017/2018

 

Siti Malikhah

SMPN 4 Bae Kudus, Jawa Tengah

 

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar matematika peserta didik pada materi Teorema Pythagoras kelas VIIIB SMPN 4 Bae Kudus semester gasal tahun pelajaran 2017/2018 melalui model pembelajaran TTW.Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (action reseach). Subyek penelitian adalah peserta didik kelas VIIIB SMPN 4 Bae Kudus semester gasal tahun pelajaran 2017/2018 yang berjumlah 30 orang. Penelitian ini dimulai dari bulan Oktober sampai Desember 2017. Prosedur penelitian terdiri dari dua siklus dan masing-masing siklus terdiri dari perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflection). Sumber data diambil dari peserta didik, pengamatan langsung oleh observer kepada peserta didik dan teman sejawat. Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan pengamatan, tes dan dokumentasi hasil belajar sebelumnya. Untuk menganalisa data, peneliti menggunakan lembar observer dan diskripsi komparatif.Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan prestasi belajar pada materi Teorema Pythagoras peserta didik kelas VIIIB SMPN 4 Bae Kudus semester gasal tahun pelajaran 2017/2018. Rata-rata nilai ulangan harian pra siklus adalah 66, siklus 1 adalah 73 dan siklus 2 adalah 72. Sedangkan untuk keaktifan peserta didik juga mengalami peningkatan. Hipotesis dalam penelitian ini terbukti dan melampaui indikator keberhasilan yang telah ditentukan yakni 70.

Kata Kunci: Model Pembelajaran Think Talk Write, Prestasi Belajar, Teorema Pythagoras.

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat sehingga mengakibatkan banyaknya persaingan global. Oleh karena itu setiap negara selalu berusaha membangun dunia pendidikannya secara terus-menerus. Hal ini terjadi karena peningkatan daya saing suatu negara memerlukan kualitas sumber daya manusia yang tinggi. Untuk itu inovasi dan perbaikan mutu di bidang pendidikan sangat diperlukan agar kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan dapat bersaing dengan negara lain.

Salah satu ilmu dasar yang senantiasa selalu dikembangkan saat ini adalah matematika. Mata pelajaran matematika diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar agar dapat berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif. Demikian pula matematika merupakan pengetahuan dasar yang diperlukan oleh peserta didik untuk menunjang keberhasilan belajarnya dalam menempuh pendidikan yang lebih tinggi.

Oleh sebab itu penting bagi peserta didik untuk dapat memahami dan memiliki prestasi belajar matematika yang baik. Akan tetapi data menunjukkan bahwa rata-rata nilai ulangan harian mata pelajaran matematika di kelas VIIIB SMPN 4 Bae Kudus tahun pelajaran 2017/2018 masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Salah satunya adalah pada pokok bahasan Fungsi. Berdasarkan hasil ulangan harian pada bab Fungsi didapatkan rata-rata nilai ulangan hariannya adalah 66 (enam puluh enam). Rata-rata nilai ulangan harian tersebut masih di bawah KKM yang telah ditentukan yakni 75. Teorema Pythagoras yang merupakan pokok bahasan terakhir di semester gasal ini merupakan salah materi yang harus dikuasai oleh peserta didik. Akan tetapi menurut pengamatan peneliti masih banyak peserta didik yang belum mampu memahami konsep tentang Teorema Pythagoras tersebut.

Pembelajaran langsung yang diterapkan oleh guru selama ini diduga belum dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Dalam pembelajaran langsung biasanya aktivitas belajar mengajar terpusat pada guru dan peserta didik diperlakukan sebagai objek semata. Pembelajaran yang diterapkan hanya satu arah dimana peserta didik hanya mendapatkan informasi dari guru. Materi pelajaran disampaikan melalui ceramah, sementara peserta didik mencatatnya pada buku catatan dan kurang berinteraksi dengan guru termasuk dengan peserta didik lainnya. Hal ini didukung oleh hasil penelitian dari Edy Suprapto (2015) yang menyimpulkan bahwa penggunaan pembelajaran langsung tidak lebih baik dibandingkan dengan penggunaan pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar kognitif peserta didik. Oleh karena itu salah satu usaha yang ditempuh untuk meningkatkan prestasi belajar adalah dengan perbaikan dan penyempurnaan proses pembelajaran.

