Analisis Kemampuan Penalaran Statistis Pada Statistika Penelitian
ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN STATISTIS
PADA STATISTIKA PENELITIAN
Yusfita Yusuf
STKIP Sebelas April Sumedang
ABSTRAK
Dalam menghadapi MEA, perlu adanya peningkatan kualitas SDM. Statistika sebagai alat untuk memecahkan masalah perlu dikuasai oleh masyarakat. Mahasiswa program studi pendidikan matematika yang merupakan calon pendidik sehingga dapat menghasilkan SDM yang berkualitas khususnya dalam bidang statistika harus memiliki kemampuan penalaran statistis yang mumpuni. Dalam tulisan ini, akan dikaji kemampuan penalaran statistis mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika. Dari hasil Studi kasus diperoleh hasil bahwa pada umumnya mahasiswa berada pada level procedural reasoning. Peningkatan kemampuan penalaran statistis dapat dilakukan dengan merancang pembelajaran statistika yang lebih bermakna dengan terlebih dahulu mengetahui kesulitan-kesulitan mahasiswa dalam melakukan penalaran statistis.
Kata kunci: Statistika, penalaran statistika
PENDAHULUAN
Dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau pasar bebas asean harus dipersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mempunyai kemampuan mumpuni. Tentunya dala pasar bebas Asean atau MEA akan banyak sekali data-data statistik yang harus dipamahi oleh masyarkat pelaku ekonomi Asean. Hal ini tentunya akan berimbas pada perlunya penguasaan statistika.
Statistika merupakan salah satu ilmu matematika terapan yang membahas teori dan metode mengenai pengumpulan, mengukur, mengklasifikasi, menghitung, menjelaskan, mensintesis, menganalisis dan menafsirkan data. Statistika dapat dipandang sebagai alat untuk memecahkan masalah yang senantiasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari, di tempat kerja, dan di dalam ilmu pengetahuan (Moore, 1997). Secara khusus, statistika digunakan untuk menguraikan dan memprediksi fenomena dengan menggunakan kumpulan hasil dari pengukuran. Kemampuan statistis diperlukan untuk dapat menafsirkan dan memahami serta membuat keputusan yang baik untuk data-data hasil pengukuran tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Rumsey (2002) bahwa tujuan dari pembelajaran statistika adalah siswa mengerti statistika dengan baik agar dapat mendapat informasi dari data yang ada, mengkritik dan membuat keputusan berdasarkan informasi tersebut serta bertujuan untuk mengembangkan keterampilan penelitian. Salah satu dari kemampuan statistis adalah penalaran statistis.
Chervaney dkk. (Garfield, 2002) mendefinisikan penalaran statistis sebagai apa yang dapat dilakukan siswa dengan konten statistis dan menggunakan keterampilannya dalam menggunakan konsep statistis untuk penyelesaian masalah yang statistika. Mereka melihat penalaran statistis sebagai proses yang terdiri dari tiga langkah berikut: (1) komprehensi, (2) perencanaan dan pengambilan keputusan, dan (3) evaluasi dan interpretasi.
Mahasiswa pendidikan matematika yang merupakan calon pendidik dan pencetak SDM yang berkualitas terutama pada statistika harus diketahui terlebih dahulu bagaimana kemampuan penalaran statistisnya. Hal ini tentu saja bertujuan agar pembelajaran statistika yang dilakukan kepada siswanya dapat terlaksana dengan sistematis dan terstruktur. Selain itu, dengan mengetahui kemampuan penalaran mahasiswa yang telah mengikuti perkuliahan statistika penelitian dapat menjadikan tolak ukur dalam melakukan perbaikan pada pembelajaran statistika selanjutnya. Mengingat pentingnya hal tersebut, maka perlu dilakukan studi kasus tentang analisis kemampuan penalaran statistis mahasiswa pada materi statistika penelitian.
