Percakapan Pribadi Sebagai Upaya Peningkatan Kompetensi Sosial Sikap Inklusif, Bertindak Objektif, Serta Tidak Deskriminatif Guru Di SD Negeri 1 Jambon UPTD Pendidikan Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan Semester 1 Tahun Pelajaran 2016/2017
PERCAKAPAN PRIBADI SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI SOSIAL SIKAP INKLUSIF, BERTINDAK OBJEKTIF, SERTA TIDAK DESKRIMINATIF GURU DI SD NEGERI 1 JAMBON
UPTD PENDIDIKAN KECAMATAN PULOKULON
KABUPATEN GROBOGAN SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Sugiyono
Kepala Sekolah SD Negeri 1 Jambon Kecamatan Pulokulon
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kompetensi sosial sikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak deskriminatif bagi guru SD Negeri 1 Jambon UPTD Pendidikan Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan semester I Tahun Pelajaran 2016/2017 setelah dilakukan pembinaan teknik percakapan pribadi. Subjek penelitian ini adalah guru SD Negeri 1 Jambon sebanyak 10 guru. Penelitian dilakukan pada semester 1 Tahun Pelajaran 2016/2017 selama 2 bulan, di SD Negeri 1 Jambon UPTD Pendidikan Kabupaten Grobogan. Analisis data menggunakan analisis deskriptif komparatif. Langkah-langkah penelitian tindakan sekolah, dilakukan dari siklus dengan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Keberhasilan tindakan ditentukan apabila semua guru telah memiliki skor rata-rata kategori baik yang dinyatatakan dengan nilai 5 (lima), dengan prosentase ketercapaian telah mencapai 90%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui Supervisi klinis dengan teknik percakapan pribadi yang dilakukan oleh kepala sekolah kepada guru Sekolah Dasar Negeri 1 Jambon UPTD Pendidikan Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan mampu meningkatkan kompetensi sosial bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak deskriminatif. Peningkatan terjadi dari kegiatan prasiklus hingga siklus III. Peningkatan terjadi pada semua guru, dan semua aspek. Peningkatan kompetensi sosial bertindak objektif, serta tidak deskriminatif dari prasiklus ke siklus I meningkat dari skor rata-rata sebesar 3,65 menjadi 4,50 (meningkat sebesar 0,85). Dari siklus I ke siklus II meningkat dari 4,50 meningkat menjadi 5,0 atau meningkat 0,50. Dari siklus II ke siklus III meningkat dari skor rata-rata 5,0 meningkat menjadi 5,65 atau meningkat 0,65. Dengan demikian peningkatan dari prasiklus ke siklus III adalah 3,65 meningkat menjadi 5,65 atau meningkat sebesar 2,0. Peningkatan prosentase ketercapaian indikator dari prasiklus ke siklus I meningkat dari 60,83% mejadi 75% atau meningakat sebesar 14,17%, dari siklus I ke siklus II meningkat dari 75% menjadi 83,33% atau meningkat sebesar 8,33%, dari siklus II ke siklus III meningkat dari 83,33% menjadi 94,17% atau meningkat sebesar 10,83%. Dengan demikian dari prasiklus ke siklus III meningkat dari 60,83% meningkat menjadi 94,17& atau meningkat sebesar 33,33%.
Kata kunci: kompetensi sosial dan percakapan pribadi
PENDAHULUAN
Kompetensi sosial merupakan salah satu jenis kompetensi yang harus dimiliki oleh anak-anak dan pemilikan kompetensi ini merupakan suatu hal yang penting. Menurut Leahly (1985) kompentensi merupakan suatu bentuk atau dimensi evaluasi diri (self evaluation), dengan kompetensi yang dimilikinya. Kompetensi sosial adalah kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar berhasil dalam berhubungan dengan orang lain. Dalam kompetensi sosial ini termasuk keterampilan dalam interaksi sosial dan melaksanakan tanggung jawab sosial. Salah satu unsur kompetensi sosial yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah sikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak deskriminatif.
Walaupun kompetensi sosial merupakan salah satu bentuk dimensi evaluasi diri (self evaluation), namun sesuai dengan fungsi kepala sekolah sebagai motivator dan sebagai pemimpin (leader), yang salah satu perannya adalah mengawasi hubungan antara anggota-anggota kelompok (contoller of internal relationship), sehingga menjadi kewajiban kepala sekolah untuk selalu menjaga jangan sampai terjadi perselisihan dan berusaha mambangun hubungan yang harmonis. Sehingga kepala sekolah wajib membina kompetensi sikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak deskriminatif, yang merupakan salah satu kompetensi sosial yang harus dimiliki oleh seorang guru.
