PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS VI

SD KATOLIK MAUMERE 1

 

Yustina Petronela

Guru di SD Katolik Maumere I, Sikka, Nusa Tenggara Timur

 

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penggunaan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan media konkret dalam peningkatan pembelajaran IPA tentang hantaran panas benda siswa kelas VI SD, mendeskripsikan peningkatan pembelajaran IPA tentang hantaran panas benda dengan penggunaan model Contextual Teaching and Learning (CTL) siswa kelas VI SD, dan mendeskripsikan kendala dan solusi penggunaan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam peningkatan pembelajaran IPA tentang hantaran panas benda siswa kelas VI SD. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian dilaksanakan dalam tiga siklus dan setiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas VI SD. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan tes. Validitas data menggunakan triangulasi sumber dan teknik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penerapan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan pembelajaran IPA siswa kelas VI SD.

 

Kata Kunci: Contextual Teaching and Learning (CTL), IPA

 

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan sarana yang penting bagi perkembangan kualitas sumber daya manusia. Peserta didik sebagai subjek utama dalam pendidikan membutuhkan pengembangan diri untuk menumbuhkan kreativitas yang dimiliki melalui proses pembelajaran. Keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran sangat diperlukan agar pembelajaran lebih efektif. Suasana pembelajaran yang efektif dapat tercipta apabila guru sebagai pengajar bagi peserta didik mampu menggunakan model pembelajaran yang sesuai dan inovatif.

Pada kondisi nyata di sekolah, khususnya siswa kelas VI SD Katolik Maumere 1, peneliti melihat model pembelajaran yang digunakan masih konvensional, pada umumnya guru hanya menjelaskan materi secara teoretis dalam pembelajaran khususnya pelajaran IPA materi tentang hantaran panas benda. Siswa hanya menjadi objek pembelajaran yang cenderung pasif yang menyebabkan siswa kurang termotivasi dalam mengikuti pelajaran. Hal tersebut terlihat bahwa dalam rapor, nilai IPA sering mendapat peringkat yang rendah. Berdasarkan observasi sementara yang dilakukan peneliti di kelas VI SD Katolik Maumere 1 pada materi hantaran panas benda yang diambil dari nilai ulangan hasilnya cenderung masih jauh dari KKM yang seharusnya 75. Sedangkan siswa yang memperoleh nilai ketuntasan klasikal dengan rentang nilai 66 sampai 100, hanya dicapai oleh 7 (tujuh) siswa dari 20 siswa. Ini berarti bahwa siswa yang tuntas hanya 35%%.

Dalam pembelajaran diperlukan suatu konsep pemahaman yang tepat. Oleh karena itu, seorang guru hendaknya dapat menanamkan konsep yang tepat kepada siswa. Namun, dalam kenyataannya pemahaman konsep sulit ditanamkan kepada siswa, terutama dalam pembelajaran IPA.

Salah satu strategi pembelajaran yang melibatkan siswa aktif adalah dengan menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL). Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dikembangkan untuk mencapai pembelajaran akademik, model Contextual Teaching and Learning (CTL) juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sanjaya bahwa model Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan nyata (Sa’ud, 2008:162)

Masa usia sekolah dasar (sekitar 6-12 tahun) merupakan tahapan perkembangan penting dan bahkan fundamental bagi kesuksesan perkembangan selanjutnya. Jean Piaget menyatakan taraf berpikir siswa kelas III Sekolah Dasar (usia 7-11 tahun) termasuk dalam taraf berpikir konkret-operasional. Dalam taraf ini anak sudah mengenal sesuatu berdasarkan gambaran nyata atau kenyataan yang dibuat dalam gambar (Monks, Knoers dan Haditono, 2006: 217).

