ANALISIS GEOMETRIC ANALOGY REASONING

PADA MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA

MELALUI DIVERGENCE PROBLEMS

Mujiasih1,2), Eva Khoirun Nisa3)

1)Dosen Pend. Matematika UIN Walisongo Semarang

2)Mahasiswa Program Doktor Universitas Negeri Semarang

3) Dosen Pend. Matematika UIN Walisongo Semarang

ABSTRAK

Geometric Analogy Reasoning (GAR) perlu ditumbuhkan agar kemampuan mahasiswa sebagai calon guru matematika yang harus mengajarkan Geometri dapat ditingkatkan. GAR akan tumbuh jika didukung oleh penerapan pembelajaran yang cocok dan soal yang diharapkan dapat membantu untuk mengungkap tumbuhnya GAR. Model pembelajaran yang dipandang cocok adalah gabungan Think-Pair-Share (TPS) dan Problem Based Learning (PBL). Sedangkan soal yang diharapkan dapat membantu untuk mengungkap tumbuhnya GAR adalah Divergence Problems. Permasalahan yang dikaji adalah bagaimana menumbuhkan GAR pada mahasiswa Pendidikan Matematika UIN Walisongo melalui Divergence Problems dalam penerapan pembelajaran TPS-PBL? Melalui proses triangulasi terhadap 6 subjek penelitian maka diperoleh hasil bahwa: (1) penerapan pembelajaran TPS-PBL dapat memberikan manfaat dalam menumbuhkan daya nalar mahasiswa, sebagai basis awal pertumbuhan GAR; (2) melalui penggunaan Divergence Problems dapat terungkap tumbuhnya GAR; (3) dari ke 6 subjek penelitian, ada 1 mahasiswa yang memiliki GAR pada kategori sangat baik, ada 2 mahasiswa yang memiliki kategori baik, ada 2 mahasiswa yang memiliki kategori sedang, dan ada 1 mahasiswa yang memiliki kategori kurang, namun tidak dijumpai mahasiswa yang memiliki kategori sangat kurang.

Kata Kunci: Geometric Reasoning, Divergence Problems, TPS.       

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Geometri ruang dipandang sangat penting, sehingga materi ini sudah diberikan ke siswa sejak di Sekolah Dasar. Di Sekolah Dasar mulai dikenalkan bangun-bangun ruang seperti kubus, balok, prisma, limas, tabung, kerucut, bola, serta ciri-cirinya. Siswa mulai dikenalkan cara menghitung volumenya. Di SMP, materi geometri ruang mulai diaplikasikan untuk menyelesaikan masalah-masalah kontekstual. Di SMA atau SMK, soal-soal Geometri Ruang mulai dikembangkan untuk menentukan jarak dalam bangun ruang, seperti jarak antar titik, jarak titik ke garis, dan jarak titik ke bidang. Untuk menghitung jarak, siswa perlu menemukan atau menggambar terlebih dahulu jarak yang harus dihitungnya. Menemukan dan menggambar jarak dalam bangun ruang dengan tepat, baik, dan komunikatif perlu penalaran geometris karena dalam menggambar jarak kadang-kadang dibutuhkan suatu garis bantu yang mendapatkannya tidak selalu memiliki pola-pola tertentu. Tapi, siswa dapat dilatih guru untuk menemukan garis bantu melalui pemikiran atau penalaran yang memiliki pola yang setara/sejenis. Penalaran yang sejenis dalam geometri ini dinamakan penalaran analogi atau Geometric Analogy Reasoning (GAR).

GAR perlu ditumbuhkan pada diri para siswa dari SD, SMP, SMA, atau yang sederajat, bahkan di Perguruan Tinggi yang mencetak para calon guru matematika. Faktanya, selama ini belum ada upaya dari para guru atau dosen untuk melatih dan menumbuhkan GAR. Padahal, GAR sangat dibutuhkan. Untuk menjembatani gap antara kebutuhan dan realita yang ada ini maka diperlukan suatu penelitian untuk menumbuhkan GAR, agar para calon guru matematika/geometri memiliki cara untuk menumbuhkan GAR di kalangan para siswa.