Kondisi di lapangan khususnya di SD Negeri 1 Jambon UPTD Pendidikan Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan, berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan pada bulan Juli 2016, diketahui bahwa kompetensi sikap sikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak deskriminatif yang dimiliki oleh guru masih tergolong lemah, hal ini terlihat dari sikap guru dalam menjaga hubungan baik dan peduli dengan teman sejawat (bersifat inklusif), Guru sering berinteraksi dengan peserta didik dan tidak membatasi perhatiannya hanya pada kelompok tertentu (bertindak objektif), dan cara Guru memperlakukan semua peserta didik secara adil, memberikan perhatian dan bantuan sesuai kebutuhan masing-masing, tanpa memperdulikan faktor personal (tidak deskriminatif).
Hasil pengamatan yang dilakukan kepada 10 (sepuluh) guru, dengan menggunakan skor 0 – 100, rata-rata nilian yang dicapai sebesar 56,67, rendahnya skor tersebut disebabkan oleh sikap guru yang cenderung kurang peduli dengan teman sejawat, dan dalam memberikan bantuan kepada peserta didik guru masih terbawa perasaan pilih kasih. Demikian pula dengan interaksi guru dengan peserta didik terkadang masih tepengaruh oleh faktor pribadi peserta didik.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka perlu adanya tindakan nyata, agar guru menyadari kekurangannya berinteraksi dengan teman sejawa, maupun dengan peserta didik agar terjalin hubungan yang harmonis. Sebagai kepala sekolah tindakan nyata tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun cara yang dipandang paling tepat adalah melakukan percakapan pribadi, hal ini dimaksudkan agar setelah mendapatkan pembinaan teknik percakapan pribadi ini guru dapat melakukan evaluasi diri (self evaluation).
Agar tindakan tersebut lebih nyata hasilnya, maka tindakan tersebut dirancang dalam bentuk penelitian tindakan sekolah, sehingga hasilnya dapat termonitor secara bertahap, sekaligus kegiatan ini merupakan kegiatan pengembangan profesionalisme, dengan judul penelitian: Percakapan Pribadi Sebagai Upaya Peningkatan Sikap Inklusif, Bertindak Objektif, Serta Tidak Deskriminatif Guru di SD Negeri 1 Jambon UPTD Pendidikan Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan Semester 1 Tahun Pelajaran 2016/2017.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana hasil pembinaan teknik percakapan pribadi terhadap peningkatan kompetensi sosial sikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak deskriminatif bagi guru SD Negeri 1 Jambon UPTD Pendidikan Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan semester I Tahun Pelajaran 2016/2017.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kompetensi sosial sikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak deskriminatif bagi guru SD Negeri 1 Jambon UPTD Pendidikan Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan semester I Tahun Pelajaran 2016/2017 setelah dilakukan pembinaan teknik percakapan pribadi.
KAJIAN TEORI
Supervisi
Menurut Sukirman, dkk (2010: 105), supervisi sebagai suatu proses pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar mereka dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik, pada akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang lebih baik yang disebut dengan supervisi klinis. Menurut Mulyasa (2006: 154) supervisi secara etimologi berasal dari kata “super†dan “visi†yang mengandung arti melihat dan meninjau dari atas atau menilik dan menilai dari atas yang dilakukan oleh pihak atasan terhadap aktivitas, kreativitas, dan kinerja bawahan. Menurut Sagala (2009: 194) supervisi adalah sebagai bantuan dan bimbingan profesional bagi guru dalam melaksanakan tugas instruksional guna memperbaiki hal belajar dan mengajar dengan melakukan stimulasi, koordinasi, dan bimbingan secara kontinu untuk meningkatkan pertumbuhan jabatan guru secara individual maupun kelompok.
Percakapan Pribadi
Menurut Sagala (2009: 217) percakapan pribadi adalah suatu teknik dalam pemberian layanan kepada guru latih dengan mengadakan pembicaraan tentang masalah yang dihadapi guru latih. Pertemuan pribadi antara supervisor dengan guru untuk membicarakan masalah-masalah khusus yang dihadapi guru. Umumnya materi yang dipercakapkan adalah hasil-hasil kunjungan kelas dan observasi kelas yang telah dilakukan oleh supervisor. Salah satu alat yang penting dalam supervisi adalah individual conference, sebab dalam individual conference seorang supervisor dapat bekerja secara individual dengan guru dalam memecahkan problema-problema pribadi yang berhubungan dengan jabatan mengajar (personal and profesional problmens) (Sahertian, 2000: 73).