PENALARAN STATISTIS
Penalaran statistis dapat didefinisikan sebagai cara bernalar dengan ide–ide statistik dan memahami informasi statistis (Garfield dan Gal, 1997). Hal Ini meliputi pembuatan interpretasi berdasarkan data, representasi data, dan ringkasan data statistik. Bentuk penalaran statistis menggabungkan ide–ide tentang data dan peluang, yang mengarah pada pembuatan kesimpulan dan menafsirkan hasil statistik. Penalaran ini didasari oleh konsep–konsep penting tentang pemusatan data, rentang, peluang, korelasi dan asosiasi, dan sampling. Kemudian Lovett (2001) menginterpretasikan penalaran statistis sebagai menggunakan alat statistik dan konsep untuk membuat rangkuman, prediksi, dan menarik kesimpulan dari data. Sejalan dengan pendapat Ben-Zvi dan Garfield (2004) bahwa penalaran statistis adalah cara berfikir dengan menggunakan informasi statistik. Sementara del Mas (2002) mengemukakan bahwa penalaran statistis merupakan kemampuan menjelaskan mengapa dan bagaimana suatu hasil di produksi dan mengapa dan bagaimana menarik kesimpulan. Sedangkan Martadipura (2012) mengatakan bahwa penalaran statistis adalah kemampuan siswa dalam mengerjakan perhitungan statistis dan penalaran terhadap konsep statistis.
Chervaney  dkk. (Garfield, 2002) mendefinisikan penalaran statistis sebagai apa yang dapat dilakukan siswa dengan konten statistis dan menggunakan keterampilannya   dalam menggunakan  konsep statistis untuk penyelesaian masalah statistik. Mereka melihat penalaran statistis sebagai proses yang terdiri dari tiga langkah berikut:
1) Komprehensi, yaitu melihat sebagian masalah sebagai masalah yang sama dalam satu kelas.
2) Perencanaan dan pengambilan keputusan, yaitu mengaplikasikan metode yang cocok untuk menyelesaikan masalah.
3) Evaluasi  dan  interpretasi,  yaitu  menginterpretasikan  hasil  dan mengaitkannya dengan masalah asal.
Banyak orang yang bingung dengan statistika dan matematika oleh karena itu mereka memandang penalaran statistis dan matematis adalah hal yang sama. Penalaran statistis dan matematis dapat dipandang sebagai dua hal yang berbeda. Untuk itu Gal dan Garfield (1997: 3 ), membedakan dua hal di atas dengan cara seperti berikut:
· pada statistika, data dipandang sebagai  angka dengan konteks. Konteksnya, memotivasi untuk membuat prosedur dan menjadi sumber dari makna dan landasan untuk interpretasi hasil dari kegiatan tersebut,
· indeterminasi dari data merupakan karakteristik investigasi statistis, yang membedakannya dengan eksplorasi matematis yang mempunyai tingkat presisi lebih tinggi,
· konsep dan prosedur matematis digunakan sebagai bagian dari upaya untuk menyelesaikan masalah statistis. Namun, keperluan akan akurasi perhitungan atau pelaksanaan prosedur dengan cepat diperlukan, dan penggunaan teknologi untuk membantu keadaan tersebut menjadi hal yang wajar dan intensitasnya meningkat dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan teknologi itu sendiri,
· banyak masalah statistis yang tidak memiliki solusi matematis tunggal dimana masalah statistis dimulai dengan pertanyaan dan hasilnya berupa pendapat yang didukung oleh temuan dan asumsi–asumsi.
Pada kasus ini, del Mas (2002) berpendapat bahwa penalaran matematis lebih abstrak sedangkan penalaran statistis lebih kontekstual.
MODEL PENALARAN STATISTIK
Pada beberapa hal, istilah penalaran berhubungan dengan istilah berpikir. Beberapa ahli mengembangkan model penalaran statistis (Garfield, 2002, Shaughnessy dkk, 2005 dan Reading and Reid, 2006). Mereka kadang menggunakan istilah penalaran statistis dan berpikir statistis menjadu dua hal yang berbeda dan kadang mereka menggunakan istilah tersebut sebagai istilah yang dapat dipertukarkan. Tetapi, del Mas (2002) membedakan penalaran dan berpikir statistis sebagai berikut. Penalaran statistis adalah kemampuan untuk menjelaskan kenapa dan bagaimana hasil diproduksi atau kenapa dan bagaimana kesimpulan diperoleh. Sedangkan berpikir statistis adalah kemampuan untuk memecahkan masalah nyata dengan kritik, evaluasi dan generalisasi.