Salah satu upaya dalam perbaikan dan penyempurnaan proses pembelajaran agar dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik adalah dengan menerapkan model pembelajaran Think Talk Write (TTW). Model pembelajaran TTW menekankan proses pembelajaran berpusat pada peserta didik (student center) dan peserta didik dibiasakan untuk mengkonstruk pengetahuaanya sendiri. Ditegaskan lagi oleh Miftahul Huda (2014: 218) bahwa model pembelajaran TTW mendorong peserta didik untuk berpikir, berbicara, dan kemudian menuliskan suatu topik tertentu. Model pembelajaran TTW memperkenankan peserta didik untuk mempengaruhi dan memanipulasi ide-ide sebelum menuangkannya dalam bentuk tulisan. TTW juga membantu peserta didik dalam mengumpulkan dan mengembangkan ide-ide melalui percakapan terstruktur.

Model pembelajaran TTW ini diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Model pembelajaran TTW dikenalkan oleh Huinker dan Laughlin ini pada dasarnya dibangun melalui berpikir, berbicara dan menulis. Srategi ini diawali dengan peserta didik membaca materi yang sudah dikemas dengan pendekatan konstruktivis untuk memahami kontennya (think), kemudian peserta didik mengkomunikasikan untuk mendapatkan kesamaan pemahaman (talk), dan akhirnya melalui diskusi peserta didik menuliskan hasil pemikirannya dalam bentuk tulisan (write).

Hasil penelitian Ari Suningsih (2014) menyatakan bahwa prestasi belajar matematika peserta didik yang menggunakan model pembelajaran TTW lebih baik daripada menggunakan metode ceramah. Selain itu, Septia Rizmadita (2011) juga menyimpulkan bahwa rata-rata prestasi belajar matematika peserta didik yang belajar menggunakan model pembelajaran TTW lebih tinggi secara signifikan daripada rata-rata hasil belajar matematika peserta didik yang belajar menggunakan model Think-Pair-Share (TPS).

Perbaikan dan penyempurnaan proses pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran TTW diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar matematika peserta didik di kelas VIIIB SMPN 4 Bae Kudus semester gasal tahun pelajaran 2017/2018.

Batasan Masalah

Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan di kelas VIIIB SMPN 4 Bae Kudus semester gasal tahun pelajaran 2017/2018. Peneliti memiliki keterbatasan waktu dan tenaga sehingga tidak semua kelas dilakukan Penelitian Tindakan Kelas. Selain itu tidak semua materi pada mata pelajaran matematika digunakan dalam Penelitian Tindakan Kelas ini. Peneliti menggunakan materi Teorema Pythagoras yang diajarkan pada peserta didik kelas VIIIB SMPN 4 Bae Kudus semester gasal tahun pelajaran 2017/2018.

Prestasi belajar yang dimaksud peneliti adalah hasil ulangan harian pada bab Teorema Pythagoras yang terbagi menjadi dua Kompetensi Dasar (KD) yaitu KD 3.1 menggunakan Teorema Pythagoras untuk menentukan panjang salah satu sisi segitiga siku-siku dan KD 3.2 memecahkan masalah pada bangun datar yang berkaitan dengan Teorema Pythagoras yang dilaksanakan setelah selesainya kegiatan pembelajaran pada tiap KD.

Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut dapat ditarik rumusan masalah apakah prestasi belajar matematika pada materi Teorema Pythagoras peserta didik kelas VIIIB SMPN 4 Bae Kudus semester gasal tahun pelajaran 2017/2018 dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran TTW.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari Penelitian Tindakan Kelas ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar matematika peserta didik pada materi Teorema Pythagoras kelas VIIIB SMPN 4 Bae Kudus semester gasal tahun pelajaran 2017/2018 melalui model pembelajaran TTW.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peserta didik, guru dan sekolah. Berikut ini uraian manfaat dari penelitian ini. (1)Peserta didik: dapat meningkatkan prestasi belajar matematika. (2)Guru: dapat meningkatkan pengetahuan guru tentang model pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik. (3)Sekolah: dapat meningkatkan rata-rata nilai Ujian Nasional pada mata pelajaran matematika.