Kompetensi Guru
Menurut Uno (2007: 63), kompetensi merupakan karakteristik yang menonjol bagi seseorang dan menjadi cara-cara berperilaku dan berfikir dalam segala situasi, dan berlangsung dalam periode waktu yang lama. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa kompetensi menunjuk pada kinerja seseorang dalam suatu pekerjaan yang bisa dilihat dari pikiran, sikap, dan perilaku. Sarimaya (2008: 17) mengemukakan kompetensi guru merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diwujudkan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalnya. Ditampilkan melalui unjuk kerja. Kompetensi guru dapat dimaknai sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran.
Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial menurut Syaiful Sagala (2009: 38) mengartikan bahwa kompetensi sosial berkaitan dengan kemampuan guru sebagai makhluk social dalam interaksi dengan orang lain. Jadi kompetensi sosial merupakan kemampuan seorang guru dalam berkomunikasi serta berinteraksi dengan orang lain, masyarakat, dan lingkungannya secara efektif. Menurut Asmani (2009: 141) kompetensi sosial guru merupakan kemampuan guru untuk memahami dirinya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan mampu mengembangkan tugas sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Lebih dalam lagi, kemampuan sosial ini mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru.
Indikator Kompetensi Sosial Dalam Meningkatkan Sikap Inklusif, Bertindak Objektif, Serta Tidak Deskriminatif
Kompetensi sosial dalam meningkatkan sikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskriminatif memiliki indikator sebagai berikut. (1) Guru memperlakukan semua peserta didik secara adil, memberikan perhatian dan bantuan sesuai kebutuhan masing-masing, tanpa memperdulikan factor personal, (2) Guru menjaga hubungan baik dan peduli dengan teman sejawat (bersikap inklusif), serta berkontribusi positif terhadap semua diskusi formal dan informal terkait dengan pekerjaannya, (3) Guru sering berinteraksi dengan peserta didik dan tidak membatasi perhatiannya hanya pada kelompok tertentu (misalnya peserta didik yang pandai, kaya, berasal dai daerah yang sama dengan guru)
Kerangka Pemikiran
Rendahnya kompetensi sosial sikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak deskriminatif, bisa diupayakan melalui pembinaan, salah satu teknik pembinaan yang dapat mendorong agar guru dapat melakukan evaluasi diri adalah teknik percakapan pribadi. Melalui tindakan nyata berupa penelitian tindakan sekolah, guru dapat mengetahui kekurangan dalam bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak deskriminatif, yang selama ini kurang mendapat perhatian guru. Melalui tindakan sekolah sikap guru dapat dipantau baik selama berinteraksi dengan peserta didik maupun berinteraksi dengan teman sejawat.
Hipotesis
Melalui pembinaan teknik percakapan pribadi, dapat meningkatkan kompetensi sosial sikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak deskriminatif bagi guru SD Negeri 1 Jambon UPTD Pendidikan Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan semester I Tahun Pelajaran 2016/2017.
METODE PENELITIAN TINDAKAN
Subjek dan Obyek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah guru SD Negeri 1 Jambon UPTD Pendidikan Kabupaten Grobogan sebanyak 10 guru. Pertimbangan pemilihan sumber data penelitian karena kurangnya kreatifitas dan inovasi sebagian besar guru dalam kegiatan mengajar. Adapun obyek penelitian ini adalah peningkatan sikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskriminatif.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Jambon Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan. Semester I Tahun Pelajaran 2016/2017, dimulai bulan September sampai dengan bulan Oktober 2016.
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model siklus yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (dalam Ritawati, 2008:69). Setiap siklus dilakukan dalam 4 (empat) langkah, yaitu (1) mengembangkan perencanaan awal, (2) pelaksanaan tindakan, (3) melakukan observasi terhadap tindakan dan (4) refleksi dan melakukan refleksi terhadap perencanaan kegiatan tindakan dan kesuksesan hasil yang diperoleh. Pada setiap pertemuan dilakukan pengamatan terhadap aktivitas guru selama proses pembelajaran yaitu 2 X 45 menit. Setiap akhir tindakan dinilai dengan instrument supervisi.