Izzaty, dkk. (2008) menyatakan: Masa kanak-kanak akhir dibagi menjadi dua fase yaitu: (1) masa kelas-kelas rendah Sekolah Dasar yang berlangsung usia 6/7 tahun-9/10 tahun, biasanya mereka duduk di kelas 1, 2, dan 3 Sekolah Dasar, (2) masa kelas-kelas tinggi Sekolah Dasar, yang berlangsung antara usia 9/10 tahun-12/13 tahun, biasanya mereka duduk di kelas 4, 5, dan 6 Sekolah Dasar (hlm. 116).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik siswa kelas VI SD antara lain: berusia antara 12 sampai 13 tahun, berada pada masa berkembang secara holistik, berada pada fase operasional konkret, memiliki rasa ingin tahu yang kuat, senang bermain dan lebih suka bergembira/riang, suka mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal, mengeksplorasi suatu situasi dan mencobakan usaha-usaha baru, terdorong untuk berprestasi, belajar secara efektif ketika mereka merasa puas dengan situasi yang terjadi, belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, berinisiatif, dan mengajar anak-anak lainnya, telah mampu berpikir logis, fleksibel, mengorganisasi dalam aplikasi terhadap benda konkret, Anak aktif bergerak dan mempunyai perhatian yang besar pada lingkungannya, tidak suka mengalami ketidakpuasan dan menolak kegagalan-kegagalan.

Iskandar (1996) menjelaskan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan manusia yang luas yang didapatkan dengan cara observasi dan eksperimen yang sistematik, serta dijelaskan dengan bantuan aturan-aturan, hukum-hukum, prinsip-prinsip, teori-teori dan hipotesis-hipotesis (hlm.2)

Fowler mengungkapkan bahwa IPA adalah pengetahuan yang bersifat sistematis, dan dirumuskan, yang berkaitan dengan gejala-gejala kebendaan yang berdasar pada pengamatan dan penyimpulan dari hal-hal yang umum ke hal-hal yang khusus (Trianto, 2009: 136).

Kata “Sains” biasa diterjemahkan dengan Ilmu Pengetahuan Alam yang berasal dari kata Natural science. Natural artinya alamiah dan berhubungan dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Jadi Sains secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan tentang alam atau yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. (Bundu, 2006: 9).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan pengertian IPA yaitu cara mencari tahu tentang alam secara sistematis yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah dan menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang pengetahuan alam dan fisik.

Soekamto mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar (Trianto, 2009: 22).

Menurut Suprijono (2009) pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannnya dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (hlm. 79).

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching And Learning (CTL) menurut Nurhadi (2003) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antar materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa (Sugiyanto, 2008: 18)

Menurut Blanchard (2001) pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman sesunggguhnya (Trianto, 2009: 105).

Berdasarkan ketiga pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu proses pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan kehidupan siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dalam konteks pribadi, sosial, dan budaya sehingga siswa benar-benar memperoleh pemahaman tentang apa yang telah dipelajarinya.

Penggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL) ini diharapkan siswa menjadi lebih antusias dalam mengikuti pelajaran serta lebih mudah dalam memahami konsep pembelajaran IPA. Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan media konkret diharapkan membuat siswa belajar secara aktif dan berpartisipasi dalam kelompok.

Ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontekstual, yaitu: pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge), pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya, pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge), melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut (Trianto, 2009:110-111).

Menurut Sanjaya (2006) Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas. Asas- asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pedekatan CTL. Seringkali asas ini disebut juga komponen- komponen CTL (hlm. 264).

Berdasarkan beberapa pendapat, peneliti mengembangkan langkah-langkah pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), sebagai berikut:

1.     Mengembangkan pemikiran anak akan belajar bermakna (Konstruktivisme).

2.     Melaksanakan kegiatan inkuiri (Inkuiri).

3.     Menciptakan masyarakat belajar (Masyarakat Belajar).

4.     Mengembangkan sifat ingin tahu dengan bertanya (Bertanya).

5.     Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran (Pemodelan).

