PENYIMPANGAN (RUN OUT) PADA MESIN BUBUT KONVENSIONAL

L-5A TERHADAP KEHALUSAN PERMUKAAN BENDA KERJA SILINDER

 

Iswanto

SMK Negeri 4 Sukoharjo

 

ABSTRAK

Salah satu indikator kualitas proses pembubutan adalah tingkat kehalusan permukaan benda kerja yang dihasilkandari proses tersebut. Hal ini tergantung pada beberapa hal yaitu: jenis dan kualitas alat potong;jenis material dari benda kerja;dan parameter pemotongan pada proses pembubutan itu sendiri diantaranya adalah putaran benda kerja, kecepatan potong dari jenis material dan feeding atau kecepatan gerak pemakanan. Apabila parameter pemotongan diatur dan disesuaikan dengan jenis alat potong maupun jenis material benda kerja maka hasil yang diperoleh akan optimal. Karena ketidakseragaman dalam pemotongan karena posisi benda kerja tidak sesumbu (run out), maka kualitas pemotongan untuk tiap sisi menjadi berbeda.

Kata kunci: tingkat kehalusan, feeding, benda kerja

 

PENDAHULUAN

Kondisi pemotongan benda kerja merupakan bagian penting di dalam menghasilkan suatu produk. Benda kerja yang dimaksud adalah kondisi tersebut dapat dijadikan sebagai dasar dalam mengevaluasi suatu produk. Hasil dari kondisi pemotongan benda kerja dapat dilihat dari kekasaran permukaan yang diperoleh. Jika kondisi pemotongan baik seperti benda kerja sesumbu, mesin yang memiliki kekakuan dan kehandalan tinggi maka akan dihasilkan produk dengan kualitas kekasaran permukaan yang tinggi (halus) dan sebaliknya jika kondisi pemotongan yang tidak baik maka produk yang dihasilkan akan berkualitas rendah atau jelek. Selain untuk mengevaluasi suatu produk kordisi pemottongan juga dapat memberikan informasi tentang hal-hal yang mempengaruhi kestabilan dalam operasi suatu mesin.

Kondisi pemotongan yang dapat mempengaruhi kestabilan mesin adalah getaran yarg timbul akibat pemilihan elemen pemesinan (Rochim, 2015:78), yang tidak tepat atau akibat pengaruh panjang penjuluran menyebabkan terjadinya defleksi. Hal ini akan mengakibatkan gaya pemotongan benda kerja menjadi tidak seragam (satu sisi dengan gaya pemotongan besar dan sisi lainnya rendah) dan posisi benda kerja tidak sesumbu atau center, (Budhi, 2011:151 & Widiyanti, 2012:112).

Akibat ketidakseragaman dalam pemotongan karena posisi benda kerja tidak sesumbu (run out), maka kualitas pemotongan untuk tiap sisi menjadi berbeda. Hal ini akan menimbulkan kerugian baik bagi benda kerja ataupun mesin yang digunakan. Untuk benda kerja akibat Udak sesumbu maka gaya pemotongan menjadi tidak seragam. Besarnya gaya pemotongan di satu sisi benda kerja akan mengakibatkan penekanan pada benda kerja. Penekanan yang besar mengakibatkan mesin mengalami getaran dan rnenimbulkan suara bising d isaat pemotongan benda kerja.

Gaya pemotongan yang tidak seragam, mengakibatkan kualitas kekasaran permukaan yang dihasilkan tidak memenuhi standar geometrik produk yang diinginkan. Standar kualitas geometik yang baik (kekasaran permukaan yang merata dan halus disetiap sisi potong) dapat diperoleh dengan gaya pemotongan yang seragam dengan kedalaman potong dan feding yang sama.

Untuk mengetahui pengaruh kondisi pemotongan (run out) ini terhadap kualitas geometrik seperti kekasaran permukaan dari proses pemesinan yang dilakukan terutama akibat posisi benda kerja tidak sesumbu maka dilakukan pengujian dengan menvariasikan beberapa elemen dasar pemesinan seperti kedalaman potong dan feeding. Proses pemesinan yang dipilih adalah menggunakan proses bubut dengan mesin bubut L5A. Material benda kerjanya adalah baja karbon menengah dengan material pahatnya jenis pahat karbida.