Teknik Pengumpulan Data
Data merupakan komponen utama dalam penelitian untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Sesuai dengan karakteristik penelitian kuantitatif, dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai instrumen utama pengumpulan data. Data yang diperoleh berupa data kuantitatif yaitu data hasil hasil penilaian yang dilakukan pada saat observasi terhadap sikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskriminatif berdasarkan indikator yang telah ditetapkan pada lembar observasi.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data, berupa lembar observasi utnuk menilai sikap guru. Lembar observasi tersebut merupakan data primer yang nantinya dioleh dan dilakukan analisis data. Penilaian dilakukan dengan menggunakan skor 1 dan 2, dengan ketentuan sebagai berikut:
Nilai 1, apabila sikap guru tidak sesuai dengan aspek/indikator yang dinilai
Nilai 2, apabila sikap guru sesuai dengan aspek/indikator yang dinilai.
Kategori penilaian adalah sebagai berikut.
Jumlah nilai 3,0 – 4,0               kategori kurang/lemah
Jumlah nilai 4,1 – 5,0               kategori cukup/sedang
Jumlah nilai 5,1 – 6,0               katerogori baik
Teknik Analisa Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini akan dilakukan dengan teknik analisis deskriptif. Teknik ini digunakan dengan cara membandingkan hasil yang diperoleh dari kegiatan prasiklus, siklus pertama, dan siklus kedua, sehingga akan diperoleh gambaran kemajuan kompetensi guru dalam bersikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskriminatif. Analisis data tersebut dilakukan selama proses tindakan berlangsung. Berdasarkan perbandingan hasil penilaian, selanjutnya dibuat narasi, tabel dan grafik.
Indikator Kinerja
Indikator kinerja adalah kriteria yang digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan dari kegiatan PTS. Hasil penelitian dikatakan berhasil apabila nilai rata-rata sikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskriminatif yang diperoleh oleh semua guru telah mencapai kreteria minimal kategori baik yang dinyatatakan dengan nilai 5 (lima), dengan prosentase ketercapaian telah mencapai 90%, artinya guru telah dapat melaksanakan aspek sikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak deskriminatif dengan baik.
HASIL PENELITIAN
Prasiklus
Kegiatan prasiklus dilakukan untuk mengetahui kondisi awal kemampuan guru dalam bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak deskriminatif. Kegiatan ini dilakukan dengan cara melakukan penilaian secara langsung kepada seluruh guru di SD Negeri 1 Jambon UPTD Pendidikan Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan. Kegiatan prasiklus dilakukan selama 1 (satu) minggu secara maraton, yang dimulai pada tanggal 8 sampai dengan tanggal 18 Agustus 2016, terhadap guru kelas 1 sampai kelas 6 (klas A-B).
Kegiatan prasiklus yang dilakukan peneliti adalah mengamati secara langsung sikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskriminatif, baik yang dilakukan terhadap teman sejawat maupun peserta didik. Penilaian interaksi guru dengan teman sejawat dilakukan di luar proses pembelajaran, sedangkan interaksi dengan peserta didik dilakukan saat guru melakukan proses pembelajaran dan di luar proses pembelajaran.
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa dari sepuluh guru yang dijadikan subjek penelitian, kompetensi sosial sikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak deskriminatif masih tergolong kurang yang dibuktikan dengan skor rata-rata sebesar 3.65. Berdasarkan kategorisasi penilaian yang telah ditentukan dari sepuluh guru, terdapat 1 guru yang mempunyai kemampuan cukup, sedangkan lainnya tergolong kurang. Prosentase ketercapaian indikator kemampuan guru dalam bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak deskriminatif menunjukkan bahwa rata-rata ketercapaian indikator kompetensi sosial guru dalam bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak deskriminatif sebesar 60.83%. Skor tersebut menunjukkan bahwa guru belum bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak deskriminatif belum maksimal, sehingga perlu dilakukan tindakan nyata. Adapun tindakan yang akan dilakukan adalah melakuka pembinaan teknik percakapan pribadi.
Siklus I
Sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan, guru melakukan pembelajaran seperti biasa, dan Peneliti melakukan pengamatan, selain peneliti, guru sebagai kolarator juga melakukan pengamatan, namun waktunya tidak bersamaan dengan peneliti, guru kolaborator dalam melakukan penilaian disesuaikan dengan kegiatan mengajar guru yang bersangkutan. Adapun hasil penilaian kompetensi sosial inklusif, bertindak objektif, serta tidak deskriminatif pada siklus I menunjukkan bahwa dari sepuluh guru yang dijadikan subjek penelitian, kompetensi sosial sikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskriminatif tergolong cukup yang dibuktikan dengan skor rata-rata sebesar 4,50. Ketercapaian komponen penilaian yang terdiri dari 3 komponen, hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata ketercapaian indikator kemampuan guru dalam bersikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskriminatif sebesar 75.00%. Skor tersebut menunjukkan bahwa kompetensi sosial guru dalam bersikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskriminatif belum maksimal.
