Hubungan Pengalaman Dan Motivasi Kerja
HUBUNGAN PENGALAMAN DAN MOTIVASI KERJA
DENGAN KINERJA GURU MADRASAH ALIYAH DI KOTA SURAKARTA
Ibnu Sarjono
Pengawas Pendidikan Surakarta
ABSTRAK
Tujuan penelitian yang penulis lakukan adalah untuk mengetahui Hubungan Pengalaman dan Motivasi Kerja dengan Kinerja Guru Madrasah Aliyah di Kota Surakarta.Tiga hipotesis diajukan dalam penelitian ini. Pertama, terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pengalaman kerja dengan kinerja guru. Kedua, terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja guru. Ketiga, terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pengalaman dan motivasi kerja dengan kinerja guru.Untuk memperoleh sejumlah data yang penulis harapkan sesuai dengan tujuan penelitian di atas, penulis menggunakan instrumen angket yang langsung penulis berikan kepada seluruh responden yang berjumlah 126 guru yang dipilih dengan cara memberikan kesempatan yang sama antara guru negeri (PNS) dan guru suwasta, karena itu dalam penelitian ini tidak mengambil sampel. Keshahihan butir instrumen diuji dengan menggunakan rumus korelasi product moment dari Pearson. Dan selanjutnya dikoreksi dengan rumus formula Guilford yang disebut juga dengan “The Correction of Correlation for Spurious Overlap”. Untuk uji keterandalan instrumen digunakan rumus Alpha Cronbach.Dari data yang diperoleh dianalisis dengan statistik korelasi dan regresi yang selanjutnya diuji dengan uji F, dengan menggunakan analisis program SPSS 10,0 for windows. Hasil analisis menunjukkan bahwa antara pengalaman kerja dengan kinerja guru terdapat korelasi yang berarti, yaitu R = 0,175, koefisien determinasingya R2 = 0,030, kontribusi yang disumbangkan pengalaman kerja terhadap kinerja guru sebesar 3%. Demikian juga antara motivasi kerja dengan kinerja guru mempunyai korelasi yang sangat berarti, yaitu R = 0,831, koefisien determinasingya R2 = 0,691, kontribusi yang disumbangkan pengalaman kerja terhadap kinerja guru sebesar 69,1%. Selanjutnya pengalaman dan motivasi kerja secara bersama-sama dengan kinerja guru mempunyai korelasi yang sangat berarti, yaitu R = 0,834, koefisien determinasingya R2 = 0,696, kontribusi yang disumbangkan pengalaman kerja terhadap kinerja guru sebesar 69,6%. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar kinerja guru Madrasah Aliyah di Kota Surakarta dapat ditingkatkan atau diprediksikan melalui motivasi dan pengalaman kerja.
Dewasa ini, mutu pendidikan di Indonesia sedang mendapat sorotan yang tajam dari masyarakat. Mereka menilai mutu pendidikan dewasa ini tidak memadai, bahkan boleh dikatakan tidak bermutu. Hal ini dikuatkan oleh data dari Human Development Report Tahun 2003 versi UNDP, peringkat HDI (Human Development Index) atau kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia berada di urutan 112. Indonesia berada jauh di bawah Filipina yang berada diurutan ke-85, Thailand yang berada diurutan ke-74, Malaysia yang berada diurutan ke-58, Brunai Darussalam yang berada diurutan ke-31, dan Singapura yang berada diurutan ke-28 (Nurhadi, 2003: 1).
Menyadari kondisi seperti ini berbagai upaya telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu kinerja guru, baik melalui penataran, pela–tihan, pemberian beasiswa untuk melan–jutkan pendidikan, dengan tujuan agar dapat menjadi guru yang profesional. Dari guru yang profesional ini diharapkan dapat mengelola komponen-komponen lain seba–gai suatu sistem, sehingga kondisi yang ada dapat menanmpilkan kinerja yang optimal (Fajar, 2003). Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Buchori, bahwa perbaikan sistem pendidikan kita sangat dipengaruhi oleh keberhasilan dalam memperbaiki mutu guru. Oleh karena itu meningkatkan mutu disetiap jenjang pendidikan memerlukan kinerja guru yang efektif. Ada beberapa faktor yang sangat menentukan bagi efektifitas kinerja guru, antara lain: pembinaan profesional dan kematangan kerja guru atau pengalaman mengajar (Buchari, 1992: 45).
Berkaitan dengan masalah kinerja guru tersebut penulis melakukan penelitian awal pada guru-guru Madrasah Aliyah di Kota Surakarta, yang mengindikasikan adanya kinerja yang kurang baik (sering datang terlambat, sering ijin kerja, guru tidak membuat rencana pengajaran dan lain-lain). Kinerja yang kurang baik ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain: honor guru yang rendah bahkan dibawah UMR regional (khususnya pada Madrasah Aliyah Suasta), pengalaman kerja yang kurang, dan motivasi kerja rendah.
Dari faktor-faktor tersebut, penga–laman kerja yang kurang, dan motivasi kerja diprediksikan cukup berpengaruh pada tingkat kinerja guru. Pengalaman kerja yang cukup banyak memberikan pe–ngalaman dan pengetahuan yang memadai untuk menunjang kerjanya, sedang motiva–si yang tinggi dapat memberikan dorongan semangat dalam bekerja. Motivasi mem–persoalkan bagaimana caranya gairah dalam bekerja, agar mereka mau bekerja dengan memberikan semua kemampuan dan ketrampilannya untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Karena pada dasarnya pimpinan lembaga pendidikan mengharap–kan guru yang mampu, cakap, dan trampil, tetapi yang terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai tujuan secara optimal.