METODOLOGI PENGUJIAN

Kekasaran perrnukaan merupakan satu indikator dalam mengevaluasi suatu produk hasil proses pemesinan. Kalau produk atau benda kerja yang dihasilkan memiliki kekasaran permukaan yang kasar maka produk atau benda kerja tersebut akan direjek atau dianggap produk gagal dan sebaliknya benda kerja dengan kekasaran permukaan halus akan digunakan untuk meningkatkan kinerja dari komponen yang didukungnya. Untuk mendapatkan produk dengan ketelitan tinggi (kekasaran permukaan halus) ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan yaitu kekakuan mesin perkakas (Rochim dan Krenigsberger, 2010:201), keandalan mesin perkakas, pemilihan elemen dasar pemesinan dan geometri pahat serta keandalan operator (Amstead, 2014:56 & Koenigsberger, 2010:114).

Tabel l Spsifikasi mesin bubut Merek L-5A

Merk

L-5A

Daya

1,80Kw

Putaran Rpm

25 – 1600rpm

Tegangan/Volt

220/330

 

Beberapa benda kerja yang dituntut memiliki kekasaran permukaan yang halus adalah roda gigi (Budhi, 2013:99), piston dan poros. Poros merupakan komponen penting pada mesin yang mana berfungsi sebagai tempat dudukan komponen lain atau sebagai penerus putaran dari mesin.

 Poros dibuat dengan menggunakan mesin perkakas bubut dimana poros dengan kualitas yang tinggi akan dapat dihasilkan dengan memilih elemen dasar pemesinan yang cocok dan kondisi pemotongan yang tepat.

Dalam pengujian ini pemilihan elemen dasar pemesinan yang dijadikan variabel adalah kedalaman potong dan feeding. Untuk mengetahui kekasaran permukaan benda kerja atau poros yang dihasilkan maka diukur dengan alat ukur kekasaran Roughness tester TR-200, (Anonymous, 2O12:67).

 Geometri pahat juga bagian yang penting dalam menghasilkan produk dengan kualitas geometri yang diinginkan.Dimana dengan memilih geometri pahat yang sesuai dengan proses pemotongan yang dilakukan akan menghasilkan kualitas produk yang tinggi atau baik.

Geometri pahat yang digunakan dipilih berdasarkan jenis pahat. Material mata pahat yang digunakan dalam proses bubut ini adalah pahat bubut karbida seperti yang ditunjukkan pada Material benda kerja yang digunakan adalah baja karbon menengah dengan spesifikasi geometri panjang benda kerja 130mm dan diameter luar 36 mm Pengukuran kekasaran permukaan dilakukan setelah benda kerja dibubut dengan mein bubut. Untuk melihat pengaruh run out akibat pemasangan benda kerja yank tidak tepat maka dapat dilakukan 4 titik ukur yaitu pada 0º, 90º,180º dan 270º Posisi titik ukur kekasaran permukaan.

HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

Setelah benda kerja dipasang pada mesin bubut kemudian dilakukan pemotongan dengan memvariasikan kedalaman potong dan feeding. Dari proses pemesinan yang dilakukan diperoleh hasil seperti yang dapat dilihat pada tabel 2.Pada Tabel 2 terlihat bahwa harga nilai kekasaran permukaan (Ra) pada tiap titik ukur (0º, 90º, 180º, 270º) tidak sama, yang mana pada tabel terlihat bahwa nilai kekasaran permukaan terhalus untuk kedalaman potong 0.25mm dan putaran 1000 rpm terdapat pada feeding 0,25 mm/rev. Tabel 7 menunjukan nilai kekasaran permukaan di titik 0º dengan 180º memiliki perbedaan atau selisih sebesar 0.497 µm. Sementara pada titik ukur 90º dan 27Oº nilai selisih hasil pemotongan yang diperoleh adalah 0.087µm. Hal ini menunjukkan akibat adanya runout yang terjadi maka kekasaran permukaan benda kerja atau poros dari hasil pemotongan menjadi tidak sama (uniform) sebesar 0.410 µm. Pemotongan yang Udak sama akan menimbulkan gaya potong yang tidak seragam dimana karena ketidakseragaman pemotongan akan menimbulkan gaya pemotongan yang besar dlsatu sisi dan gaya pemotongan yang kecil disisi lain. Inilah yang menyebabkan benda kerja atau pros memiliki perbedaan atau selisih nilai kekasaran permukaan pada titik 0º dengan 180º dan 9Oº dengan 270º.