Berdasarkan hasil pengamatan, menunjukan bahwa telah terjadi peningkatan kompetensi sosial bersikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskriminatif. Namun dari 10 guru yang dijadikan subyek penelitian, baru 1 (satu) guru memiliki kompetensi dengan kategori baik, sedangkan sembilan lainnya masih kurang dan cukup. Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, maka perlu dilakukan tindakan lanjutan, yaitu dengan memangil guru satu persatu untuk dibina dengan teknik percakapan pribadi pada kegiatan siklus berikutnya (siklus II).
Siklus II
Kegiatan observasi siklus II dilaksanakan tidak sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, hal ini disebabkan pada tanggal 1 Oktober 2016, banyak kegiatan peneliti dan guru yang tidak dapat ditinggalkan, sehingga jadwal observasi dimulai tanggal 2 Oktober 2016. Hasil rekapitulasi nilai kemampuan guru dalam bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak deskriminatif menunjukkan bahwa dari sepuluh guru yang dijadikan subjek penelitian, kompetensi sosial guru dalam bersikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskriminatif tergolong cukup yang dibuktikan dengan rata-rata skor sebesar 5.00. Prosentase ketercapaian komponen penilaian yang terdiri dari 3 komponen, hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata ketercapaian indikator kompetensi sosial bersikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskriminatif sebesar 83.33%. Skor tersebut menunjukkan bahwa kompetensi sosial guru dalam bersikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskriminatif termasuk kategori tinggi, artinya hampir semua komponen penilaian sudah dikuasai guru dengan baik. Berdasarkan nilai masing-masing guru, dan prosentase ketercapaian komponen, maka dapat diketahui kompetensi sosial guru dalam bersikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskriminatif tergolong tinggi.
Berdasarkan hasil pengamatan, menunjukan bahwa telah terjadi peningkatan kompetensi sosial bersikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskriminatif, namun belum mencapai indikator yang ditetapkan yaitu skor rata-rata belum tergolong baik dengan ketercapaian komponen masih kurang dari 85%. Berdasarkan kenyataan tersebut, masih perlu dilakukan tindakan lanjutan pada siklus III.
Siklus III
Kegiatan observasi siklus III dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, khusus untuk kolaborator jadwal disesuaikan dengan jadwal mengajar guru masing-masing, sehingga penilaian tidak dapat dilakukan secara bersama-sama. Hasil rekapitulasi nilai kompetensi sosial bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak deskriminatif menunjukkan dapat diketahui bahwa dari sepuluh guru yang dijadikan subjek penelitian, kompetensi sosial guru dalam bersikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskriminatif tergolong baik yang dibuktikan dengan rata-rata skor sebesar 5.65. Prosentase ketercapaian komponen penilaian yang terdiri dari 3 komponen, hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata ketercapaian indikator kompetensi sosial bersikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskriminatif sebesar 94.17%. Skor tersebut menunjukkan bahwa kompetensi sosial guru dalam bersikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskriminatif termasuk kategori tinggi, artinya hampir semua komponen penilaian sudah dikuasai guru dengan baik. Berdasarkan nilai masing-masing guru, dan prosentase ketercapaian komponen, maka dapat diketahui kompetensi sosial guru dalam bersikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskriminatif tergolong tinggi dengan ketercapaian komponen di atas 85%. Sehingga tidak perlu dilakukan penelitian selanjutnya.
PEMBAHASAN
Prasiklus dengan Siklus I
Peningkatan dari nilai rata-rata kegiatan prasiklus dengan siklus I ditunjukkan pada semua guru yaitu sebesar 0.85. Hal ini menunjukkan bahwa melalui supervisi klinis teknik percakapan pribadi, mampu meningkatkan kompetensi sosial bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak deskriminatif. Sedangkan ditinjau dari penguasaan komponen/aspek kompetensi sosial bersikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskriminatif, terjadi peningkatan pada seluruh aspek, perbandingan prasiklus dengan siklus I sebesar 14.17%.
