UPAYA PENGEMBANGAN PROFESIONALISME DAN MUTU GURU

 

Muhammad Burhan

Guru SMK Bina Taruna Masaran Sragen

 

ABSTRACT

Teacher is a component of education be side students. The education process will continue though if there is only these components; read (teacher and student). Based on this fact, if you want to develop the quality of education you must begin by developing the quality of the teacher. Professional and qualified teachers are characterized by teacher competence. They are academic competency, pedagogic competence, personality competence, and social competence (PP No.19 of 2005). As a professional teacher, While having professional competence, it is a must to have competencies in accordance with the values ​​of morality and nationalism. In fact, the government has sought to develop teacher quality, such as through certification programs, teacher professional education, multiple skills, training, and etc. Though now these efforts are still often complained, because they are not considered to be effective. Strategies for developing professionalism and more effective teacher quality still need to be formulated. Professional development and teacher quality through teacher and school internal activities; for example by increasing knowledge, enriching experience, increasing reading books, attending seminars, and coaching, are an alternative strategy that is considered to be able to develop the quality of professional teachers.

Keywords: Development, Professionalism, Quality

 

PENDAHULUAN

Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya maka sangat dibutuhkan peran pendidik yang profesional. Guru profesional adalah guru yang terdidik dan terlatih, serta memiliki pengalaman mumpuni di bidangnya. Profesionalisme guru dan mutu pendidikan memiliki kaitan yang erat dan saling mempengaruhi. Profesionalisme guru dalam pendidikan secara otomatis berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Profesionalisme guru dituntut terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi. Adapun profesionalisme guru harus didukung oleh kompetensi yang standar dan harus dikuasai sebagai seorang pendidik.

Menurut Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standart Nasional Pendidikan, terdapat empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.Tuntutan profesionalisme guru tentu harus terkait dan dibangun melalui penguasaan kompetensi-kompetensi yang secara nyata.

Adapun realitanya masih terdapat beberapa guru yang belum maksimal dalam menguasai keempat kompetensi tersebut, sehingga guru dalam melaksanakan proses pembelajaran tidak mencapai hasil yang optimal. Seperti halnya guru tidak bisa sepenuhnya mengelola kelas sehingga banyak siswa yang ramai sendiri, monoton dalam menyampaikan pembelajaran yang berakibat siswa menjadi jenuh dan bosan, serta guru kurang memberikan perhatian kepada peserta didik.

Guru sebagai figur yang disegani dan dihormati lantaran memiliki andil yang besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Bakat, minat, kemampuan, dan potensi peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Guru selalu berperan dalam pembentukan sumberdaya manusia yang pontensial dibidang pembangunan nasional. Guru selalu mendidik dan mengawasi siswa untuk menuju cita-cita dan tujuan hidupnya. Sebagai seorang pendidik harus memiliki dedikasi yang sangat tinggi, karena diakui atau tidak gurulah yang menentukan keberhasilan anak. Peranan guru dalam proses pembelajaran dirasa sangatlah besar pengaruhnya terhadap perubahan tingkah laku peserta didik. Oleh karena itu, untuk dapat mengubah tingkahlaku peserta didik sesuai dengan yang diharapkan maka diperlukan seorang pendidik yang profesional.

Walaupun pemerintah telah melakukan berbagai macam bentuk peningkatan dan pengembangan kompetensi guru, akan tetapi hal tersebut dirasa kurang efektif dan efisien. Selain itu pelatihan yang dilakukan pada guru belum sepenuhnya dapat bermanfaat terhadap kinerjanya dibandingkan terhadap guru yang belum melaksanakan pelatihan.

Melihat keadaan tersebut, maka perlu dicarikan strategi lain yang lebih efektif dalam peningkatan guru dengan biaya yang ringan dan waktu yang efisien. Makalah ini akan mencoba mengemukakan sejumlah gagasan dan pemikiran yang diperkirakan dapat mengembangkan mutu tenaga guru, dengan terlebih menerangkan peran dan kedudukan guru.