Dari fenomena-fenomena tersebut di atas mendorong penulis tertarik untuk meneliti tentang kinerja guru Madrasah Aliyah di Kota Surakarta,dengan unit analisis guru sebanyak 126 guru yang mengajar di Madrasah Aliyah Tahun Pelajaran 2014-2015.
Penulis berharap, agar penelitian ini dapat menggali secara mendalam antara pengalaman dan motivasi kerja dengan kinerja guru Madrasah Aliyah di Kota Surakarta.
Perumusan Masalah
Pertama, apakah terdapat hubung–an antara pengalaman kerja dengan kinerja guru MA? Kedua, apakah terdapat hubung–an antara motivasi kerja dengan kinerja guru MA? Ketiga, apakah terdapat hubungan antara pengalaman dan motivasi kerja dengan kinerja guru MA?
KERANGKA TEORITIS
Kinerja guru
Kinerja (performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, ketram–pilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu Nanang Fattah (2004: 19). Menu–rut Anwar Prabu Mangkunegara kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (2000: 67). Menurut Gomes kinerja adalah sebagai suatu catatan terhadap hasil produksi dari sebuah pekerjaan tertentu atau aktivitas tertentu dalam periode waktu tertentu (2000: 15). Bambang Kusriyanto dalam Anwar Prabu mendefinisikan kinerja adalah perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu atau lazimnya perjam (2014: 9). Sedang menurut Payaman J. Simanjuntak, kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu (2005: 1).
Bertolak dari pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kinerja (per–foramce) guru adalah seluruh aktivitas yang dilakukan guru dalam mengemban amanat dan tanggung jawab dalam mendidik, mengajar, membimbing, dan mengarahkan serta memandu peserta didik dalam menuju kedewasaan yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan.
Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja adalah apa-apa yang telah dirasai, diketahui atau dikerjakan oleh seseorang sehingga ia memiliki pengetahuan dan ketrampilan dari sesuatu yang telah dikerjakan. Dari pengertian ini maka yang dimaksud pengalaman kerja guru adalah apa-apa yang telah dirasai, diketahui atau dikerja–kan oleh seorang guru dalam mengajar sehingga ia memiliki pengetahuan, ketram–pilan dan kecakapan dari kegiatan mengajarnya, sehingga memiliki kecakapan profesional.
Pengalaman guru dapat diukur dari lamanya (masa) guru itu bekerja, karena itu pengalaman identik dengan masa kerja. Artinya guru yang memiliki masa kerja yang cukup lama diyakini mempunyai pengalaman dalam bekerja, guru semacam ini dinamakan guru senior.
Senioritas yang diartikan masa seseorang menjalankan pekerjaan tertentu mempunyai hubungan yang positif dengan produktivitas. Masa kerja yang dieks–presikan sebagai pengalaman kerja menjadi peramal (prediktor) yang baik terhadap kinerja seseorang. Guru yang mempunyai pengalaman kerja akan diyakini menghasilkan kinerja yang lebih baik dari guru yang belum berpengalaman, sebab perilaku masa lalu dapat dijadikan acuan untuk perilaku pada masa yang akan datang. Robbins (2001: 45).
Pengalaman kerja tidak dapat diperoleh dalam waktu yang singkat. Pada umumnya semakin lama masa kerja seseorang dalam pekerjaan tertentu, maka pengalaman yang didapatkannya akan semakin banyak. Berdasarkan alasan ini, maka banyak lembaga atau institusi tertentu merekrut tenaga kerja didasarkan pada pengalaman kerja.
Tenaga kerja yang memiliki pe–ngalaman kerja diyakini akan menghasilkan produktivitas yang tinggi. Seorang guru yang berpengalaman akan mampu untuk meningkatkan kinerja di sekolah. Pe–ngalaman kerja seorang guru dapat dikatagorikan menjadi dua katagori, yaitu: sudah berpengalaman dan belum berpengalaman. maka sebagai batas untuk memisahkan katagori tingkat pengalaman diambil batas rata-rata masa kerja guru. Jadi guru yang memiliki masa kerja di atas masa kerja rata-rata dikatagorikan sebagai guru yang sudah berpengalaman, sedang guru yang memiliki masa kerja di bawah masa kerja rata-rata dikatagorikan sebagai guru yang belum berpengalaman.
Ukuran masa kerja untuk sese–orang mendapatkan pengalaman kerja sangatlah relatif, tergantung dari intensitas keterlibatan seseorang dalam sistem dan aktivitas seseorang. Jika seorang guru memiliki keterlibatan dengan intensitas yang tinggi dalam sistem dan aktivitas sekolah atau madrasah, maka guru yang bersangkutan memiliki pengalaman yang banyak. Dengan pengalaman inilah guru tersebut akan lebih mampu menguasai pekerjaannya, sehingga akan dapat bekerja dengan lebih baik dan produkti–vitas yang tinggi.