Untuk feeding 0.5 mm/rev terlihat bahwa hasil pemotongan akibat adanya run out memlliki nilai kekasaran permukaan dengan selisih antara 0.022 µm dan 0,137 µm dimana nilai selisihnya adalah 0.115 µm. Dan untuk feeding 0.75 mm/rev, kekasaran permukaan yang dihasilkan untuk setiap til.rk ukur menunjukkan nilai sebesar 0,310 µm dan 0.441 µm. Dimana hasil pemotongan pada feeding 0.75 mm/rev ini memiliki perbedaan nilai sebesar 0.131µm. Nilai kekasaran permukaan antara feeding 0.5 mm/rev dan 0.75 mm/rev memiliki kecenderungan selisih nilai yang hampir sama yaitu 0.115 µm dan 0.131 µm. Dari hasil selisih kekasaran permukaan unfuk tiap Utik uji dengan feeding berbeda diperoleh hasil bahwa untuk feding 0.25 mm/rev memiliki nilai selisih kekasaran permukaan yang lebih tinggi dibanding dengan feeding 0.5 mmlrev dan A.75 mm/rev. Hal ini disebabkan oleh semakin bear feding maka area pemotongan akan kekasaran permukaan yang dihasilkan semakin sama.

Efek run out yang terlihat pada Tabel 2 juga menunjukan hasil kekasaran permukaan untuk setiap tiUk ukur berbeda, yang mana seharusnya nilai kekasaran permukaan benda kerja atau poros tersebut harus memiliki nilai yang sama. Pada feeding 0.25 mm/rev untuk semua variasi feeding seharusnya nilai kekasaran permukaan antara tiUk 0º, 90º, 180º dan 270ºseharusnya sama tetapi dari hasil pemotongan terlihat adanya perbedaan nilai kekasaran permukaannya. Kecenderungan nilai kekasaran permukaan yang sama untuk semua kondisi feeding.

 

Tabel 2 pengukuran dengan kedalaman 0,25mm

Feeding (mm/rev)

Kedalaman potong a= 0,25 mm

0º

90º

180º

270º

0,25

2,591

2,667

3,088

2,754

0,50

2,916

2,908

2,894

2,771

0,75

2,945

3,091

3,255

3,532

 

Hasil uji ukur kekasarasan permukaan untuk kedalaman potong 0,5 mm dapat dilihat pada Tabel 3 dimana pada tabel terlihat bahwa efek run out rnemifaki kecenderungan yang sama dengan pengukuran pada kedalaman potong 0,25 mm. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai kekasaran permukaan untuk semua kondisi feeding seperti 0,25 mm/rev, 0,5 mm/rev dan 0,75 mm/rev memiliki nilai yang Udak terlalu jauh berbeda dibanding dengan kedalaman potong 0,25 mm (lihat Tabel 2).

Seperti pada feeding 0,25 mm/rev nilai kekasaran permukaan yang diperoleh pada titik 0º adalah 2,959 µm, pada feeding 0,5 mm/rev sebesar 3,228 µm dan 0.75 mm/rev adalah 3.162 µm dimana perbedaannya berkisar antara 0.269 µm dan 0.066 µm. Untuk kedalaman potong 0,25 mm pada titik ukur yang sama selisih kekasaran permukaannya adalah 0.325 dari 0.029. Untuk titik ukur 270º diperoleh perbedaan kekasaran permukaannya unfuk feeding 0,25 mm/rev sebesar 0,301µm dan 0,448µm.