KAJIAN PUSTAKA

Landasan Teori

Prestasi Belajar Matematika

Prestasi

Proses pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri dari komponen guru, peserta didik, materi pembelajaran, dan lingkungan belajar yang saling berinteraksi satu sama lain dalam usaha mencapai tujuan.

Prestasi menurut Mas’ud Khasan (1983: 47) adalah apa yang telah diciptakan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja.

Sedangkan prestasi menurut Nasrun Harahap (1982: 12) adalah hasil penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan siswa yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada siswa.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka yang dimaksud dengan prestasi dalam penelitian ini adalah hasil penilaian tentang perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik.

Belajar

Peserta didik merupakan penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar (Dimyati, 2013: 7). Pengetahuan peserta didik merupakan hasil dari proses membangun pengetahuan berdasarkan pengalaman sebelumnya. Pengembangan pengetahuan peserta didik dapat dilakukan dengan pemberian rangsangan berupa masalah-masalah untuk dibahas dan dicari penyelesaiannya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar menurut Daryanto (2013: 36) adalah (1)Faktor Intern meliputi: faktor jasmaniah (kesehatan), faktor psikologis (intelegensi, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan). (2)Faktor Ekstern meliputi: faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah, latar belakang kebudayaan), faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan peserta didik, hubungan peserta didik dengan peserta didik, alat pelajaran), faktor masyarakat (kegiatan peserta didik dalam masyarakat, bentuk kehidupan masyarakat).

Belajar merupakan kegiatan aktif peserta didik untuk membentuk pengetahuan. Peserta didik membangun sendiri konsep atau struktur materi yang dipelajarinya. Peserta didik tidak lagi menerima paket-paket konsep atau aturan yang dikemas oleh guru, melainkan peseta didik yang mengemasnya. Guru bertugas memberikan bantuan dan arahan sebagai fasilitator.

Peserta didik dapat memilih dan memperkuat pengetahuannya melalui berbagai kegiatan, seperti mengajukan hipotesis dan membuat keputusan. Dimyati (2013: 7) menyatakan bahwa peserta didik merupakan penentu terjadi atau tidaknya proses belajar.

Belajar menurut Haris Mudjiman (2011: 25) adalah proses menginternalisasi, membentuk kembali, atau membentuk pengetahuan baru. Pembentukan pengetahuan baru ini dengan menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki. Pengetahuan dan pengalaman yang lama digunakan untuk menginterpretasikan informasi dan fakta baru dari luar, sehingga tercipta pengetahuan baru.

Berdasarkan pengertian belajar tersebut di atas, maka dalam penelitian ini belajar adalah proses untuk membangun pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan sebelumnya. Dalam hal ini guru dapat memberikan kemudahan dalam proses tersebut dengan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan atau menerapkan ide-ide sendiri.

Matematika

Matematika merupakan suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir. Selain itu, matematika juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas. Menurut Herman Hudojo (2005: 37) matematika belum dapat didefinisikan secara tunggal. Hal ini terbukti dengan adanya puluhan definisi matematika yang belum mendapat kesepakatan di antara para matematikawan.

Menurut E. T. Ruseffendi (1992: 46) matematika adalah ilmu tentang pola dan hubungan sebab. Dalam matematika sering dicari keseragaman seperti keterurutan, keteraturan, dan keterkaitan pola dari sekumpulan konsep-konsep tertentu atau model-model tertentu yang merupakan representasinya, sehingga dapat dibuat generalisasinya untuk dibuktikan kebenarannya secara deduktif.

Herman Hudojo (2005: 64) menyatakan bahwa hakikat matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungan-hubungannya yang diatur menurut urutan yang logik.

Matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah mempunyai ciri pada penentuan nalar dan pembentukan sikap peserta didik serta keterampilan dalam penerapan matematika yang dimulai dari hal-hal yang konkrit ke hal-hal yang abstrak, dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang kompleks.

