Adaptasi GPdI Theofilus Blitar Dalam Melaksanakan Tugas Gereja di Masa Pandemi Covid-19
ADAPTASI GPdI THEOFILUS BLITAR
DALAM MELAKSANAKAN TUGAS GEREJA
DI MASA PANDEMI COVID-19
Adi Kristya Prandaka
Mahasiswa Program Doktoral Teologi STT Ikat Jakarta
ABSTRACT
The Indonesia government on April 13, 2020 through Presidential Decree No.12 of 2020 determined Covid-19 as a national disaster, the government’s consideration is that Covid-19 has an high impact on increasing the number of victims and property losses, expanding the coverage of areas affected by disasters, and having implications for social and economy aspects in Indonesia, apart from that the World Health Organization (WHO) has declared COVID-19 as Global Pandemi on March 11, 2020. The impact of the Covid-19 pandemi caused GPdI Theofilus Blitar to stop worship meetings because changes occurred suddenly and the very short notice implementation of protocols in Large-Scale Social Restrictions since Covid-19 was declared as a pandemi. But the church can not stop in providing services to the congregation, therefore due to limited conditions, a critical decision was made to hold worship online by broadcasting a recording of the worship made on the day before the scheduled service. Decision making due to a sudden change is determined by the readiness of the available resources and technology. Adaptation continues with adjustments in service delivery after re-analyzing existing problems and determining options for improvement. The research strategy chosen was a study of changes in the form of church services activities and reviewed and compared with various supporting and relevant theories, and study critically and formulized in an analytical and complete description into a new formula as a result of the research. The change in the process carried out, namely holding worship through live streaming, is a new process within the GPdI Theofilus Blitar organization, so that the process can be called innovational change. However, the “tridarma” of the church, namely Koinonia, Marturia, and Diakonia, which previously were balanced and complementary, as a result of this sudden change has not been implemented in a balanced manner, hence the church still has challenges that must be answered so that all forms of service outreach of the congregation can be done optimally.
Keywords: Changes, Covid-19, Church, Adaptation
PENDAHULUAN
World Health Organization (WHO) telah menyatakan COVID-19 sebagai Global Pandemi tanggal 11 Maret 2020. Disebut pandemi karena terjadi secara bersamaan di hampir semua belahan dunia, kondisi ini bias dibandingkan dengan endemi yang terjadi di Afrika yaitu virus Ebola. Berdasarkan buku saku Panduan Petugas Kesehatan Tentang International Health Regulations (IHR) 2005 Kemenkes RI ada beberapa kriteria wabah penyakit dinyatakan sebagai PHEIC (public health emergency of internasional) atau darurat kesehatan (Direktorat PP&PL, 2018) yaitu (1) berdampak/berisiko tinggi bagi kesehatan masyarakat; (2) KLB (Kejadian Luar Biasa) atau sifat kejadian tidak diketahui; (3) Berpotensi menyebar secara internasional; (4) Berisiko terhadap perjalanan ataupun perdagangan.
Dalam waktu satu tahun Covid-19 sudah menginfeksi 218 negara di dunia di seluruh benua. Di Indonesia penyebaran terjadi sangat cepat, pada bulan Maret 2020 masih dilaporkan hanya terjadi di 20 propinsi, namun pada minggu kedua April 2020 sudah terjadi di 34 propinsi di Indonesia (Satgas Covid-19, 2020). Di Jawa Timur dari 38 kabupaten dan kota laju penularan berbeda-beda, ada 25 kabupaten dan kota yang masuk zona oranye dan 13 lainnya zona kuning (Satgas Covid-19 Jatim, 2020)
COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh virus korona baru yang disebut SARS-CoV-2. WHO pertama kali mengetahui virus baru ini pada 31 Desember 2019, menyusul laporan sekelompok kasus ‘virus pneumonia’ di Wuhan, Republik Rakyat Cina. Gejala COVID-19 yang paling umum adalah demam, batuk kering, kelelahan. (WHO, 2020)
Gereja Pantekosta di Indonesia Theofilus Blitar adalah salah satu gereja di dalam sinodal GPdI yang berada di Blitar yang dalam struktur organisasi GPdI masuk dalam Majelis Wilayah 7 dan menjadi bagian dari Majelis Daerah Jawa Timur. Dalam situasi Covid-19 GPdI Theofilus Blitar mengalami perubahan mendadak yang tidak pernah diduga sebelumnya, sehingga dalam waktu singkat harus melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam melayani jemaat. Walapun secara khusus Kota Blitar tidak menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Bersekala Besar) ataupun PSBM (Pembatasan Sosial Berskala Mikro), namun dampak terhadap kegiatan jemaat tidak bias dihindari. Pengurus gereja melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan mengakomodasi ketentuan-ketentuan pemerintah yang berlaku atas pandemi Covid-19 ini.