Tabel 3 pengukuran dengan kedalaman 0,5mm

Feeding (mm/rev)

Kedalaman potong a= 0,5 mm

0º

90º

180º

270º

0,25

2,959

2,788

3,198

3,012

0,50

3,228

3,320

3,162

3,313

0,75

3,162

3,556

3,395

3,761

 

 Sementara pada kedalas:nan potong 0,25mm dengan feeding 0,5mm/rev dan 0,75 mmlrev diperoleh selisih sebesarr 0,017µm dan 0,761µm. Hasil ini menunjukkan besamya perbedaan pengaruh run out terhadap kekasaran permukaan pada titik uji 270º pada kedalaman 0,25 mm dan 0,5 mm.

Pada kedalaman potong 0,75 mm dengan feeding yang sama dengan pengujian pada kedalaman potong 0.25 mm dan 0,5 mm diproleh hasil kekasaran permukaan seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 4. Pada Tabel 4 terlihat bahwa selisih nilai kekasaran permukaan hasil pemotongan pada kedalaman potong 0.75 mengalami renurunan dibanding dengan hasil pemotongan dengan kedalaman potong 0,25 mm dan 0,5 mm. Kekasaran permukaan yang diperoleh pada titik ukur 0º (lihat Tabel 4) adalah 3.261 µm pada feeding 0,25 mm/rev, 3.567 µm pada feding 0,5 mm/rev dan 3.413 µm untuk feeding 0,75 mm/rev. Nilai selisih kekasaran permukaan yang diperoleh adalah adalah 0.306 µm dan 0.154 µm dan untuk titik ukur 270º adalah 0.054 µm dan 0,75 µm.

Tabel 4 pengukuran dengan kedalaman 0,75mm

Feeding (mm/rev)

Kedalaman potong a= 0,5 mm

0º

90º

180º

270º

0,25

3,261

3,516

3,379

3,754

0,50

3,567

3,615

3,295

3,261

0,75

3,413

3,704

3,743

3,883

 

Dari hasil pemotongan untuk kedalaman potong 0,25 mm, 0,5 mm dan 0,75 mm dengan variasi feeding 0,25 mm/rev, 0,5 mm/rev dan 0,75 mm/rev didapatkan bahwa selisih kekasaran permukaan akibat pengaruh run out mengalami penurunan dengan meningkatnya kedalaman potong dan feeding dengan meningkatnya kedalaman potong maka selisih nilai kekasaran permukaan pada titik ukur 0º dan 270º mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari hasil 0º dan 270º dimana terjadi penurunan selisih kekasaran permukaan dari feeding 0,25 mm/rev dengan selisih nilai kekasaran permukaan 0,296 µm, menjadi 0,203 µm pada feeding 0,5 mm/rw dan seterusnya menurun sebesar 0,152 µm gada feeding 0,75 mm/rev. Untuk titik ukur 270º penurunan yang terjadi adalah dan 0,744 µm pada feeding 0,25 mmlrev menjadi 0,147 µm pada feeding 0,5 mm/rev hingga 0,021µm pada feeding 0,75 mm/rev. Untuk titik 90º dan 180º terjadi penurunan hingga pada kedalaman 0,5 mm dan meningkat kembali pada kedalaman 0,75 mm. Hal ini disebabkan pada saat pemotongan benda kerja berada dalam posisi tidak sesumbu sehingga menyebabkan gaya pemotongan tidak sama. Gaya pemotongan yang tidak sama akan mengakibatkan benda kerja mengalami defleksi akibat penekanan benda yang besar disatu sisi dan penekanan yang kecil disisi lainnya.