Bila cara menumbuhkan GAR sudah dimiliki, para calon guru juga perlu memiliki keterampilan menyampaikan atau mengomunikasikan cara menumbuhkan GAR ini. Keterampilan dalam komunikasi Matematis ini disebut dengan istilah Mathematical Communication Skill (MCS). Jadi, GAR dan MCS berturut-turut merupakan keterampilan yang perlu dikuasai seorang calon guru matematika. Setelah guru atau calon guru mengetahui cara menumbuhkan GAR, maka guru atau calon guru perlu membekali diri dengan MCS. Pada artikel ini, dibatasi dulu dengan suatu hasil penelitian yang mengkaji cara menumbuhkan GAR.

Jadi, untuk membentuk MCS pada diri mahasiswa khususnya di bidang Geometri Ruang, perlu dimulai dengan tumbuhnya GAR. Geometric Analogy Reasoning (GAR) merupakan suatu penalaran geometri yang didasarkan atas pemikiran atau penalaran sebelumnya yang sejenis atau serupa. Dengan tumbuhnya GAR diharapkan kemampuan mahasiswa sebagai calon guru matematika yang harus mengajarkan Geometri dapat ditingkatkan.

GAR juga akan tumbuh jika didukung oleh penerapan suatu model pembelajaran yang cocok dibarengi dengan latihan-latihan soal yang diharapkan dapat membantu untuk mengungkap tumbuhnya GAR. Model pembelajaran yang dipandang cocok adalah Think-Pair-Share (TPS). Sedangkan soal-soal yang diharapkan dapat menjadi alat untuk mengungkap tumbuhnya GAR adalah Divergence Problems atau soal-soal yang bersifat divergen/terbuka.

Dalam Kurikulum 2013 Edisi Revisi yang berlaku di Indonesia, matematika diajarkan kepada para siswa di seluruh Indonesia disarankan melalui tiga model pembelajaran. Salah satunya adalah Problem Based Learning (PBL). Oleh karena itu, maka penerapan TPS yang dalam konteks kegiatan ini, dimodifikasi dengan penambahan sebuah model pembelajaran, yaitu PBL. Penerapan TPS yang dilaksanakan bersamaan dengan PBL ini, penulis kenalkan dengan nama TPS-PBL.

Penelitian ini sebelumnya sudah diterapkan pada perkuliahan Geometri Ruang di Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Sainstek – UIN Walisongo Semarang. Untuk membentuk GAR melalui perkuliahan Geometri Ruang, dosen perlu melatih mahasiswa dengan memberikan tugas-tugas atau soal-soal Geometri Ruang yang sifat penyelesaiannya divergen (Divergence Problems) dan berbasis pada reasoning analogy. Sebelum para mahasiswa mengerjakan Divergence Problems, kepada mahasiswa diberikan perkuliahan dengan menerapkan TPS-PBL. Pembelajaran dengan model TPS-PBL ini, diharapkan sebagai langkah awal dalam membentuk GAR mahasiswa dengan jalan dapat menyelesaikan soal-soal divergen. Tugas/soal divergen yang memiliki banyak jawab yang benar disebut tipe I. Tugas/soal divergen yang memiliki banyak cara dalam algoritmanya disebut tipe II. Penelitian ini juga berhasil mengungkapkan suatu argumen bahwa penerapan model pembelajaran TPS-PBL dapat dijadikan sebagai basis awal analisis terbentuknya GAR dalam perkuliahan Geometri Ruang di Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Sainstek – Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang. Diharapkan, pemikiran yang bersifat temuan tentang cara membentuk GAR mahasiswa ini merupakan sedikit sumbangan pemikiran bagi kemajuan pendidikan geometri di Indonesia.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut. (1) Divergence Problems yang manakah yang dapat dipakai sebagai alat untuk melatih tumbuhnya GAR? (2) Bagaimana hasil pengungkapan tumbuhnya GAR pada mahasiswa Pendidikan Matematika Fakultas Sainstek – UIN Walisongo Semarang dalam menyelesaikan soal-soal Geometri Ruang? (3) Di mana dan apa penyebab kegagalan mahasiswa dalam menyelesaikan divergence problems? (4) Bagaimana cara mengatasi kegagalan mahasiswa Pendidikan Matematika Fakultas Sainstek – UIN Walisongo Semarang dalam menyelesaikan divergence problems tentang Geometri Ruang?

Tujuan dan Manfaat

Berdasarkan rumusan masalah yang sudah diuraikan di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Menghasilkan soal-soal Divergence Problems yang dapat dipakai sebagai sarana atau alat untuk melatih dan mengungkapkan tumbuhnya Geometric Analogy Reasoning. (2) Mendapatkan hasil pengungkapan tumbuhnya Geometric Analogy Reasoning pada mahasiswa Pendidikan Matematika Fakultas Sainstek – UIN Walisongo Semarang dalam menyelesaikan soal-soal Geometri Ruang. (3) Untuk mengetahui letak dan penyebab kegagalan mahasiswa dalam menyelesaikan divergence problems. (4) Untuk mengetahui cara mengatasi kegagalan mahasiswa Pendidikan Matematika Fakultas Sainstek – UIN Walisongo Semarang dalam menyelesaikan divergence problems tentang Geometri Ruang.

Manfaat penelitian yang sangat diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Untuk menutup kesenjangan antara kebutuhan dan realita di lapangan terkait perlunya GAR. GAR perlu ditumbuhkan di kalangan mahasiswa. (2) Menghasilkan suatu pemikiran berupa pedoman awal dalam rangka menumbuhkan GAR pada mahasiswa Pendidikan Matematika.

KAJIAN PUSTAKA

Perlunya pertumbuhan Geometric Analogy Reasoning (GAR)

Berdasarkan Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016 Lampiran 16, di SMA, soal-soal Geometri Ruang mulai dikembangkan untuk menentukan jarak dalam bangun ruang, seperti jarak antar titik, jarak titik ke garis, dan jarak titik ke bidang. Untuk menghitung jarak, siswa perlu menemukan atau menggambar terlebih dahulu jarak yang harus dihitungnya. Menemukan dan menggambar jarak dalam bangun ruang dengan tepat, baik, dan diperlukan penalaran analogi geometris karena dalam menggambar jarak sering dibutuhkan suatu garis bantu. Garis bantu ini, cara mendapatkannya tidak selalu memiliki pola-pola tertentu. Dengan demikian, siswa perlu dilatih guru untuk menemukan suatu garis bantu melalui pemikiran atau penalaran yang memiliki pola yang setara/sejenis. MagdaÅŸ (2015) menyatakan bahwa penalaran yang memiliki pola yang setara/sejenis ini dalam geometri ini dinamakan penalaran analogi atau Geometric Analogy Reasoning (GAR).

Oleh karena itu, GAR ini perlu ditumbuhkan pada diri para siswa dari SD, SMP, SMA, atau yang sederajat, bahkan di Perguruan Tinggi yang mencetak para calon guru matematika. Menurut Forsythe dan Jones (2009), GAR juga bisa diungkap dengan bantuan komputer. Sedangkan Shadiq (2014), English, (1999), dan Isoda & Katagiri (2012) menyatakan bahwa analogi merupakan bentuk dari kemiripan atau kesamaan sifat (similarity). Hal-hal yang mirip akan memiliki sifat yang sama untuk beberapa aspek.

Penyelesaian soal yang memiliki sifat analogi, satu dengan lainnya akan memiliki kemiripan untuk beberapa aspek yang bersesuaian. Dalam menentukan bentuk kemiripan atau kesamaan tersebut, seseorang harus membandingkan dua hal yang berbeda; diikuti dengan mencari hal-hal yang sama dan perbedaan di antara hal-hal yang diperbandingkan. Penalaran yang memiliki pola yang setara/sejenis inilah dalam geometri disebut Geometric Analogy Reasoning (GAR). GAR ini, perlu ditumbuhkan di kalangan peserta didik, baik siswa maupun mahasiswa.

Pembelajaran Think-Pair-Share –Problem Based Learning

Sesuai dengan komponennya, maka model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) memiliki urutan think, atau berpikir, pair atau berpasangan, dan share atau berbagi. Model pembelajaran TPS merupakan sebuah model pembelajaran yang dipandang tepat untuk langkah awal membentuk GAR dan MCS. Sampsel (2013) dalam penelitiannya menegaskan bahwa TPS dapat meningkatkan rasa percaya diri dan partisipasi mahasiswa. Di lain pihak, model pembelajaran TPS tidak harus diterapkan begitu saja, tetapi model pembelajaran TPS tersebut perlu dimodifikasi dan dikembangkan agar sesuai dengan keperluan mahasiswa Pendidikan Matematika. Dalam Kurikulum 2013 Edisi Revisi yang berlaku di Indonesia, matematika diberikan kepada para siswa melalui tiga model pembelajaran. Salah satunya adalah Problem Based Learning (PBL). Oleh karena itu, maka penerapan TPS yang dalam konteks kegiatan ini, dimodifikasi dengan penambahan model pembelajaran PBL. Penerapan TPS yang dilaksanakan bersamaan dengan PBL ini, peneliti kenalkan dengan nama TPS-PBL. Dalam PBL, algoritma penyelesaian soal-soal yang diberikan kepada para peserta didik belum diberikan oleh guru/dosen. Dalam penelitian ini, peneliti memberikan soal yang merupakan divergence problems.

Dari merujuk pada tulisan Sampsel (2013) dan ISLES Modules (2014) maka sintaks TPS yang dibarengi dengan PBL yang akan diterapkan di Pendidikan Matematika UIN Walisongo pada mata kuliah Geometri Ruang adalah sebagai berikut. (1) Dibentuk grup belajar 4 – 5 mahasiswa yang heterogen. Setiap grup diberi tugas/permasalahan/soal Geometri Ruang yang sama, berupa divergence problems. Algoritma penyelesaian soal-soal belum diberikan oleh guru/dosen. Dalam penelitian ini, peneliti memberikan soal yang merupakan divergence problems dengan dua tipe. (2) Setiap anggota grup diminta untuk mengamati, mencermati, dan memikirkan (think) terlebih dahulu cara penyelesaiannya secara individu. (3) Kemudian secara berpasangan (pair), 2 atau 3 mahasiswa saling menanya, mengumpulkan informasi dan mendiskusikan atau mengasosiasikan cara penyelesaiannya. (4) Dalam kelompok, mereka saling berbagi (share) hasil temuannya. (5) Dosen meminta mahasiswa untuk mengomunikasikan hasil temuan kelompoknya di depan kelas. (6) Dengan berlatih diskusi, sharing, dan mengomunikasikan idenya kepada temannya, diharapkan merupakan awal terbentuknya atau tumbuhnya GAR.

Perlunya Divergence Problems Pengungkap Tumbuhnya GAR

Agar mahasiswa dapat dilatih dan tumbuh GAR maka menurut Cai, Jakabcsin, dan Lane (2010), dosen perlu memberikan tugas atau soal-soal yang bersifat divergen atau Divergence Problems yang solusinya menggunakan penalaran analogi. Dengan pemberian tugas atau soal yang bersifat Divergence Problems dan bervariasi ini maka mahasiswa terlatih dan terbiasa untuk mengomunikasikan pendapat dan idenya sendiri. Terkait dengan Divergence Problems ini, Hajesfandiari, Mehrdad, dan Karimi (2014), serta Gomez (2007) menyatakan bahwa tugas atau soal yang bersifat divergen (Divergence Problems) adalah tugas/soal yang penye­lesaiannya tidak rutin, yang mempu­nyai banyak jawaban benar yang berbeda atau banyak cara/strategi dalam penyelesaiannya. Pemberian tugas/soal divergen yang solusinya menggunakan penalaran analogi ini diharapkan akan (1) menjadi mengungkap tumbuhnya GAR, (2) memberikan mahasiswa sumber pengalaman yang kaya dalam menginterpretasikan masalah.

Selanjutnya, Hajesfandiari, Mehrdad, dan Karimi (2014), serta Gomez (2007) menulis bahwa (1) divergence problems yang memiliki jawaban-jawaban benar yang berbeda disebut tipe I. (2) Divergence problems yang memiliki banyak strategi/cara berbeda dalam penyelesaiannya disebut tipe II.

Contoh divergence problems yang tipe I:

Perhatikan gambar kubus ABCD.EFGH di bawah ini.

Titik R terletak pada bidang ABCD. Gambarlah titik P pada rusuk DH dan titik Q pada rusuk CG. Lukiskan bidang α yang melalui titik-titik P, Q, dan R. Lukiskan gambar bidang α tersebut dalam berbagai posisi, berdasarkan beberapa kemungkinan posisi titik P dan Q yang Saudara tentukan.

Sebagai divergence problems yang tipe I, maka soal tersebut di atas memiliki jawaban-jawaban benar yang berbeda. Beberapa alternatif jawaban benarnya dapat ditemukan berdasarkan penalaran analogi. Penalaran Analoginya, melalui 2 titik dapat dibuat satu garis yang melalui kedua titik tersebut. Melalui dua garis yang sejajar atau berpotongan dapat dibuat sebuah bidang.

Jawaban ke-1:

Jika PD = QC maka bidang α = jajargenjang PQST. PQ//TS. TS melalui titik R.

Jawaban ke-2:

Jika PD > QC maka bidang α = bidang segitiga PST. PS melalui titik Q. ST melalui titik R.

Jawaban ke-3:

Jika titik P dan titik D berimpit maka bidang α = bidang segitiga PQB. DB kebetulan melalui titik R.

Contoh divergence problems yang tipe II:

Perhatikan gambar di samping kiri. Diketahui limas beraturan T.ABCD, dengan AB = 6 cm dan luas

 

Penyelesaian soal/tugas di atas, bisa lebih dari satu cara. Misalnya, mahasiswa menyelesaikannya dengan berbasis pada penggunaan Teorema Pythagoras.

Jawaban 1):

Jawaban 2):

Indikator Tumbuhnya Geometry Analogy Reasoning (GAR)

Indikator sangat diperlukan khususnya untuk landasan dalam membuat instrumen penelitiannya, membuat panduan wawancaranya, serta triangulasinya. Dengan merujuk pada tulisan Sak dan Maker (2005), Hajesfandiari, Mehrdad, dan Karimi (2014), serta Gomez (2007) maka penentuan indikator kategori tumbuhnya GAR adalah sebagai berikut.

1) Diawali dengan penilaian hasil pekerjaan mahasiswa tentang divergence problems oleh peneliti. Dipilih enam subjek penelitian, untuk dianalisis hasil pekerjaannya.

2) Dilakukan wawancara terbuka secara intensif pada subjek penelitian. Panduan lihat Tabel 2.

3) Triangulasi butir 1) dan hasil butir 2).

4) Hasilnya dimasukkan dalam Tabel 1 berikut.

TABEL 1 REKAPITULASI HASIL TRIANGULASI

No

Kategori tumbuhnya GAR secara kualitatif

Mampu mengerjakan dengan benar setelah dilaksanakan triangulasi

Tipe I

Tipe II

1.

Tumbuh Sangat Baik

2 atau lebih jawab yang benar.

2 atau lebih algoritma yang benar.

2.

Tumbuh Baik

2 jawab yang benar.

1 jawab yang benar.

1 algoritma yang benar.

2 algoritma yang benar.

3.

Tumbuhnya Sedang

1 jawab yang benar.

1 algoritma yang benar.

4.

Kurang Tumbuh

1 jawab yang benar.

Gagal.

Gagal

1 algoritma yang benar.

5.

Sangat Kurang Tumbuhnya

Gagal.

Gagal.

Wawancara Terbuka masih memiliki kemungkinan munculnya pertanyaan dari peneliti untuk mengungkap tumbuhnya GAR subjek penelitian. Bila peneliti sudah yakin terhadap proses berpikir (meta kognitif) mahasiswa maka peneliti dapat menggunakan indikator tumbuhnya GAR. Penentuan kategori tumbuhnya GAR sangat bergantung pada hasil wawancara terbuka dan triangulasi. Bukan didasarkan pada penilaian Skor. Penilaian Skor hanya digunakan sebagai acuan awal penentuan Subjek Penelitian.

METODE PENELITIAN

Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif. Dengan demikian, proses sangat diutamakan guna mendapatkan hasil yang tepat sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini.

Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini, dipilih enam mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Sainstek – UIN Walisongo Semarang Tahun Akademik 2016/2017. Subjek penelitian dipilih dari mahasiswa yang mengambil mata kuliah Geometri Ruang. Berdasarkan pertimbangan kelengkapan hasil penelitian, maka keenam subjek penelitian yang diambil tersebut berasal dari dua mahasiswa kelompok pandai, dua mahasiswa dari kelompok sedang, dan dua mahasiswa yang hasil tesnya kurang baik.

Data dan Sumber Data Penelitian

Sumber data penelitian kualitatif ini adalah dari hasil tes dan wawancara kepada mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Sainstek – UIN Walisongo Semarang Tahun Akademik 2016/2017 yang mengambil mata kuliah Geometri Ruang dan terpilih sebagai subjek penelitian. Datanya berupa hasil pengerjaan mahasiswa yang akan dianalilis tumbuhnya GAR, perilaku, aktivitas belajarnya, dan dokumen-dokumen lain yang mendukung.

Teknik Pengumpulan Data

Sebagai penelitian kualitatif, maka instrumen pengumpul data adalah peneliti sendiri. Namun, karena peneliti memiliki keterbatasan dalam mengingat dan menentukan data yang harus dikumpulkan, maka peneliti memerlukan alat bantu yang berupa pedoman wawancara, pedoman observasi, dokumentasi, dan catatan lapangan lain agar pengumpulan data penelitiannya dapat terarah dan terfokus pada permasalahan yang ingin dipecahkan dan tujuan yang akan dicapai.

Teknik Keabsahan Data

Data yang dikumpulkan diuji keabsahannya agar diperoleh data yang benar-benar objektif. Beberapa teknik uji keabsahan data yang dilakukan bergantung pada kondisi data yang diperlukan. Jka diperlukan, peneliti melakukan perpanjangan masa pengambilan data penelitian, pengamatan yang semakin mendalam terhadap data penelitian yang ada, review subjek penelitian, dan triangulasi atau membandingkan data-data temuannya.

Teknik Analisis Data dan Interpretasi

Teknik analisis datanya mengacu pada teknik analisis peneitian kualitatif. Menurut Miles and Huberman yang diterjemahkan oleh Rohidi (1992) dan Moleong (2010), aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung sampai tuntas, sehingga datanya sesuai dengan tujuannya. Aktivitas dalam analisis data meliputi: reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), interpretasi data (data interpretation), serta penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing/ verification).

HASIL PENELITIAN

Berikut ini diuraikan hasil penelitiannya, berupa hasil pekerjaan mahasiswa dalam mengerjakan divergen problems tipe 1 dan tipe 2, penggalan hasil wawancara, dan simpulan hasil triangulasinya. Tabel 3, memuat skor klasikal setelah dikoreksi pekerjaannya, tabel ini digunakan untuk pemilihan Subjek Penelitian. Sedangkan Tabel 4 di bawah, memuat kategori tumbuhnya GAR secara kualitatif, yang merupakan rekapitulasi hasil triangulasi.

Tabel 3. SKOR MAHASISWA

Skor

86 – 100

81 – 85

71 – 80

61 – 70

0 – 60

Total

Banyaknya mahasiswa

3

12

14

7

0

36

Tabel 4. REKAPITULASI HASIL TRIANGULASI

No

Kategori tumbuhnya GAR secara kualitatif

Mampu mengerjakan dengan benar setelah dilaksanakan triangulasi

Tipe I

Tipe II

1.

Tumbuh sangat baik, ada 1 mahasiswa.

2 atau lebih jawab yang benar.

2 atau lebih algoritma yang benar

2.

Tumbuh baik, ada ada 2 mahasiswa.

2 jawab yang benar.

1 jawab yang benar.

1 algoritma yang benar.

2 algoritma yang benar.

3.

Tumbuhnya sedang, ada 2 mahasiswa.

1 jawab yang benar.

1 algoritma yang benar.

4.

Kurang tumbuh, ada 1 mahasiswa.

1 jawab yang benar.

Gagal.

Gagal

1 algoritma yang benar.

5.

Sangat kurang tumbuhnya, tidak ada mahasiswa.

Gagal.

Gagal.

Tabel 4 diisi setelah selesai dilakukan proses analisis peneliti terhadap hasil pekerjaan subjek penelitian, hasil wawancara, dan triangulasi.

Mahasiswa 1):

Di samping ini adalah hasil pekerjaan mahasiswa yang sangat baik. Mahasiswa ini berhasil mengerjakan soal divergnce problems tipe I dengan dua atau lebih jawab yang benar dan soal tipe II dengan dua atau lebih algoritma yang benar. Berdasarkan triangulasi atas dugaan peneliti dan hasil wawancara maka dapat disimpulkan bahwa: (1) GAR mahasiswa ini tumbuh sangat baik, (2) mahasiswa berpendapat bahwa TPS-PBL sangat baik untuk awal menumbuhkan GAR.

Mahasiswa 2):

Berikut adalah hasil pekerjaan mahasiswa yang kategorinya baik. Mahasiswa ini berhasil mengerjakan soal divergnce problems tipe I dengan satu jawab yang benar dan soal tipe II dengan dua algoritma yang benar.