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu (1) mengkaji secara mendalam perkembangan dari Covid-19 dan bagaimana pemerintah Indonesia bersama pemerintah daerah Jawa Timur dan Blitar melakukan upaya menanggulangi laju penularan serta mengatasi dampak terhadap masayarakat; (2) memahami secara mendalam bagaimana GPdI Theofilus Blitar melakukan upaya dan penyesuaian dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya di masyarakat khususnya bagi jemaatnya; (3) membuat rumusan yang bisa dipakai masyarakat dalam meresponse perubahan yang terjadi di masyarakat dan global khususnya bagi gereja sehingga tetap bisa menjalankan tugas dan tanggungjawabnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Covid-19 Sebagai Bencana Nasional
Pemerintah pada tanggal 13 April 2020 melalui Keputusan Presiden no 12 Tahun 2020 menetapkan Covid-19 sebagai bencana nasional, pertimbangan pemerintah adalah Covid-19 telah berdampak meningkatnya jumlah korban dan kerugian harta benda, meluasnya cakupan wilayah yang terkena bencana, serta menimbulkan implikasi pada aspek sosial ekonomi yang luas di Indonesia, selain bahwa World Health Organization (WHOI telah menyatakan COVID-19 sebagai Global Pandemi tanggal 11 Maret 2020. Dua hari kemudian pemerintah membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019 yang adalah sebuah gugus tugas yang dibentuk pemerintah Indonesia untuk mengkoordinasikan kegiatan antarlembaga dalam upaya mencegah dan menanggulangi dampak penyakit Corona virus baru di Indonesia. Gugus tugas ini dibentuk pada 13 Maret 2020 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 dan berada di bawah serta bertanggung jawab langsung pada presiden Indonesia. Gugus tugas ini berada dalam lingkup Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dengan melibatkan kementerian, lembaga, dan unit pemerintahan lain seperti Kementerian Kesehatan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, dan pemerintah di daerah. Gugus tugas ini dibentuk tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga di tingkat provinsi dan kabupaten/kota (Satgas Covid-19, 2020)
Merujuk pada Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, disebutkan pada pasal 7 ayat 2 bahwa penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah ditentukan dari sejumlah indikator. Di antaranya adalah, jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan sarana dan prasarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana, dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan. Sejauh ini, Indonesia baru tiga kali menetapkan bencana nasional yaitu ketika tsunami melanda Aceh pada 2004 yang menewaskan 130 ribu jiwa, gempa Flores 1992 yang menewaskan 2.500 jiwa dan melukai 2.103 jiwa, serta tsunami Flores 1992 yang menewaskan 2.400 jiwa. Pandemi Covid-19 telah ditetapkan sebagai bencana nasional, masuk dalam kategori bencana non alam. (BNPB, 2020)
Sejarah GPdI dan GPdI Theofilus Blitar