Perbandingan Siklus I dengan Siklus II
Berdasarkan hasil penilaian terhadap kompetensi sosial bersikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskriminatif siklus I dengan siklus II mengalami peningkatan nilai rata-rata sebesar 0.50. sedangkan ditinjau dari penguasaan komponen/aspek kompetensi sosial bersikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskriminatif, terjadi peningkatan pada seluruh aspek, sebesar 8.33%.
Perbandingan Siklus II dengan Siklus III
Berdasarkan hasil penilaian terhadap kompetensi sosial bersikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskriminatif dari sikllus II ke siklus III, terjadi peningkatan nilai rata-rata sebesar 0.65. Peningkatan penguasaan komponen/ aspek bersikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskriminatif, terjadi peningkatan pada seluruh aspek, sebesar 10.83%.
Perbandingan Prasiklus dengan Siklus III
Berdasarkan hasil penilaian terhadap kompetensi sosial bersikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskriminatif dari prasiklus ke siklus III terjadi peningkatan nilai rata-rata sebesar 2.00. Peningkatan yang ditinjau dari penguasaan guru terhadap komponen/aspek bersikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskriminatif, terjadi peningkatan pada seluruh aspek, sebesar 33.33%.
PENUTUP
Kesimpulan
Supervisi klinis dengan teknik percakapan pribadi yang dilakukan oleh kepala sekolah kepada guru Sekolah Dasar Negeri 1 Jambon UPTD Pendidikan Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan mampu meningkatkan kompetensi sosial bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak deskriminatif. Peningkatan terjadi dari kegiatan prasiklus hingga siklus III. Peningkatan terjadi pada semua guru, dan semua aspek. Peningkatan kompetensi sosial bertindak objektif, serta tidak deskriminatif dari prasiklus ke siklsu I meningkat dari skor rata-rata sebesar 3,65 menjadi 4,50 atau meningkat sebesar 0,85. Dari siklus I ke siklus II meningkat dari 4,50 meningkat menjadi 5,0 atau meningkat 0,50. Dari siklus II ke siklus III meningkat dari skor rata-rata 5,0 meningkat menjadi 5,65 atau meningkat 0,65. Dengan demikian peningkatan dari prasiklus ke siklus III adalah 3,65 meningkat menjadi 5,65 atau meningkat sebesar 2,0. Peningkatan prosentase ketercapaian indikator dari prasiklus ke siklus I meningkat dari 60,83% mejadi 75% atau meningakat sebesar 14,17%, dari siklus I ke siklus II meningkat dari 75% menjadi 83,33% atau meningkat sebesar 8,33%, dari siklus II ke siklus III meningkat dari 83,33% menjadi 94,17% atau meningkat sebesar 10,83%. Dengan demikian dari prasiklus ke siklus III meningkat dari 60,83% meningkat menjadi 94,17& atau meningkat sebesar 33,33%.
Implikasi
Jika pembinaan guru dilakukan dengan menggunakan teknik yang tepat, maka dapat meningkatkan kompetensi guru. Jika peningkatan kompetensi sosial bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak deskriminatif yang dimiliki guru ingin berkembang, maka pembinaan yang tepat adalah menggunakan teknik percakapan pribadi.
Saran
Penelitian ini menyarankan untuk UPTD Pendidikan Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan, sebaiknya dalam melakukan pembinaan guru, sebaiknya dilakukan dengan menggunakan teknik yang sesuai dengan tujuan pembinaan, selain itu perlu dilakukan koordinasi antara pengawas dengan kepala sekolah dalam melaksanakan pembinaan guru, sehingga pembinaan yang diberikan oleh pengawas maupun kepala sekolah satu sama lain saling mendukung. Saran untuk Kepala Sekolah Lain, selain kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional, kepala sekolah perlu selalu mengingatkan pentingnya kompetensi kepribadian dan sosial dalam menunjang pelaksanaan tugas. Saran untuk Guru, sebaiknya guru selalu melakukan evaluasi diri terkait dengan kompetensi sosial dan kepribadian, sehingga profesionalisme guru semakin hari semakin berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
Asmani, Jamal Ma’mur. 2009. 7 Kompetensi Guru Menyenangkan dan Profesional. Yogyakarta: Power Books.
Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sagala, Syaiful. 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta.
Sahertian, Piet A. 2006. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Sarimaya, Farida. 2008. Sertifikasi Guru, Bandung: YramaWidya
Sukirman, Hartati; B. Suryosubroto; Tatang M. Amirin; Sutiman dan Setya Raharja. 2010. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Uno, Hamzah B, 2007, Profesi Kependidikan, Prolem, solus, dan reformasi Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Â