Penurunan selisih nilai kekasaran permukaan ini menunjukkan bahwa efek runout dapat dikurangi dengan meningkatkan kedalaman potong dan feeding, tetapiselisih kekasaran permukaan pada titik ukur kekasaran perrnukaan yang kasar. Metode lain untuk mengasilkan efek run out ini adalah dengan mengatur posisi benda kerja agar sesumbu atau center dengan menggunakan alat ukur dial indikator. Sebelum memulai pemotongan benda kerja diukur posisinya agar sama besar untuk setiap posisi. Selain penurunan selisih kekasaran perrnukaan pada Utik ukur pengujian, perHaan yang diperoleh dari hasil pemesinan pada tiap titik uji ini juga akan rnempcngaruhi aspek fungsi dari benda kerja atau poros yang dihasilkan. Perbedaan nilai kekasaran permukaan ini akan dapat diterima jika nilainya tidak melewati batas toleransi yang diberikan. Tetapi jika melewati batas yang dizinkan maka produk atau benda kerja dianggap gagal karena untuk produk yang digunakan dengan ketelitian tinggi, perbedaan nilai ini dapat mempengaruhi aspek fungsional komponen dimana fungsi komponen terganggu disebabkan oleh geometi komponen tidak merata atau sama.

KESIMPULAN

Pengaruh run out mengakibatkan nilai kekasaran permukaan benda kerja atau poros mengalami perbedaan pada setiap titik uji yang mana untuk titik uji 0º dan 90º memiliki nilai yang hampir sama sementara untuk titik uji lain nilai kekasaran permukaannya jauh berbeda.

 Benda kerja atau poros akan memiliki selisih nilai kekasaran permukaan yamq besar pada kondisi pemotongam dengan kedalaman potong dan feeding yang kecil. Dan sebaliknya kekasaran permukaan benda kerja akan memiliki selisih nilai kekasaran permukaan yang rendah untuk kondisi pemotongan dengan kedalaman potong dan feeding yang besar. Hal ini disebabkan oleh area kontak yang besar antara pahat dan benda kerja akibat feeding dan kedalaman potong yang besar akan mengurangi pengaruh run out yang terjadi.

Peningkatan kedalaman potong dan feeding akan mengakibatkan benda kerja atau poros memiliki kekasaran permukaan yang tinggi (kasar). Benda kerja yang kasar akan mengakibatkari fungsi komponen lain terganggu karena adanya kontak yang besar akibat permukaan yang kasar sehingga komponen mesin cepat aus. Untuk itu diperlukan penyetelan awal benda kerja agar posisinya center atau sesumbu dengan menggunakan dial indikator.

Dengan adanya toleransi pengaruh efek run out akan dapat diterirna tetapi untuk komponen mesin dengen ketelitian tinggi pengaruh run out ini akan membuat benda kerja atau poros menjadi produk yang tidak dapat berfungsi dengan baik atau dianggap produk gagal.

REKOMENDASI

Mesin bubut konvensional ini dapat ditemui pada Usaha Kecil Menengah, yang dioperasikan secara manual oleh operator yang memiliki keahlian khusus. Harga mesin bubut konvensional lebih murah dibanding mesin yang CNC.

Mesin bubut Konvensional tidak membutuhkan operator yang ahli komputer dan cara pengoperasian yang mudah karena tidak perlu memasukan data, modal awal yang dibutuhkan relatif kecil dan biaya pemeliharaan yang kecil.

Tetapi selain memiliki kelebihan mesin bubut konvensional juga mempunyai kekurangan yaitu: membutuhkan waktu yang relatif lama dalam penyetelan mesin dan tingkat ketelitian yang kurang akurat , proses produksipun kurang efisien, tingkat keterampilan atau ketelitian operator mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan sehingga kualitas yang dihasilkan harus terus dipantau.

DAFTAR PUSTAKA

Amstead, B.H dkk. 2011. Teknologi Mekanik. Jakarta: Erlangga.

Anonimus. 2012. Roughnes Teter 401 series TR 2A0 Manual Book, TIME Group Inc

Budhi B.D. 2015. Pembuatann Roda Gigi Globoid di Mesin Bubut dan Pengukurannya Puslitbang KIMLIPI,PPI-KIM 2OOO, ISSN 0852-002X, Hal. 151-158.

Koenigsberger. FJ.T 2010. Machine Tools Stucture Vol.l,New York:Pergamon Press Ltd

Rochim. T. 2011. Metrologi dan Spesifikasi Geometri Teknologi Bandung: Lab. Teknik Produki dan Metrologi industri.

Widiyanti. K. 2009.Analisr’s KetelitianPemosisian dan Kelurusan GerakMeja Machining Center. Jurnal