Berdirinya GPdI di Indonesia tidak terlepas dari kedatangan dua keluarga missionaris dari Gereja Bethel Temple Seatle, USA ke Indonesia pada Tahun 1921, yaitu Rev. Cornelius Groesbeek dan Rev. Richard Van Klaveren. Dari Bali maka pelayanan beralih ke Surabaya Tahun 1922, kemudian ke Cepu Tahun 1923. Di Cepu F.G Van Gessel bertobat dan dipenuhi Roh Kudus disertai dan disusul putera-puteri Indonesia antara lain: H.N. Runkat, J. Repi, A. Tambuwun, J. Lumenta, E. Lesnussa, G.A. Yokom, R. Mangindaan, W. Mamahit, S.I.P. Lumoindong dan A.E. Siwi yang kemudian menjadi pelopor pergerakan Pantekosta di Indonesia (http://www.gpdiworld.us/)
Pertumbuhan GPdI sampai juga ke Blitar, terbukti adanya sebuah catatan Baptisan Pertama pada tgl 16 Sep. 1929 di Alkitab Eks Gembala Sidang GPdI Theofilus, yaitu Alm. Theofilus Teddy Wibawa. Namun tidak tercatat dimana tempat baptisan pertama itu diadakan, siapa yang dibaptis saat itu oleh pendeta siapaa yang membaptis, tidak ada pencatatan. (Heffer Maniku, 2020)
Pelayanan Gereja dan Perubahan
Pembahasan mengenai pelayanan gereja, maka umumnya dikemukakan tiga dimensi pelayanan yang juga disebut “ tridarma gereja”, yaitu marturia yang umumnya berarti kesaksian, koinonia yang umumnya berarti persekutuan dan diakonia yang umumnya berarti pelayanan. Marturia biasanya berhubungan dengan aspek ritual dan kesaksian terhadap dunia luar, koinonia dengan aspek institusional dan pembinaan kehidupan bersama, sedangkan diakonia dengan aspek etis dan pelayanan sosial (Emmanuel Gerrit Singgih, 2014). Dalam proses penciptaan alam semesta Allah berhenti pada hari Sabat, dan perhentian ini tidak tanpa maksud, melainkan memberi mandat kepada umat manusia untuk menjadikan hari perhentian sebagai ibadah untuk memuliakan Allah. Bentuk-bentuk pelayanan yang bisa diambil di hari Minggu bukan hanya berkotbah atau mengajar sekolah minggu, namun bisa diisi dengan berbagai bentuk pelayanan. Dengan demikian tidak ada alasan demi karir atau pekerjaan kemudian mengabaikan ibadah dan pelayanan, karena mandat Allah bagi umatnya setelah penciptaan adalah beribadah dan memuliakan Allah (Victor P.H. Nikijuluw. 2019).
Allah sedang bekerja di dunia dan mengajak manusia untuk bergabung denganNya. Tugas ini disebut misi manusia. Allah ingin umat-Nya memiliki pelayanan di dalam Tubuh Kristus dan juga misi di dunia. Misi orang Kristen merupakan tanggung jawab bersama dan spesifik. Sebagian dari misi tersebut merupakan tanggung jawab yang dipikul bersama semua orang Kristen lainnya, dan sebagian lainnya merupakan sebuah tugas yang khusus bagi masing-masing umatNya. Kata misi berasal dari kata Latin untuk “mengutus”. Menjadi seorang Kristen berarti diutus ke dunia mewakili Yesus Kristus. Yesus berkata “Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu”. Misi yang Yesus jalankan ketika ada di dunia, sekarang menjadi misi orang percaya karena masing-masing merupakan Tubuh Kristus. Apa yang Dia lakukan dengan tubuh fisik-Nya harus kita lanjutkan sebagai tubuh rohani-Nya, yaitu gereja. Yaitu menuntun orang-orang kepada Allah (Rick Warren, 2002).