Berdasarkan triangulasi atas dugaan peneliti dan hasil wawancara maka dapat disimpulkan bahwa: (1) GAR mahasiswa ini tumbuh dengan kategori baik, (2) mahasiswa ini berpendapat bahwa TPS-PBL sangat baik untuk awal menumbuhkan GAR.

Mahasiswa 3):

Gambar di samping merupakan contoh hasil pekerjaan mahasiswa yang kategorinya kurang. Mahasiswa ini tidak berhasil mengerjakan soal divergnce problems tipe I, walau pengerjaan soal tipe II berhasil mendapatkan satu algoritma yang benar.

Selanjutnya, berdasarkan triangulasi atas dugaan peneliti dan hasil wawancara yang intensif maka disimpulkan bahwa: (1) GAR mahasiswa ini tumbuh dengan kategori kurang, (2) mahasiswa ini juga berpendapat bahwa TPS-PBL sangat baik untuk awal menumbuhkan GAR, namun gagal memanfaatkannya.

PENUTUP

Simpulan

Melalui triangulasi yang mendalam terhadap enam subjek penelitian, telah diperoleh hasil bahwa: (1) aplikasi pembelajaran TPS-PBL dapat memberikan manfaat dalam menumbuhkan daya nalar mahasiswa, sebagai basis awal pertumbuhan GAR; (2) melalui penggunaan Divergence Problems dapat terungkap tumbuhnya GAR; (3) dari ke 6 subjek penelitian, ada 1 mahasiswa yang memiliki GAR pada kategori sangat baik, ada 2 mahasiswa yang memiliki kategori baik, ada 2 mahasiswa yang memiliki kategori sedang, dan ada 1 mahasiswa yang memiliki kategori kurang, namun tidak dijumpai mahasiswa yang memiliki kategori sangat kurang.

DAFTAR PUSTAKA

Cai, Jinfa, Jakabcsin, Mary S, and Lane, Suzanne. 2010. Assessing Students’ Mathematical Communication. Journal of School Science and Mathematics – ResearchGate. DOI: 10.1111/j.1949-8594. 1996.tb 10235.x.

English, L. D. (1999), Reasoning by analogy; in Stiff, L.V. & Curcio, F.R. Developing Mathematical Reasoning in Grades K-12. Reston: NCTM; h 22 – 36.

Forsythe, S. & Jones, K. (2009), Tasks that support the development of geometric reasoning at KS3, Proceedings of the British Society for Research into Learning Mathematics, 29(3), 103-108. ISSN: 1463-68402009.

Gomez, Jose G. 2007. What Do We Know About Creativity? The Journal of Effective Teaching an online journal devoted to teaching excellence. Vol. 7, No.1, 2007 33 31-43.

Hajesfandiari, Behnaz; Mehrdad, Ali Gholami, and Karimi, Lotfollah. 2014. Comparing the Effects of Convergent and Divergent Teaching Methods on Using Articles by Iranian EFL Learners. International Journal of Educational Investigations. Vol. 1, No. 1: 313-327, 2014, (December). Available online @ http://www.ijeionline.com. Copyright © 2014 International Association of Academic Journals. 314, 313-327.

ISLES Modules. 2014. Grouping: Think-Pair-Share & Jigsaw. East Carolina University.

Isoda, M. & Katagiri, S. (2012).Mathematical Thinking. Singapura: World Scientific.

MagdaÅŸ, Ioana. 2015. Analogical Reasoning in Geometry Education. Acta Didactica Napocensia. Volume 8, Number 1. ISSN 2065-1430.

Miles, Matthew & Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan Rohidi, Tjetjep Rohendi. Jakarta: Penerbit UI.

Moleong. Lexy L. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.

Rule of Ministry of Education and Cultural. No. 24 – Year 2016. Attachment No. 16. Jakarta.

Sak, Ugur and Maker C, June. 2005. Divergence and Convergence of Mental Forces of Children in Open and Closed Mathematical Problems. International Education Journal, 2005, 6(2), 252-260. ISSN 1443-1475 © 2005 Shannon Research Press. http://iej.cjb.net

Sampsel, Ariana. 2013. Finding the Effects of Think-Pair-Share on Student Con­fidence and Participation. http:/scholarworks.bgsu.edu/honorsprojects. Pa­per 28.

Shadiq, Fadjar. 2014. Penalaran dengan Analogi? Pengertiannya dan Mengapa Penting?. Yogyakarta. P4TK Matematika.

Â