Matematika dalam penelitian ini adalah ilmu yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungan-hubungannya yang diatur menurut urutan yang logik. Matematika berkenaan dengan konsep-konsep atau ide-ide yang teratur dan saling berkaitan satu sama lain berdasarkan alasan-alasan yang logis.

Matematika yang diajarkan di tingkat satuan pendidikan Sekolah Menengah Pertama disesuaikan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 (BSNP, 2006). Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Prestasi Belajar Matematika

Peserta didik yang telah melakukan kegiatan belajar matematika, dapat diukur prestasinya setelah melakukan kegiatan belajar tersebut pada kurun waktu tertentu, dengan menggunakan suatu alat evaluasi (tes) yang lazimnya berwujud nilai.

Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini adalah penilaian dari hasil belajar peserta didik yang dinyatakan dengan angka yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap peserta didik sesuai dengan tujuan instruksional yang menyangkut isi pelajaran matematika di tingkat satuan Pendidikan Menengah Pertama.

Model Pembelajaran

Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik adalah model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Penggunaan model pembelajaran yang tepat bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik (Widyantini, 2006).

Model pembelajaran menurut Winataputra (dalam Sugiyanto, 2010) adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran.

Menurut Joyce dan Weill (dalam Miftahul Huda, 2014) mendeskripsikan model pembelajaran sebagai rencana atau pola yang dapat digunakan untuk mendesain materi instruksional dan memandu proses pengajaran di ruang kelas.

Sedangkan Soekamto (dalam Trianto, 2011) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar dan berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.

Berdasarkan definisi di atas, maka model pembelajaran dalam penelitian ini adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas untuk mencapai tujuan belajar.

Model Pembelajaran Langsung

Pembelajaran langsung atau direct instruction merupakan gaya mengajar dimana guru terlibat aktif dalam memberikan materi pelajaran kepada peserta didik dan mengajarkannya secara langsung kepada seluruh kelas. Demikian juga Rosenshine (2008: 1) dalam tulisannya menyampaikan bahwa “Direct instruction refers to instruction led by the teacher…”. dengan kata lain guru memegang peranan penting sebagai pemimpin dalam penyampaian materi maupun instruksi.

Model pembelajaran langsung pertama kali diperkenalkan pada tahun 1968 oleh Siegfried Engelmann (dalam Suyanto, 2013). Bahkan menurut David Klein (dalam Jahr, 2011) model pembelajaran langsung telah ada sejak tahun 1930an. Pembelajaran langsung adalah pembelajaran yang paling umum digunakan di Indonesia. Menurut Huitt (dalam Suyanto, 2013) bahwa pembelajaran langsung sepenuhnya diarahkan oleh guru.

Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW)

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama, yakni kerja sama antar peserta didik dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pada pelaksanaan pembelajaran peserta didik dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Pembelajaran kooperatif pada setiap harinya memberikan kesempatan untuk terjadinya kontak personal yang intens diantara para peserta didik dengan latar belakang ras berbeda (Slavin, 2005: 103).

Tujuan pembelajaran kelompok adalah untuk membangkitkan interaksi yang efektif diantara anggota kelompok melalui diskusi. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada peserta didik, yakni mempelajari materi pelajaran, berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas). Dengan interaksi yang efektif dimungkinkan semua anggota kelompok dapat menguasai materi pada tingkat yang relatif sejajar. Sekurang-kurangnya ada tiga tujuan yang ingin dicapai dalam belajar kelompok, yaitu (1) hasil belajar akademik, (2) pengakuan adanya keragaman, dan (3) pengembangan keterampilan sosial.

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran berbasis kerjasama tim seperti yang disampaikan oleh Slavin (2005: 2) dengan “The idea behind this form of cooperative learning is that if students want to succeed as a team, they will encourage their teammates to excel and will help them to do so”. Dapat diartikan bahwa hal terpenting dalam pembelajaran kooperatif adalah bahwa jika peserta didik ingin sukses sebagai sebuah tim, maka mereka akan mendorong rekan satu tim mereka untuk unggul dan akan membantu mereka untuk melakukannya. Dalam hal ini kerjasama tim merupakan hal utama dalam pembelajaran kelompok.