Perubahan memiliki tingkat kompleksitas yang melibatkan biaya dan ketidakpastian, ditambah dengan potensi adanya penolakan terhadap perubahan. Pada posisi paling sederhana dimana kompeksitas rendah perubahan bisa disebut sebagai adaptive change yang secara garis besar perubahannya berupa memperkenalkan ulang proses yang sudah dikenali sebelumnya. Pada kompleksitas menengah perubahannya disebut sebagai innovative change yang secara garis besar prosesnya adalah memperkenalkan praktek baru dalam sebuah organisasi. Pada kompleksitas yang tinggi disebut sebagai radically innovative change yang secara garis besar prosesnya adalah memperkenalkan praktek baru di industri (Robert Kreitner dan Angelo Kinicki, 2008:536-537)
Disrupsi terjadi dengan memenuhi tiga kondisi yang disebut dengan 3S: speed, surprises, sudden shift (Rhenald Kasali, 2017:443-444), hal ini selaras dengan pertimbangan pemerintah dalam menetapkan pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional yang merujuk percepatan penularan dan dampak luas dalam bidang ekonomi. Speed, atau kecepatan perubahan, terlihat pada pergerakan penularan yang ditampilkan oleh berbagai situs baik resmi (WHO, Satgas Covid-19, atau oleh lembaga penerbitan). Surprises karena hadirnya Covid-19 sangat mengejutkan dan dampak kematian yang ditimbulkan juga mengejutkan. Sudden shift menjelaskan adanya pergeseran mendadak, dan dampak Covid-19 ini membuat perubahan drastic pada hampir semua tatanan kehidupan.
Perubahan menimbulkan masalah, dan untuk menghadapi masalah ada lima langkah yang bisa dilakukan, yaitu (1) nyatakan masalahnya dalam sebuah pernyataan masalah yang diungkapkan secara tepat; (2) identifikasikan sumber-sumber penyebabnya; (3) identifikasikan solusi-solusi yang mungkin dilaksanakan, setidaknya dua alternatif; (4) pilih solusi yang paling besar kemungkinannya menyelesaikan masalah dan yang paling kecil kemungkinannya menimbulkan masalah lebih lanjut, lalu laksanakan; (5) tindaklanjuti dan lakukan penyesuaian-penyesuaian yang perlu dilakukan (Bill Gould, 2006)
METODE
Penelitian ini bertujuan mempelajari secara mendalam dampak pandemi Covid-19 terhadap fungsi dan tugas gereja, khususnya GPdI Theofilus Blitar, khususnya bagaimana gereja melakukan adaptasi dalam melakukan kegiatan dan menjalankan fungsinya. Penelitian ini bersifat kualitatif karena bersifat menggali informasi sebanyak-banyaknya dari gereja dan dari sumber-sumber yang terkait dengan pandemi Covid 19. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan perubahan proses yang berjalan dalam kurun waktu tertentu di GPdI Theofilus Blitar khususnya dalam kondisi pandemi Covid 19 berlangsung.
Proses utama dalam penelitian ini adalah melakukan wawancara terhadap nara sumber yang relevan dan membahas perubahan-perubahan peraturan pemerintah terkait Pandemi Covid-19 yang berdampak bagi Kota Blitar umumnya, dan GPdI Theofilus khususnya, dan bagaimana gererja GPdI Theofilus merespon perubahan yang terjadi.
GPdI Theofilus berlokasi di Kota Blitar, dengan demikian observasi dilakukan di sekitar Kota Blitar dan titik-titik lokasi lain yang terkait dengan perkembangan data penelitian sebagaimana tercantum dalam proposal. Bentuk penelitian ini kualitatif karena sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Penelitian kualitatif yang dikenal di Indonesia adalah penelitian naturalistic atau “kualitatif naturalistic” yang menunjukkan bahwa pelaksanaan oenelitian terjadi secara alamiah, apa adanya dalam situasi normal yang tidak dimanipulasi keadaan dan kondisinya, menekankan opada deskripsi secara alami. Maksudnya pengambilan data atau penjaringan fenomena dilakukan dari keadaan yang sewajarnya. Dengan sifat alami ini, maka dituntut keterlibatan peneliti secara langsung di lapangan (Ismail Nurdin & Sri Hartati. 2019).