PENGERTIAN GURU

Dalam Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 1, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan, bahwa guru adalah pendidikan profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidik anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sebagai seorang guru ia harus mampu berperan dalam pembentukan sumberdaya manusia yang professional dibidang pembangunan bangsa dan Negara. Menurut Fitriana (2014: 2) guru adalah orang tua kedua yang selalu mendidik dan mengawasi anak, untuk menuju cita-cita dan tujuan hidupnya. Seorang guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Kompetensi dimaksud adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Menurut Nata Abuddin (2016: 3) Kompetensi guru dimaksud, meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

1      Kompetensi pedagogik diantaranya ; (a)pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (b)pemahaman terhadap peserta didik; (c)pengembangan kurikulum atau silabus; (d)perancangan pembelajaran; (e)pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (f)pemanfaatan teknologi pembelajaran; (g)evaluasi hasil belajar, dan (h)pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

2      Kompetensi kepribadian meliputi: (a)beriman dan bertakwa; (b)berakhlak mulia; (c)arif dan bijaksana; (d)demokratis; (e)mantap; (f)berwibawa; (g)stabil; (h)dewasa, (i)jujur; (j)sportif; (k)menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; (i)secara objektif mengevaluasi kineerja sendiri; dan (m)mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.

3      Kompetensi sosial meliputi: (a)berkomunikasi lisan, tulisan, dan/atau isyarat secara santun; (b)menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; (c)bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan; orang tua atau wali peserta didik; (d)bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku, dan (e)menerapkan prinsip persaudaraan sejari dan semangan kebersamaan.

4      Kompetensi profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurannya meliputi penguasaan: (a)materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; dan (b)konsep dan metode disiplin keilmuan, teknilogi, atu seni yang koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.

Dengan demikian terdapat empat kompetensi, dan 28 kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap orang guru. Program Sertifikasi harus memastikan keadaan rincian kompetensi yang dimiliki oleh guru, dan berusaha memperbaiki, dan mengembangkannya, jika di antara kompetensi-kompetensi guru tersebut masih rendah. Dengan cara demikian, maka tugas utama guru: mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Dan dari kriteria kompetensi tersebut dengan jelas nampak, bahwa mereka yang tidak memiliki latar belakang pendidikan keguruan akan sulit atau tidak akan mampu melaksanakan tugas tersebut.

Dengan pengertian ini nampak dengan jelas tugas seorang guru, serta kemampuan yang harus dimiliki agar tugas tersebut dapat dilaksanakan. Namun demikian di sini perlu dingatkan kembali tentang tugas-tugas guru tersebut. Karena jangankan orang yang belum memahami kriteria guru profesional tersebut, orang yang sudah memahami, dan berlatar belakang pendidikan keguruan-pun hanya sampai batas memahami kriteria tersebut, sedangkan untuk mempraktekannya masih sulit dijumpai. Pada umumnya, seorang guru hanya mengajar, yakni memberikan pengetahuan yang bersifat wawasan atau pengetahuan yang bersifat kognitif.

Sedangkan kegiatan mendidik yang terkait dengan membentuk akhlak, sikap, kepribadian atau karakter misalnya sering dilupakan. Demikian juga kegiatan membimbing, mengarahkan dan menilai yang diarahkan pada upaya menumbuhkan kebiasaan agar mendarah-daging dan mahir tidak pula dilakukan. Karena yang dikuasai hanya mengajar, maka dalam penilaiannyapun, hanya penilaian pengajaran dengan membuat pertanyaan benar-salah, pilihan ganda, atau uraian yang bersifat pengetahuan. Sedangkan evaluasi yang terkait dengan mendidik, membimbing, mengarahkan dan melatih dengan menggunakan berbagai teknik penilaian, tidak pernah dilakukan pada peserta didik.

 

PENGERTIAN GURU YANG BERMUTU DAN PROFESIONAL

Mutu merupakan agenda utama dalam peningkatan kualitas. Sallis Edward (2006) menyatakan bahwa Organisasi-organisasi yang baik, baik milik pemerintah maupun swasta harus memahami mutu dan mengetahui rahasianya. Daniatul (2014: 165) menjelaskan bahwa profesionalitas guru adalah kemampuan dan keahlian seorang guru dalam bidang keguruannya. Artinya seorang guru tersebut harus memilki kompetensi utama, yaitu; pedagogis, kepribadian, social, dan professional. Terdapat sejumlah pendapat yang dikemukakan para ahli tentang mutu seorang guru. Jika mengacu kepada Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, maka guru yang bermutu adalah guru yang menguasai materi pelajaran dengan mahir, ahli dan mendalam; mampu menyampaikannya dalam kegiatan pembelajaran dengan efektif dan menyenangkan; memiliki kepribadian yang mulia dan mampu menularkannya kepada peserta didik serta memiliki kemampuan berkomunikasi dengan peserta didik, sesama guru, dan masyarakat pada umumnya. Kriterian guru yang ditetapkan dalam Undang-undang tersebut nampak sudah dianggap final, dan karena selalu dijadikan dan rujukan dalam menetapkan seorang guru yang profesional dan bermutu. Yaitu jika keempat kompetensi tersebut bermutu, maka guru yang profesional itu telah bermutu. Tentu saja, sikap itu sudah benar, namun belum lengkap. Kriterian guru profesional yang demikian itu masih berada dalam standar minimal. Sedangkan untuk standard maksimal kriteria tersebut masih dapat ditambahkan lagi dengan ciri-ciri sebagai berikut.