Sejalan dengan permasalahan yang telah dirumuskan maka pembahasan model TTW akan dikaitkan dengan menulis hasil diskusi. Model TTW dikenalkan oleh Huinker dan Laughlin ini pada dasarnya dibangun melalui berpikir, berbicara dan menulis. Srategi ini diawali dengan peserta didik membaca materi yang sudah dikemas dengan pendekatan konstruktivis untuk memahami kontennya (think), kemudian peserta didik mengkomunikasikan untuk mendapatkan kesamaan pemahaman (talk), dan akhirnya melalui diskusi peserta didik menuliskan hasil pemikirannya dalam bentuk tulisan (write).

Aktivitas think (berpikir); Aktivitas berpikir peserta didik dapat dilihat selama proses membaca teks matematika yang kemudian membuat catatan apa yang telah dibaca. Dalam membuat catatan, peserta didik membedakan dan mempersatukan ide yang disajikan dalam teks, kemudian menterjemahkan ke dalam bahasanya sendiri. Membuat catatan berarti menganalisis tujuan isi teks dan memeriksa bahan-bahan yang ditulis. Belajar membuat catatan setelah membaca merangsang aktivitas berpikir sebelum, selama dan setelah membaca. Dalam proses pembelajaran membuat catatan menjadi bagian integral. Proses think meliputi lima dimensi (Marzuki dalam Wahyu Hidayat, 2011): (1)Metakognisi, merupakan kesadaran seseorang tentang proses berpikirnya pada saat melakukan tugas tertentu dan kemudian menggunakan kesadaran tersebut untuk mengontrol apa yang dilakukan. (2)Berpikir kritis dan kreatif, merupakan dua komponen yang sangat mendasar. Berpikir kritis merupakan proses penggunaan kemampuan berpikir secara efektif yang dapat membantu seseorang untuk membuat, mengevaluasi, serta mengambil keputusan tentang apa yang diyakini serta dilakukan. Sedangkan berpikir kreatif merupakan kemampuan yang bersifat spontan, terjadi karena adanya arahan yang bersifat internal dan keberadaannya tidak bisa diprediksi. (3)Proses berpikir, memiliki delapan kompenen utama yaitu pembentukan konsep, pembentukan prinsip, pemahaman, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, penelitian, penyusunan, dan berwacana secara oral. (4)Kemampuan berpikir utama, juga memiliki delapan komponen yang memfokuskan, kemampuan mendapatkan informasi, kemampuan mengingat, kemampuan mengorganisasikan, kemampuan menganalisis, kemampuan menghasilkan, kemampuan mengintegrasi, serta kemampuan mengevaluasi.(5)Berpikir matematik tingkat tinggi, pada hakikatnya merupakan non-prosedural yang antara lain mencakup hal-hal berikut: kemampuan mencari dan mengeksplorasi pola, kemampuan menggunakan fakta-fakta, kemampuan membuat ide-ide matematik, kemampuan berpikir dan bernalar secara fleksibel, serta menetapkan bahwa suatu pemecahan masalah bersifat logis.

Aktivitas talk (berbicara); Aktivitas peserta didik dalam berbicara dapat dilihat dalam aktivitas berkomunikasi dengan menggunakan kalimat dan bahasa yang mereka pahami.

Hal ini sesuai dengan Doolittle (2006) menyatakan bahwa quistioning merupakan kegiatan tanya jawab untuk mengumpulkan berbagai informasi dan ide-ide utama dari teks yang dibaca. Jadi peserta didik mendapat kesempatan untuk berdiskusi sebagai usaha memecahkan masalah yang diberikan oleh guru.

Peserta didik menggunakan bahasa untuk mengungkapkan ide kepada temannya, membangun teori bersama, sharing strategi penyelesaian, dan membuat batasan suatu ide (definisi); (4) Pembentukan ide (formating ideas) melalui aktivitas berbicara, dalam aktivitas ini pikiran sering kali dirumuskan, diklarifikasi atau direvisi; (5) Internalisai ide: Dalam proses konversi matematika internalisasi dibentuk melalui berpikir dan memecahkan masalah. Peserta didik mungkin mengadopsi strategi lain, mereka mungkin bekerja dengan memecahkan bagian-bagian dari soal yang lebih mudah; (6) Meningkatkan dan menilai kualitas berpikir.