6.     Melakukan refleksi (Refleksi).

7.     Melakukan penilaian yang sebenarnya (Penilaian sebenarnya).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis termotivasi untuk mengadakan penelitian tindakan kelas di SD Katolik Maumere 1 kelas VI Semester 1 tahun ajaran 2018/2019 dengan judul “Penerapan Model Contextual Teaching And Learning (CTL) Dalam Pembelajaran IPA Siswa Kelas VI SD Katolik Maumere 1 Tahun Ajaran 2018/2019”.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, peneliti pada penelitian ini menuliskan rumusan masalah penelitian yaitu (1) bagaimana langkah-langkah penggunaan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam peningkatan pembelajaran IPA tentang hantaran panas benda siswa kelas VI SDK Maumere 1 tahun ajaran 2018/2019? (2) apakah penggunaan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan media konkret dapat meningkatkan pembelajaran IPA tentang hantaran panas benda siswa kelas VI SD Katolik Maumere 1 tahun ajaran 2018/2019? (3) apakah kendala dan solusi penggunaan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan media konkret dalam peningkatan pembelajaran IPA tentang hantaran panas benda siswa kelas VI SD Katolik Maumere 1 tahun ajaran 2018/2019?

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu (1) mendeskripsikan penggunaan model Contextual Teaching and Learning (CTL dalam peningkatan pembelajaran IPA tentang hantaran panas benda siswa kelas VI SD Katolik Maumere 1 tahun ajaran 2018/2019. (2) mendeskripsikan peningkatan pembelajaran IPA tentang hantaran panas benda dengan penggunaan model Contextual Teaching and Learning (CTL) siswa kelas VI SD Katolik Maumere 1 tahun ajaran 2018/2019. (3) mendeskripsikan kendala dan solusi penggunaan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam peningkatan pembelajaran IPA tentang hantaran panas benda siswa kelas VI SD Katolik Maumere 1 tahun ajaran 2018/2019.

METODE PENELITIAN

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan di SD Katolik Maumere 1. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2018/2019. Penelitian ini menggunakan 3 siklus yang terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Sesuai dengan pendapat Arikunto (2008: 3) bahwa kegiatan dalam penelitian tindakan kelas dilaksanakan melalui proses pengkajian secara bertahap yang terdiri dari empat tahap, yaitu tahap pertama perencanaan (planning), kemudian melaksanakan tindakan (acting), pengamatan (observing) dan kegiatan refleksi (reflecting). Dalam penelitian ini subjek penelitian yang dikenai tindakan adalah siswa kelas VI SD Katolik Maumere 1 Tahun Pelajaran 2018/2019 yang berjumlah 20 siswa. Sumber data yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini, yaitu siswa, guru kelas VI, observer dan dokumen. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan tes hasil belajar. Validitas data menggunakan triangulasi sumber dan teknik. Analisis data menggunakan teknik analisis statistik deskriptif dan kuantitatif. Teknik analisis data menggunakan analisis model interaktif yang terdiri dari reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan penelitian tindakan kelas diawali dengan observasi terhadap pembelajaran IPA di kelas V SD Katolik Maumere 1 pada pratindakan untuk mengetahui kondisi awal siswa kelas VI. Berdasarkan observasi awal tentang pelaksanaan pembelajaran IPA, diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran IPA lebih sering dilakukan oleh guru dengan menggu-nakan pembelajaran yang konvensional. Kondisi belajar seperti itu juga berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam menyerap materi baik itu dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor yang berakibat pada rendahnya hasil belajar siswa.

Berdasarkan data yang diperoleh pada pelaksanaan observasi guru pada siklus I, terjadi peningkatan yang signifikan, dari pertemuan 1 mencapai 65,3% ke pertemuan 2 yaitu mencapai 77,7%, dengan rata-rata observasi guru siklus I mencapai 71,5%. Pada siklus II terjadi peningkatan, yaitu pada pertemuan 1 mencapai 81,1% dan pada pertemuan 2 meningkat menjadi 82,8%, rata-rata observasi guru siklus II mencapai 81,9%. Pada siklus III mengalami penilaian yang memuaskan bagi peneliti karena target indikator kinerja yang direncanakan dapat tercapai. Guru dapat melaksanakan pembelajaran dengan menggunaan model Contextual Teaching and Learning (CTL) secara maksimal dalam pembelajaran. Pada pertemuan 1 mencapai 88,3% dan pada pertemuan 2 mencapai 91,1%, rata-rata observasi guru siklus III mencapai 89,7%.

Proses belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam peningkatan pembelajaran IPA dari setiap siklus mengalami peningkatan, seiring dengan pemahaman guru terhadap karakteristik siswa kelas VI SD. Pada siklus I terjadi peningkatan yang signifikan, dari pertemuan 1 mencapai 61,4% ke pertemuan 2 yaitu mencapai 79,9%, rata-rata observasi siswa siklus I mencapai 70,6%. Pada siklus II terjadi peningkatan, yaitu pertemuan 1 mencapai 74,7% dan pada pertemuan 2 meningkat menjadi 80,3%, rata-rata observasi siswa siklus II mencapai 77,5%. Pada siklus III mengalami penilaian yang memuaskan bagi peneliti karena target indikator kinerja yang direncanakan dapat tercapai. Guru dapat melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan langkah-langkah model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan media konkret dalam pembelajaran secara maksimal dan efektif, yaitu pertemuan 1 mencapai 86,1% dan pada pertemuan 2 mencapai 90,3%, rata-rata observasi siswa siklus III mencapai 88,2%.

Hasil belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam peningkatan pembelajaran IPA dari setiap siklus mengalami peningkatan. Pada siklus I terjadi peningkatan, dari pertemuan 1 mencapai 63,6% ke pertemuan 2 yaitu mencapai 73%, rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I mencapai 68,3%. Pada siklus II terjadi peningkatan, yaitu pertemuan 1 mencapai 72,2% dan pada pertemuan 2 meningkat menjadi 75,9%, rata-rata hasil belajar siswa siklus II mencapai 75,6%. Pada siklus III mengalami peningkatan, yaitu pertemuan 1 mencapai 88,7% dan pada pertemuan 2 mencapai 89,5%, rata-rata hasil belajar siswa siklus III mencapai 89,1%.

Penelitian yang sudah dilakukan telah menemukan langkah-langkah yang tepat dalam pembelajaran IPA kelas VI SD Katolik Maumere 1. Berikut langkah-langkah dalam peningkatan pembelajaran IPA menggunakan model Contextual Teaching and Learning(CTL) dengan media konkret yaitu (1) kontruktivisme, (2) inkuiri, (3) masyarakat belajar, (4) bertanya, (5) pemodelan, (6) refleksi, dan (7) penilaian sebenarnya.

Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model Contextual Teaching and Learning(CTL) tersebut tidak berbeda jauh dengan langkah-langkah yang dikemukakan oleh salah satu ahli yang mengemukakan bahwa langkah model Contextual Teaching and Learning(CTL) meliputi pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge), pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya, pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge), melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut (Trianto, 2009:110-111).

Kendala yang dihadapi yaitu (1) guru kurang maksimal menggunaan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan media konkret, (2) guru tidak memberikan penguatan kepada siswa, (3) guru cepat menjelaskan materi, (4) siswa belum terbiasa berkelompok, (5) siswa bermain ketika pembelajaran, sedangkan solusinya yaitu (1) peneliti dan guru berkoordinasi lebih lanjut sebelum melakukan tindakan selanjutnya, (2) guru memberi penguatan dan penghargaan pada siswa, (3) guru memperjelas materi, (4) membiaskan siswa belajar berkelompok, (5) menegur siswa yang gaduh.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dengan menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan media konkret dalam peningkatan pembelajaran IPA tentang hantaran panas benda siswa kelas VI SD Katolik Maumere 1 Tahun Pelajaran 2018/2019, dapat diambil kesimpulan, pertama Langkah-langkah model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan media konkret dalam peningkatan pembelajaran IPA tentang hantaran panas benda siswa kelas VI SD Katolik Maumere 1 Tahun Pelajaran 2018/2019 menggunakan langkah yaitu (1) mengembangkan pemikiran anak akan belajar bermakna (kontruktivisme), (2) melaksanakan kegiatan inkuiri (inkuiri), (3) menciptakan masyarakat belajar (masyarakat belajar), (4) mengembangkan sifat ingin tahu dengan bertanya (bertanya), (5) menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran 9 pemodelan), (6) melakukan refleksi (refleksi), dan (7) melakukan penilaian yang sebenarnya (penilaian sebenarnya). Kedua, Penggunaan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan pembelajaran IPA tentang hantaran panas benda siswa kelas VI SD Katolik Maumere 1 Tahun Pelajaran 2018/2019. Ketiga, Kendala penggunaan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan media konkret dalam pembelajaran IPA tentang hantaran panas benda siswa kelas VI SD Katolik Maumere 1 adalah (1) guru kurang maksimal dalam penggunaan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan media konkret, (2) guru tidak memberikan penguatan kepada siswa, (3) guru cepat menjelaskan materi, (4) siswa belum terbiasa dalam berkelompok,(5) siswa bermain ketika pembelajaran. Adapun solusinya penggunaan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan media konkret dalam pembelajaran IPA tentang hantaran panas benda siswa kelas VI SD Katolik Maumere 1 adalah (1) peneliti dan guru berkoordinasi lebih lanjut sebelum melakukan tindakan selanjutnya, (2) guru memberi penguatan dan penghargaan pada siswa, (3) guru memperjelas materi, (4) membiaskan siswa dengan belajar secara berkelompok, (5) menegur siswa yang gaduh.

Berdasarkan pembahasan hasil pe-nelitian dan kesimpulan maka ada beberapa saran membangun yang peneliti sampaikan kepada siswa, guru, sekolah, dan peneliti guru berikutnya. Bagi guru, disarankan untuk memperhatikan penguatan untuk diberikan kepada siswa agar siswa lebih termotivasi, dan juga memperhatikan aktifitas belajar siswa agar siswa bekerjasama dalam diskusi supaya dapat meningkat prestasinya. Bagi siswa, disarankan untuk lebih fokus dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. selain itu aktifitas belajar siswa juga diharapkan lebih dikendalikan agar pelaksanaan kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan lebih kondusif. Bagi sekolah, meningkatkan jumlah media pelajaran yang tersedia sehingga memudahkan guru dalam memberi pengalaman belajar pada siswa. Selain itu sekolah juga disarankan untuk mensosialisasikan penggunaan model Contextual Teaching and Learning (CTL) karena terbukti dapat meningkatkan proses dan hasil belajar siswa. Bagi guru berikutnya, Penelitian ini dapat dikembangkan tidak hanya pada mata pelajaran IPA dan hanya pada kelas VI saja tetapi dapat diterapkan pada mata pelajaran lain.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S., Suhardjono, & Supardi. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Bundu, Patta. (2006). Penilaian keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dakam Pembelajaran sains Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas.

Iskandar, S.M. (1996). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung: CV. Maulana.

Izzaty,R.E., Suardiman, S.P., Ayriza,Y., Purwandari, Hiryanto, & Kusmaryani, R.E. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press.

Monks, Knoers, & Haditono, S. R. (2006). Psikologi Perkembangan Pengantar dalam berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Padmono. (2011). Media Pembelajaran. Surakarta: FKIP UNS.

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Bandung: Kencana Prenada Media Group.

Sa’ud, U.S. (2008). Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sugiyanto. (2008). Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: UNS.

Sumiati & Asra. (2009). Metode Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.

Suprijono, A. (2009). Cooperative Learning Teori & Aplikasi Paikem. Surabaya: Pustaka Pelajar.

Trianto. (2009). Mendesain Model- Model Pembelajaran Inovatif- Progresif. Surabaya: Kencana Prenada Media Group.