Motivasi Kerja
Konsep pertama motivasi menurut pandangan ahli filsafat Arestoteles dan Plato menyatakan bahwa manusia secara alami untuk memenuhi kehendak dan keinginan lebih mempergunakan kekuatan akal pikiran. Akal menjadi pusat untuk berpikir akan tercermin pada perilaku manusia. Aquinus, Descartes, dan Spinoza menyatakan bahwa setiap manusia itu memiliki kemauan (will). Hal ini dianggap sesuatu yang kuat mempengaruhi pikiran, dan perasaan manusia “strong willed and will power” (kemauan yang kuat dan kehendak yang kuat). Ini merupakan arus konsep yang berasal dari ide awal manusia. Kegagalan dari “will” dapat menggambarkan akhir dari perilaku yang telah memberikan cara lain untuk konsep motivasi. Sterrs (1991: 31).
Motiv menurut Sperling: “Motive is defined as atendency to activity, started by a drive and ended by an adjusment. The djusment is said to satisfy the movie” (2005: 183). Sedang menurut Mc.Donald mendevinisikan: “Motivation is energy change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reactions”. (1966: 112). Motiv didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk ber–aktifitas, dimulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Penyesuaian diri dikatakan untuk memuaskan motiv. Dalam kaitannya dengan ini Hasibuan menyatakan: motiv ini sangat penting bagi seorang pemimpin yang harus memiliki kemampuan untuk memotivasi bawahannya, dengan memperhatikan kebutuhan dan keinginan bawahannya (2004: 99).
Motiv adalah apa yang menggerak–kan seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu atau sekurang-kurangnya mengembangkan suatu kecenderungan tertentu. Motiv dimengerti sebagai ungkap–an kebutuhan seseorang karenannya motif bersifat pribadi dan internal. Dipihak lain, insentif berasal dari luar. Insentif dijadikan sebagai bagian lingkungan kerja oleh pimpinan untuk mendorong karyawan melakukan tugasnya. Misalnya, pimpinan menawarkan bonus bagi wiraniaga sebagai insentif untuk mendorong tercapainya tingkat penjualan yang lebih tinggi dan juga memenuhi kebutuhan wiraniaga akan pengakuan dan status.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Chester L. Barnard dalam Richard M. Steers menyatakan sebagai berikut: Seseorang cenderung ikut serta dalam kegiatan organisasi hanya terbatas pada anggapan bahwa imbalan untuk bekerja yang mereka terima sebanding dengan usaha (kontribusi) mereka (2001: 18). Karena itu motivasi dan sasaran perseorangan dalam bekerja menjadi faktor yang penting dalam memahami tingkah laku manusia dan prestasi organisasi. Pendapat ini mengisyaratkan, bahwa seseorang mempunyai motif tertentu bekerja pada suatu organisasi ia akan beranggapan, bahwa kebutuhannya akan terpenuhi melalui organisasi.
Meskipun ada beberapa aktivitas manusia yang terjadi tanpa motivasi, namun hampir semua perilaku sadar mempunyai motivasi, atau sebab. Akhirnya, setiap orang akan tertidur tanpa motivasi (meskipun orang tua dengan anak kecil mungkin meragukan hal ini), tetapi pergi ke tempat tidur merupakan tindakan sadar yang memerlukan motivasi. Pekerja–an para manajer adalah mengidentifikasi dan menggerakkan motif pegawai untuk berprestasi baik dalam pelaksanaan tugas. Keith (1985: 67). Bernard Berendoom dan Gary A Stainer dalam Sedarmayanti, mendefinisikan motivasi adalah kondisi mental yang mendorong aktivitas dan memberi energi yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan memberi kepuasan atau mengurangi ketidak seimbangan (Sedarmayanti, 2000: 45). Hasibuan mendefinisikan motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, efektif dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai kepuasan (Hasibuan, 2004: 65).
Motif dan tujuan perseorangan dapat berpengaruh penting terhadap tingkah laku seseorang dalam susunan organisasi. Sterrs (2001: 19). Karena kenyataan ini, kita wajib mengakui dan memperhitungkan sasaran perseorangan dalam setiap pembicaraan mengenai sasar–an organisasi. Konsep sasaran organisasi yaitu sasaran yang ditetapkan untuk organisasi sebagai keseluruhan tidak akan berguna bagi manajemen bila tidak dapat dituangkan menjadi sasaran-sasaran tugas perseorangan yang dapat diterima oleh para pekerja. Jika sasaran tugas bertentangan dengan kebutuhan sasaran perseorangan, dan jika manajemen tidak mau dan tidak dapat menciptakan daya tarik yang cukup untuk meredakan pertentangan tersebut, maka sulit dipercaya bahwa pekerja mau memberikan sumbangan ke arah pencapaian sasaran organisasi.
Selain itu peranan pimpinan dalam memberikan motivasi juga sangat penting dalam pelaksanaan tugas bawahan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Sebagaimana dikemukakan oleh Hasibuan bahwa motiv ini sangat penting bagi seorang pemimpin yang harus memiliki kemampuan untuk memotivasi bawahan–nya, dengan memperhatikan kebutuhan dan keinginan bawahannya (2004: 99). Begitu pentingnya motivasi dari pimpinan, hingga dapat menentukan tinggi rendahnya prestasi, semangat tidaknya kerja bawahan. Dalam arti, sampai sejauh mana pemimpin mampu menciptakan atau menimbulkan kegairahan kerja, sampai sejauh mana pimpinan mampu mendorong bawahan dapat bekerja sesuai denga kebijaksanaan dan program yang telah digariskan.