Aktivitas write (menulis) dilakukan setelah peserta didik melakukan diskusi. Hasil diskusi yang berupa konstruksi pengetahuan direpresentasikan dalam bentuk tulisan. Aktivitas menulis dapat membantu peserta didik dalam membuat hubungan (koneksi) dan juga memungkinkan guru untuk melihat pengembangan konsep peserta didik. Aktivitas menulis ini dapat juga digunakan oleh guru untuk memantau kesalahan atau miskonsepsi peserta didik. Aktivitas dalam tahap write dapat dijabarkan berikut ini. (1)Menulis solusi terhadap masalah yang diberikan termasuk perhitungan. (2)Mengorganisasikan semua pekerjaan langkah demi langkah. (3) Mengoreksi semua pekerjaan sehingga yakin tidak ada pekerjaan yang tertinggal. (4)Meyakini bahwa pekerjaannya lengkap dan mudah dibaca.

Sebagaimana namanya, model pembelajaran TTW memiliki sintak yang sesuai dengan urutan di dalamnya, yakni Think (berpikir), Talk (berbicara/berdiskusi), dan Write (menulis). (1)Peserta didik membaca teks berupa soal dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual (think). Dalam tahap ini peserta didik secara individu memikirkan kemungkinan jawaban atau metode penyelesaian, membuat catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat dalam soal. Pada tahap ini peserta didik akan membaca sejumlah soal-soal yang diberikan pada Lembar Kerja (LK). (2)Peserta didik berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu kelompok untuk membahas isi catatan (talk). Dalam kegiatan ini mereka menggunakan bahasa dan kata-kata mereka sendiri untuk menyampaikan ide-ide matematika dalam diskusi. (3)Peserta didik mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang memuat pemahaman dan komunikasi matematika dalam bentuk tulisan (write). Aktivitas menulis pada tahap ini meliputi: menulis solusi terhadap soal yang diberikan, mengorganisasikan pekerjaan selangkah demi selangkah, mengoreksi semua pekerjaan sehingga tidak ada pekerjaan ataupun perhitungan yang terlewatkan. (4)Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari. Sebelum itu, dipilih satu atau beberapa peserta didik sebagai perwakilan kelompok untuk menyajikan jawaban, sedangkan kelompok lain diminta memberikan tanggapan.

Kerangka Berpikir

Penelitian ini bermula dari kondisi awal dimana guru menggunakan model pembelajaran langsung atau ceramah dalam pembelajaran di kelas. Model pembelajaran langsung atau ceramah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk mendominasi kelas. Akibatnya peserta didik kurang berperan aktif dan hanya menerima materi dari peneliti.

Selain itu ditemukan pula rata-rata nilai ulangan harian peserta didik kelas VIIIB SMPN 4 Bae Kudus yang masih rendah. Hal ini diamati oleh peneliti berdasarkan rata-rata nilai ulangan harian tiap bab atau pokok bahasan. Oleh karena itu peneliti mengambil tindakan untuk meningkatkan prestasi belajar matematika yaitu dengan menggunakan model pembelajaran TTW.

Tindakan terbagi menjadi dua kegiatan yaitu siklus 1 dan siklus 2. Pada siklus 1 menerapkan model pembelajaran TTW dengan peserta didik dikelompokkan yang beranggotakan 5 orang. Sedangkan siklus 2 masih tetap menggunakan model pembelajaran TTW dengan berkelompok yang beranggotakan 3 orang.

Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan yang diajukan dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah prestasi belajar matematika peserta didik pada materi Teorema Pythagoras kelas VIIIB SMPN 4 Bae Kudus semester gasal tahun pelajaran 2017/2018 dapat meningkat melalui model pembelajaran TTW.