Adapun strategi penelitian yang dipilih adalah kajian perubahan bentuk kegiatan pelayanan dan ditinjau serta dibandingkan dengan berbagai teori yang mendukung dan relevan, dan dikaji secara kritis dan dituangkan dalam deskripsi yang analistis dan lengkap menjadi sebuah rumusan baru sebagai hasil penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam sejarahnya, GPdI Theofilus Blitar telah melakukan kepindahan 3 kali, lokasi pertama tidak terlacak, karena tidak ditemukan catatan mengenai dimana lokasinya, namun diperkirakan lokasinya mengambil tempat di rumah anggota jemaat. Lokasi kedua berada di Jl Widjayakusuma 92 Blitar, lokasi ini dipakai sebagai tempat ibadah sekitar 1946 – 1975, sebelum kemudian pindah ke lokasi ketiga yang berada di Jl. Merapi 15 Blitar. Di lokasi ketiga kegiatan peribadahan berlangsung sekitar tahun 1975 sampai 1978. Lokasi keempat atau lokasi saat ini berada di Jl Mastrip 23 Blitar sejak pindah dari lokasi ketiga pada 1978.
GPdI Theofilus Blitar sebelum terjadi pandemi melakukan kegiatan pelayanan hampir setiap hari, kegiatan-kegiatan pelayanan dilakukan secara bergilir antara komisi-komisi yang ada. Jadwal Ibadah, Wadah dan Cabang dilakukan secara bergiliran, dan sampai diberlakukannya PSBB.
Pada saat pandemi Covid-19 mulai terjadi di Wuhan 2019, kegiatan pelayanan masih berjalan normal. Ketika WHO mengetahui bahwa penyakit tersebut merupakan salah satu virus Corona pada 31 Desember 2019, kegiatan juga masih berjalan normal. Pada saat WHO menetapkan bahwa Covid-19 pada tanggal 11 Maret 2020 sebagai pandemi tanggal 15 Maret 2020 gereja masih melakukan kegiatan pelayanan secara normal. Ibadah baru dilakukan secara berbeda pada tanggal 22 Maret 2020 yaitu dengan melalui tayangan Youtube.
Meresponse penetapan Covid-19 sebagai pandemi oleh WHO, Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Bersekala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 tertanggal 31 Maret 2020. Secara garis besar isi dari PP tersebut tertuang dalam Pasal 4 yang berbunyi: (1) Pembatasan Sosial Berskala Besar paling sedikit meliputi:
- peliburan sekolah dan tempat kerja;
- pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau
- pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
(2) Pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b harus tetap mempertimbangkan kebutuhan pendidikan, produktivitas kerja, dan ibadah penduduk.
(3) Pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan memperhatikan pemenuhan kcbutuhan dasar penduduk.
Menindaklanjuti penetapamn oleh pemerintah pusat Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur menerbitkan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Penanganan Corona Virus Desease 2019 (Covid-19) di Provinsi Jawa Timur tertanggal 22 April 2020. Terkait dengan kegiatan keagamaan diatur dalam Pasal 11, yaitu:
(1) Selama pemberlakuan PSBB, dilakukan penghentian sementara kegiatan keagamaan di rumah ibadah dan/atau di tempat tertentu. (2) Selama penghentian sementara kegiatan keagamaan di rumah ibadah dan/atau di tempat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kegiatan keagamaan dilakukan di rumah masing-masing. (3) Pembimbing/guru agama dapat melakukan kegiatan pembinaan keagamaan secara virtual/daring. (4) Selama penghentian sementara kegiatan keagamaan di rumah ibadah dan/atau di tempat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kegiatan penanda waktu ibadah seperti adzan, lonceng, dan/atau penanda waktu lainnya dilaksanakan seperti biasa.
Selanjutnya secara khusus dicantumkan dalam Pasal 12, yang berbunyi:
(1) Selama pemberlakuan PSBB, penanggung jawab rumah ibadah harus untuk: a. memberikan edukasi atau pengertian kepada jamaah untuk tetap melakukan kegiatan keagamaan di rumah; b. melakukan pencegahan penyebaran COVID-19 di rumah ibadah; dan c. menjaga keamanan rumah ibadah. (2) Upaya pencegahan penyebaran COVID-19 di rumah ibadah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan secara berkala dengan cara: (a) membersihkan rumah ibadah dan lingkungan sekitarnya; (b) melakukan penyemprotan disinfektan pada lantai, dinding, dan peralatan di dalam rumah ibadah; dan (c) menutup akses masuk bagi pihak-pihak yang tidak berkepentingan.
Pemerintah Kota Blitar pada tanggal 16 Maret 2020 menerbitkan Surat Keputusan Walikota Blitar Nomor 188/138/HK/410.010.2/2020 tentang Status Keadaan Darurat Bencana Covid-19 di Kota Blitar dan disusul SK Walikota membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Daerah (Keputusan Wali Kota Blitar No 188/139/HK/410.010.2/2020). Dengan adanya peraturan pemerintah pusat, provinsi, dan pemerintah kota Blitar, maka semua ketentuan yang berlaku harus ditaati oleh masyarakat, termasuk de dalamnya seluruh rumah ibadah. GPdI Theofilus Blitar sebagai bagian dari unsur masyarakat tunduk pada ketentuan yang berlaku.
Perubahan yang harus dilakukan adalah menyesuaikan pelaksanaan ibadah hari Minggu dengan ketentuan protokol kesehatan sebagaimana diatur dalam ketentuan PSBB.
Gambar 2. Perubahan bentuk ibadah raya sebelum diberlakukan PSBB dan dalam masa PSBB
Perubahan pertama yang dilakukan adalah menghentikan seluruh kegiatan yang berbasis pertemuan, baik yang terjadi di gedung gereja maupun di seluruh unit pelayanan yang ada baik itu komisi, wadah, dan kegiatan yang berbasis pertemuan. Dari hasil wawancara dengan Gembala Jemaat GPdI Theofilus Blitar kekhawatiran terjadinya penularan di lingkungan gereja menjadi alasan utama.
Pelayanan Ibadah Raya, dari Gambar 2 terlihat bahwa ibadah berjalan normal dengan adanya pertemuan di gereja sampai tanggal 15 Maret 2020. Kemudian penyesuaian dilakukan mengingat PSBB sudah diberlakukan oleh pemerintah pusat, walaupun untuk kota Blitar, Surat Keputusan Walikota Blitar atas status darurat covid-19 baru ditandatangani tanggal 16 Maret 2020. Pemerintah Kota Blitar bahkan mendahului Peraturan Gubernur Jawa Timur tentang PSBB yang baru terbit pada tanggal 22 April 2020. Adaptasi dilakukan dengan cepat sehingga tidak ada kegiatan ibadah raya yang kosong, perubahan dari ibadah pertemuan menjadi ibadah secara on line dimulai langsung pada minggu berikutnya, tanggal 22 Maret 2020 melalui panayangan rekama ibadah di kanal Youtube
Tabel 3. Jumlah rata-rata viewer kanal Youtube GPdI Theofilus Blitar
Bulan | Minggu | Jumlah Rata-rata Viewer di Channel Youtube per Minggu | Keterangan |
Jan, Feb | Seluruh | – | Ibadah tatap muka |
Mar | I & II | – | Ibadah tatap muka |
Mar | III & IV | 392 | Ibadah direkam dan diupload melalui kanal Youtube |
Apr, Mei | Seluruh | 629 | Ibadah direkam dan diupload melalui kanal Youtube |
June | I & II | 441 | Ibadah direkam dan diupload melalui kanal Youtube |
Juni | III & IV | 625 | Kombinasi, ada jemaat yang hadir dengan batasan jumlah sesuai protokol dan live streaming |
Juli | Seluruh | 675 | Kombinasi, ada jemaat yang hadir dengan batasan jumlah sesuai protokol dan live streaming |
Aug | I, II, III | 500 | Ibadah direkam dan diupload melalui kanal Youtube |
Agustus | IV & V | 652 | Kombinasi, ada jemaat yang hadir dengan batasan jumlah sesuai protokol dan live streaming |
Sep, Okt, Nov | Seluruh | 470 | Kombinasi, ada jemaat yang hadir dengan batasan jumlah sesuai protokol dan live streaming |
Sumber data: Tim multimedia GPdI Theofilus Blitar dank anal Youtube
Selama tiga bulan ibadah dilakukan dengan menayangkan rekaman ibadah melalui kanal Youtube dan pada 21 Juni 2020, ibadah dilakukan kembali di gedung gereja dengan menerapkan protokol kesehatan, dengan ketentuan ini jumlah jemaat yang bisa hadir harus dibatasi untuk memenuhi physical distancing dan jumlah yang diijinkan. Maksimal jumlah jemaat yang bisa hadir langsung di gereja adalah 150 orang, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Eropa bagaimana dampak pandemi Covid-19 terhadap kegiatan beribadah berbagai denominasi gereja. Ada yang menangguhkan ibadah secara total, atau membatasi jumlah yang hadir, namun keseluruhannya tetap berusaha melakukan komunikasi dengan jemaat dengan berbagai media komunikasi moderen (Lukasz Sulkowski dan Grzegorz Ignatowski, 2020).
Situasi yang sama terjadi di Nigeria, selama masa lock down, banyak pendeta mulai beradaptasi dengan situasi saat ini dengan mencari cara lain yang mungkin untuk dilakukan melakukan pelayanan pastoral mereka kepada anggota gereja mereka. Salah satu sarana yang menonjol adalah pelayanan internet. Banyak dari responden memikirkan bagaimana pendeta dapat menanggapi situasi secara produktif (Adebayo Ola Afolaranmi, 2020).
Kegiatan diluar ibadah raya yang sebelumnya dilakukan setiap minggu, setelah diadakan adaptasi menyesuaikan dengan protokol kesehatan, kegiatan pelayanan yang dilakukan mengalami perubahan sesuai Tabel 2. Kegiatan yang sebelumnya dihentikan, kemudian dimulai kembali, selain kegiatan doa pagi yang dilakukanb harian, dan kegiatan doa dan puasa yang diadakan mingguan, kegiatan lain dilakukan sebulan sekali dan masih terbatas pada kegiatan komisi remaja, pemuda, wanita.
Pemicu perubahan dalam pelayanan GPdI Theofilus Blitar adalah sebuah perubahan mendadak, kecepatan penularan Covid-19 menjadikannya pandemi dan bencana nasional. Namun demikian GPdI Theofilus melakukan adaptasi secara cepat sehingga tidak sempat terjadi kekosongan ibadah, dengan melakukan rekaman ibadah kemudian menayangkan melalui kanal Youtube. Pemilihan tindakan memperhatikan ketersedian sumber daya yang ada maupun peralatan yang tersedia dengan demikian mengambil opsi terbaik (Bill Gould, 2006). Live streaming memerlukan kestabilan koneksi internet dan diperlukan kecepatan tertentu dalam proses upload dan download-nya. Sedangkan proses rekaman lebih memerlukan proses upload melalui media yang ada. Selain itu proses rekaman bisa dilakukan secara berulang bila terjadi kesalahan, atau karena keterbatasan peralatan multi media proses rekaman dilakukan beberapa kali pengambilan.
Keputusan yang dilakukan dengan melakukan live streaming pada bulan Juni 2020 dilakukan sebagai bentuk penyesuaian atas perubahan sumber daya yang dimiliki, disamping juga menyesuaikan dengan peraturan yang ada. Penyesuaian ini mempertimbangkan kompleksitas dan sensitifitas atas bagaimana Covid-19 ditularkan bisa disebut sebagai innovational change (Robert Kreitner and Angelo Kinicki, 2008)
Ibadah dan kegiatan pelayanan didalamnya adalah wujud gereja di dalam menjalankan tugas dan misi Allah, menjadi sebuah kebutuhan di waktu-waktu yang akan datang bagaimana gereja harus mengadopsi perkembangan teknologi di dalam menjalankan kegiatannya. Dengan demikian tugas panggilan yang dilakukan tidak lagi merujuk pada bentuk pelayanan tradisional yang hanya dilakukan dengan pertemuan, namun siap mengantisipasi kebutuhan jemaat dan perubahan mendadak, ini dikenal dengan gereja tanpa dinding (Andreas A. Yewangoe, 2020)
SIMPULAN
Dampak pandemi Covid-19 membuat GPdI Theofilus Blitar menghentikan pertemuan ibadah karena perubahan terjadi mendadak dan penerapan protokol dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar berlaku sangat singkat sejak Covid-19 ditetapkan sebagai pandemi. Gereja tidak bisa berhenti dalam memberikan pelayanan bagi jemaat, sehingga dalam kondisi terbatas, diambil keputusan dengan mengadakan ibadah secara online dengan menayangkan rekaman ibadah yang dibuat di hari sebelum jadwal ibadah. Pengambilan keputusan akibat sebuah perubahan mendadak ditentukan kesiapan sumber daya dan teknologi yang tersedia. Adaptasi berlanjut dengan penyesuaian-penyesuaian dalam melakukan pelayanan setelah menganalisa kembali persoalan yang ada dan menetapkan pilihan-pilihan untuk perbaikan.