Dari konsepsi tentang motivasi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan motivasi kerja guru adalah suatu dorongan yang muncul dari dalam diri guru untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki untuk mengajar dengan baik, berani menghadapi kesulitan dan resiko, tangguh dan ulet dalam bekerja guna mencapai tujuan yang ditetapkan. Guru yang memiliki motivasi kerja ini akan lebih mementingkan tugas dari pada hal-hal lain dan keberhasilan adalah tujuan utamanya.
KERANGKA BERFIKIR
Hubungan Pengalaman Kerja dengan Kinerja Guru
Guru yang memiliki masa kerja yang lama diidentikan dengan guru yang berpengalaman. Namun pengalaman kerja guru Jika seorang guru memiliki keterlibatan dengan intensitas yang tinggi dalam sistem dan aktivitas madrasah, maka guru yang bersangkutan memiliki pengalaman yang banyak. Dengan pengalaman inilah guru tersebut akan lebih mampu menguasai pekerjaannya, sehingga akan dapat bekerja dengan baik dan produktivitas yang tinggi.
Dengan demikian dapat diasumsi–kan bahwa terdapat hubungan antara pengalaman kerja dengan kinerja guru Madrasah Aliyah di Kota Surakarta.
Hubungan Motivasi Kerja dengan Kinerja Guru
Motivasi adalah dorongan yang timbul dari diri seseorang untuk berbuat sesuatu. Motivasi ini sangat penting bagi guru karena akan memberikan dorongan untuk berperilaku mencapai tujuan yang belum tercapai. Bila guru memiliki motivasi yang tinggi dalam mengajar, maka ia akan berusaha bekerja dengan lebih bersema–ngat untuk memberikan yang terbaik yang bisa ia lakukan, karena dia memiliki komitmen yang tinggi terhadap profesinya. Dalam bekerja ia tidak hanya karena ingin mendapat pujian atau mendapat imbalan, tapi lebih dikarenakan tuntutan profesinya.
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya motivasi guru, yaitu: kesesuaian antara imbalan yang diterima dengan keahlian yang dimiliki, latar belakang pendidikan, dan pekerjaan.
Dengan demikian maka dapat diasumsikan bahwa terdapat hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja guru Madrasah Aliyah di Kota Surakarta.
Hubungan Pengalaman dan Motivasi Kerja Guru dengan Kinerja Guru
Agar guru di Madrasah Aliyah memiliki kinerja yang baik, maka berbagai faktor harus mendukung, diantaranya adalah guru mesti memiliki pengalaman kerja yang memadai, terutama dengan intensitas yang tinggi dalam keterlibatan pada sistem dan kegiatan di madrasah, sehingga dengan pengalaman tersebut guru akan lebih mampu menguasai pekerjaannya, sehingga akan dapat bekerja dengan baik dan produktivitas yang tinggi. Selain itu guru juga harus memiliki motivasi yang tinggi untuk bekerja dan berprestasi, karena dengan motivasi yang tinggi ini guru akan dapat bekerja dengan lebih baik dan lebih giat. Sehingga tuntutan guru untuk memiliki kinerja yang baik dan bekerja secara profesional akan terpenuhi.
Dengan demikian, layak diduga bahwa pengalaman kerja dan motivasi kerja guru secara bersama-sama akan memiliki hubungan dengan kinerja guru Madrasah Aliyah.
Hubungan variabel pengalaman kerja dan variabel motivasi kerja guru baik secara sendiri-sendiri mapun secara bersam-sama dengan variabel kinerja guru Madrasah Aliyah di Kota Surakarta, secara skematik dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1; Paradigma Penelitian
Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir yang telah dikemukan di atas, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pengalaman kerja dengan kinerja guru Madrasah Aliyah di Kota Surakarta.
2. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja guru Madrasah Aliyah di Kota Surakarta.
3. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pengalaman dan motivasi kerja dengan kinerja guru Madrasah Aliyah di Kota Surakarta.
Metode Penelitian
Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan gambaran ten-tang hubungan pengalaman kerja dengan kinerja guru, untuk mengetahui hubungan motivasi kerja dengan kinerja guru, dan untuk mengetahui hubungan pengalaman dan motivasi kerja dengan kinerja guru Madrasah Aliyah di Kota Surakarta.
Penelitian ini dilakukan di Kota Surakarta, sebagai subjek penelitiannya adalah guru-guru yang mengajar di Madrasah Aliyah.
Populasi penelitian ini adalah semua guru Madrasah Aliyah di Kota Surakarta, yang masih aktif mengajar pada Tahun Pelajaran 2014-2015, baik negeri maupun swasta sejumlah 126 orang. Jenis penelitian ini bersifat populatif, artinya sejumlah objek penelitian menjadi sumber data. Oleh karena itu di dalam penelitian ini tidak menggunakan sampel.
Berdasarkan ciri-ciri dan sifat po-pulasi yang diteliti, maka instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian adalah studi dokumenter dan kuesioner model skala likert.