PEMBAHASAN

Kegiatan Think dapat diamati ketika peserta didik mulai menerima dan mengerjakan LK secara individual. Setelah berpikir maka masing-masing peserta didik menulis jawaban di kertas yang telah disediakan. Jawaban tersebut merupakan jawaban sementara, sedangkan LK masih tetap dibiarkan kosong. Ketika proses ini berlangsung, masing-masing peserta didik hanya fokus dengan jawaban mereka sendiri tanpa kerja sama dengan teman lainnya. Dengan demikian jawaban yang didapatkan merupakan jawaban asli sesuai pemahaman peserta didik setelah membaca LK. Dalam hal ini LK disusun sedemikian rupa agar di dalamnya memuat materi, contoh soal dan latihan soal. LK dibuat lebih sederhana agar mudah dipahami oleh peserta didik.

Selanjutnya adalah Talk dengan peserta didik lainnya. Hal ini dilakukan dengan cara membentuk kelompok. Kelompok tersebut sebelumnya telah ditentukan terlebih dahulu oleh peneliti. Masing-masing kelompok terdiri dari 5 peserta didik putra dan putri. Selain memperhatikan jenis kelamin, pembagian kelompok juga memperhatikan tingkat kemampuan akademis. Satu kelompok terdiri dari peserta didik dengan kemampuan akademis tinggi, sedang dan rendah. Setelah peserta didik duduk dalam kelompoknya masing-masing maka dimulailah proses Talk yaitu berdiskusi dengan teman satu kelompok. Proses diskusi dilakukan untuk mengkonstruksi pemahaman secara bersama-sama. Kegiatan Talk menjadi kegiatan yang sangat penting karena di sini mempertemukan beberapa ide jawaban sementara dari masing-masing anggota kelompok. Akhirnya berdasarkan berbagai macam jawaban sementara dibuatlah satu jawaban yang disepakati bersama. Kendala dalam kegiatan ini adalah masih ada beberapa kelompok yang pasif. Masing-masing anggota kelompok justru masih sibuk melanjutkan menulis jawaban sementara dan hanya sesekali berdiskusi.

Write merupakan kegiatan menulis jawaban hasil kesepakatan bersama masing-masing anggota kelompok. Jawaban tersebut ditulis di LK yang telah disediakan. Selanjutnya perwakilan kelompok mempresentasikan hasil jawaban dan peneliti memberikan konfirmasi atas jawaban kelompok tersebut.

Penelitian tindakan kelas dengan 2 siklus ini menerapkan model pembelajaran TTW yang diawali dengan Think yakni peserta didik berpikir secara individu kemudian dilanjutkan dengan berkelompok. Proses berkelompok dan berdiskusi merupakan bagian dari Talk. Dan setelah peserta didik mendapatkan kesepakatan maka hasil diskusi ditulis sebagai jawaban bersama. Proses menulis jawaban tersebut adalah Write.

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan prestasi belajar peserta didik melalui penggunaan model pembelajaran TTW. Hasil ulangan harian KD 3.1 pada siklus 1 menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan pra siklus atau kondisi awalnya. Meskipun pada pelaksanaan siklus 1 masih terdapat beberapa kekurangan diantaranya terlalu lamanya peserta didik berpindah tempat duduk untuk membentuk kelompoknya masing-masing. Selain itu masih terdapat beberapa kelompok yang pasif sehingga proses Talk tidak berjalan dengan baik.