Garfield (2002) memperkenalkan sebuah model penalaran statistis yang mempunyai lima level dan disusun secara hierarkis yang dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Model Penalaran Statistis Menurut Garfield
Level Penalaran |
Penjelasan |
Level 1 |
Idiosyncratic Reasoning. Mengetahui beberapa istilah dan simbol statistika serta penggunaanya namun tidak sepenuhnya dan sering memberikan jawaban yang tidak akurat atau memberikan argumen yang tidak relevan. |
Level 2 |
Verbal Reasoning. Mengetahui konsep, tetapi tidak dapat mengidentifikasi penggunaan konsep sepenuhnya. Sebagai contoh: dapat mendefinisikan konsep secara tepat tidak dapat menggunakan konsep tersebut. |
Level 3 |
Transitional Reasoning Menentukan konsep secara benar, tetapi aplikasi dari konsep tersebut tidak terintegrasi. |
Level 4 |
Procedural Reasoning Mengidentifikasi secara benar konsep atau proses statistik tetapi aplikasi dari konsep tersebut tidak sepenuhnya terintegrasi secara utuh. |
Level 5 |
Integrated Reasoning Siswa memiliki pemahaman yang lengkap dari proses, keterkaitan aturan dan penggunaan statistik. |
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Fokus penelitian ini adalah merumuskan kemampuan penalaran statistis mahasiswa pada materi statistika penelitian. Lokasi penelitian bertempat di STKIP Sebelas April Sumedang. Subjek penelitian adalah mahasiswa semester VII yang telah mendapatkan materi statistika penelitian. Penentuan lokasi penelitian berdasarkan tempat bekerja peneliti. Sedangkan penentuan kelas yang terpilih sebagai subjek penelitian berdasarkan tugas mengajar yang diberikan kepada peneliti.
Data utama yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data dari hasil pelaksanaan tes sehingga soal dan jawaban mahasiswa merupakan data-data yang dianalisis. Dalam penelitian ini, soal-soal yang disajikan pada saat tes tertulis bukanlah sebagai “perantara†yang menerjamahkan fakta ke dalam data (angka-angka) sebagaimana dalam penelitian nonkualitatif. Sumber data utama tersebut berasal dari mahasiswa yang mengikuti tes tertulis. Selain dengan tes tertulis juga dilakukan pengumpulan data melalui angket terhadap mahasiswa, serta studi dokumentasi.
Pengumpulan data dilakukan dengan triangulasi. Dalam penelitian ini akan digunakan tiangulasi sumber dan metode, sehingga data yang diperoleh akan lebih konsisten, tuntas, dan pasti. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan triangulasi yaitu gabungan dari tes tertulis, angket dan studi dokumentasi. Analisis data yang dilakukan menggunakan metode perbandingan tetap (constant comparative method). Secara umum proses analisis data tersebut mencakup: reduksi data, kategorisasi data, sintesisasi, diakhiri dengan hipotesis kerja.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal tes penalaran statistis. Setiap soal tes memuat semua aspek penalaran statistis yang disesuaikan dengan aspek penalaran yang diajukan oleh Lawson, Oehrtman & Jensen, 2008 (Lawson, 2008) dan pelevelan dilakukan dengan melihat hasil pengerjaan dari seluruh proses dalam pengerjaan soal tersebut. Sedangkan yang diajukan oleh Jones (2004), Chan dan Ismail (2014) dimana satu soal memuat semua aspek penalaran, hanya saja pelevelan dilakukan untuk setiap tahapan penalaran. Namun, Jones dkk. (2004) dan Chan dan Zaleha (2014) memiliki pebedaan dalam pelevelan, dalam pelevelan yang dilakukan oleh Jones tidak level verbal reasoning, sedangkan yang dilakukan oleh Chan dan Ismail terdapat level verbal reasoning. Dalam studi kasus ini, yang menjadi acuan model penalaran adalah model penalaran yang diajukan oleh Garfield (2002).
Data ini diperoleh dari mahasiswa setelah menyelesaikan tes tertulis dari instrumen tes yang telah disusun. Data yang diperoleh dari tes tertulis berupa lembar jawaban yang merupakan hasil pengerjaan mahasiswa mengenai soal yang telah diberikan. Selanjutnya data ini dianalisis untuk mengetahui kemampuan penalaran statistis mahasiswa dengan melihat jawaban mahasiswa dalam mengerjakan soal. Berdasarkan hasil pengerjaan mahasiswa pada ketiga soal tersebut, mahasiswa dapat dikelompokkan menjadi 5 tingkat/ level penalaran statistis, yaitu:
1. LPS 0 (tidak memiliki penalaran statistis)
Siswa tidak dapat mengidentifikasi masalah dengan menggunakan simbol atau istilah, siswa hanya menyalin masalah yang terdapat pada soal.