Uji coba instrumen dilaksanakan di dua Madrasah Aliyah yang berada di Kota Surakarta, satu Madrasah Aliyah Negeri dan satu Madrasah Aliyah Suasta, setelah mendapat ijin dari Kepala Madrasah. Cara yang ditempuh adalah dengan memberikan angket kepada guru yang terpilih sebagai responden uji coba.
Pengisian kuesioner dilakukan di ruang dan dijaga untuk memelihara agar pengisiannya tidak saling mencontoh. Semua angket yang diberikan dapat terkumpul kembali dari 30 guru yang menjadi responden (30 guru untuk uji coba instrumen diambil dari populasi yang sama).
Berdasarkan perhitungan analisis kesahihan secara manual terhadap kuesioner variabel kinerja guru yang terdiri dari 45 butir, maka dapat diperoleh hasil 26 butir item dinyatakan valid (shahih) dan 19 butir item butir tidak valid (gugur). Demikian juga untuk variabel motivasi kerja guru yang terdiri dari 45 butir, maka dapat diperoleh hasil 26 butir item dinyatakan valid (shahih) dan 19 butir item butir tidak valid (gugur). Dengan rtt = 0,915 untuk instrumen kinerja guru, dan rtt = 0,905 untuk instrumen motivasi kerja.
Selanjutnya pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan statistika deskripsi dan statistika inferensial. Sebelum pengujian hipotesis terlebih dulu dilakukan uji normalitas dan linearitas. Statistika deskripsi yang digunakan adalah rerata, standart deviasi, tabel frekuensi, dan grafik.
Pengujian hipotesis yang diguna-kan, analisis korelasi sederhana, analisis korelasi ganda, analisis regresi sederhana, dan analisis regresi ganda.
Hasil Penelitian
Pada bagian ini dibahashasil pe–nelitian dengan analisis data yang meliputi deskripsi data, pengujian persyaratan analisis, dan pengujian hipotesis.
Tabel 1. Deskripsi Statistik |
|||||
Variabel |
Skor Maximum |
Skor Minimum |
Mean |
Standar Deviation |
N |
Pengalaman kerja Motivasi kerja Tertinggi Kinerja |
43 101 99 |
1 75 75 |
6,13 90,04 89,82 |
5,59 4,47 4,70 |
126 126 126 |
Pengujian Persyaratan Analisis
Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui normal tidaknya penyebaran data yang akan dianalisis. Data tersebut meliputi variabel pengalaman kertja, motivasi kerja dan kinerja. Rangkuman hasil analisis dapat dilihat pada tabel berikut ini.
|
Tabel 2. Rangkuman Analisis Uji Normalitas |
||||
Kolmogorov-Smirnov Goodness of Fit Test |
|||||
No. |
Variabel |
K-S Z |
2-tailed P |
Keterangan |
|
1. 2. 3. |
Pengalaman Kerja Motivasi Kerja Kinerja |
2,293 1,142 1,249 |
0,000 0,147 0,088 |
Tidak Normal Normal Normal |
|
Uji Linearitas Garis Regresi
Uji persamaan regresi dilakukan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Analisi tersebut menggunakan One way ANOVA (analysis of variances) dan uji signifikansi garis regresi ini dilakukan dengan uji F-tes. Rangkuman hasil analisis selengkapnya pada lampiran .
|
Tabel 3. Rangkuman Hasil Analisis Linieritas Garis Regresi |
||||
No. |
Variabel |
F hitung |
Signifikansi |
Keterangan |
|
1. 2. |
X1 dan Y X2 dan Y |
3,901 276,707 |
< 0,005 < 0,001 |
Signifikan Signifikan |
|
Uji Hipotesis
Di dalam penelitian ini terdapat tiga hipotesis kerja yang akan diuji melalui analisis data hasil penelitian secara empirik, yaitu;
Hubungan Pengalaman Kerja dengan Kinerja Guru
Hipotesis pertama yang diajukan adalah terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pengalaman kerja (X1) dengan kinerja guru (Y) Madrasah Aliyah di Kota Surakarta.
Dari perhitungan persamaan re–gresi dengan menggunakan analisis regresi sederhana diperoleh harga F hitung α = 3,901 dan F tabel 0,176.. Jika dibandingkan antara keduanya, ternyata F hitung lebih besar dari F tabel atau 3,901 > 0,176. Hal ini dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi Y ‘ = 88,917 + 0,147 X1 adalah linier.
Untuk mengetahui seberapa besar sumbangan variabel pengalaman kerja (X1) dengan variabel kinerja guru (Y), maka dapat diketahui melalui teknik analisis korelasi Product Moment dari Pearson. Dari hasil analisis diketahui bahwa kekuatan hubungan antara variabel pengalaman kerja (X1) dengan kinerja guru (Y) adalah sebesar r = 0,175. Dari hasil analisis tersebut juga menunjukkan bahwa koefisien determinasi r 2 adalah sebesar 0,030. Hal tersebut menunjukkan bahwa pola penyebaran skor pada variabel kinerja guru (Y) diikuti secara konsisten oleh pola penyebaran skor pada variabel pengalaman kerja (X1) sebesar 3%. Dengan demikian berarti 3% varian kinerja guru dijelaskan oleh pengalaman kerjanya.
Untuk memprediksi nilai variabel kinerja guru (Y) dari nilai variabel penga–laman kerja (X1) yang didasarkan pada asumsi adanya hubungan linier, maka dihitung berdasarkan analisis regresi seder–hana terhadap kinerja atas pengalaman kerja. Hasil analisis regresi sederhana variabel pengalaman kerja (X1) terhadap variabel kinerja guru (Y) sebagaimana pada tabel 10 berikut ini.
Tabel 4. Analisis Regresi Sederhana Pengalaman Kerja (X1) terhadap Variabel Kinerja Guru (Y) |
|
||||||
Sumber Varian |
JK |
d.k. |
RJK |
Fhit |
P |
Kesimpulan |
|
Regresi |
84,073 |
1 |
84,073 |
3,901 |
<0,050 |
Signifikan |
|
Residu |
2672,729 |
124 |
21,554 |
|
|
|
|
Total |
2756,802 |
125 |
|
|
|
|
|
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel di atas menunjukkan bahwa harga Fhitung α = 3,901, yang lebih besar dari P (Signifikansi) < 0,050. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel pengalaman kerja (X1) dengan kinerja guru tersebut adalah cukup signifikan. Dengan demikian berarti ditolak hipotesis nihil (Ho) dan diterima hipotesis kerja (H1). Regresi Y pada variabel X1 bukan karena kebetulan (karena terjadi pada populasi). Kemungkinan kesalahan maksimal kurang dari 5%.
Keberartian hubungan antara X1 dan Y secara korelasi sederhana, dapat disimpulakan bahwa hipotesis pertama terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pengalaman kerja dengan kinerja guru Madrasah Aliyah di Kota Surakarta, diterima dan teruji secara signifikan. Kesimpulan ini memberikan arti bahwa setiap peningkatan satu satuan sekor variabel X1 akan dapat meningkatkan skor variabel Y sebesar 0,147 pada konstanta 88,917 .
Hubungan Motivasi Kerja dengan Kinerja Guru
Hipotesis kedua yang diajukan adalah terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja guru Madrasah Aliyah di Kota Surakarta.
Dari perhitungan persamaan regresi dengan menggunakan analisis regresi sederhana diperoleh harga F hitung α = 3,901 dan F tabel 0,230. Jika dibandingkan antara keduanya, ternyata F hitung lebih besar dari F tabel atau α = 276,707 > 0,230. Hal ini dapat disimpulkan bahawa persamaan regresi Y ‘ = 15,612 + 0,824 X2 adalah linier.
Untuk mengetahui seberapa besar sumbangan variabel motivasi kerja (X2) dengan variabel kinerja guru (Y), maka dapat diketahui melalui teknik analisis korelasi Product Moment dari Pearson. Dari hasil analisis diketahui bahwa kekuatan hubungan antara variabel motivasi kerja (X2) dengan kinerja guru (Y) adalah sebesar r = 0,831. Dari hasil analisis tersebut juga menunjukkan bahwa koefisien determinasi r 2 adalah sebesar 0,691. Hal tersebut menunjukkan bahwa pola penyebaran skor pada variabel kinerja guru (Y) diikuti secara konsisten oleh pola penyebaran skor pada variabel motivasi kerja (X2) sebesar 69,1%. Dengan demikian berarti 69,1% varian kinerja guru dijelaskan oleh motivasi kerjanya. Keberar–tian hubungan antara motivasi kerja de–ngan kinerja guru secara sederhana dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara motivasi kerja dengan kinerja guru diterima dan teruji secara signifikan. Kesimpulan ini memberikan arti bahwa setiap peningkatan satu satuan skor variabel motivasi kerja (X2) akan dapat meningkatkan skor variabel kinerja guru (Y) sebesar 0,824 pada konstanta 15,612.
Untuk memprediksi nilai variabel kinerja guru (Y) dari nilai variabel motivasi kerja (X2)yang didasarkan pada asumsi adanya hubungan linier, maka dihitung berdasarkan analisis regresi sederhana terhadap kinerja atas motivasi kerja. Hasil analisis regresi sederhana variabel motivasi kerja (X2) terhadap variabel kinerja guru (Y) sebagaimana pada tabel 11 berikut ini.
|
Tabel 5. Analisis Regresi Sederhana Motivasi Kerja (X2) terhadap Variabel Kinerja Guru (Y) |
|
||||||
Sumber Varian |
JK |
d.k. |
RJK |
Fhit |
P |
Kesimpulan |
||
Regresi |
1903,701 |
1 |
1903,701 |
276,707 |
<0,001 |
Signifikan |
||
Residu |
853,100 |
124 |
6,880 |
|
|
|
||
Total |
2756,802 |
125 |
|
|
|
|
||
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel di atas menunjukkan bahwa harga Fhitung α = 276,707, yang lebih besar dari P (Signifikansi) < 0,001. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel motivasi kerja (X2) dengan kinerja guru tersebut adalah sangat signifikan. Dengan demikian berarti hipotesis kerja (H1) diterima, dan hipotesis nihil (Ho) ditolak. Regresi Y pada variabel X2 bukan karena kebetulan (karena terjadi pada populasi). Kemungkinan kesalahan maksimal kurang dari 1%.
Keberartian hubungan antara X1 dan Y secara korelasi sederhana, dapat disimpulakan bahwa hipotesis kedua yaitu terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja guru Madrasah Aliyah di Kota Surakarta, diterima dan teruji secara signifikan pada korelasi sederhana. Hal ini berarti bahwa setiap perubahan satu unit skor X2 terjadi perubahan 0,824 pada skor Y.
Hubungan Pengalaman dan Motivasi Kerja dengan Kinerja Guru
Hipotesis ketiga yang diajukan adalah terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pengalaman dan motivasi kerja dengan kinerja guru Madrasah Aliyah di Kota Surakarta.
Dari perhitungan persamaan regresi dengan menggunakan analisis regresi ganda diperoleh harga koefisien arah (b1) sebesar 5,982 dan (b2) sebesar 0,815 dengan konstanta sebesar 16,045. Selanjutnya garis ini diuji signifikansinya dengan mengaplikasikan analisis varians untuk memprediksi skor Y (kinerja guru) berdasarkan skor X1 (pengalaman kerja) dan berdasarkan skor X2 (motivasi kerja guru) ditunjukkan oleh persamaan regresi ganda sebagai berikut; Y ‘ = a + b1 + b2 = 16,045 + 5,982 X1 + 0,815 X2. Hal ini berarti bahwa setiap perubahan satu unit skor X1 dan X2 terjadi perubahan 5,982 dan 0,815 pada skor Y.
Untuk mengetahui seberapa besar sumbangan variabel pengalaman kerja (X1), dan motivasi kerja (X2) dengan variabel kinerja guru (Y), maka dapat diketahui melalui teknik analisis korelasi Product Moment dari Pearson. Dari hasil analisis diketahui bahwa kekuatan hubungan antara variabel pengalaman kerja (X1), dan motivasi kerja (X2) dengan kinerja guru (Y) adalah sebesar r = 0,834. Dari hasil analisis tersebut juga menunjukkan bahwa koefisien determinasi r 2 adalah sebesar 0,696. Hal tersebut menunjukkan bahwa pola penyebaran skor pada variabel kinerja guru (Y) diikuti secara konsisten oleh pola penyebaran skor pada variabel pengalaman kerja (X1), dan motivasi kerja (X2) sebesar 69,6%. Dengan demikian berarti 69,6% varian kinerja guru dijelaskan oleh motivasi kerjanya. Keberartian hubungan antara pengalaman dan motivasi kerja dengan kinerja guru dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pengalaman kerja, dan motivasi kerja dengan kinerja guru diterima dan teruji secara signifikan. Kesimpulan ini memberikan arti bahwa setiap peningkatan satu satuan skor variabel pengalaman kerja (X1), dan motivasi kerja (X2) akan dapat meningkatkan skor variabel kinerja guru (Y) sebesar 0,815 pada konstanta 16,045.
Untuk memprediksi nilai variabel kinerja guru (Y) dari nilai variabel pengalaman kerja (X1), dan motivasi kerja (X2) yang didasarkan pada asumsi adanya hubungan linier, maka dihitung berdasarkan analisis regresi ganda terhadap kinerja atas pengalaman kerja dan motivasi kerja. Hasil analisis regresi ganda variabel pengalaman kerja (X1), dan motivasi kerja (X2) terhadap variabel kinerja guru (Y) sebagaimana pada tabel 12 berikut ini.
Tabel 6. Analisis Regresi Ganda Pengalaman Kerja (X1), dan Motivasi Kerja (X2) terhadap Kinerja Guru (Y) |
|
||||||
Sumber Varian |
JK |
d.k. |
RJK |
Fhit |
P |
Kesimpulan |
|
Regresi |
1917,459 |
2 |
1917,459 |
140,496 |
<0,001 |
Signifikan |
|
Residu |
839,343 |
123 |
6,824 |
|
|
|
|
Total |
2756,802 |
125 |
|
|
|
|
|
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel di atas menunjukkan bahwa harga Fhitung α = 140,496, yang lebih besar dari P (Signifikansi) < 0,001. hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel pengalaman kerja (X1), dan motivasi kerja (X2) dengan kinerja guru tersebut adalah sangat signifikan. Dengan demikian berarti hipotesis kerja (H1) diterima, dan hipotesis nihil (Ho) ditolak. Regresi Y pada variabel X1, dan X2 bukan karena kebetulan (karena terjadi pada populasi). Kemungkinan kesalahan maksi–mal kurang dari 1%.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa harga F untuk keberartian regresi sebesar 140,495 lebih besar dari p = 0,001. Hal ini mengindikasikan bahwa model persamaan garis regresi Y = 16,045 + 5,982 X1 + 0,815 .X2 sangat signifikan, dan dapat menjelaskan arah kekuatan hubungan pengalaman dan motivasi kerja secara bersama-sama dengan kinerja guru.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Kesimpulan
Dari uraian analisis data hasil penelitian ini, akhirnya dapat diambil kesimpulan hal-hal sebagai berikut;
1. Terdapat hubungan yang positif antara pengalaman kerja dengan kinerja guru Madrasah Aliyah di Kota Surakarta. Sehingga apabila guru itu pengalaman kerja memadai, maka kinerja guru akan meningkat. Sebaliknya, apabila guru itu kurangmemiliki pengalaman kerja, maka kinerja guru akan menjadi rendah. Hubungan yang disumbangkan oleh variabel pengalaman kerja (X1) terhadap kinerja guru Madrasah Aliyah di Kota Surakarta (Y) adalah sebesar 3%. Sedangkan selebihnya sebesar 97% ditentukan oleh faktor-faktor yang lain.