Kekurangan atau kendala pada siklus 1 selanjutnya diperbaiki pada siklus 2 yaitu dengan mengurangi anggota kelompok yang semula 5 orang peserta didik menjadi 3 orang saja. Hal ini berdampak pada meningkatnya keaktifan kelompok dan memudahkan masing-masing anggota kelompok untuk saling bekerjasama. Hasil ulangan harian KD 3.2 pada siklus 2 menunjukkan hasil yang sesuai target yakni rata-rata nilainya lebih dari 70. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa prestasi belajar matematika pada materi Teorema Pythagoras peserta didik kelas VIIIB SMPN 4 Bae Kudus semester gasal tahun pelajaran 2017/2018 mengalami peningkatan melalui penggunaan model pembelajaran TTW.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV maka dapat disimpulkan (1)Prestasi belajar matematika pada materi teorema Pythagoras peserta didik kelas VIIIB SMPN 4 Bae Kudus semester gasal tahun pelajaran 2017/2018 mengalami peningkatan melalui penggunaan model pembelajaran TTW. (2)Indikator keberhasilan penelitian ini telah tercapai yakni peningkatan prestasi belajar matematika pada materi teorema Pythagoras peserta didik kelas VIIIB SMPN 4 Bae Kudus semester gasal tahun pelajaran 2017/2018 melalui penggunaan model pembelajaran TTW lebih dari 70.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian berikut ini disampaikan beberapa saran-saran untuk perbaikan proses dan hasil pembelajaran berikut ini. (1)Bagi Peserta Didik, peserta didik dalam melakukan pembelajaran hendaknya berusaha aktif mengkonstruksi karena belajar matematika tidak akan mampu menangkap konsep bila tidak disertai dengan usaha. Peserta didik hendaknya dapat memanfaatkan kerja kelompok untuk saling memperbaiki atau saling mengisi kekurangan satu dengan yang lain. (2)Bagi Pendidik, hendaknya belajar lebih banyak lagi mengenai jenis-jenis model pembelajaran agar dapat digunakan sehingga peserta didik tidak bosan. Model yang dipakai hendaknya disesuaikan dengan materi ajar. Keberhasilan penelitian ini memberi gambaran bahwa betapa pentingnya pembelajaran matematika dilakukan dengan menggunakan model yang memberi keaktifan peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA

Ari Suningsih. 2014. Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW dan TPS pada Persamaan Garis Lurus Ditinjau dari Karakteristik Cara Berpikir Siswa SMP Negeri Se-Kabupaten Pringsewu. Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika. Vol. 2, No. 4, Hal. 411–421.

Aris Shoimin. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

BSNP. 2006. Buku Panduan Penyusunan KTSP. Jakarta: BSNP.

Daryanto. 2013. Belajar dan Mengajar. Bandung: Yrama Widya.

Dimyati. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Doolittle, P. E., Hicks, D., and Triplett, C. F. 2006. Reciprocal Teaching for Reading Comprehension in Higher Education: A Strategy for Fostering the Deeper Understanding of Texts. International Journal of Teaching and Learning in Higher Education. Vol 17, No. 2, Pp. 106-118.

Edy Suprapto. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran Kontekstual, Pembelajaran Langsung dan Motivasi Berprestasi terhadap Hasil Belajar Kogintif. INVOTEC. Vol. 11, No. 1, Hal. 23-40.

E. T. Ruseffendi. 1992. Materi Pokok Pendidikan Matematika 3. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Haris Mudjiman. 2011. Belajar Mandiri Pembekalan dan Penerapan. Sebelas Maret University Press: Surakarta.

Herman Hudojo. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Universitas Negeri Malang: Malang.

Jahr, B. 2011. Effective 21st Century Education: Direct vs. Indirect Instruction. Professional Research Paper. Spring.

Mas’ud Khasan A. Q. 1983. Kamus Istilah Populer. Jakarta: Bintang Pelajar.

Miftahul Huda. 2014. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nasrun Harahap. 1982. Teknik Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: N. V Bulan Bintang.

Rochiati Wiriaatmadja. 2008. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rosenshine, B. 2008. Five Meanings of Direct Instruction. Lincoln USA: Center On Innovation And Improvement.

Septia Rizmadita, Wardani Rahayu, dan Tutuk Narfanti. 2011. Perbandingan Hasil Belajar Matematika Siswa yang Belajar menggunakan Strategi Think Talk Write dengan Siswa yang Belajar Menggunakan Strategi Think Pair Share pada Soal Cerita di Kelas III SDIT Al-Fidaa Bekasi. Jurnal Matematika, Aplikasi dan Pembelajarannya. Vol. 10, No. 1, Hal. 34-46.

Slavin, R. E. 2005. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media. Rasindo.

Sugiyanto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka.

Suyanto. 2013. Menjadi Guru Profesional. Yogyakarta: Multi Pressindo.

49

 

Trianto. 2011. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Wahyu Hidayat. 2011. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Kooperatif Think-Talk-Write (TTW). Hal. 272-279. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi, Bandung.

Widyantini. 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kooperatif. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional.