Guru Idola
GURU IDOLA: ANTARA KONSEP DAN REALITA
Haryadi Purnomo Raharjo
SMK Negeri 2 Sukoharjo
ABSTRAK
Pendidikan sebagai bagian integral kehidupan masyarakat di era global harus dapat member dan memfasilitasi bagi tumbuh dan berkembangya ketrampilan intelektual, social dan personal. Pendidikan harus menumbuhkan berbagai kompetensi peserta didik. Ketrampilan intelektual, social dan personal dibangun tidak hanya dengan landasan rasio dan logika saja, tetapi juga inspirasi, kreativitas, moral intuisi (emosi) dan spiritual. Guru sebagai medium pendekat antara materi dan peserta didik, pembelajaran seharusnya menjadi aktivitas bermakna yakni pembebasan untuk mengaktualisasikan seluruh potensi kemanuasiaan, bukan sebaliknya. Belajar bukannya manifestasi keterpaksaan dan mobilisasi, tetapi adalah manifestasi kesadaran dan partisipasi. Hakekat pendidikan itu sendiri yaitu memanusiakan manusia atas seluruh potensi kemanusiaan yang dimiliki secara kodrati. Peran guru dalam aktivitas pembelajaran sangat kompleks. Guru tidak sekedar menyampaikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik, akan tetapi juga dituntut untuk memainkan berbaga peran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik. Disamping itu peran serta guru dalam membentuk peserta didik menjadi insan-insan penerus bangsa yang berkarakter juga sangat dibutuhkan dan tidak bisa ditawar lagi. Guru harus selalu mengajarkan kepada peserta didiknya di setiap saat harus lebih baik (tiap waktu dengan naik kelas kehidupan). Tidak hanya contoh tetapi guru senantiasa menjadi motivator untuk lebih baik dan maju kepada peserta didik dalam menjalani masa sekarang dan menghadapi masa depan dan hal ini apabila kita menelisik ke depan guru juga sangat berpengaruh pada kemajuan suatu bangsa.
Kata kunci: guru, idola, pendidikan
KONSEP GURU IDOLA
Menurut Acep Yonny-Sri Rahayu Yunus (2011), guru memiliki peran yang sangat pentig dalam dunia pendidikan. Guru tidak sekedar dituntut memiliki ke-mampuan mentransformasikan pengetahu-an dan pengalamannya, memberikan ke-tauladanan, tetapi juga diharapkan mampu menginspirasi anak didiknya agar mereka dapat mengembangkan potensi diri dan memiliki akhlak yang baik.
Bagaimanakah konsep Banyak menjadi guru idola? Yang dimaksud idola adalah apabila para peserta didik yang merasa nyaman bila berada dalam suasana pembelajarannya. Diidolakan para peserta didik karena mampu menjadi teladan bagi peserta didiknya. Sikap, perilaku dan bicaranya menjadi contoh dan harapan peserta didik. Kehadirannya akan dinanti para peserta didik dan membuat belajar menjadi menyenangkan. Mereka pun merasakan betapa menyenangkan berada di sekolah sebagai tempat kedua setelah rumah.
Untuk bisa menjadi guru idola para guru harus menata diri, memperbaiki hal-hal yang kurang tepat dilakukan oleh guru dan senantiasa belajar. Sejatinya, guru adalah bagian integral dari organisasi pendidikan di sekolah secara menyeluruh. Agar sebuah organisasi termasuk organi-sasi pendidikan di sekolah mampu meng-hadapi perubahan dan ketidakpastian yang menjadi ciri kehidupan modern.
Peter Senge (2000) mengingatkan perlu mengembangkan sekolah sebagai sebuah organisasi pembelajar. Di antara karakter utama organisasi pembelajar adalah senantiasa mencermati perubahan internal dan eksternal yang diikuti dengan penyesuaian diri dalam rangka memperta-hankan eksistensinya.
Syarat mutlak terciptanya organi-sasi pembelajar adalah terwujudnya ma-syarakat pembelajar di tubuh organisasi tersebut. Oleh sebab itu dalam konteks sekolah, guru secara individu maupun secara bersama-sama dengan masyarakat seprofesinya harus didorong untuk menjadi bagian dari organisasi pembelajar melalui keterlibatannya secara sadar dan sukarela serta terus menerus dalam berbagai kegiatan guna mengembangkan kompeten-sinya.
Tidak ada guru yang langsung menjadi idola para peserta didik, meskipun secara fisik penampilan guru tersebut patut dipertimbangkan misalnya: wajah dan penampilan. Guru idola bukan hanya guru yang digugu dan ditiru saja, tetapi tercermin dari tingkah lakunya yang selalu satu kata antara perkataan dan perbuatan. Mampu memberikan keteladanan kepada teman sejawat dan anak didiknya. Bersifat santun dan sopan, mempunyai kreatifitas dan inovasi dalam pembelajaran.
Sigit Setyawan, menulis bahwa guru adalah manusia pengabdi, meng-ajukan dan member diriuntuk menggerak-kan hajatan pendidikan dan pengajaran. Guru tak sekedar profesi dengan tugas mengajar di kelas, member nilai, bersera-gam rapi dan berceramah di depan peserta didik. Guru adalah manusia dengan kehor-matan sebagai panutan, acuan mengisah-kan peradaban berpijak ke pendidikan-pengajaran.
Menurut Agus Suprijono (2009) Pendidikan sebagai bagian integral kehi-dupan masyarakat di era global harus da-pat member dan memfasilitasi bagi tumbuh dan berkembangya ketrampilan intelektual, social dan personal. Pendidikan harus me-numbuhkan berbagai kompetensi peserta didik. Ketrampilan intelektual, social dan personal dibangun tidak hanya dengan landasan rasio dan logika saja, tetapi juga inspirasi, kreativitas, moral intuisi (emosi) dan spiritual.
Guru sebagai medium pendekat antara materi dan peserta didik, pembela-jaran seharusnya menjadi aktivitas bermak-na yakni pembebasan untuk mengaktuali-sasikan seluruh potensi kemanuasiaan, bu-kan sebaliknya. Belajar bukannya manifest-tasi keterpaksaan dan mobilisasi, tetapi adalah manifestasi kesadaran dan partisi-pasi. Hakekat pendidikan itu sendiri yaitu memanusiakan manusia atas seluruh potensi kemanusiaan yang dimiliki secara kodrati.
Peran guru dalam aktivitas pembe-lajaran sangat kompleks. Guru tidak seke-dar menyampaikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik, akan tetapi juga dituntut untuk memainkan berbaga peran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik. (Sugihartono, dkk: 2007)
Disamping itu peran serta guru dalam membentuk peserta didik menjadi insan-insan penerus bangsa yang berkarakter juga sangat dibutuhkan dan tidak bisa ditawar lagi. Guru harus selalu mengajarkan kepada peserta didiknya di setiap saat harus lebih baik (tiap waktu dengan naik kelas kehidupan). Tidak hanya contoh tetapi guru senantiasa menjadi motivator untuk lebih baik dan maju kepada peserta didik dalam menjalani masa sekarang dan menghadapi masa depan dan hal ini apabila kita menelisik ke depan guru juga sangat berpengaruh pada kemajuan suatu bangsa.
REALITAS GURU
Tuntutan kepada para guru untuk memainkan peran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi anak didik secara optimal. Kondisi yang harus diperhatikan guru agar proses pembelajaran yang dilakukan menarik, bermakna, dan memberikan tantangan kepada peserta didik, yaitu guru harus mempunyai rasa: atensi/perhatian, relevansi, kepercayaan diri dan kepuasan akan profesinya.
Sudahkah peningkatan kualitas pendidikan diupayakan oleh pendidik? Apa-kah guru sudah menggunakan cara dengan meningkatkan kualitas dan mengefektifkan metode pembelajaran yang bertujuan pencapaian prestasi peserta didik lebih optimal? Semua tadi yang bisa membukti-kan adalah masyarakat.
Bukti hasil pendidikan adalah ke-mampuan peserta didik dalam menyesuai-kan diri terhadap lingkungan, menerapkan nilai kemasyarakatan dan tingginya pencapaian prestasi belajar. Tetapi masih dijumpai berbagai hal yang terjadi baik dalam tataran peserta didik dan guru sendiri yang masih jauh dari sifat idola dan keteladanan dengan berbagai hal dan masalah pendidikan di tanah air.
Realita yang terjadi pada saat ini sudahkah guru-guru kita saat ini menjadi figur pujaan para anak didik yang senantiasa dirindukan sekaligus diikuti tutur dan perilakunya? Seiring dengan profesi guru yang semakin diincar banyak orang, karena dari hari ke hari tingkat kesejahteraan guru semakin baik. Inilah yang banyak disorot pada waktu-waktu ini dengan tunjangan sertifikasi guru.
Ternyata, dengan mengalirnya uang ke kantong guru tersebut, tidak serta-merta diikuti oleh pelayanan pendi-dikan yang semakin baik dan berkualitas. Bahwa ternyata imbas sertifikasi tersebut hanya berdampak pada kesejahteraan guru. Belum menyentuh pada peningkatan kualitas guru yang nantinya akan berujung pada peningkatan kualitas mutu pendidikan. Tidak adanya perubahan kompetensi guru yang berarti antara sebelum dan sesudah sertifikasi.
Jaman telah sedemikian modern dan gaya hidup telah bergeser, perubahan zaman namun masih banyak didapati para guru yang mengajar dengan cara-cara konvensional yang cenderung monoton, jadul dan membosankan. Suasana kelas yang senyap, peserta didik duduk dengan kaku, tangannya di atas meja, kakinya rapat, mulutnya terkunci, hanya matanya yang mengikuti gerak gurunya. Hal itu dianggap guru yang berhasil karena mam-pu menenangkan para peserta didiknya sedemikian rupa.
Sementara suasana kelas yang heboh, berisik, penataan bangku yang tidak biasanya dan anak bebas bergerak ke sana-kemari, itu dianggap guru yang gagal karena tidak bisa mengondisikan peserta didik untuk diam. Padahal, guru tersebut sedang menerapkan metode pembelajaran dengan metode bermain ataupun metode yang lain. Seluruh peserta didik terlibat aktif berdiskusi dan memperagakan sesuai tema pembelajaran. Tetapi kegiatan tersebut diatas jarang atau bahkan tidak dilakukan oleh guru sama sekali.
Menurut J. Sumardianta, kultur pendidikan di Indonesia terlalu memuja brain memory (penguasaan pengetahuan kognitif) dan mengabaikan kecakapan lunak maupun keras. Hal inilah yang melahirkan guru-guru yang terjebak dalam rutinitas mengejar pemenuhan kurikulum.
KESIMPULAN DAN SARAN
Sosok guru yang dianggap mem-bawa hasil besar dalam karirnya baik dalam tataran filosofis maupun praktis, tentunya tidak lepas dari syarat yang dimiliki oleh guru, yaitu: syarat personal, emosional, sosial, dan syarat profesional. Syarat terse-but apabila disederhanakan akan menjadi tiga inti yaitu: beragama, berilmu dan beramal.
Secara tuntutan profesional untuk mencapai keteladanan dan akhirnya bermuara pada guru idola, maka guru ha-rus mampu berbuat hal-hal sebagai beri-kut:
a. Guru harus berani tampil beda, artinya tidak terjebak pada hal-hal yang rutinitas. Guru harus guru senantiasa berinovasi dan berimprovisasi dalam setiap kegiatan pembelajaran dengan segenap kekuatan diri dan fasilitas yang dimiliki. Dengan kata lain, guru mampu melahirkan ide-ide dalam mengelola pembelajaran agar menjadi daya tarik dan motivasi bagi peserta didik untuk belajar. Seperti menerapkan berbagai model dan metode mengajar, menciptakan alat peraga atau media pembelajaran dan berbagai strategi atau pendekatan pembelajaran lainnya.
b. Guru harus mengembangkan bakat atau kelebihan yang dipunyai. Keunikan yang dimaksud, bisa hanya dimiliki guru seorang tetapi bisa juga guru lain juga memiliki, tetapi dia mampu mengemas dan menyajikan sesuatu yang berbeda. Bakat ini meliputi berbagai bidang, baik seni, olahraga maupun keahlian khusus, seperti dalam penulisan, teknologi informasi, kemampuan komunikasi atau bahasa dan berbagai keterampilan yang dimiliki guru. Kelebihan ini yang harus dikolaborasikan dalam proses pembelajaran, sehingga tercipta suasana belajar yang lebih hidup dan bergairah.
c. Guru harus memiliki kompetensi ke-pendidikan yang mumpuni. Kompetensi ini meliputi kepribadian, sosial, pedagogik dan profesional.
Berpijak dari itu, guru idola adalah sosok pribadi yang jujur, santun, berakhlak mulia, berwibawa, tidak diskriminatif dan mampu menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat. Selai itu pemahaman dan berpedoman pada kode etik guru, yang berisi norma dan etika bagi guru dalam menjalankan keprofesiannya. Mulai dari hubungan dengan peserta didik, orangtua, masyarakat, sesama guru, organisasi profesi dan pemerintah. Semua itu harus menjadi komitmen dan tanggung jawab demi menjaga martabat seorang guru.
DAFTAR PUSTAKA
J. Sumardianta. Guru Gokil Murid Unyu. Yogyakarta: Bintang Pustaka
Sigit Setyawan. Guruku Panutanku. Yogyakarta: Kanisius
Acep Yonny dan Sri Rahayu Yunus. (2011) Begini Cara Menjadi Guru Inspiratif Disenangi Siswa. Yogyakarta: Pustaka Widyatama
Agus Suprijono. (2009) Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sugihartono dkk. (2007). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press