Memiliki motivasi dan etos kerja yang dapat menggerakan seorang guru untuk bekerja dengan penuh semangat. Hal yang demikian, karena kerja guru bukanlah kerja fisik, seperti petani atau tukang, melainkan kerja fisik dan non-fisik. Seorang guru bukan hanya bertugas membina daya cipta, melainkan juga daya rasa, dan karsa. Seorang guru bukan hanya bertugas membina aspek fisik dan pikiran, melainkan juga jiwa dan spiritualitas. Seorang guru bukan hanya membina kecerdasan intelektual melainkan juga kecerdasan emosional, dan juga kecerdasan Spiritual. Seorang guru bukan hanya bertugas mentrasmisikan pengetahuan, sikap dan keterampilan, melainkan harus bertugas menggali berbagai potensi yang dimiliki peserta didik.

Di hadapan guru, peserta didik tak ubahnya seperti lautan yang di dalamnya mengandung berbagai macam barang yang berharga lainnya. Atau ibarat tanah yang di dalamnya mengandung berbagai kekayaan alam. Untuk itu, seorang guru harus memiliki kekuatan fisik seperti yang luar biasa baik panca indra, kualitas ilmu, dan hati atau moral yang santun dan berkarakter.

Guru yang baik adalah guru yang mampu melaksanakan inspiring teaching, melalui kegiatan mengajarnya mampu mengilhami murid-muridnya. Melalui kegiatan mengajar yang memberikan ilham ini, guru yang baik menghidupkan gagasan yang besar, dan bukan sebaliknya malah mengkerdilkan dan membuat peserta didik menjadi pemalu, minder, rendah diri dan sebagainya.

 Guna menumbuhkan sikap yang demikian itu, maka seorang guru harus memiliki pandangan yang mengandung etos yang tinggi. Seorang tokoh pendidikan pernah mengusulkan ada 8 etos keguruan sebagai berikut:

(1) Keguruan adalah rahmat: Aku mengajar dengan ikhlas penuh syukur;

(2) Keguruan adalah amanah: Aku mengajar dengan benar dan penuh tanggung jawab;

(3) Keguruan adalah panggilan: Aku mengajar tuntas penuh integritas;

(4) Keguruan adalah aktualisasi diri: Aku mengajar dengan serius penuh semangat;

(5) Keguruan adalah ibadah: Aku mengajar dengan cinta penuh dedikasi;

(6) Keguruan adalah seni: Aku mengajar dengan cerdas penuh kreativitas;

(7) Keguruan adalah kehormatan: Aku mengajar dengan tekun penuh keunggulan; dan

(8) Keguruan adalah pelayanan: Aku mengajar sebaik-baiknya penuh kerendahan hati.

 Ciri-ciri etos kerja keguruan yang demikian itu sangat cocok untuk seorang guru yang memilikiakhlak yang baik, karena hampir semua ciri-ciri tersebut merupakan dari ajaran dasar dasar dan etika moral. Keguruan sebagai rahmat misalnya, terkait dengan anugerah dari Tuhan yang harus disyukuri. Kemampuan intelektual, keilmuan, keterampilan mengajar, kepribadian utama yang dimilikinya, serta kemampuan berkomunikasi sebagai anugerah dari Tuhan.

Demikian pula keguruan sebagai amanah (sesuatu yang dititipkan untuk diberikan kepada pemiliknya) adalah ajaran agama. Fisik, pancaindera, akal, ilmu, keterampilan, dan lainnya yang dimiliki manusia pada hakikatnya adalah milik Tuhan, dan ketika seorang guru mengajarkannya, maka sesungguhnya ia menggunakan fasilitas Tuhan. Orang yang tidak menunaikan amanah termasuk salah satu ciri orang munafik. Agama memerintahkan manusia agar menyerahkan amanah kepada orang yang terpercaya, serta memiliki wawasan, ilmu dan keterampilan untuk melaksanakannya. Demikian pula tugas keguruan sebagai ibadah juga adalah merupakan ajaran agama.

Di dalam ajaran agama diajarkan bahwa ibadah bukan hanya yang bersifat langsung dengan Tuhan, melainkan juga melaksanakan segala macam kebaikan atas dasar niat semata. Demikian keguruan sebagai panggilan, aktualisasi diri, seni, kehormatan dan pelayanan juga sejalan dengan ajaran agama. Karena hal yang demikian ajaran agama, maka sudah sepantasnya jika guru yang professional dan bermutu yang menampilkan etos kerja tersebut. Permasalahannya, adalah apakah delapan etos tersebut harus ada semuanya pada semua guru? Tidak cukupkan bila seorang guru mengambil beberapa sifat saja dari etos keguruan tersebut? Jawabnya adalah idealnya delapan etos tersebut harus dimiliki, karena antara satu dan lainnya saling berkaitan. Seorang guru memang harus berupaya untuk mencapai delapan etos tersebut sesuai dengan kesanggupannya. Etos keguruan tersebut jika didasarkan pada panggilan ibadah, maka akan terasa ringan.

UPAYA MENGEMBANGKAN MUTU DAN PROFESIONAL GURU

Mulyasa (2006: 132) menyatakan bahwa: produktifitas dan perbaikan manapun bersumber pada individu yang melakukan kegiatan. Individu yang dimaksud SDM yang memiliki kualitas kerja yang memadai, efektif, dan efisien. Selama ini sudah terdapat sejumlah langkah nyata baik yang dilakukan pemerintah maupun masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu guru. Peran pemerintah dalam meningkatkan mutu guru antara lain dilakukan melului peningkatan LPTK melalui, pelatihan, workshop dan lain sebagainya. Sedangkan yang dilakukan masyarakat polanya hampir sama dengan yang dilakukan pemerintah. Namun demikian, masih terdapat hal-hal yang perlu ditingkatkan.

Peningkatan mutu LPTK ini dilakukan mulai dari merekrut calon guru yang bermutu kecerdasannya, ilmu-ilmu dasarnya, motivasi dan kepribadiannya. Untuk guru SMK misalnya dapat direkrut calon mahasiswa yang mempunyai kompetensi keteknikan yang tinggi juga berwawasan luas tentang ilmu agama, memiliki track record akhlak yang baik, dan memiliki motivasi dan panggilan jiwa yang kuat untuk jadi guru. Selain itu, sejak di SMU sudah mulai ditelesuri bakat dan minat siswa yang akan menjadi guru, dengan cara memberikan orientasi umum tentang profesi guru, dan ilmu-ilmu dasar tentang keguruan. Menurut Antonio Syafii (2007:26) menyatakan Bahwa:

“ Akhlak atau Moral merupakan factor utama bagi kesuksesan seseorang atau perusahaan yang dapat bertahan lama. Kalau anda membaca buku-buku biografi tokoh-tokoh besar dunia, anda akan mendapati bahwa mereka mempunyai karakter yang kuat dan tingkah laku yang baik. Mereka memegang nilai-nilai tertentu dalam mencapai tujuan mereka. Demikian perusahaan-perusahaan yang dapat bertahan puluhan bahkan ratusan tahun, mereka menganut nilai-nilai inti yang dijadikan moral penggerak perilaku organisasi”

Dengan cara demikian, ketika siswa tersebut sudah menjadi mahasiswa program keguruan sudah lebih siap. Dengan demikian, mahasiswa calon guru bukanlah mahasiswa yang asal lulus, dan tidak diketahui dengan jelas motivasi jadi guru.

Calon mahasiswa yang unggul ini disertai pula dengan proses pembelajarannya yang unggul pula. Yaitu dengan merubah pola pembelajalan lama yang mengandalkan pada guru yang aktif, kepada model pembelajaran yang lebih maju yaitu 80% memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri intinya adalah dengan menggunakan based practice dengan menggunakan model-model pembelajaran yang siswa aktif, diantaranya; active learning, cooperative learning, Project Based Learning, inquiri, eskperimen, saintific learning, dan semacamnya. Proses pembelajaran ini juga disertai dengan model penilaian yang bukan hanya aspek kognitif saja, melainkan juga aspek apetif dan psikomotorik, melalui portofolio, continous observation, autentic assesment, penugasan, laporan dan sebagainya.