2. LPS 1 (prestructural Reasoning)
Mahasiswa hanya dapat mengidentifikasi masalah dengan menggunakan simbol atau istilah serta dapat menentukan hipotesis penelitian. Pada level ini mahasiswa belum mampu untuk menentukan cara penyelesaian dari permasalahan yang terdapat pada soal.
3. LPS 2 (transitional Reasoning)
Mahasiswa dapat mengidentifikasi masalah dengan menggunakan simbol atau istilah yang tepat, dapat menentukan hipotesis penelitian dan mengetahui konsep apa yang digunakan dalam menyelesaikan masalah tetapi tidak mengerti penggunaan konsep tersebut.
4. LPS 3 (Procedural Reasoning)
Mahasiswa dapat mengaplikasikan konsep dengan benar untuk menyelesaikan masalah, tetapi tidak dapat menginterpretasikan serta mengaitkannya dengan masalah asal (membuat kesimpulan). Pada level ini, mahasiswa hanya dapat melakukan perhitungan, tidak memahami tahap interpretasi dan penarikan kesimpulan.
5. LPS 4(Integrated Reasoning)
Mahasiswa dapat mengaplikasikan konsep dengan benar untuk menyelesaikan masalah dan dapat menginterpretasikan serta mengaitkannya dengan masalah asal (membuat kesimpulan). Mahasiswa yang mencapai tingkat ini, dinamakan sebagai mahasiswa yang memiliki penalaran statistis dengan kategori sangat baik.
Adapun jumlah mahasiswa pada setiap tingkat/ level dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Jumlah Mahasisa pada setiap Level/ Tingkat Penalaran Statistis Berdasarkan Hasil Tes Tertulis
Tingkat/ Level Penalaran |
Jumlah Mahasiswa (%) |
LPS 0 |
3,57 |
LPS 1 (prestructural Reasoning) |
10,71 |
LPS 2 (Transitional Reasoning) |
21,43 |
LPS 3 (Procedural Reasonig) |
46,43 |
LPS 4 (Integrated Reasoning) |
17,86 |
Tingkat/ level penalaran yang ditemukan dilapangan sedikit berbeda dengan model penalaran yang diajukan oleh Garfield (2002). Pada hasil tes tertulis, sulit untuk mengungkapkan kondisi mahasiswa pada level/ tingkat verbal reasoning. Oleh karena itu, dilakukan pengumpulan data melalui angket dan studi dokumentasi. Berdasarkan hasil data angket dan studi dokumentasi, level penalaran mahasiswa dapat dikelompokkan sebagai berikut.
Tabel 3. Jumlah Mahasiswa Pada setiap Level/ Tingkat Penalaran Statistis Berdasarkan Hasil Angket dan Studi Dokumen
Tingkat/ Level Penalaran |
Jumlah Mahasiswa (%) |
LPS 0 |
0 |
LPS 1 (prestructural Reasoning) |
3,56 |
LPS 2 (Verbal Reasoning) |
17,86 |
LPS 2 (Transitional Reasoning) |
17,86 |
LPS 3 (Procedural Reasonig) |
42,86 |
LPS 4 (Integrated Reasoning) |
17,86 |
Data yang diperoleh dari angket dapat mengungkapkan kondisi mahasiswa pada level/ tingkat verbal reasoning. Pada level verbal reasoning mahasiswa mengetahui konsep apa yang digunakan dalam menyelesaikan masalah, tetapi tidak paham bagaimana cara mengaplikasikan konsep tersebut ke dalam permasalahan yang dihadapi. Beberapa ahli menyatukan level verbal dengan
Berdasarkan data hasil tes dan angket serta studi dokumentasi, mahasiswa pada umunya berada pada LPS 3 (procedural reasoning). Mahasiswa kesulitan untuk membuat representasi, dari nilai perhitungan dan nilai tabel baik itu dalam bentuk gambar atau dalam bentuk simbol. Selain itu, mereka juga kesulitan dalam membuat kesimpulan dan menghubungkan kesimpulan dengan masalah asal. Pembelajaran selanjutnya sebaiknya dirancang dengan penguatan yang lebih pada tahap evaluasi dan interpretasi.
Mahasiswa yang berada di bawah LPS 3 jumlahlnya 39,82%, mereka mengalami kesulitan mulai dari identifikasi soal hingga mahasiswa yang tidak dapat menggunakan konsep dalam menyelesaikan masalah yang ada. Kesulitan-kesulitan ini perlu ditelusuri secara mendalam apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi sehingga perencanaan pembelajaran berikutnya dapat mengatasi permasalah tersebut dengan tepat. Kesulitan-kesulitan yang dialami mahasiswa dalam penyelesaian soal penalaran statistis dapat ditelusuri dengan wawancara atau observasi.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil studi kasus yang dilakukan terhadap mahasiswa program studi pendidikan matematika STKIP Sebelas April Sumedang, diperoleh hasil baik dari tes penalaran atau dari angket dan studi dokumen adalah pada umumnya berada pada level Procedural Reasoning. Dari hasil tes, mahasiswa yang berada pada level Procedural reasoning sebanyak 46,43% sedangkan dari hasil angket dn studi dokumen diperoleh hasil sebanyak 42,86%. Walaupun hasil studi kasus ini tidak dapat dijadikan alat untu membuat generalisasi tentang kemampuan pelanaran statists (statistical reasoning) mahasiswa Pendidikan Matematika di STKIP Sebelas April Sumedang atau Mahasiswa di Indonesia secara luas, akan tetapi penulis rasa dapat dijadikan sebagai salah satu referensi bagi dosen dalam menentukan atau menyusun rencana pembelajaran statistika. Namun perlu adanya penelurusan lebih lanjut penyebab dari kesulitan yang dialami mahasiswa dalam melakukan penalaran statistis.
DAFTAR PUSTAKA
Ben-Zvi D. And Gafield, J. (2004). The Challenge of Developing Statistical Literacy, Reasoning, and Thinking. (p 121 – 146) Boston MA Kluwer Academic Publisher.
Biggss, J. B. and Collis, K.F. (1982). Evaluating the quality of learning: the SOLO taxonomy. New York, NY: Academic Press.
Chan, Shiau Wei and Zaleha Ismali (2014). A Technology-Based Statistical Reasoning Assessment Tool In Descriptive Statistics For Secondary School Students. The Turkish Online Journal of Educational Technology, 13 (1).
delMas, R. (2002). Statistical Literacy, Reasoning, and Learning: A Commentaryâ€. Journal of Statistics Education, 10(3). [Online]. Tersedia: www.amsat.org/publicatins/jse/v103/delmas_disscussion.html.
Gal, I dan Garfield,J.B. (1997). Teaching and Assesing Statistical Reasoning. NCTM.
Garfield, J. B. (2002). The Chalange of Develoving Statistical Reasoning. Journal of Statistics Education, 10(3). [Online]. Tersedia: www.amsat.org/publicatins/jse/v103/garfield,html.
Jones, G. A., Langrall, C. W., Mooney, E.S., & Thornton, C. A. (2004). Models of development in statistical reasoning. In D. Ben-Zvi & J. Garfield (Eds.), The challenge of developing statistical literacy, reasoning and thinking (pp. 97-117). Dordrecht, The Netherlands: Kluwer Academic Publishers. Lawson, Anton E. (2008). What are Null Hypotheses? The Reasoning Linking Scientific and Statistical Hypothesis Testing. Science education Review, 7(3).
Lovett, M. (2001). “A Collaborative Convergence on Studying Reasoning Processes. A Case Study in Statisticsâ€. In D Klahr and S. Carver (Eds). Cognition and Instruction Twenty-Five Years of Progress (p 347-384). Mahwah: NJ Lawrence Erlbaum.
Martadipura, B. A. (2012). Peningkatan Kemampuan Berpikir Statistis Siswa S1 Melalui Pembelajaran MEAs yang Dimodifikasi. Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, 1 (1). Tersedia: http://www.jurnal-infinity.com.
Moore, D. S. (1997). “New Pedagogy and New Content: The Case of Statisticsâ€. International Statistics Review, 65(2), 123-165.
Reading, C. And J. Reid. (2006). “A Emerging Hierarchy of Reasoning of Reasoning about Distribution: From a Variation Perspectiveâ€. Statistics Education Research Journal, 5(2), 46-68.
Rumsey, D. (2002). Statistical Literacy as a Goal for Introductory Statistics Courses. Journal of Statistics Education, 10(3). [Online]. Tersedia: www.amsat.org/publicatins/jse/v10n3/rumsey2.html.
Shaughnessy, J. M. dkk. (2005). Secondary and Middle School Students Attention to Variability when Comparing Data Sets. Paper presentation at The Research Pressesion of the 82th Anual Meeting of The National Council of Teacher of Mathematics, Anahiem. CA.