2. Terdapat hubungan yang positif motivasi kerja dengan kinerja guru Madrasah Aliyah di Kota Surakarta. Sehingga apabila tingkat motivasi kerja itu baik, maka kinerja guru akan meningkat. Sebaliknya, apabila tingkat motivasi kerja guru itu kurang, maka kinerja guru akan menjadi rendah. Hubungan yang disumbangkan oleh variabel motivasi kerja (X2) terhadap kinerja guru Madrasah Aliyah di Kota Surakarta sebesar 69,1%. Sedangkan sisanya sebesar 30,9% ditentukan oleh faktor-faktor yang lain.
3. Terdapat hubungan yang positif secara bersama-sama antara pengalaman ker-ja dan motivasi kerja dengan kinerja guru Madrasah Aliyah di Kota Surakar-ta. Sehingga apabila pengalaman kerja secara bersama-sama dengan motivasi kerja itu baik atau meningkat, maka kinerja guru akan baik atau meningkat pula. Sebaliknya, apabila pengalaman kerja bersama-sama dengan motivasi kerja guru itu kurang, maka kinerja guru akan menjadi rendah. Hubungan yang disumbangkan oleh variabel pengalaman kerja (X1) secara bersa-ma-sama dengan variabel motivasi kerja (X2) terhadap variabel kinerja guru Madrasah Aliyah di Kota Surakarta (Y) adalah sebesar 69,6%. Sedangkan sisanya sebesar 30,4% ditentukan oleh faktor-faktor yang lain.
Implikasi
Penemuan dalam penelitian ini sebagaimana tersebut di atas mempunyai beberapa implikasi, yaitu:
1. Berdasarkan hasil analisis terhadap variabel yang diteliti, maka dapat diketahui bahwa rata-rata nilai dari ketiga variabel tersebut hanya dapat dimasukkandalam kategori: sedang dan cukup. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kinerja guru dalam mengajar perlu diperhatikan faktor-faktor lain, seperti: gaji, jaminan kerja, jaminan hari tua, penghargaan atas prestasi kerja dan lain sebagainya. Tidak tingginya pengaruh pengalaman kerja terhadap kinerja guru, dimungkinkan para guru yang sudah lama bekerja (mengajar) mengalami kejenuhan.
2. Berdasarkan dari analisis deskriptif juga diketahui bahwa nilai simpang baku dari masing-masing variabel penelitian cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman kerja dan motivasi kerja guru Madrasah Aliyah di Kota Surakarta cukup beragam dan dapat dikategorikan dalam rentang kualitas tinggi, sedang, dan rendah atau yang sejenis.
3. Kuatnya hubungan pengalaman kerja dan motivasi kerja secara bersama-sama dengan kinerja guru yang mempunyai kontribusi sebesar . 69,6%. Hal ini mengindikasikan bahwa masih ada 30,4% aspek pendukung kinerja guru yang belum dapat dijelaskan dalam penelitian ini, artinya agar tercapai kinerja guru yang optimal di Madrasah Aliyah tidak dapat dilakukan hanya melalui peningkatan motivasi kerja atau pengalaman kerja saja, tapi masih terdapat sejumlah komponen atau faktor lain yang turut membentuk atau mendukung kinerja guru yang baik.
4. Secara sendiri-sendiri, kadar hubungan masing-masing variabel prediktor dengan variabel respon tidak seimbang. Hubungan motivasi kerja dengan kinerja guru lebih tinggi dari hubungan pengalaman kerja dengan kinerja guru, yaitu sebesar 69,1% > 3%. Kenyataan tersebut memberikan informasi kepada kita bahwa menumbuhkan motivasi kerja bagi guru harus mendapat perhatian yang lebih, baik dari kepala sekolah, pengawas, maupun pejabat yang lebih tinggi pada Kantor Departemen Agama Kabupaten maupun Kantor Wilayah Departemen Agama.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Ad-Duweisy, Muhammad, 2005, Menjadi Guru Yang Sukses dan Berpengaruh, terjemahan Izzudin, Surabaya: CV. Fitrah Mandiri Sejahtera.
Arifin, M., 2003, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, Suharsimi, 1991, Prosedur penelitian: Suatu Pendekatan Praktik,Jakarta: PT.Melton Putra.
Aziz, Abdul, 2004, Standar Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Umum dan Madrasah, Jakarta: Depag RI.
Buchari, Mochtar, 1992, Posisi dan Fungsi Pendidikan Agama Islam dalam Kurikulum Perguruan Tinggi Umum, Makalah Seminar Nasional, Malang: t.d.
Davis, Keith dan John W. Newstrom, 1985, Perilaku Dalam Organisasi, Jilid I, Jakarta: Erlangga, Edisi 7.
Departemen Pendidikan Nasional,t.t., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, Edisi V.
Dharma, Surya, 2005, Manajemen Kinerja: Falsafah Teori dan Penerapannya, Yogyakarta: Pustaka Relajar.
Donald, Frederick Mc., 1966, Educational Psychology, San Francisco: Wodswarth Publishing Company Inc.
Fadjar, Malik,2003, Undang-Undang SisdiknasTahun 2003, Jakarta: Depdiknas RI.
Faisal, Sanapiah, 1982, Metodologi Penelitian Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional.
Firdaus, 2005, Panduan Pembelajaran, Jakarta: MP3A.