Kegiatan pembelajaran ini juga ditopang oleh sarana dan prasarana belajar yang memadai, lengkap, dan modern. Selain itu, para siswa ini diajak untuk mengobservasi, yakni mengamati dan mencatat secara seksama kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh para guru. Sementara itu evaluasi yang dilakukan dengan menggunakan bentuk deskripsi yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Khusus untuk pendidikan profesi keguruan khususnya SMK, diusahakan agar dicari lulusan program strara 1 (S1) dengan sertifikat kompetensi yang mendukung. Mereka yang berasal dari lulusan LPTK seperti Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan (FKIP), agar lebih diperkuat dari aspek kompetensi akademik dan kepribadinannya. Sedangkan mereka yang berasal dari lulusan non-LPTK seperti Fakultas non-Ilmu Keguruan, agar lebih diperkuat dari aspek kompetensi pedagogik, kepribadian dan kompetensi sosialnnya.

Pada dasarnya upaya mengembangkan profesionalisme dan mutu guru itu dimulai dari individu guru tersebut. Jika guru dapat berkembang sesuai dengan gairah dari diri sendiri akan mempermudah pengembangan selanjutnya. Pengembangan guru akan secara langsung dapat mengembangkan system Pendidikan Nasional. Rahman Bujang (2010: 5) yang diintikan dari European Commission (2010) menggambarkan tentang pengembangan profesionalisme dan efektifitas guru merupakan inti dari pendidikan nasional.

Sedangkan dari segi sarana prasarana, pendekatan, metode dan lainnya sama dengan yang digunakan pada mahasiswa LPTK sebagaimana tersebut di atas. Khusus yang terkait dengan guru teknik yang mengajar pada pendidikan kejuruan SMK diutamakan para guru yang memiliki pengalaman didunia teknik (PKL, Prakerin). Dengan cara demikian, ia dapat memberikan wawasan dan pengamalannya sebagai guru, dan kegiatan pembelajaran tidak hanya sebatas berteori, tentang juga berdasarkan pada pengalaman “jangan sampai SMK rasa Sastra”. Seorang guru pendidikan kejuruan yang tidak memiliki pengalaman teknik akan terasa kurang pas, atau seperti “jeruk makan jeruk.”

PENUTUP

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dikemukakan catatan penutup sebagai berikut.

Pertama, bahwa guru dan murid merupakan komponen atau unsur pendidikan yang paling utama dibandingkan dengan komponen atau unsur pendidikan lainnya. Seandainya komponen atau unsur pendidikan lainnya tidak ada, seperti tidak ada sillabus atau gedung sekolah, namun masih ada guru dan murid, maka kegiatan pendidikan akan tetap berjalan.

Kedua, sejalan dengan posisi guru yang demikian strategis dalam kegiatan pendidikan, maka upaya peningkatan mutu pendidikan dengan peningkatan dan pengembangan profesionalisme dan mutu guru harus dimulai dari karakteristik individu. Selain itu juga sebagaimana yang ditempuh oleh Pemerintah melalui program sertifikasi, pendidikan profesi keguruan, keahlian ganda dan lain sebagainya, agar menjadi guru yang profesional.

Ketiga, dalam pendidikan kejuruan, seorang guru yang profesional, bukanlah hanya sekedar memiliki empat kompetensi profesional sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang kompetensi akademik, pedagogik, kepribadian dan sosial, melainkan juga harus memiliki misi perbaikan akhlak, baik akhlak agama (jujur, pemaaf, suka menolong, sopan) maupun akhlak kompetensi (kerjakeras, ulet, tangguh, kerjasama).

Daftar Pustaka

Antonio, Muhammad Syafi’I, Muhammad SAW The Super Leader Super Manager, (Jakarta:Tazkia Multimedia & ProLM Centre, 2007), Cet. III

Firdaus, Daniatul, Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pelatihan, dan Pengalaman Mengajar Terhadap Profesionalitas Guru di Madrasah Tsanawiyah Negeri Kediri 2, (Kediri:STAIN, 2014), cet. II

Fitriana, Laili Rahmawati, Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru Pendidikan Kewarganegaraan di Lingkungan Sekolah Muhammadiyah, (Surakarta:UMS, 2014), cet. I

Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2006), cet. VIII

Nata Abuddin,Strategi Peningkatan Mutu Guru Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2016) cet. I

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, (Jakarta:Novinco Pustaka Mandiri, 2009), cet. I.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2009 tentang Dosen, (Jakarta:Novinco Pustaka Mandiri, 2009), cet. I.

Rahman, Bujang, Refleksi Diri dan Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar di Provinsi Lampung, (Bandar Lampung:FKIP UNILA, 2010), cet. I

Sallis, Edward, Total Quality Management In Education, (Jogjakarta:IRCiSoD, 2006) cet. II

Undang-undang Nomor 20 tentang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional), (Bandung:Fokusmedia, 2010), cet. I.

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, (Jakarta:Novindo Pustaka Mandiri, 2009), cet. I.