Perubahan proses yang dilakukan yaitu mengadakan ibadah melalui live streaming merupakan proses yang baru dalam organisasi GPdI Theofilus Blitar, sehingga proses tersebut bisa disebut sebagai innovational change. Namun demikian dari “tridarma” gereja yaitu koinonia, marturia, dan diakonia yang sebelumnya berjalan seimbang dan saling melengkapi, akibat perubahan mendadak ini masih belum bisa dijalankan secara seimbang, dengan demikian gereja masih memiliki tantangan yang masih harus dijawab agar seluruh bentuk pelayanan dan penjangkauan jemaat bisa dilkakukan secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Afolaranmi, AO. 2020. Effec of Covid-19 pandemi lockdown of churches in Nigeria on pastoral ministry: matters arising. EPRA International Journal of Multidisciplinary Research (IJMR) – Peer Reviewed Journal, Volume: 6 | Issue: 6 | June 2020 || Journal DOI: 10.36713/epra2013. https://doi.org/10.36713/epra4637 pada 13 Desember 2020
Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2020. https://bnpb.go.id/definisi-bencana, pada 13 Desember 2020
Direktorat Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI, 2008. Panduan Petugas Kesehatan Tentang International Health Regulation (IHR) 2005. Jakarta. Kabag Hukum Organisasi dan Humas PP & PL
Gould, Bill. 2006. Transformational Thingking Champion of Change. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama
Heffer Maniku. 2020. Wawancara Dampak Covid-19 terhadap Pelayanan GPdI Theofilus Blitar. Jl Mastrip 23 Blitar
Kasali, Rhenald. 2017. Disruption. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama
Kreitner, R dan A. Kinicki. 2008. Organizational Behaviour. New York. McGraw-Hill/Irwin
Nikijuluw, Victor PH. 2019. Teologi Kreasi dan Konservasi Bumi. Jakarta. Literatur Perkantas (Suluh Cendekia)
Nurdin, I dan S. Hartati. 2019. Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya. Media Sahabat Cendekia
Official Website GPdI. 2020. http://www.gpdiworld.us/ pada 13 Desember 2020
Pemerintah Indonesia. 2007. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Jakarta. Sekretariat Negera
Pemerintah Indonesia. 2020. Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19) Sebagai Bencana Nasional. Jakarta. Sekretariat Negara
Pemerintah Indonesia. 2020. Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Jakarta. Sekretariat Negara
Satgas Covid-19, 2020. Data Sebaran. https://covid19.go.id/, pada 13 Desember 2020
Satgas Covid-19 Jawa Timur, 2020. http://infocovid19.jatimprov.go.id/#home, pada 13 Desember 2020
Singgih, Emmanuel G. 2014. Mengantisipasi Masa Depan: Bertelologi Dalam Kontek di Awal Milenium III. Jakarta. BPK Gunung Mulia
Sulkowski, L dan G. Ignatowski. 2020. Impact of COVID-19 Pandemi on Organization of Religious Behaviour in Different Christian Denominations in Poland. www.mdpi.com/journal/religions, Religions 2020, 11, 254; https://10.3390/rel11050254 pada tanggal 13 Desember 2020
Warren, Rick. 2002. The Purpose-driven Life. Grand Rapid Michigan. Zondervan
World Health Organization official website, 2020. https://www.who.int/health-topics/coronavirus#tab=tab_1, pada 13 Desember 2020